Anda di halaman 1dari 8

1.

5 judul penelitian kuantitatif dan kualitatif


a. 5 judul penelitian kuantitatif

Pengaruh Pendidikan Dan Pelatihan Penulisan Kehumasan Terhadap


Peningkatan Pengetahuan Dan Keterampilan Pegawai Di Bidang Kehumasan

Pengaruh Aktivitas Marketing Public Relations Terhadap Kepercayaan Client


Untuk Beriklan (Studi Kasus Pada Client Outdoor Broadcasting Van Radio
Elfara Malang)

Pengaruh Pendidikan Politik Di Pesantren Dalam Menumbuhkan Kesadaran


Berbangsa Dan Bernegara

Pengaruh Penguasaan Teknik Khitobah Dalam Terhadap Keterampilan


Bertabligh Mahasiswa Di Masyarakat

Pengaruh Komunikasi Interpersonal Antar Pegawai Terhadap Kinerja Pegawai


Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Palembang

b. 5 judul penelitian kualitatif

Upaya Pemberdayaan Masjid Melalui Koperasi Jamaah Masjid DMI Jawa


Barat

Upaya Penyembuhan Gangguan Kejiwaan Di Yayasan Mutiara Dzikri

Penerapan Metode Mauidzah Hasanah Dalam Bimbingan Fardiyah

Upaya Peningkatan Sistem Operasional Manajemen Organisasi Ikatan


Persaudaran Haji Indonesia (IPII) Kota Bandung

Strategi Media Relations Bagian Humas Dan Protokol Pemkot Dalam


Menjalin Hubungan Dengan Media Utk Meningkatkan Citra Positif Di
Masyarakat

2. Tuliskan bentuk-bentuk paradigma beserta macam-macamnya


A.

Paradigma Positivisme
Paradigma positivisme menurut beberapa pendapat yaitu komunikasi
merupakan sebuah proses linier atau proses sebab akibat yang mencerminkan upaya
pengirim pesan untuk mengubah pengetahuan penerima pesan yang pasif (Ardianto,
2009). Jadi, paradigma Positivisme ini memandang proses komunikasi ditentukan
oleh pengirim (source-oriented). Berhasil atau tidaknya sebuah proses komunikasi
bergantung pada upaya yang dilakukan oleh pengirim dalam mengemas pesan,
menarik perhatian penerima ataupun mempelajari sifat dan karakteristik penerima
untuk menentukan strategi penyampaian pesan.
Teori yang termasuk dalam paradigma positivisme diantaranya yaitu Teori
Agenda Setting dan Teori Kulitivasi (Cultivation Theory).
1.

Teori Agenda Setting


Teori Agenda Setting dicetuskan oleh Maxwell McCombs dan Donald
Shaw. Teori ini muncul pada awalnya dari penelitian tentang pemilihan
presiden di Amerika Serikat tahun 1968. Dari penelitian tersebut ditemukan
bahwa ada hubungan sebab-akibat antara isi media dengan persepsi pemilih.
Mc Combs dan Shaw pertama-tama melihat agenda media. Agenda media
dapat terlihat dari aspek apa saja yang coba ditonjolkan oleh pemberitaan
media terebut.
Teori agenda setting menegaskan kekuatan media massa dalam
mempengaruhi khalayaknya. Media massa mampu membuat beberapa isu
menjadi lebih penting dari yang lainnya. Media mampu mempengaruhi
tentang apa saja yang perlu kita pikirkan. Lebih dari tu, kini media massa juga
dipercaya mampu mempengaruhi bagaimana cara kita berpikir.
Salah satu contoh dari Teori Agenda Setting yaitu sinetron yang
tanyang di televisi-televisi, ia telah mampu menggiring para kaula muda untuk
mengikuti gaya pada pemeran/artis di sinetron tersebut. Dari mulai gaya
berpakaian, hingga bahasa yang digunakan.

2.

