Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

(EPISTEMOLOGI, SUBJEKTIVISME DAN OBJEKTIVISME


DALAM METODE ILMU SOSIAL)

OLEH:
1. SELFIANI (230222069)
2. ANDI NIRWANA (230222077)
3. RIFA KURNIA (230222083)

DOSEN PENGAMPU:
A. ILAH NURUL FALAH, S.S.,M.Hum

PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PUBLIK


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SINJAI
TAHUN AJARAN 2023-2024
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT Yang Maha Pemurah dan Lagi Maha
Penyayang, puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah
melimpahkan Hidayah, Inayah dan Rahmat-Nya sehingga kami mampu
menyelesaikan penyusunan makalah ini dengan judul “EPISTEMOLOGI,
SUBJEKTIVISME DAN OBJEKTIVISME DALAM METODE ILMU
SOSIAL.”
Penyusunan makalah sudah kami lakukan semaksimal mungkin dengan
dukungan dari banyak pihak, sehingga bisa memudahkan dalam penyusunannya.
Untuk itu kami pun tidak lupa mengucapkan terima kasih dari berbagai pihak
yang sudah membantu kami dalam rangka menyelesaikan makalah ini. Tetapi
tidak lepas dari semua itu, kami sadar sepenuhnya bahwa dalam makalah ini
masih terdapat banyak kekurangan baik dari segi penyusunan bahasa serta aspek-
aspek lainnya.
Maka dari itu, dengan lapang dada kami membuka seluas-luasnya pintu bagi
para pembaca yang ingin memberikan kritik ataupun sarannya demi
penyempurnaan makalah ini. Akhirnya penyusun sangat berharap semoga dari
makalah yang sederhana ini bisa bermanfaat dan juga besar keinginan kami bisa
menginspirasi para pembaca untuk mengangkat berbagai permasalah lainnya yang
masih berhubungan pada makalah-makalah berikutnya.

Bone, 07 Desember 2023

penulis
DAFTAR ISI
SAMPUL..........................................................................................................
KATA PENGANTAR......................................................................................
DAFTAR ISI....................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang......................................................................................
B. Rumusan Masalah.................................................................................
C. Tujuan...................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Epistemologi Ilmu Sosial....................................................
B. Objektivisme dan Subjektivisme..........................................................
C. Pengaruh Objektivisme dan Subjektivisme dalam
Metode Ilmu Sosial...............................................................................
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan...........................................................................................
B. Saran.....................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia hidup didunia tidak hanya memerlukan kebutuhan pokok saja.
Akan tetapi manusia juga memerlukan informasi untuk mengetahui keadaan
di lingkungan sekitar mereka. Dalam upaya untuk memperoleh informasi,
manusia seringkali melakukan komunikasi ataupun cara-cara lain yang bisa
digunakan. Salah satu informasi yang didapat dari komunikasi adalah
pengetahuan. Pengetahuan sangat diperlukan bagi kehidupan manusia karena
dapat memberikan manfaat yang sangat besar bagi kehidupan. Dalam mencari
pengetahuan, tak jarang manusia harus mempelajari Epistemologi.
Epistemologi disebut juga sebagai teori pengetahuan karena mengkaji seluruh
tolok ukur ilmu-ilmu manusia, termasuk ilmu logika dan ilmu-ilmu manusia
yang bersifat gamblang, merupakan dasar dan pondasi segala ilmu dan
pengetahuan.
Subjektivisme sebagai aliran yang mewakili subjek sebagai titik tolak
dalam nilai, menegaskan bahwa nilai-nilai, seperti kebaikan, kebenaran,
keindahan, tidak ada dalam real objektif, melainkan merupakan
perasaanperasaan, sikap-sikap pribadi, dan merupakan penafsiran atas
kenyataan. Di lain pihak objektivisme, sebagai aliran yang mendukung objek
sebagai titik tolak dalam nilai, menegaskan bahwa nilai-nilai, kebaikan,
kebenaran, keindahan, ada dalam dunia nyata dan dapat ditemukan sebagai
entitas-entitas, kualitas-kualitas, atau hubungan nyata dalam bentuk yang
sama sebagaimana dapat ditemukan objek-objek, kualitas-kualitas, atau
hubungan-hubungan.
