Anda di halaman 1dari 15

Perspektif dan Paradigma Interpretative dan

Konstruktivisme
Nurwakhid
Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam, Fakultas Dakwah dan Komunikasi
Universitas Islam Bunga Bangsa Cirebon, Jl. Widarasari III, Tuparev, Cirebon

E-mail: nurw002@gmail.com

Abstract

. In social research, interpretive perspective and constructivist approach are two key
approaches that play an important role in understanding social reality. The interpretive
perspective emphasizes the understanding and interpretation of social meanings provided by
individuals, while constructivism considers knowledge and social reality as the result of social
construction processes.

The advantages of an interpretive perspective include a deep understanding of an


individual's culture, beliefs, and experiences, while the advantages of constructivism are a
focus on the process of knowledge construction and its relevance in learning and knowledge
development.

Both have limitations, such as the potential for subjectivity in interpretive perspectives
and limitations in explaining structural factors in constructivism. However, understanding
these two approaches provides flexibility in choosing an approach that suits the research
question and type of data used. Both help researchers to understand social reality more deeply
and contextually, as well as how individuals and social groups build knowledge and meaning
in their interactions with the world around them.

Keywords: Paradigm, Perspective, Interpretative, Constructivism

Abstrak

Dalam penelitian sosial, perspektif interpretatif dan pendekatan konstruktivisme adalah dua
pendekatan kunci yang memainkan peran penting dalam memahami realitas sosial. Perspektif
interpretatif menekankan pemahaman dan interpretasi makna sosial yang diberikan oleh individu,
sementara konstruktivisme menganggap pengetahuan dan realitas sosial sebagai hasil dari proses
konstruksi sosial.

Keuntungan perspektif interpretatif mencakup pemahaman yang mendalam tentang budaya,


keyakinan, dan pengalaman individu, sementara keuntungan konstruktivisme adalah fokus pada
proses konstruksi pengetahuan dan relevansinya dalam pembelajaran dan perkembangan
pengetahuan.

Keduanya memiliki keterbatasan, seperti potensi subjektivitas dalam perspektif interpretatif dan
keterbatasan dalam menjelaskan faktor-faktor struktural dalam konstruktivisme. Namun,
pemahaman terhadap kedua pendekatan ini memberikan fleksibilitas dalam pemilihan pendekatan
yang sesuai dengan pertanyaan penelitian dan jenis data yang digunakan. Keduanya membantu
peneliti untuk memahami realitas sosial dengan lebih mendalam dan kontekstual, serta bagaimana
individu dan kelompok sosial membangun pengetahuan dan makna dalam interaksi mereka dengan
dunia sekitarnya.

Kata kunci: Paradigma, Perspektif,Interpretatif,Kontruktivisme


PENDAHULUAN

Dalam dunia yang semakin kompleks dan beragam, kita seringkali dihadapkan pada tantangan untuk
memahami perbedaan dan dinamika yang melibatkan manusia dan masyarakat. Di sinilah perspektif
dan paradigma interpretatif serta konstruktivisme dalam penelitian sosial datang untuk membantu kita
memecahkan teka-teki yang ada.

Saat kita memasuki dunia penelitian sosial, kita menemukan dua pendekatan yang kaya dengan
konsep dan ide-ide yang mengubah cara kita melihat dan memahami realitas sosial. Paradigma
interpretatif mengajarkan kita untuk merenung dalam pemahaman makna dan konteks di sekitar kita,
sedangkan paradigma konstruktivisme mengajarkan kita bahwa pengetahuan bukanlah sesuatu yang
diterima begitu saja, melainkan hasil dari interaksi aktif dengan dunia.

Namun, sebelum kita memahami lebih dalam tentang dua pendekatan penting ini, mari kita bayangkan
sebuah dunia di mana kita tidak hanya menerima informasi dari luar, tetapi juga secara aktif mengurai,
merenung, dan membangun pemahaman kita sendiri tentang segala sesuatu yang terjadi di sekitar
kita. Dunia di mana setiap tindakan, setiap kata, dan setiap pengalaman adalah benang merah dalam
proses membentuk pengetahuan kita.

Artikel ini akan membimbing Anda melalui perjalanan intelektual yang memadukan perspektif dan
paradigma interpretatif serta konstruktivisme. Anda akan mendapatkan wawasan tentang bagaimana
kita, sebagai manusia, mencoba membongkar makna dalam setiap aspek kehidupan, dan bagaimana
pengetahuan kita, seiring waktu, berubah dan berkembang melalui interaksi dengan dunia yang terus
berubah.

Jadi, mari kita memasuki dunia berpikir yang mendalam dan perjalanan intelektual yang
menginspirasi, karena di sinilah kita akan menjelajahi perbedaan yang menarik dan persamaan yang
menggugah hati antara perspektif dan paradigma interpretatif serta konstruktivisme. Bersiaplah untuk
melihat dunia dengan mata yang lebih tajam dan pemahaman yang lebih mendalam.

PEMBAHASAN

Perspektif dan paradigma interpretatif serta konstruktivisme adalah pendekatan penting dalam
penelitian sosial yang memainkan peran sentral dalam pemahaman manusia tentang dunia
sosialnya. Dalam pembahasan ini, kita akan menjelajahi kedua perspektif ini secara lebih mendalam,
menggali konsep-konsep kunci, dan memahami bagaimana mereka memengaruhi cara kita melihat
dan memahami realitas sosial.