Teori Kultivasi
Teori kultivasi adalah teori sosial yang meneliti efek jangka panjang
dari televisi pada khalayak. Teori ini merupakan salah satu teori komunikasi
massa yang dikembangkan oleh George Gerbner dan Larry Gross dari
University of Pennsylvania. Teori kultivasi ini berasal dari beberapa proyek

penelitian skala besar berjudul 'Indikator Budaya'. Tujuan dari proyek


Indikator Budaya ini adalah untuk mengidentifikasi efek televisi pada pemirsa.
Gerbner dan Stephen Mirirai mengemukakan bahwa televisi sebagai media
komunikasi massa telah dibentuk sebagai simbolisasi lingkungan umum atas
beragam masyarakat yang diikat menjadi satu, bersosialisasi dan berperilaku.
Jadi, teori kultifasi lebih kepada media televisi yang dapat
mempengaruhi persepsi khalayak terhadap realita yang sebenarnya. Sehingga,
kehidupan nyata akan terkalahkan dengan pengetahuan yang disampaikan oleh
media televise, meskipun pengetahuan itu tidak sama dengan kenyataan yang
sebenarnya.
Salah

satu

contohnya

yaitu

pemirsa/penonton

televisi

yang

memberikan penilaian kepada seorang penjahat itu adalah yang badannya


besar dan kekar dan bertato, padahal seorang penjahat tidak semuanya seperti
itu, bahkan dalam kenyataan ada yang berbanding terbalik.
B.

Paradigma Konstruktivisme
Paradigma konstruksionis memandang realitas kehidupan sosial bukanlah
realitas yang natural, tetapi terbentuk dari hasil konstruksi. Karenanya, konsentrasi
analisis pada paradigma konstruksionis adalah menemukan bagaimana peristiwa
atau realitas tersebut dikonstruksi, dengan cara apa konstruksi itu dibentuk. Dalam
studi komunikasi, paradigma konstruksionis ini sering sekali disebut sebagai
paradigma produksi dan pertukaran makna. Ia sering dilawankan dengan paradigma
positivis atau paradigma transmisi.
Paradigma

Konstruktivisme

menolak

pandangan

positivisme

yang

memisahlkan subjek dengan objek komunikasi. Dalam pandangan konstruktivisme,


bahasa tidak lagi hanya dilihat sebagai alat untuk memahami realitas objektif belaka
dan dipisahkan dari subjek sebagai penyampai pesan. Konstruktivisme justru
menganggap subjek (komunikan/decoder) sebagai faktor sentral dalam kegiatan
komunikasi serta hubungan-hubungan sosial.
Adabeberapa teori yang terdapat dalam lingkup paradigma Kontruktivisme ini,
diantaranya yaitu Teori Kegunaan dan Kepuasan (Uses And Grafications Theory)
dan Teori Interaksionisme Simbolik.
1. Teori Kegunaan dan Kepuasan
Teori Penggunaan dan Pemenuhan Kepuasan (Uses And Grafications
Theory) pada awalnya muncul ditahun 1940 dan mengalami kemunculan

kembali dan penguatan di tahun 1970an dan 1980an. Teori ini pertama kali
diperkenalkan oleh Herbert Blumer dan Elihu Katz (1974). Teori ini
mengatakan bahwa pengguna media memainkan peran aktif untuk memilih dan
menggunakan media tersebut.
Dengan kata lain, pengguna media adalah pihak yang aktif dalam
proses komunikasi. Pengguna media berusaha mencari sumber media yang
paling baik di dalam usaha memenhi kebutuhannya. Artinya pengguna media
mempunyai pilihan alternatif untuk memuaskan kebutuhannya.
Misalnya, seseorang merupakan sekelompok konsumen aktif yang
secara sadar menggunakan media dengan memilih media yang tepat untuk
memenuhi kebutuhannya dalah hal informasi atau yang lainnya, baik personal
maupun sosial yang diubah menjadi motif-motif tertentu.
2. Teori Interaksionisme Simbolik
Teori Interaksionisme Simbolik dikenalkan oleh George Harbert Mead
(1863-1931). Teori interaksionisme simbolik mulai berkembang pada
pertengahan abad ke-20. Teori