Teori subjektivis menganggap alasan dan nilai dapat didefinisikan dalam
kaitannya dengan keinginan dan/atau emosi dalam keadaan yang dijelaskan
secara faktual. Teori-teori objektivis hanya menyangkal kecukupan kondisi
tersebut atau kecukupan dan kebutuhannya. Karena menerima perlunya
ketergantungan semacam ini pada sikap, teori-teori subjektivis terpaksa
bersifat internalis, sedangkan teori-teori objektivis bisa bersifat internalis atau
eksternalis, bergantung pada apakah teori-teori tersebut menerima perlunya
kaitan ini dengan sikap. Objektivisme kemudian dibedakan dari inter-
subjektivisme dan realisme, yang memandang alasan dan nilai sebagai hal
yang tidak dapat direduksi.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian epistemologi ilmu sosial?
2. Apa itu objektivisme dan subjektivisme?
3. Bagaimana pengaruh objektivisme dan subjektivisme dalam metode ilmu
sosial?
C. Tujuan
1. Untuk memahami pengertian epistemologi ilmu sosial
2. Untuk memahami objektivisme dan subjektivisme
3. Untuk memahami pengaruh objektivisme dan subjektivisme dalam metode
ilmu sosial
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Epistemologi Ilmu Sosial
Istilah Epistemologi berasal dari bahasa Yunani, episteme yang berarti
menundukkan, menempatkan atau meletakkan, sedangkan logos
berarti ilmu. Kata epistemologi dalam bahasa Yunani sering dikaitkan dengan
istilah gnosis yang berasal yang berarti menyalami atau mendalami.
Epistemologi selanjutnya lebih banyak diartikan sebagai pengetahuan atau
usaha menempatkan sesuatu pada tempatnya sedangkan gnosis diartikan
sebagai pengetahuan batin.
Menurut Pranaka dalam Watloly (2001: 26), epistemologi pada beberapa
tempat dikaitkan dengan disiplin yang disebut Critica atau Criteriologi yang
artinya mengadili, memutuskan dan menempatkan. Epistemologi dapat
diartikan sebagai upaya intelektual dalam mengkaji dan mendudukkan mana
pengetahuan yang benar dan mana pengetahuan yang tidak benar.
Epistemologi sosial adalah cabang ilmu filsafat yang mengkaji tentang
hakikat pengetahuan, pengandaian-pengandaian, dasar-dasarnya serta
pertanggung jawabannya dalam konteks sosial. Epistemologi sosial berfokus
pada bagaimana pengetahuan dihasilkan, didistribusikan, dan digunakan
dalam masyarakat. Berikut adalah beberapa pengertian epistemologi sosial
menurut para ahli:
1. Dagobert D. Runes berpendapat bahwa epistemologi sosial adalah salah
satu cabang ilmu filsafat yang mengkaji mengenai sumber pengetahuan,
struktur sosial, dan nilai-nilai yang mendasarinya.
2. Abdul Munir Mulkhan berpendapat bahwa epistemologi sosial
merupakan segala macam bentuk aktivitas dan pemikiran manusia yang
selalu mempertanyakan dari mana asal muasal ilmu, bagaimana ilmu itu
diperoleh, dan bagaimana ilmu itu digunakan.
3. Jujun S. Suriasumantri berpendapat bahwa epistemologi sosial adalah
kajian tentang hakikat pengetahuan yang berkaitan dengan proses sosial,
yaitu proses interaksi manusia dalam menghasilkan, mendistribusikan,
dan menggunakan pengetahuan.
4. Alvin Goldman berpendapat bahwa epistemologi sosial adalah kajian
sosial atas pengetahuan dan informasi. Epistemologi sosial sangat
penting untuk melihat proses pembentukan pengetahuan dalam
masyarakat.
Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa
epistemologi sosial adalah cabang ilmu filsafat yang mengkaji tentang hakikat
pengetahuan, pengandaian-pengandaian, dasar-dasarnya serta pertanggung
jawabannya dalam konteks sosial. Epistemologi sosial berfokus pada
bagaimana pengetahuan dihasilkan, didistribusikan, dan digunakan dalam
masyarakat.