A.Pengenalan Perspektif Interpretatif

Perspektif interpretif merupakan paradigma yang me- mandang bahwa kebenaran, realitas atau
kehidupan nyata tidak memiliki satu sisi, tetapi dapat memiliki banyak sisi, sehingga dapat dikaji dari
berbagai sudut pandang.Paradigma interpretatif, juga dikenal sebagai paradigma hermeneutik,
menganggap pemahaman makna sebagai elemen utama dalam pemahaman fenomena sosial.
Paradigma ini berasumsi bahwa individu menciptakan makna dalam interaksi mereka dengan dunia
sekitarnya. Beberapa konsep kunci dalam paradigma ini termasuk:

Pemahaman Makna: paradigma interpretatif adalah konsep sentral yang mendasari pendekatan ini
dalam penelitian sosial. Paradigma interpretatif menganggap bahwa manusia tidak hanya bertindak
dan berinteraksi dalam dunia sosial, tetapi mereka juga menciptakan makna dalam proses tersebut.
Berikut adalah beberapa poin kunci terkait dengan pemahaman makna dalam paradigma
interpretatif:

Makna Subyektif: Paradigma interpretatif menekankan bahwa makna bersifat subjektif, artinya
makna sebuah tindakan, kata-kata, atau simbol dapat berbeda dari individu ke individu. Makna tidak
ada di luar individu, melainkan diciptakan oleh individu berdasarkan pengalaman, nilai, keyakinan,
dan konteks pribadi mereka.

Pemahaman makna dalam paradigma interpretatif memungkinkan peneliti dan ilmuwan sosial
untuk lebih mendalam dalam menjelajahi dan memahami dunia sosial. Ini juga menghargai
keragaman perspektif dan pengalaman individu, dan mendorong untuk memahami bagaimana
makna berkembang dan berubah dalam konteks sosial yang kompleks

Sejarah dan Asal Usulnya Perspektif Interpretatif

Perspektif interpretatif dalam ilmu sosial memiliki akar sejarah yang panjang dan berkembang dari
berbagai sumber pemikiran. Ini merupakan pendekatan yang menekankan pemahaman,
interpretasi, dan makna dalam memahami realitas sosial. Di bawah ini, saya akan membahas sejarah
dan asal usul perspektif interpretatif:

Sosiologi Verstehen (Pemahaman):


Perspektif interpretatif dalam ilmu sosial pertama kali muncul melalui konsep "Verstehen" yang
diperkenalkan oleh Max Weber, seorang sosiolog Jerman pada akhir abad ke-19. Weber
mengembangkan gagasan bahwa penting untuk memahami tindakan sosial dari sudut pandang
individu yang melakukannya. Ini melibatkan penggunaan empati (wawasan emosional) untuk
memahami makna yang diberikan oleh individu terhadap tindakan mereka.

Fenomenologi:
Sebuah aliran filsafat yang disebut fenomenologi juga memiliki pengaruh besar terhadap
perkembangan perspektif interpretatif. Tokoh seperti Edmund Husserl dan Alfred Schutz
berkontribusi pada pemikiran ini. Mereka menekankan pentingnya memahami pengalaman
subjektif individu dan menjelajahi struktur makna yang ada dalam interaksi sosial.

Simbolisme Sosial:
George Herbert Mead dan Herbert Blumer adalah dua tokoh utama dalam pengembangan
perspektif interpretatif melalui simbolisme sosial. Mereka berpendapat bahwa individu
menggunakan simbol-simbol (seperti bahasa dan tanda-tanda) untuk memberikan makna kepada
realitas sosial. Pemahaman simbol-simbol ini penting dalam memahami tindakan sosial.

Interaksionisme Simbolik:
Charles Horton Cooley dan George Herbert Mead mengembangkan konsep interaksionisme simbolik
yang mengakui bahwa individu membangun identitas sosial mereka melalui interaksi dengan orang
lain. Mereka menekankan pentingnya proses komunikasi dalam pembentukan makna sosial.

Feminisme dan Studi Kritis:


Perspektif interpretatif juga terus berkembang melalui kontribusi dari studi feminis dan studi kritis.
Feminisme menekankan pentingnya melihat realitas sosial dari perspektif gender, sementara studi
kritis mempertanyakan asumsi-asumsi yang mendasari ilmu sosial tradisional dan menekankan
konstruksi sosial dari kekuatan dan ketidaksetaraan.

Seiring berjalannya waktu, perspektif interpretatif menjadi lebih kompleks dan beragam, dengan
pengaruh dari berbagai disiplin ilmu seperti antropologi, psikologi, filsafat, dan sosiologi.
Pendekatan ini telah membantu peneliti untuk memahami lebih baik kompleksitas realitas sosial dan
bagaimana individu memberikan makna kepada pengalaman mereka. Sejak munculnya perspektif
interpretatif, pendekatan ini terus berkembang dan menjadi landasan teoritis bagi banyak studi
dalam ilmu sosial.