Interaksionalisme simbolik (symbolic

interactionism) adalah pendekatan teoritis dalam memahami hubungan antara


manusia dan masyarakat. Ide dasar teori interaksionisme simbolik adalah
bahwa tindakan dan interaksi manusia hanya dapat dipahami melalui
pertukaran symbol atau komunikasi yang sarat makna.
Teori interaksionisme simbolik beranggapan bahwa khalayak adalah
produk sosial. Teori ini mempunyai metodologi yang khusus, karena
interaksionisme simbolik melihat makna sebagai bagian fundamental dalam
interaksi masyarakat. Dalam penelitian mengenai interaksi dalam masyarakat
tersebut, teori interaksionisme simbolik cenderung menggunakan metode
kualitatif dibanding metode kuantitatif.
Sebagai contoh adalah bagaimana proses komunikasi dan permainan
bahasa yang terjadi dalam hubungan antara dua orang, terutama pria dengan
wanita. Ketika mereka berkomunikasi dengan menggunakan simbolisasi bahasa
SAYA dan ANDA, maka konsep diri yang terbentuk adalah dia ingin diri saya
dalam status yang formal. Atau misalkan simbolisasi bahasa yang dipakai
adalah ELO dan GUE maka konsep diri yang terbentuk adalah dia ingin
menganggap saya sebagai teman atau kawan semata, serta KAMU dan AKU
juga yang lainnya.

Macam - macam Konstruktivisme


Von Glasersfeld membedakan adanya tiga taraf konstruktivisme, yaitu:
1. Konstruktivisme radikal
Kaum konstruktivis radikal mengesampingkan hubungan antara pengetahuan dan kenyataan sebagai suatu kriteria kebenaran. Bagi konstruktivis radikal,
pengetahuan tidak merefleksikan suatu kenyataan ontologis objektif, tetapi
merupakan suatu pengaturan dan organisasi dari suatu dunia yang dibentuk oleh
pengalaman seseorang. Menurut Von Glasersfeld, Piaget termasuk konstruktivis
radikal.
Konstruktivisme radikal berpegang bahwa kita hanya dapat mengetahui apa
yang dibentuk/ dikonstruksi oleh pikiran kita. Bentukan itu harus jalan dan tidak
harus selalu merupakan representasi dunia nyata. Adalah suatu ilusi bila percaya
bahwa apa yang kita ketahui itu memberikan gambaran akan dunia nyata.
Pengetahuan selalu merupakan konstruksi dari seseorang yang mengetahui,
maka tidak dapat ditransfer kepada penerima yang pasif. Penerima sendiri yang
harus mengkonstruksi pengetahuan itu. Semua yang lain, entah objek maupun
lingkungan, hanyalah sarana untuk terjadinya konstruksi tersebut.
Dalam pandangan konstruktivisme radikal sebenarnya tidak ada konstruksi
sosial, di mana pengetahuan itu dikonstruksikan bersama karena masing-masing
orang harus menyimpulkan dan menangkap sendiri makna terakhir. Pandangan
orang lain adalah bahan untuk dikonstruksikan dan diorganisasikan dalam
pengetahuan yang sudah dipunyai orang itu sendiri.
Konstruktivisme ini tidak pernah mengklaim objektivitas. Menurut mereka,
kita tidak dapat melihat dunia pengalaman kita dari luar. Kita membentuknya dari
dalam dan hidup dengannya lama sebelum kita mulai bertanya dan mana dan apa
itu sebenarnya.
2. Realisme hipotetis
Menurut realisme hipotetis, pengetahuan (ilmiah) kita dipandang sebagai suatu
hipotesis dan suatu struktur kenyataan dan berkembang menuju suatu pengetahuan
yang sejati, yang dekat dengan realitas. Menurut Manuvar, pengetahuan kita
mempunyai relasi dengan kenyataan tetapi tidak sempurna. Menurutnya pula,
Lorenz dan Popper dan banyak epistemolog evolusioner dapat dikatakan termasuk
realisme hipotetis.
3. Konstruktivisme yang biasa

Aliran ini tidak mengambil semua konsekuensi konstruktivisme. Pengetahuan


kita merupakan gambaran dari realitas itu. Pengetahuan kita dipandang sebagai
suatu gambaran yang dibentuk dari kenyataan suatu objek dalam dirinya sendiri.
C.

