Terdapat dua asumsi pokok yang menjadi dasar Teori Konvergensi Simbolik.
Pertama, realitas diciptakan melalui komunikasi. Dalam hal ini, komunikasi menciptakan
realitas melalui pengaitan antara kata-kata yang digunakan dengan pengalaman atau
pengetahuan yang diperoleh. Kedua, makna individual terhadap symbol dapat mengalami
konvergensi (penyatuan), sehingga menjadi realitas bersama. Realitas dalam teori ini
dipandang sebagai susunan narasi atau cerita-cerita yang menerangkan bagaimana sesuatu
harus dipercayai oleh orang-orang yang terlibat di dalamnya. Cerita tersebut bermula
diperbincangkan dalam lingkungan kelompok, kemudian disebarkan ke lingkungan
masyarakat yang lebih luas.
Contoh kasus dari teori konvergensi simbolik. April 2022, negeri ini cukup
dihebohkan oleh fenomena Citayam Fashion Week. Bermula dari viralnya istilah SCBD
(Sudirman, Citayam, Bojonggede, Depok) di mana sekelompok anak muda dari wilayah sub-
urban ibu kota “menjajah” kawasan Sudirman-Thamrin, sebuah kawasan yang dulunya
seolah eksklusif hanya untuk kaum pekerja kantoran saja. Kawasan ini semakin ramai dengan
hadirnya generasi muda yang oleh sebagian tokoh disebut “kreatif”. Kreativitas anak-anak
muda ini kemudian semakin viral dengan munculnya “Citayam Fashion Week”. Sekelompok
anak muda yang berlenggak-lenggok bagai sedang berjalan di catwalk, namun nyatanya
mereka menggelar semacam fashion show di trotoar, bahkan zebra cross, di salah satu
kawasan elite ibu kota. Sebuah fenomena yang luar biasa, sehingga menarik minat para
pejabat, bahkan artis-artis ikutan ambil bagian di sana. Namun demikian, di balik viralnya
kisah Citayam Fashion Week baru-baru ini, muncul juga berita lain dari kisah viral ini, yaitu
ketika artis Baim Wong hendak mendaftarkan “merk” Citayam Fashion Week ke Dirjen
HAKI untuk mendapatkan hak paten. Sebuah langkah yang mendapat tentangan dari berbagai
pihak. Sebagian pihak menyatakan bahwa tidak seharusnya Citayam Fashion Week dikuasai
oleh satu pihak saja. Ridwan Kamil bahkan menyindir dengan mengatakan bahwa Citayam
Fashion Week adalah gerakan organik akar rumput yang tumbuh kembangnya harus natural
dan organik pula. Dari perspektif teori komunikasi, fenomena ini bisa dilihat sebagai salah
satu bentuk dari Symbolic Convergence Theory (SCT).
Ernest G. Bormann, John F. Cragan, & Donald C. Shields menanggapi kritik awal
pada tahun 1994. Bormann mencatat bahwa SCT kekurangan satu poin untuk memprediksi
dan mengontrol komunikasi manusia pada tahun 1982. Em Griffen mengajukan argumen
bahwa Teori Konvergensi Simbolik adalah teori objektif. Kritik dan perkembangan teori
konvergensi simbolik, pertama bersifat objektif karena berfokus pada berbagi fantasi
kelompok yang menciptakan konvergensi simbolik. Kedua, teori objektif yang baik
memprediksi apa yang akan terjadi, SCT dapat memprediksi bahwa konvergensi simbolik
juga akan terjadi ketika rantai fantasi meletus di antara para anggota. Ketiga, teori
interpretatif yang baik mengklarifikasi nilai-nilai orang. Keempat, teori interpretatif yang
baik menawarkan pemahaman baru tentang orang. Kelima, SCT menggambarkan bahwa
semua anggota kelompok memiliki kekuatan dan akses yang sama untuk membuat dan
merangkai tema fantasi. Keenam, SCT menjelaskan bahwa komunitas retoris digambarkan
bebas konflik, dan perbedaan di antara mereka diabaikan dalam teori.
Daftar Pustaka