TOKOH-TOKOH PARADIGMA INTERPRETATIF

Paradigma interpretatif dalam penelitian sosial memiliki sejumlah tokoh penting dan teori yang
mempengaruhi cara kita memahami makna dan konteks dalam fenomena sosial. Berikut adalah
beberapa tokoh penting dan teori dalam paradigma interpretatif:

Max Weber: Max Weber adalah salah satu tokoh utama dalam paradigma interpretatif. Dia
mengembangkan konsep "Verstehen," yang berarti pemahaman pemahaman atau pemahaman
makna. Weber menganggap bahwa pemahaman makna adalah kunci untuk memahami tindakan
sosial dan budaya.

Alfred Schutz: Alfred Schutz adalah seorang filsuf sosial Austria yang mengembangkan konsep
fenomenologi sosial. Dia menekankan pentingnya "konstruk realitas sosial" yang merupakan proses
di mana individu memberikan makna pada pengalaman sosial mereka.

Erving Goffman: Goffman adalah seorang sosiolog Amerika yang dikenal karena kontribusinya dalam
pemahaman interaksi sosial. Konsep "dramaturgi sosial" yang dikembangkan olehnya
menggambarkan interaksi sosial sebagai sebuah pertunjukan di mana individu bermain peran
berdasarkan situasi sosial.

Howard S. Becker: Becker adalah seorang sosiolog Amerika yang dikenal karena kontribusinya dalam
bidang deviansi dan pemahaman makna sosial. Dia mengembangkan konsep "labelling theory" yang
menyoroti bagaimana label sosial dapat memengaruhi perilaku individu.

Clifford Geertz: Clifford Geertz adalah seorang antropolog Amerika yang terkenal karena
kontribusinya dalam interpretasi budaya. Dia mengembangkan konsep "deskripsi dekat," yang
merupakan pendekatan untuk memahami budaya melalui observasi dan wawancara yang
mendalam.

Harold Garfinkel: Garfinkel adalah seorang sosiolog Amerika yang mengembangkan konsep
"etnomethodology." Pendekatan ini menekankan pentingnya norma-norma tak tertulis dalam
interaksi sosial dan bagaimana individu menciptakan dan mempertahankan makna dalam kehidupan
sehari-hari.

Pierre Bourdieu: Bourdieu adalah seorang sosiolog Prancis yang mengembangkan konsep "kapital
budaya" dan "praktek harian." Dia menyoroti bagaimana individu membawa kapital budaya mereka
ke dalam interaksi sosial dan bagaimana hal itu memengaruhi posisi sosial mereka.

Paul Ricoeur: Ricoeur adalah seorang filsuf Prancis yang menggabungkan elemen-elemen
hermeneutika dalam pemikirannya. Dia menekankan pentingnya narasi dan interpretasi dalam
pemahaman makna sosial.

Para tokoh ini dan teori-teori yang mereka kembangkan telah memberikan landasan penting bagi
paradigma interpretatif dalam penelitian sosial. Mereka membantu kita memahami bagaimana
makna dan konteks berperan dalam pemahaman fenomena sosial, dan cara pandangan ini
mempengaruhi penelitian dalam berbagai bidang seperti sosiologi, antropologi, dan psikologi sosia

Prinsip-prinsip dasar Perspektif interpretatif

Perspektif interpretatif dalam ilmu sosial memiliki prinsip-prinsip dasar yang mendasari
pendekatannya dalam memahami realitas sosial. Prinsip-prinsip ini mengedepankan pemahaman,
interpretasi, dan makna dalam analisis sosial. Berikut adalah beberapa prinsip dasar dari perspektif
interpretatif:

Pemahaman Makna Sosial:


Prinsip utama dari perspektif interpretatif adalah bahwa individu dan kelompok sosial memberikan
makna kepada realitas sosial mereka. Ini berarti peneliti harus berusaha memahami dan
menganalisis makna-makna yang diberikan oleh aktor sosial terhadap tindakan, simbol, dan
interaksi mereka. Pemahaman ini dapat dicapai melalui empati dan partisipasi dalam realitas sosial
subjek penelitian.

Konteks dan Situasionalitas:


Perspektif interpretatif mengakui bahwa makna sosial selalu terkait dengan konteks dan situasi
tertentu. Oleh karena itu, untuk memahami makna suatu tindakan atau peristiwa, peneliti harus
memperhitungkan konteks sosial di mana makna tersebut muncul. Ini mengharuskan peneliti untuk
melihat lebih dari sekadar tindakan fisik dan menggali makna di baliknya.

Subjektivitas:
Perspektif interpretatif menghargai subjektivitas individu dalam memahami dunia. Ini berarti bahwa
peneliti harus menghindari penilaian atau penafsiran mereka sendiri yang dapat mengaburkan
pemahaman makna sosial yang diberikan oleh subjek penelitian. Peneliti harus bersikap terbuka
terhadap beragam perspektif yang ada.

Proses Interaksi:
Perspektif interpretatif menganggap interaksi sosial sebagai sumber penting dari makna sosial.
Individu dan kelompok sosial membangun makna melalui proses interaksi, dan oleh karena itu,
analisis harus memeriksa interaksi antara individu dan bagaimana makna berkembang melalui
komunikasi dan pertukaran simbolik.