Epistemologi sosial memiliki dua aspek penting, yaitu: Aspek
epistemologis, yaitu aspek yang berkaitan dengan hakikat pengetahuan,
pengandaian-pengandaian, dasar-dasarnya, dan pertanggung jawabannya.
Aspek sosial, yaitu aspek yang berkaitan dengan proses sosial, yaitu proses
interaksi manusia dalam menghasilkan, mendistribusikan, dan menggunakan
pengetahuan.
Epistemologi sosial memiliki peran penting dalam memahami bagaimana
pengetahuan dihasilkan, didistribusikan, dan digunakan dalam masyarakat.
Epistemologi sosial dapat digunakan untuk menganalisis berbagai fenomena
sosial, seperti proses pendidikan, penelitian, dan penegakkan hukum.
B. Objektivisme dan Subjektivisme
1. Objektivisme
Objektivitas adalah pandangan yang menekankan bahwa butir-butir
pengetahuan manusia dari soal yang sederhana sampai teori yang
kompleks mempunyai sifat dan ciri yang melampaui keyakinan dan
kesadaran individu atau pengamat. Pengetahuan diberlakukan sebagai
sesuatu yang berada di luar ketimbang di dalam pikiran manusia.
pendukung pandangan ini adalah popper, latatos dan Marx.
Objektivisme merupakan pandangan bahwa objek yang kita
persepsikan melalui perantara indera kita itu ada dan bebas dari kesadaran
manusia. Tolak ukur suatu gagasan berada pada objeknya. Objektivitas
adalah pandangan yang menganggap bahwa segala sesuatu yang dipahami
adalah tidak bergantung pada orang yang memahami.
Tiga pandangan dasar objektivisme, pertama kebenaran itu terlepas
dari pandangan subjek, kedua kebenaran itu datang dari bukti faktual atau
bukti nyata konkret, ketiga kebenaran hanya bisa didasari dari pengalaman
indrawi. Pandangan ini sangat dekat dengan empirisme dan positivisme.
Pengetahuan dalam pengertian objektivis sepenuhnya independen dari
klaim seseorang untuk mengetahuinya, pengetahuan itu terlepas dari
keyakinan seseorang atau kecenderungan untuk menyetujuinya atau
memakainya untuk bertindak, pengetahuan dalam pengertian objektivisme
adalah pengetahuan tanpa orang ia adalah pengetahuan tanpa diketahui
subjek. Objektivisme bersifat umum, objek yang sama dapat dipersepsikan
oleh pengamat yang jumlahnya tidak terbatas. Objek-objek itu yang
bersifat permanen baik untuk persepsikan ataupun tidak. Objek-objek
memiliki kualitas yang sama seperti yang disajikan kepada persepsi,
sehingga tindakan persepsi tidak mengubah sedikitpun objek. Para filsuf
skolastik menganggap perlu untuk memperbaiki beberapa keyakinan
harian kita yaitu meletakkan kesalahan pada indera karena indera tidak
pernah salah.
Syarat yang harus dipenuhi untuk mempercayai kebenaran kesaksian
inderawi yaitu objek harus sesuai dengan jenis indera misalnya sinar
inframerah tidak cocok untuk mata, organ indra harus normal dan sehat.
Buta, tuli, buta warna tidak dapat melakukan penginderaan secara objektif.
Objek ditangkap oleh medium maka medium itu harus ada.
2. Subjektivisme
Subjektivisme adalah salah satu bentuk aliran di dalam lingkup sosial.
Subjektivisme memiliki pengertian sebagai sebuah teori yang menganggap
bahwa suatu fenomena sosial merupakan produksi dari masyarakat. Di
dalam masyarakat individu memiliki pengaruh terhadap masyarakat dan
realitas yang ada ditentukan oleh individu itu sendiri subjektivisme
memandang bahwa setiap individu itu unik dan setiap individu memiliki
hak untuk mengekspresikan keunikannya tersebut. Dengan kata lain
subjektivisme merupakan sebuah teori dalam filsafat yang mencoba untuk
menjelaskan fenomena sosial berdasarkan sudut pandang atau perasaan
setiap individu. Dan cara pandang masing-masing individu ini pun berbeda
antara yang satu dengan yang lainnya.