Paradigma Kritis
Paradigma kritis lahir sebagai koreksi dari pandangan kontruktivisme yang
kurang sensitif pada proses produksi dan reprosuksi makna yang terjadi secara
historis

maupun

intitusional.

Analisis

teori

kritis

tidak

berpusat

pada

kebenaran/ketidakbenaran struktur tata bahasa atau proses penafsiran seperti pada


konstruktivisme.
Beberapa teori yang dinaungi oleh Paradigma Kritis diantaranya yakni Teori
Feminis dan Teori Analisis Wacana.
1. Teori Feminis
Feminisme berdasar pada asumsi bahwa gender merupakan konstruksi
sosial yang didominasi oleh pemahaman yang bias laki-laki dan menindas
perempuan. Feminisme secara umum menantang asumsi dasar masyarakat dan
mencari alternatif pemahaman yang lebih membebaskan, yaitu pemahaman yang
meletakkan wanita dan pria dalam posisi yang seimbang. Feminisme secara
garis besar dapat diklasifikasi menjadi dua golongan, yaitu feminisme liberal
dan feminisme radikal. Feminisme liberal lebih kepada paham paham demokrasi
liberal, yaitu bahwa keadilan mencakup juga jaminan terhadap kesamaan hak
bagi semua individu. Sedangkan feminisme radikal, lebih kepada melihat
persoalan tidak sebatas pada hak yang bersifat publik. Oleh karena itu, jika
feminisme liberal beranggapan bahwa masalah gender dapat diatasi dengan
distribusi hak secara adil, maka bagi feminisme radikal hal ini tidak
menyelesaikan persoalan.
Misalnya, Perempuan menanggapi dunia secara berbeda dari laki-laki
karena pengalaman dan aktivitasnya berbeda yang berakar pada pembagian
kerja.
2. Analisis Wacana
Teori analisis wacana termasuk dalam proses komunikasi yang
menggunakan simbol-simbol, berkaitan dengan interpretasi dan peristiwaperistiwa, di dalam sistem kemasyarakatan yang luas. Melalui pendekatan
wacana pesan-pesan komunikasi, seperti kata-kata, tulisan, gambar-gambar, dan
lain-lain, tidak bersifat netral atau steril. Eksistensinya ditentukan oleh orang-

orang yang menggunakannya, konteks peristiwa yang berkenaan dengannya,


situasi masyarakat luas yang melatarbelakangi keberadaannya, dan lain-lain.
Kesemuanya itu dapat berupa nilai-nilai, ideologi, emosi, kepentingankepentingan, dan lain-lain.
Dalam khasanah studi analisis tekstual, analisis wacana masuk dalam
paradigma kritis, suatu paradigma berpikir yang melihat pesan sebagai
pertarungan kekuasaan, sehingga teks berita dipandang sebagai bentuk dominasi
dan hegemoni satu kelompok kepada kelompok yang lain. Paradigma kritis
melihat bahwa media bukanlah saluran yang bebas dan netral. Media justeru
dimiliki oleh kelompok tertentu dan digunakan untuk mendominasi kelompok
yang tidak dominan. Dengan kata lain, teks di dalam media adalah hasil proses
wacana media (media discourse) Di dalam proses tersebut, nilai-nilai, ideologi,
dan kepentingan media turut serta. Hal tersebut memperlihatkan bahwa media
tidak netral sewaktu mengkonstruksi realitas sosial.

3. Siapkan tema kualitatif atau kuantitatif


PENGARUH KEGIATAN CSR PT SUKABUMI EKSPRES MEDIA (RADAR
SUKABUMI) TERHADAP CITRA PERUSAHAAN DI MASYARAKAT.
Tema : CSR - CITRA

Anda mungkin juga menyukai