Pendekatan Kualitatif:
Prinsip interpretatif biasanya lebih berfokus pada penelitian kualitatif daripada penelitian
kuantitatif. Penelitian kualitatif menggunakan metode seperti wawancara mendalam, observasi
partisipatif, dan analisis naratif untuk mendapatkan pemahaman mendalam tentang makna sosial
yang diberikan oleh subjek penelitian.
Kritik terhadap Objektivitas:
Perspektif interpretatif mempertanyakan ide objektivitas dalam penelitian sosial. Sebaliknya,
peneliti diharapkan untuk mengakui dan meresapi subjektivitas mereka sendiri dalam penelitian. Ini
mengakui bahwa penelitian selalu terpengaruh oleh pandangan dan pengalaman peneliti, dan
peneliti harus reflektif tentang pengaruh ini.

Konteks Historis dan Sosial:


Prinsip dasar lainnya adalah kesadaran akan konteks historis dan sosial yang memengaruhi makna
sosial. Peneliti harus memahami bagaimana faktor-faktor seperti budaya, sejarah, dan struktur sosial
memengaruhi cara individu dan kelompok sosial memberikan makna kepada realitas.

Prinsip-prinsip ini membentuk dasar metodologi dan pendekatan penelitian dalam perspektif
interpretatif. Mereka mengarahkan peneliti untuk mendekati realitas sosial dengan rasa hormat
terhadap pemahaman dan makna yang diberikan oleh individu, serta memahami konteks sosial yang
melingkupinya. Ini membantu dalam memahami realitas sosial dengan lebih mendalam dan
menyeluruh

B.Pengenalan Paradigma Konstruktivisme

Paradigma konstruktivisme adalah pendekatan yang penting dalam penelitian sosial dan pendidikan.
Paradigma ini menekankan peran utama individu dalam membangun pengetahuannya sendiri
melalui interaksi aktif dengan dunia sekitarnya. Berikut adalah pembahasan lebih mendalam tentang
paradigma konstruktivisme:

Pembentukan Pengetahuan Aktif: Paradigma konstruktivisme berpendapat bahwa pengetahuan


bukanlah sesuatu yang diterima begitu saja dari luar, melainkan hasil dari interaksi aktif individu
dengan lingkungannya. Ini berarti individu tidak hanya mengambil pengetahuan yang ada, tetapi
juga membangun pemahaman mereka sendiri melalui proses kognitif dan interaksi sosial.

Interaksi Sosial: Interaksi sosial adalah elemen kunci dalam pembentukan pengetahuan
konstruktivis. Lev Vygotsky, seorang psikolog Rusia terkenal, mengembangkan konsep "zona
pengembangan proksimal," yang merujuk pada jarak antara kemampuan seorang individu dalam
menyelesaikan tugas sendiri dan kemampuannya dengan bantuan dari orang lain. Ini menekankan
peran penting interaksi sosial dalam perkembangan kognitif.

Pengalaman Pribadi: Pengalaman pribadi dan persepsi individu memainkan peran penting dalam
pembentukan pengetahuan. Setiap individu memiliki pengalaman unik dan sudut pandangnya
sendiri yang memengaruhi cara mereka memahami dunia.

Keterlibatan Aktif: Paradigma konstruktivisme mendorong keterlibatan aktif individu dalam proses
pembelajaran. Ini melibatkan eksplorasi, pemecahan masalah, refleksi, dan diskusi. Siswa atau
peserta penelitian tidak hanya menerima informasi, tetapi juga terlibat dalam memahami dan
merumuskan pengetahuan mereka sendiri.
Pendidikan Konstruktivis: Pendekatan konstruktivis sangat penting dalam pendidikan. Guru
dianggap sebagai fasilitator pembelajaran yang membantu siswa dalam membangun pengetahuan
mereka sendiri melalui pengalaman belajar yang berarti. Pendekatan ini menekankan pentingnya
pengajaran yang relevan dan kontekstual.

Pengembangan Pengetahuan Baru: Paradigma konstruktivisme juga mendorong perkembangan


pengetahuan yang lebih lanjut. Individu seringkali menggabungkan pengalaman baru dengan
pengetahuan yang ada untuk menciptakan pemahaman yang lebih mendalam atau bahkan untuk
menghasilkan pengetahuan yang baru.

Paradigma konstruktivisme menyoroti pentingnya pemahaman individu sebagai agen aktif dalam
pembentukan pengetahuan mereka sendiri. Ini menawarkan pandangan yang berbeda tentang
pendidikan, di mana pembelajaran bukan hanya tentang mentransfer informasi, tetapi juga tentang
mengembangkan pemahaman yang lebih dalam dan keterampilan pemecahan masalah. Dalam
penelitian sosial, pendekatan ini memungkinkan peneliti untuk memahami bagaimana individu
membangun pemahaman mereka tentang realitas sosial dan bagaimana pengalaman pribadi dan
interaksi sosial memainkan peran penting dalam proses tersebut

Konstruktivisme adalah paradigma yang mengemukakan bahwa realitas sosial dan pengetahuan
dibangun oleh individu melalui interaksi mereka dengan dunia sekitarnya. Pemikiran utama di balik
konstruktivisme adalah bahwa pengetahuan tidak ditemukan, tetapi dibangun oleh individu melalui
proses belajar, pengalaman, dan interaksi sosial. Berikut adalah pemikiran utama di balik
konstruktivisme dan sejarah perkembangannya:

Pemikiran Utama di Balik Konstruktivisme

Konstruksi Pengetahuan: Pemikiran utama konstruktivisme adalah bahwa pengetahuan bukanlah


entitas yang ada di luar individu yang dapat ditemukan, tetapi pengetahuan dibangun oleh individu
melalui interpretasi dan konstruksi mereka sendiri. Ini mengacu pada gagasan bahwa setiap individu
memiliki kerangka berpikir, pengalaman, dan latar belakang yang memengaruhi cara mereka
memahami dan menginterpretasikan dunia.