Cara memandang sebuah fenomena sosial yang berbeda ini kemudian
berpengaruh terhadap tindakan atau respon individu dalam menyikapi
suatu permasalahan. Menurut penulis dalam teori subjektivisme individu
memiliki kebebasan untuk menentukan sikap moralnya sendiri. Sebagai
suatu contoh penulis memiliki anggapan bahwa "petik memberi uang lebih
kepada kurir paket adalah hal yang seharusnya dilakukan ketika kita
menggunakan jasanya "anggapan seperti itu muncul setelah penulis
membaca sebuah cuitan laman di media Twitter yang menceritakan
seorang kurir yang hanya mendapat upah dua ribu per paket yang dikirim.
Pemikiran "memberi uang lebih kepada kurir" merupakan sebuah respon
dari cuitan "upah dua per paket "yang di mana penulis menggunakan
sebuah perasaan dari diri individu untuk menentukan sikap. Dan tidak
semua orang akan memiliki sikap atau anggapan yang sama dengan
penulis.
Hal inilah merupakan sebuah contoh dari sebuah paham
subjektivisme. jika dalam lingkup pembelajaran mengenai ilmu sosial
subjektivisme ini merupakan sebuah tanggapan mengenai adanya peristiwa
sosial. Misalnya permasalahan tentang kemiskinan. Kita sebagai individu
memiliki kebebasan untuk memberikan saran atau solusi yang terbaik
dalam menyelesaikan permasalahan tersebut. Dan saran yang diberikan
berdasarkan penafsiran yang kita buat, penafsiran tersebut didapat melalui
observasi tentang permasalahan kemiskinan secara mendalam. Menurut
penulis mempelajari subjektivisme membuat kita mengetahui mana hal
yang dapat dikategorikan sebagai pandangan atau pendapat subjektif dan
mana yang tidak. Dikatakan subjektif apabila suatu permasalahan sosial
ditanggapi oleh beberapa individu atau kelompok masyarakat tidak bersifat
universal artinya tidak semua orang memiliki cara pandang atau sikap
yang sama
C. Pengaruh Objektivisme dan Subjektivisme dalam Metode Ilmu Sosial
Pengaruh objektivisme dan subjektivisme dalam metode ilmu sosial
1. Subjektivisme itu sejalan dengan konsep makhluk sosial yaitu Kita
memandang bahwa sesuatu itu tidak bisa bekerja sendiri
2. Objektivisme itu sejalan dengan ciri sosiologi yaitu kita melihat suatu
masalah dari apa yang ada di lapangan dan juga sejalan dengan non
etis yaitu tidak melihat baik atau buruknya sesuatu
3. Metode ilmu sosial itu adalah sebuah cara untuk memecahkan
masalah sosial dalam dinamika interaksi hubungan dan kelompok
sosial
Pengaruh objektivisme dalam metode ilmu sosial dapat dilihat dalam
beberapa aspek, seperti:
1. Kebijakan metodologi: Objektivisme menekankan penggunaan
metode yang sistematis dan struktur dalam menghasilkan ilmu
pengetahuan yang valid dan reliabel. Metode objektivisme mungkin
lebih berkaitan dengan metode ilmu alam, yang fokus pada
pengamatan dan observasi langsung dari fenomena yang dijelaskan.
2. Fokus pada realitas: Dalam objektivisme, ilmu pengetahuan harus
terpisah dari unsur-unsur subjektif peneliti, dan metode yang
digunakan dalam objektivisme mungkin lebih berkaitan dengan
menggambarkan realitas sosial yang hadir di luar manusia.
3. Pengaruh lingkungan: Objektivisme menekankan bahwa suatu
fenomena sosial terjadi seiring dengan lingkungan dan interaksi
individu dengan lingkungan, bukan hanya terikat dengan pandangan
subjektif individu.
4. Ketergantungan pada metode: Dalam metode ilmu sosial yang
memiliki pengaruh objektivisme, peneliti mungkin lebih berkaitan
dengan metode yang melibatkan pengamatan dan observasi langsung
dari fenomena yang dijelaskan, seperti metode ilmu alam.
Meskipun objektivisme menawarkan kerangka kerja yang lebih struktur
dan sistematis, metode ilmu sosial yang memiliki pengaruh objektivisme
juga perlu mempertimbangkan peran subjektivisme dalam penelitian ilmu
sosial. Ketiga, subjektivisme dan objektivisme memiliki peran untuk
menjadika metode ilmu sosial menjadi lebih subjektif dan objektif.
Objektivisme menekankan pentingnya objektivitas dalam penelitian
ilmiah. Oleh karena itu, metode ilmu sosial yang berorientasi pada
objektivisme biasanya menggunakan pendekatan kuantitatif. Pendekatan
kuantitatif menggunakan data yang dapat diukur secara numerik, seperti
data statistik. Data ini dianggap lebih objektif daripada data kualitatif, yang
bersifat deskriptif dan interpretatif.
Berikut adalah beberapa contoh metode ilmu sosial yang berorientasi
pada objektivisme:
1. Survei adalah metode penelitian yang melibatkan penyebaran
kuesioner atau wawancara kepada sejumlah besar responden. Data
yang diperoleh dari survei biasanya dianalisis secara statistik untuk
menarik kesimpulan tentang populasi yang lebih besar.
2. Eksperimen adalah metode penelitian yang melibatkan manipulasi
variabel untuk melihat pengaruhnya terhadap variabel lain.
Eksperimen biasanya dilakukan di laboratorium atau di lingkungan
yang terkendali untuk memastikan bahwa hasil penelitian tidak
dipengaruhi oleh faktor-faktor lain.
3. Analisis data sekunder adalah metode penelitian yang melibatkan
analisis data yang telah dikumpulkan oleh orang lain. Data sekunder
dapat berupa data kuantitatif atau kualitatif.
Metode-metode ini menekankan pentingnya metodologi yang ketat dan
sistematis. Metodologi ini dimaksudkan untuk menghindari bias subjektif
peneliti. Misalnya, dalam survei, peneliti harus memastikan bahwa
kuesionernya disusun dengan cermat dan bahwa responden dipilih secara
acak. Dalam eksperimen, peneliti harus memastikan bahwa kelompok kontrol
dan kelompok eksperimen memiliki karakteristik yang sama.
Pengaruh subjektivisme dalam metode ilmu sosial dapat dilihat dalam
beberapa aspek, seperti:
1. Penganggapan pandangan individu: Subjektivisme menekankan
bahwa setiap individu memiliki pandangan yang unik dan bersifat
subjektif, yang dipengaruhi oleh pengalaman, perasaan, dan latar
belakang mereka. Dalam metode ilmu sosial yang memiliki pengaruh
subjektivisme, peneliti harus mempertimbangkan pandangan individu
dan menganggap bahwa setiap individu memiliki hak untuk
menentukan sikap dan persepsi mereka.
2. Fokus pada pengalaman dan persepsi: Subjektivisme mempengaruhi
cara penelitian ilmu sosial, seperti metode studi pustaka dan metode
deskriptif kualitatif, yang fokus pada pengalaman dan persepsi
individu. Dalam metode ilmu sosial yang memiliki pengaruh
subjektivisme, peneliti harus memperhatikan bagaimana pengalaman
dan persepsi individu mempengaruhi penelitian mereka.
3. Ketergantungan pada metode: Metode ilmu sosial yang memiliki
pengaruh subjektivisme mungkin lebih berkaitan dengan metode yang
melibatkan pengamatan dan observasi langsung dari fenomena yang
dijelaskan, seperti metode penelitian kualitatif.
4. Pengaruh lingkungan: Subjektivisme menekankan bahwa suatu
fenomena sosial terjadi seiring dengan lingkungan dan interaksi
individu dengan lingkungan, bukan hanya terikat dengan pandangan
subjektif individu. Dalam metode ilmu sosial yang memiliki pengaruh
subjektivisme, peneliti harus mempertimbangkan peran lingkungan
dan bagaimana lingkungan mempengaruhi pandangan dan persepsi
individu.