Subjektivitas: Konstruktivisme menekankan subjektivitas dalam pengetahuan. Ini berarti bahwa


pengetahuan adalah hasil dari pandangan subjektif individu, dan pandangan tersebut dapat
bervariasi antara individu yang berbeda. Sehingga, tidak ada satu "kebenaran" objektif yang ada.

Interaksi dan Sosialisasi: Konstruktivisme mengakui bahwa individu membangun pengetahuan


mereka melalui interaksi sosial dan pengalaman. Proses sosialisasi, belajar dari orang lain, dan
interaksi dengan lingkungan sosial memainkan peran sentral dalam pembentukan pengetahuan.

Konteks dan Situasionalitas: Pemahaman dalam konstruktivisme selalu terkait dengan konteks dan
situasi tertentu. Makna dan pengetahuan dapat berubah seiring perubahan konteks atau situasi,
dan ini harus dipertimbangkan dalam analisis.

Sejarah Perkembangan Konstruktivisme :

Pemikiran konstruktivisme dalam pengembangan ilmu sosial dan pendidikan telah berkembang
selama beberapa dekade dan memiliki akar yang beragam. Beberapa tahapan perkembangannya
termasuk:

Konstruktivisme Kognitif: Teori konstruktivisme kognitif, yang dikembangkan oleh tokoh seperti Jean
Piaget dan Lev Vygotsky pada awal abad ke-20, menekankan bahwa anak-anak secara aktif
membangun pengetahuan mereka melalui interaksi dengan lingkungan fisik dan sosial mereka.
Piaget fokus pada perkembangan kognitif anak-anak, sedangkan Vygotsky menyoroti peran bahasa
dan sosial dalam pembentukan pengetahuan.

Konstruktivisme Sosial: Pemikiran konstruktivisme dalam konteks sosial berkembang lebih lanjut
melalui karya-karya tokoh seperti Peter Berger dan Thomas Luckmann yang mengemukakan teori
konstruksi sosial realitas. Mereka menyoroti bagaimana realitas sosial dibangun melalui interaksi
sosial dan proses komunikasi.

Konstruktivisme dalam Pendidikan: Konstruktivisme juga memengaruhi pendidikan, terutama


melalui pendekatan pembelajaran berbasis konstruktivisme. Teori ini mengusulkan bahwa
pembelajaran yang efektif melibatkan siswa secara aktif dalam konstruksi pengetahuan mereka
sendiri melalui eksplorasi, refleksi, dan kolaborasi.

Konstruktivisme Sosial Postmodern: Pemikiran konstruktivisme telah berkembang lebih lanjut


dengan kontribusi dari teori postmodern yang menyoroti keragaman dan pluralisme dalam
konstruksi pengetahuan serta kritik terhadap narasi dan kekuatan dalam pembentukan realitas
sosial.

Perkembangan konstruktivisme terus berlanjut hingga saat ini dan memiliki pengaruh yang
signifikan dalam berbagai disiplin ilmu, termasuk sosiologi, psikologi, pendidikan, dan ilmu
komunikasi. Paradigma ini memberikan pemahaman yang dalam tentang kompleksitas cara individu
dan kelompok sosial memahami dan membentuk dunia di sekitar mereka.

TOKOH-TOKOH PARADIGMA KONTRUKTIVISME

Paradigma konstruktivisme memiliki banyak tokoh yang telah memberikan kontribusi penting dalam
perkembangan dan pemahaman paradigma ini dalam berbagai disiplin ilmu. Berikut adalah
beberapa tokoh terkenal dalam paradigma konstruktivisme:

Jean Piaget: Jean Piaget adalah seorang psikolog asal Swiss yang dikenal karena teori perkembangan
kognitif anak. Dalam teorinya, Piaget menekankan peran aktif anak dalam membangun
pengetahuan mereka sendiri melalui interaksi dengan lingkungan. Teorinya menggambarkan
bagaimana anak-anak berpikir, mengasimilasi, dan mengakomodasi konsep-konsep dalam tahap-
tahap perkembangan tertentu.

Lev Vygotsky: Lev Vygotsky adalah psikolog asal Rusia yang memperkenalkan teori konstruktivisme
sosial. Dia menekankan peran bahasa, budaya, dan interaksi sosial dalam pembentukan
pengetahuan individu. Teorinya menggambarkan bahwa anak-anak belajar melalui kolaborasi
dengan orang lain dan mengembangkan pemahaman mereka melalui Zona Proximal Pembangunan.

George Kelly: George Kelly adalah seorang psikolog Amerika yang dikenal karena teori konstruk-
konstruk pribadi. Dia mengembangkan teori repertoir pribadi yang berfokus pada bagaimana
individu mengorganisasi pengalaman mereka melalui konstruk pribadi atau skema mental.

Jerome Bruner: Jerome Bruner adalah seorang psikolog dan ahli pendidikan Amerika yang
menyumbang pemikiran penting terkait pendidikan konstruktivis. Dia mengembangkan teori
pengajaran berbasis konstruktivisme yang menekankan pentingnya pengalaman langsung dan
kolaborasi dalam pembelajaran.

Peter Berger dan Thomas Luckmann: Mereka adalah dua sosiolog yang dikenal karena karya mereka
yang berjudul "The Social Construction of Reality" (1966). Dalam buku tersebut, mereka
mengemukakan bahwa realitas sosial adalah konstruksi sosial yang dibangun melalui interaksi sosial
dan proses komunikasi.

Donna Haraway: Sebagai seorang ahli studi budaya dan gender, Donna Haraway dikenal karena
kontribusinya terhadap pemahaman konstruktivisme dalam konteks feminisme dan teknologi.
Karyanya yang terkenal, "A Cyborg Manifesto" (1985), menggambarkan manusia sebagai entitas
yang dibentuk oleh teknologi dan budaya.

Kenneth Gergen: Kenneth Gergen adalah seorang sosiolog dan psikolog sosial yang dikenal karena
teorinya tentang "konstruksi sosial". Dia menekankan bahwa pengetahuan, realitas, dan identitas
adalah konstruksi sosial yang terbentuk melalui interaksi sosial.

Ernst von Glasersfeld: Sebagai seorang filsuf kognitif, Ernst von Glasersfeld mengembangkan konsep
"konstruktivisme radikal" yang menekankan bahwa pengetahuan adalah konstruksi mental individu
yang dipengaruhi oleh pengalaman dan bahasa.

Para tokoh ini telah memberikan kontribusi penting dalam mengembangkan dan memperluas
pemahaman paradigma konstruktivisme dalam berbagai disiplin ilmu, termasuk psikologi, sosiologi,
pendidikan, dan filsafat. Pendekatan konstruktivisme memainkan peran kunci dalam menekankan
peran aktif individu dalam pembentukan pengetahuan dan pemahaman mereka terhadap dunia.

C.PERBEDAAN DAN KESAMAAN

Perspektif interpretatif dan konstruktivisme adalah dua pendekatan penting dalam ilmu sosial yang
memiliki kesamaan dan perbedaan dalam pendekatan mereka terhadap pemahaman realitas sosial.
Berikut ini adalah perbandingan dan kontrast antara keduanya:

Perbandingan:

Fokus pada Makna Sosial: Keduanya menekankan pentingnya makna sosial dalam pemahaman
realitas sosial. Perspektif interpretatif menekankan pemahaman dan interpretasi makna yang
diberikan oleh individu, sedangkan konstruktivisme menekankan bahwa realitas sosial dibangun
melalui interpretasi dan konstruksi makna oleh individu.

Subjektivitas: Keduanya mengakui subjektivitas dalam pengetahuan dan pemahaman. Perspektif


interpretatif mengakui bahwa setiap individu memiliki pandangan unik dan subjektif terhadap
realitas, sementara konstruktivisme menekankan bahwa pengetahuan adalah konstruksi subjektif
individu.
Kualitatif vs. Kuantitatif: Keduanya sering menggunakan metode penelitian kualitatif, seperti
wawancara mendalam dan observasi partisipatif, untuk memahami makna sosial dengan lebih
mendalam. Keduanya kurang cenderung menggunakan pendekatan kuantitatif yang lebih berfokus
pada pengukuran dan statistik.

Interaksi Sosial: Keduanya mengakui peran penting interaksi sosial dalam pembentukan makna dan
pengetahuan. Perspektif interpretatif menekankan bahwa makna sosial dihasilkan melalui interaksi
sosial, sementara konstruktivisme menyoroti bagaimana individu membangun pengetahuan melalui
interaksi dan komunikasi.

Kontrast:

Asal Usul dan Akar Teoritis: Perspektif interpretatif berasal dari tradisi sosiologi dan filsafat
hermeneutik, sedangkan konstruktivisme memiliki akar yang lebih terdiversifikasi, mencakup
psikologi kognitif, sosiologi, dan teori pembelajaran.

Pendekatan Individual vs. Sosial: Perspektif interpretatif seringkali lebih fokus pada pemahaman
individu dan peran subjektivitas individu dalam pembentukan makna. Konstruktivisme, sementara
itu, sering menekankan pembentukan pengetahuan melalui interaksi sosial dan konteks sosial.

Peran Struktur dan Konteks: Konstruktivisme cenderung lebih menekankan peran struktur sosial dan
konteks dalam pembentukan makna, sementara perspektif interpretatif cenderung lebih fokus pada
makna yang diberikan oleh individu dalam konteks tertentu.

Pendekatan Terhadap Objektivitas: Perspektif interpretatif seringkali lebih skeptis terhadap


objektivitas dalam penelitian sosial, sedangkan konstruktivisme bisa memiliki pandangan yang lebih
fleksibel terhadap konstruksi objektivitas yang dapat diuji.

Meskipun ada perbedaan antara keduanya, baik perspektif interpretatif maupun konstruktivisme
berusaha untuk memahami realitas sosial dengan lebih mendalam dan menekankan peran individu
dan interaksi sosial dalam pembentukan pengetahuan dan makna sosial. Pemilihan pendekatan
tergantung pada tujuan penelitian dan pertanyaan penelitian yang dihadapi oleh peneliti.

D. Studi Kasus atau Contoh

Berikut adalah dua studi kasus yang menggambarkan bagaimana perspektif interpretatif dan
konstruktivisme diterapkan dalam penelitian sosial:

Studi Kasus 1: Perspektif Interpretatif

Studi: Penelitian tentang pengalaman dan persepsi remaja terkait dengan penggunaan media sosial.

Metode: Peneliti melakukan wawancara mendalam dengan sekelompok remaja yang aktif
menggunakan media sosial. Mereka diajak berbicara tentang bagaimana mereka memandang
penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari mereka.

Pendekatan Interpretatif: Dalam penelitian ini, peneliti menerapkan perspektif interpretatif dengan
menekankan pemahaman dan interpretasi makna sosial yang diberikan oleh remaja terhadap
penggunaan media sosial. Wawancara digunakan untuk mendalami pandangan, perasaan, dan
pengalaman subjek penelitian terkait dengan media sosial. Hasil penelitian menggambarkan
bagaimana media sosial tidak hanya digunakan sebagai alat komunikasi, tetapi juga sebagai alat
untuk membangun identitas, memperoleh dukungan sosial, dan menciptakan makna dalam
kehidupan remaja.

Studi Kasus 2: Konstruktivisme

Studi: Penelitian tentang bagaimana siswa mengembangkan pemahaman mereka tentang sejarah
dalam konteks pembelajaran sejarah di sekolah.

Metode: Peneliti melakukan observasi kelas, wawancara dengan guru, dan analisis materi pelajaran
yang digunakan dalam pembelajaran sejarah di sebuah sekolah menengah.

Pendekatan Konstruktivisme: Dalam penelitian ini, peneliti menerapkan pendekatan


konstruktivisme dengan menekankan bahwa pemahaman sejarah siswa adalah hasil dari proses
konstruksi sosial. Mereka meneliti bagaimana guru dan siswa berinteraksi dalam pembelajaran
sejarah, bagaimana kurikulum dan bahan pelajaran memengaruhi pemahaman siswa, dan
bagaimana pemahaman siswa berkembang seiring waktu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
pemahaman sejarah siswa tidak hanya dipengaruhi oleh fakta-fakta sejarah, tetapi juga oleh
pandangan, konstruksi, dan pengalaman pribadi mereka.

Dalam kedua studi kasus ini, baik perspektif interpretatif maupun konstruktivisme digunakan untuk
mendalam pemahaman tentang fenomena sosial yang diteliti. Perspektif interpretatif menekankan
pemahaman makna sosial yang diberikan oleh individu (seperti remaja dalam studi pertama),
sedangkan konstruktivisme menyoroti bagaimana pengetahuan dan pemahaman dibangun melalui
interaksi dan konteks sosial (seperti dalam studi kedua). Kedua pendekatan ini membantu peneliti
memahami realitas sosial dari perspektif yang lebih dalam dan kontekstual.

E.Keuntungan dan Keterbatasan

Baik perspektif interpretatif maupun pendekatan konstruktivisme memiliki keuntungan dan


keterbatasan yang perlu dipertimbangkan dalam penelitian sosial. Di bawah ini, saya akan
memberikan pandangan objektif tentang kapan dan bagaimana masing-masing pendekatan dapat
digunakan secara efektif:

Keuntungan Perspektif Interpretatif:

Pemahaman yang Mendalam: Pendekatan ini memungkinkan peneliti untuk mendapatkan


pemahaman yang mendalam tentang makna sosial yang diberikan oleh individu atau kelompok. Ini
berguna dalam penelitian yang berfokus pada pemahaman subjektif, seperti studi tentang budaya,
keyakinan, dan pengalaman individu.

Konteks yang Kaya: Perspektif interpretatif memerhatikan konteks sosial dan situasional dalam
pemahaman fenomena sosial. Ini membantu dalam menggambarkan kompleksitas dan keragaman
realitas sosial dalam konteks tertentu.
Relevansi dalam Studi Kualitatif: Perspektif ini sangat relevan dalam penelitian kualitatif, seperti
studi kasus, etnografi, atau analisis naratif. Ini memungkinkan peneliti untuk menggali makna dalam
data kualitatif dan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang lebih mendalam.

Keterbatasan Perspektif Interpretatif:

Subjektivitas: Karena penekanan pada pemahaman subjektif, perspektif interpretatif dapat menjadi
subjektif dan sulit diuji. Ini dapat menjadi tantangan dalam menjaga objektivitas dalam penelitian.

Keterbatasan Umum: Penekanan pada pemahaman individu dapat mengabaikan faktor-faktor


struktural dan kontekstual yang dapat memengaruhi realitas sosial. Ini dapat membuat penelitian
kurang mampu menjelaskan ketidaksetaraan sosial atau faktor-faktor struktural lainnya.

Keuntungan Pendekatan Konstruktivisme:

Fokus pada Proses: Pendekatan konstruktivisme menekankan bahwa pengetahuan adalah hasil dari
proses konstruksi sosial, yang dapat memberikan wawasan tentang bagaimana pengetahuan
berkembang seiring waktu.

Relevansi dalam Pembelajaran: Dalam konteks pendidikan, konstruktivisme menggambarkan


bagaimana siswa secara aktif membangun pengetahuan mereka sendiri melalui pengalaman dan
interaksi sosial. Ini dapat membantu guru merancang pengalaman pembelajaran yang lebih efektif.

Keterbatasan Pendekatan Konstruktivisme:

Kurangnya Fokus pada Makna Subjektif: Pendekatan ini dapat cenderung kurang
mempertimbangkan makna subjektif individu dalam analisis. Hal ini bisa menjadi keterbatasan
dalam studi yang lebih bersifat kualitatif atau interpretatif.

Kritik terhadap Objektivitas: Beberapa kritikus berpendapat bahwa pendekatan konstruktivisme


dapat mengaburkan perbedaan antara pengetahuan yang sahih dan pandangan yang keliru atau
ekstrem, karena semuanya dianggap sebagai konstruksi sosial yang sah.

Tidak Selalu Tepat dalam Penelitian Kuantitatif: Konstruktivisme lebih sesuai untuk penelitian
kualitatif daripada penelitian kuantitatif yang berfokus pada pengukuran dan statistik.

Kapan Anda harus menggunakan masing-masing pendekatan ini tergantung pada pertanyaan
penelitian Anda dan sifat data yang Anda kerjakan. Perspektif interpretatif cocok untuk studi yang
lebih mendalam tentang makna sosial dan interaksi, sementara pendekatan konstruktivisme cocok
untuk penelitian yang mengeksplorasi bagaimana pengetahuan dan pemahaman dibangun dalam
konteks sosial dan proses konstruksi. Beberapa penelitian mungkin juga menggabungkan elemen
dari kedua pendekatan ini untuk memperoleh pemahaman yang lebih komprehensif tentang
fenomena sosial.

KESIMPULAN
Penting untuk memahami bahwa perspektif interpretatif dan pendekatan konstruktivisme adalah
dua pendekatan kunci dalam penelitian sosial yang menekankan peran penting makna sosial dan
konstruksi pengetahuan. Berikut adalah beberapa poin kunci dari pembahasan di atas:

Perspektif Interpretatif menekankan pemahaman dan interpretasi makna sosial yang diberikan
oleh individu. Ini membantu dalam memahami pemahaman subjektif individu tentang dunia
mereka dan mengeksplorasi berbagai pandangan dan pengalaman.

Keuntungan Perspektif Interpretatif termasuk pemahaman yang mendalam tentang budaya,


keyakinan, dan pengalaman individu. Ini juga relevan dalam penelitian kualitatif dan pemahaman
yang lebih mendalam tentang konteks sosial.

Keterbatasan Perspektif Interpretatif adalah potensi subjektivitas dan kurangnya objektivitas


dalam penelitian. Selain itu, ia mungkin kurang mampu menjelaskan faktor-faktor struktural dalam
realitas sosial.

Pendekatan Konstruktivisme menganggap pengetahuan dan realitas sosial sebagai hasil dari proses
konstruksi sosial. Ini menyoroti peran interaksi sosial, konteks, dan proses konstruksi pengetahuan.

Keuntungan Pendekatan Konstruktivisme termasuk fokus pada proses konstruksi pengetahuan dan
relevansinya dalam pembelajaran dan perkembangan pengetahuan.

Keterbatasan Pendekatan Konstruktivisme adalah kurangnya perhatian terhadap makna subjektif


individu dan ketidaksesuaian dalam penelitian kuantitatif.

Kesimpulannya, pemahaman terhadap kedua pendekatan ini memberikan fleksibilitas dalam


pemilihan pendekatan yang sesuai dengan pertanyaan penelitian dan jenis data yang digunakan.
Keduanya membantu peneliti untuk memahami realitas sosial dengan lebih mendalam dan
kontekstual, serta bagaimana individu dan kelompok sosial membangun pengetahuan dan makna
dalam interaksi mereka dengan dunia sekitarnya.

DAFTAR PUSTAKA
Denzin, N. K., & Lincoln, Y. S. (Eds.). (2011). The Sage Handbook of Qualitative Research.
Sage Publications.

Guba, E. G., & Lincoln, Y. S. (1994). Competing paradigms in qualitative research. Handbook
of qualitative research, 2, 163-194.

Berger, P. L., & Luckmann, T. (1966). The Social Construction of Reality: A Treatise in the
Sociology of Knowledge. Anchor Books.

Gergen, K. J. (2009). An Invitation to Social Construction. Sage Publications.

Smith, J. A., Flowers, P., & Larkin, M. (2009). Interpretative phenomenological analysis:
Theory, method and research. Sage Publications.

Burr, V. (1995). An Introduction to Social Constructionism. Routledge.


Guba, E. G. (1990). The Paradigm Dialog. Sage Publications.

Anda mungkin juga menyukai