Meskipun subjektivisme menawarkan kerangka kerja yang lebih
subjektif, metode ilmu sosial yang memiliki pengaruh subjektivisme juga
perlu mempertimbangkan peran objektivisme dalam penelitian ilmu sosial.
Ketiga, subjektivisme dan objektivisme memiliki peran untuk menjadika
metode ilmu sosial menjadi lebih subjektif dan objektif.
Subjektivisme menekankan pentingnya peran subjektif peneliti dalam
penelitian ilmiah. Oleh karena itu, metode ilmu sosial yang berorientasi pada
subjektivisme biasanya menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan
kualitatif menggunakan data yang bersifat deskriptif dan interpretatif. Data ini
dianggap lebih mampu menangkap kompleksitas realitas sosial yang tidak
dapat diukur secara numerik.
Berikut adalah beberapa contoh metode ilmu sosial yang berorientasi
pada subjektivisme:
1. Studi kasus adalah metode penelitian yang mendalam tentang satu unit
sosial, seperti individu, kelompok, atau organisasi. Studi kasus
biasanya menggunakan berbagai metode pengumpulan data, seperti
wawancara, observasi, dan analisis dokumen.
2. Analisis wacana adalah metode penelitian yang menganalisis teks atau
percakapan untuk memahami makna yang terkandung di dalamnya.
Analisis wacana dapat digunakan untuk memahami berbagai
fenomena sosial, seperti komunikasi politik, iklan, atau budaya
populer.
3. Etnografi adalah metode penelitian yang melibatkan pengamatan dan
wawancara mendalam dengan anggota kelompok sosial tertentu.
Etnografi digunakan untuk memahami budaya dan praktik sosial dari
dalam.
Metode-metode ini menekankan pentingnya refleksi diri peneliti.
Refleksi diri ini dimaksudkan untuk menyadari dan mengurangi bias subjektif
peneliti. Misalnya, dalam studi kasus, peneliti harus menyadari bahwa sudut
pandangnya dapat mempengaruhi interpretasi terhadap data. Dalam analisis
wacana, peneliti harus menyadari bahwa biasnya dapat mempengaruhi
interpretasi terhadap makna teks atau percakapan.
Jadi kesimpulannya adalah Objektivisme dan subjektivisme memiliki
pengaruh yang berbeda terhadap metode ilmu sosial. Objektivisme
menekankan pentingnya objektivitas, sedangkan subjektivisme menekankan
pentingnya peran subjektif peneliti.
Pada praktiknya, metode ilmu sosial yang digunakan biasanya
merupakan kombinasi dari pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Hal ini
dimaksudkan untuk mendapatkan pemahaman yang lebih komprehensif
tentang realitas sosial.
Berikut adalah beberapa contoh kombinasi antara pendekatan kuantitatif
dan kualitatif dalam metode ilmu sosial:
1. Survei yang diikuti dengan wawancara mendalam. Metode ini dapat
digunakan untuk mendapatkan gambaran umum tentang populasi dan
kemudian mengeksplorasi temuan-temuan tersebut secara lebih
mendalam melalui wawancara mendalam.
2. Analisis data sekunder yang diikuti dengan studi kasus. Metode ini dapat
digunakan untuk mendapatkan gambaran umum tentang fenomena sosial
dan kemudian menganalisisnya secara lebih mendalam melalui studi
kasus.
3. Eksperimen yang diikuti dengan analisis wacana. Metode ini dapat
digunakan untuk menguji hipotesis tentang pengaruh variabel tertentu
dan kemudian menganalisis makna yang terkandung dalam hasil
eksperimen.
4. Kombinasi antara pendekatan kuantitatif dan kualitatif dapat memberikan
pemahaman yang lebih komprehensif tentang realitas sosial. Pendekatan
kuantitatif dapat digunakan untuk mendapatkan gambaran umum tentang
populasi, sedangkan pendekatan kualitatif dapat digunakan untuk
mengeksplorasi temuan-temuan kuantitatif secara lebih mendalam.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

B. Saran
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai