Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH FILSAFAT ILMU

AKSIOLOGI

ASISTEN DOSEN
M. Wisnu Maulana Dear Sanjaya P. Samudra, S.M., S.Pd

DISUSUN OLEH

Nidaul Husna
NPM : 2210010706

FAKULTAS TEKNIK INFORMASI


TEKNIK INFORMATIKA
UNIVERSITAS ISLAM KALIMANTAN MUHAMMAD ARSYAD AL BANJARI
TAHUN AJARAN 2023/2024
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................................... 3
BAB I.............................................................................................................................. 4
PENDAHULUAN .......................................................................................................... 4
A. Latar Belakang Masalah ...................................................................................... 4
B. Rumusan Masalah ............................................................................................... 5
C. Tujuan Penulisan Makalah .................................................................................. 5
BAB II ............................................................................................................................ 6
PEMBAHASAN............................................................................................................. 6
A. Aksiologi Ilmu ..................................................................................................... 6
1. Hakikat Aksiologi Ilmu ................................................................................... 6
2. Landasan Aksiologi ......................................................................................... 9
3. Teori Tentang Nilai ........................................................................................ 10
4. Fungsi Aksiologi ............................................................................................ 13
5. Pendekatan-Pendekatan dalam Aksiologi ...................................................... 14
B. Hubungan Aksiologi dengan Filsafat Ilmu........................................................ 14
BAB III ......................................................................................................................... 18
PENUTUP .................................................................................................................... 18
A. Kesimpulan ........................................................................................................ 18
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 19

2
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa karena
berkat rahmat dan hidayah- Nya saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah
mengenai Aksiologi Ilmu.

Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas
mata kuliah Filsafat dan untuk mengetahui mengenai perkembangan ilmu pengetahuan
dan nilai kegunaan ilmu sehingga dapat menjadi bahan pembelajaran dan menambah
pengetahuan. Selain itu, saya menghaturkan rasa hormat dan terimakasih yang
sebesar-besarnya kepada semua pihak yang membantu dalam penyusunan makalah
ini.

Penyusun menyadari bahwa dalam makalah ini masih terdapat banyak


kekurangan. Oleh karena itu, penyusun mengharapkan kritik dan saran yang
sekiranya membangun dari para pembaca agar kekurangan dapat diperbaiki dan
menjadi lebih sempurna. Semoga makalah ini dapat memenuhi kebutuhan pembaca
dan menambah wawasan mengenai nilai kegunaan ilmu dalam kehidupan manusia.

Banjarbaru, 22 April 2024

Nidaul Husna

3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah

Kita adalah makhluk tuhan yang mempunyai kelebihan dari makhluk-


makhluk ciptaan yang lain karena kita diberikan akal untuk berfikir dan hati untuk
mengatur emosi kita. Pada saat kita tumbuh berkembang dari anak-anak sampai
dewasa kita mencari tempat yang baik untuk dirinya maupun anak-anaknya baik
pendidikan formal dari SD sampai tingkat lanjutan atas dan perguruan tinggi
maupun pendidikan nonformal. Usaha untuk mendapatkan pendididkan yang baik
inilah yang menjadi usaha untuk mendapatkan ilmu. Menurut Jujun S,
Suriasumantri (1990) ilmu merupakan pengetahuan yang kita gumuli sejak
bangku sekolah dasar sampai pendidikan lanjutan dan perguruan tinggi. Sehingga
ilmu yang kita dapat setelah melalui tahapan pendidikan menjadi alat untuk
memperbaharui hidup, mencapai suatu keinginan dan membawa ketujuan hidup
yaitu kebahagiaan.
Pada dasarnya ilmu yang kita pelajari bersifat netral karena ilmu tidak
mengenal sifat baik maupun buruk dalam ilmu itu sendiri tetapi tergantung pada
orang yang memiliki ilmu tersebut, bagaimana dia memanfaatkan ilmu yang telah
didapatkannya dan bergunakah ilmu yang telah dipelajarinya untuk kehidupan
sosialnya. Dalam hal ini ilmu yang berkaitan dengan kegunaannya akan di bahas
dalam kajian filsafat yang ketiga yaitu aksiologi. Karena, pada hakikatnya ilmu
harus digunakan dan dimanfaatkan untuk kepentingan manusia sebagai sarana
atau alat dalam meningkatkan taraf hidup manusia dengan memperhatikan nilai
atau etika, kodrat dan martabat manusia. Pembahasan aksiologi menyangkut
masalah nilai kegunaan ilmu. Artinya pada tahap-tahap tertentu kadang ilmu
harus disesuaikan dengan nilai-nilai budaya dan moral suatu masyarakat,
sehingga nilai kegunaan ilmu tersebut dapat dirasakan oleh masyarakat dalam
usahanya meningkatkan kesejahteraan bersama, bukan sebaliknya malahan
menimbulkan bencana.

4
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, rumusan masalah yang dibahas dalam makalah ini
adalah sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan aksiologi ilmu?
2. Apa saja fungsi aksilogi
3. Apa hubungan ilmu dan moral?

C. Tujuan Penulisan Makalah

Tujuan penyusunan makalah adalah sebagai berikut :


1. Untuk mengetahui pengertian aksiologi ilmu
2. Untuk mengetahui fungsi aksiologi
3. Untuk mengetahui hubungan ilmu dan moral

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Aksiologi Ilmu
Aksiologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu dari kata-kata “Axios” berarti
nilai, dan “Logos” yang berarti ilmu atau teori. Jadi Aksiologi artinya teori tentang
nilai. Teori yang membahas tentang hakekat nilai karena itu aksiologi disebut juga
“Filsafat Nilai”. Persoalan tentang nilai apabila dibahas secara filsafat, maka akan
lebih memperhatikan persoalan tentang “sumber nilai”. Sedangkan pengertian
aksiologi menurut Jujun S. Suriasumantri adalah teori, nilai yang berkaitan dengan
kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh.
Aksiologi adalah ilmu yang membicarakan tentang tujuan ilmu pengetahuan
itu sendiri. Jadi Aksiologi merupakan ilmu yang mempelajari hakikat dan manfaat
yang sebenarnya dari pengetahuan, dan sebenarnya ilmu pengetahuan itu tidak ada
yang sia-sia kalau kita bisa memanfaatkannya dan tentunya dimanfaatkan dengan
sebaik-baiknya dan di jalan yang baik pula.
Pembahasan aksiologi menyangkut masalah nilai kegunaan ilmu. Ilmu tidak
bebas nilai. Artinya pada tahap-tahap tertentu kadang ilmu harus disesuaikan dengan
nilai-nilai budaya dan moral suatu masyarakat, sehingga nilai kegunaan ilmu tersebut
dapat dirasakan oleh masyarakat dalam usahanya meningkatkan kesejahteraan
bersama, bukan sebaliknya yang menimbulkan bencana.
Menurut pandangan Kattsoff, aksiologi adalah ilmu pengetahuan yang
menyelidiki tentang hakekat nilai yang umumnya ditinjau dari sudut pandang
kefilsafatan dan menurut
Barneld, aksiologi adalah cabang filsafat yang menyelidiki tentang nilai-nilai,
menjelaskan berdasarkan kriteria atau prinsip tertentu yang dianggap baik di dalam
tingkah laku manusia

1. Hakikat Aksiologi Ilmu


Hakikat ilmu dipandang dari sudut aksiologi adalah cara penggunaan
atau pemanfaatan pengetahuan ilmiah. Asas dalam keilmuan tersebut
digunakan atau dimanfaatkan untuk kemaslahatan umat manusia. Asas moral
yang terkandung didalamnya ditunjukan untuk meningkatkan taraf hidup
manusia dengan tetap memperhatikan kodrat manusia, martabat manusia, dan
keseimbangan atau kelestarian alam lewat pemanfaatan ilmu pengetahuan
ilmiah secara komunal dan universal.

6
Aksiologi ilmu (nilai) adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakekat
nilai, yang umumnya ditinjau dari sudut pandang kefilsafatan (Kattsoff: 1992).
Nilai yang dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki manusia untuk melakukan
berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai. Aksiologi meliputi nilai-nilai,
parameter bagi apa yang disebut sebagai kebenaran atau kenyataan itu
sebagaimana kehidupan kita yang menjelajahi kawasan, seperti kawasan sosial,
kawasan fisik materiil, dan kawasan simbolik yang masing-masing menunjukan
aspeknya sendiri-sendiri. Lebih dari itu, aksiologi juga menunjukan kaidah-kaidah
apa yang harus kita perhatikan di dalam menerapkan ilmu kedalam praksis.
Dalam Encyclopedia of Philosophy dijelaskan bahwa aksiologi disamakan
dengan value dan valuation. Ada tiga bentuk value dan valuation, yaitu:
a. Nilai, digunakan sebagai kata benda abstrak.
Dalam pengertian yang lebih sempit seperti : baik, menarik dan bagus.
Sedangkan dalam pengertian yang lebih luas mencakup sebagai tambahan
segala bentuk kewajiban, kebenaran dan kesucian. Penggunaan nilai yang lebih
luas merupakan kata benda asli untuk seluruh macam kritik atau predikat pro
dan kontra, sebagai lawan dari suatu yang lain, dan ia berbeda dengan fakta.
Teori nilai atau aksiologi adalah bagian dari etika.
b. Nilai sebagai kata benda konkret.
Contohnya ketika kita berkata sebuah nilai atau nilai-nilai, ia seringkali dipakai
untuk merujuk kepada sesuatu yang bernilai, seperti nilainya, nilai dia, dan
sistem nilai dia. Kemudian dipakai untuk apa-apa yang memiliki nilai atau
bernilai sebagaimana berlawanan dengan apa-apa yang tidak dianggap baik
atau bernilai.
c. Nilai juga digunakan sebagai kata kerja dalam ekspresi menilai, memberi nilai
dan dinilai.
Menilai umumnya sinonim dengan evaluasi ketika hal tersebut secara aktif
digunakan untuk menilai perbuatan. Dewey membedakan dua hal tentang menilai,
ia bisa berarti menghargai dan mengevaluasi.
Dari definisi aksiologi di atas, terlihat dengan jelas bahwa permasalahan
utama adalah mengenai nilai. Nilai yang dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki
manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai.

7
Teori tentang nilai yang dalam filsafat mengacu pada masalah etika dan
estetika. Aksiologi ilmu terdiri dari nilai-nilai yang bersifat normatif dalam
pemberian makna terhadap kebenaran atau kenyataan sebagaimana dijumpai
dalam kehidupan, yang menjelajahi berbagai kawasan, seperti kawasan sosial,
kawasan simbolik atau pun fisik material. (Koento, 2003: 13). Jadi, aksiologi
adalah teori tentang nilai. Berikut ini dijelaskan beberapa definisi aksiologi :
a. Menurut Suriasumantri aksiologi adalah teori nilai yang berkaitan dengan
kegunaan dari pengetahuan yang di peroleh.
b. Menurut Wibisono dalam Surajiyo (2009), aksiologi adalah nilai-nilai sebagai
tolak ukur kebenaran, etika dan moral sebagai dasar normative penelitian dan
penggalian, serta penerapan ilmu.
c. Scheleer dan Langeveld memberikan definisi tentang aksiologi sebagai
berikut. Scheleer mengontraskan aksiologi dengan praxeology, yaitu suatu
teori dasar tentang tindakan tetapi lebih sering dikontraskan dengan
deontology, yaitu suatu teori mengenai tindakan baik secara moral.
d. Langeveld memberikan pendapat bahwa aksiologi terdiri atas dua hal utama,
yaitu etika dan estetika. Etika merupakan bagian filsafat nilai dan penilaian
yang membicarakan perilaku orang, sedangkan estetika adalah bagian filsafat
tentang nilai dan penilaian yang memandang karya manusia dari sudut indah
dan jelek.
e. Kattsoff mendefinisikan aksiologi sebagai ilmu pengetahuan yang menyelediki
hakekat nilai yang umumnya ditinjau dari sudut pandang kefilsafatan.
Menurut Bramel, aksiologi terbagi tiga bagian, yaitu :
a. Moral Conduct, yaitu tindakan moral, bidang ini melahirkan disiplin khusus,
yaitu etika.
b. Estetic Expression, yaitu ekspresi keindahan. Bidang ini melahirkan
keindahan.
c. Sosio-political life, yaitu kehidupan sosial politik, yang akan melahirkan
filsafat sosial politik.
Dari definisi-definisi aksiologi di atas, terlihat dengan jelas bahwa
permasalahan utama adalah mengenai nilai. Nilai yang dimaksud adalah sesuatu
yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang

8
dinilai. Teori tentang nilai yang dalam filsafat mengacu pada permasalahan etika
dan estetika.
Etika menilai perbuatan manusia, maka lebih tepat kalau dikatakan bahwa
objek formal etika adalah norma-norma kesusilaan manusia, dan dapat dikatakan
pula bahwa etika mempelajari tingkah laku manusia ditinjau dari segi baik dan
tidak baik di dalam suatu kondisi yang normative, yaitu suatu kondisi yang
melibatkan norma-norma.
Sedangkan estetika berkaitan dengan nilai tentang pengalaman keindahan
yang dimiliki oleh manusia terhadap lingkungan dan fenomena di sekelilingnya.
Aksiologi adalah bagian dari filsafat yang menaruh perhatian tentang baik dan
buruk (good and bad), benar dan salah (right and wrong), serta tentang cara dan
tujuan. Aksiologi mencoba merumuskan suatu teori yang konsisten untuk perilaku
etis.
Menurut Suriasumantri aksiologi adalah teori nilai yang berkaitan dengan
kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh. Menurut kamus Bahasa Indonesia
aksiologi adalah kegunaan ilmu pengetahuan bagi kehidupan manusia, kajian
tentang nilai-nilai khususnya etika (Jujun S. Suriasumantri, 2000: 105).
Dari definisi-definisi aksiologi di atas, terlihat dengan jelas bahwa
permasalahan utama adalah mengenai nilai. Nilai yang dimaksud adalah sesuatu
yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang
dinilai. Teori tentang nilai yang dalam filsafat mengacu pada permasalahan etika
dan estetika.

2. Landasan Aksiologi
Ilmu dapat dimanfaatkan sebagai sarana untuk meningkatkan taraf hidup
manusia dan kesejahteraannya dengan menitik beratkan pada kodrat dan martabat,
untuk kepentingan manusia, maka pengetahuan ilmiah yang diperoleh disusun
dan dipergunakan secara komunal dan universal.
Dagobert Runes (1963 : 32) mengemukakan beberapa persoalan dengan
nilai yang mencakup : hakikat nilai, tipe nilai, criteria nilai, dan status metafisika
nilai.
a. Hakikat Nilai
K. Bertens (2007:142) berpendapat, bahwa hakikat dari nilai-nilai, yaitu :
9
1) Nilai berasal dari kehendak: voluntarisme.
2) Nilai berasal dari kesenangan: Hedonisme
3) Nilai berasal dari kepentingan. (Perry)
4) Nilai berasal dari hal yg lebih disukai (preference). Martineau.
5) Nilai berasal dari kehendak rasio murni. (I.Kant).
b. Tipe nilai
Tipe nilai dapat dibedakan antara lain intrinsik dan nilai instrumental.
Nilai intrinsik merupakan nilai akhir yang menjadi tujuan, sedangkan nilai
instrumental merupakan alat untuk mencapai nilai intrinsik.
Sebagai contoh nilai intrinsik adalah nilai yang dipancarkan oleh suatu
lukisan, dan shalat lima waktu merupakan nilai intrinsik dan merupakan suatu
perbuatan yang sangat luhur. Nilai instrumentalnya bahwa dengan
melaksanakan shalat akan mencegah perbuatan yang keji/jahat yang dilarang
oleh Allah dan tujuan akhirnya mendapat kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
c. Kriteria nilai
Kriteria nilai adalah sesuatu yang menjadi ukuran nilai, bagaimana
nilai yang baik, dan bagaimana nilai yang tidak baik. Standar pengujian nilai
dipengaruhi aspek psikologis dan logis.
1) Kaum hedonist menemukan standar nilai dalam kuantitas kesenangan yang
dijabarkan oleh individu atau masyarakat.
2) Kaum idealis mengakui sistem objektif norma rasional sebagai kriteria.
3) Kaum naturalis menemukan ketahanan biologis sebagai tolak ukur
d. Status Metafisika Nilai
Metafisik nilai adalah bagaimana hubungan nilai-nilai tersebut dengan realitas
dan dibagi menjadi tiga bagian :
1) Subjektivisme adalah nilai semata-mata tergantung pengalaman manusia.
2) Objektivisme logis adalah nilai merupakan hakikat logis atau subsistensi,
bebas dari keberadaannya yang dikenal.
3) Objektivisme metafisik adalah nilai merupakan sesuatu yang ideal bersifat
integral, objektif, dan komponen aktif dari kenyataan metafisik. (misalnya:
theisme).

3. Teori Tentang Nilai


Teori Nilai membahas dua masalah yaitu masalah Etika dan Estetika.
10
a. Etika
Etika disebut juga filsafat moral (moral philosophy), yang berasal dari
kata ethos (Yunani) yang berarti watak atau adat kebiasaan tetapi ada yang
memakai istilah lain yaitu moral dari bahasa latin yakni jamak dari kata
mos atau mores (Latin) yang artinya kebiasaan. Dalam bahasa Indonesia
istilah moral atau etika diartikan kesusilaan. Objek material etika adalah
tingkah laku atau perbuatan manusia, sedang objek formal etika adalah
kebaikan atau keburukan, bermoral atau tidak bermoral. Akan tetapi
pengertian etika dan moral ini memiliki perbedaan satu sama lainnya.
Etika ini bersifat teori sedangkan moral bersifat praktek. Etika
mempersoalkan bagaimana semestinya manusia bertindak sedangkan
moral mempersoalkan bagaimana semestinya tindakan manusia itu. Etika
hanya mempertimbangkan tentang baik dan buruk suatu hal dan harus
berlaku umum.
Moralitas manusia adalah objek kajian etika yang telah berusia sangat
lama.Sejak masyarakat manusia terbentuk, persoalan perilaku yang sesuai
dengan moralitas telah menjadi bahasan. Berkaitan dengan hal itu,
kemudian muncul dua teori yang menjelaskan bagaimana suatu perilaku
itu dapat diukur secara etis. Teori yang dimaksud adalah Deontologis dan
Teologis adapun penjelasannya yaitu :
1) Teori Deontologis
Teori Deontologis dilhami oleh pemikiran Immanuel Kant,
yang terkesan kaku, konservatif dan melestarikan status quo, yaitu
menyatakan bahwa baik buruknya suatu perilaku dinilai dari sudut
tindakan itu sendiri, dan bukan akibatnya. Suatu perilaku baik apabila
perilaku itu sesuai norma-norma yang ada.
2) Teori Teologis
Teori Teologis lebih menekankan pada unsur hasil. Suatu
perilaku baikjika buah dari perilaku itu lebih banyak untung daripada
ruginya, dimana untung dan rugi ini dilihat dari indikator kepentingan
manusia. Teori ini memunculkan dua pandangan, yaitu egoisme dan
utilitarianisme (utilisme). Tokoh yang mengajarkan adalah Jeremy

11
Bentham (1742 - 1832), yang kemudian diperbaiki oleh john Stuart
Mill (1806 - 1873).

Antara ilmu (pendidikan) dan etika memiliki hubungan erat. Masalah


moral tidak bisa dilepaskan dengan tekad manusia untuk menemukan
kebenaran, sebab untuk menemukan kebenaran dan terlebih untuk
mempertahankan kebenaran, diperlukan keberanian moral (Jujun S.
Suriasumantri, 1998 : 235).
b. Estetika
Estetika berkaitan dengan nilai tentang pengalaman keindahan yang
dimiliki oleh manusia terhadap lingkungan dan fenomena di sekelilingnya.
Estetika membahas tentang indah atau tidaknya sesuatu.
Estetika disebut juga dengan filsafat keindahan (philosophy of beauty),
yang berasal dari kata aisthetika atau aisthesis (Yunani) yang artinya hal-
hal yang dapat dicerap dengan indera atau cerapan indera.
Estetika membahas hal yang berkaitan dengan refleksi kritis terhadap
nilai-nilai atas sesuatu yang disebut indak atau tidak indah.
Dalam perjalanan filsafat dari era Yunani kuno hingga sekarang
muncul persoalan tentang estetika, yaitu: pertanyaan apa keindahan itu,
keindahan yang bersifat objektif dan subjektif, ukuran keindahan, peranan
keindahan dalam kehidupan manusia dan hubungan keindahan dengan
kebenaran.
Sehingga dari pertanyaan itu menjadi polemik menarik terutama jika
dikaitkan dengan agama dan nilai-nilai kesusilaan, kepatutan, dan hukum.
Dalam dunia pendidikan hendaklah nilai estetika menjadi patokan
penting dalam proses pengembagan pendidikan yakni dengan menggunakan
pendekatan estetis-moral, dimana setiap persoalan pendidikan Islam coba
dilihat dari perspektif yang mengikut sertakan kepentingan masing-masing
pihak, baik itu siswa, guru, pemerintah, pendidik serta masyarakat luas. Ini
berarti pendidikan Islam diorientasikan pada upaya menciptakan suatu
kepribadian yang kreatif, berseni.

12
4. Fungsi Aksiologi
Kegunaan Aksiologi Terhadap Tujuan Ilmu Pengetahuan
Menurut Francis Bacon seperti yang dikutip oleh Jujun S. Suriasumatri
yaitu pengetahuan adalah kekuasaan. Ilmu itu sendiri merupakan alat bagi
manusia untuk mencapai kebahagiaan hidupnya dan ilmu memiliki sifat netral,
ilmu tidak mengenal baik ataupun buruk melainkan tergantung pada pemilik
dalam menggunakannya. Nilai kegunaan ilmu, untuk mengetahui kegunaan
filsafat ilmu atau untuk apa filsafat ilmu itu digunakan dapat memulainya
dengan melihat filsafat sebagai tiga hal, yaitu:
a. Filsafat sebagai kumpulan teori digunakan memahami dan mereaksi dunia
pemikiran.
Jika seseorang hendak ikut membentuk dunia atau ikut mendukung suatu
ide yang membentuk suatu dunia, hendak menentang suatu sistem
kebudayaan, sistem ekonomi, atau sistem politik, maka sebaiknya
mempelajari teori-teori filsafatnya.
b. Filsafat sebagai pandangan hidup.
Filsafat dalam posisi yang kedua ini semua teori ajarannya diterima
kebenaranya dan dilaksanakan dalam kehidupan. Filsafat ilmu sebagai
pandangan hidup gunanya ialah untuk petunjuk dalam menjalani kehidupan.
c. Filsafat sebagai metodologi dalam memecahkan masalah.
Dalam hidup ini kita menghadapi banyak masalah. Bila ada batu didepan
pintu, setiap keluar dari pintu itu kaki kita tersandung, maka batu itu
masalah. Kehidupan akan dijalani lebih enak bila masalah-masalah itu dapat
diselesaikan
Aksiologi ilmu pengetahuan sebagai strategi untuk mengantisipasi
perkembangan dan teknologi (IPTEK) tetap berjalan pada jalur kemanusiaan.
Oleh karena itu daya kerja aksiologi antara lain :
1. Menjaga dan memberi arah agar proses keilmuan menemukan kebenaran
yang hakiki.
2) Dalam pemilihan objek penelaahan dapat dilakukan secara etis, tidak
mengubah
3) kodrat manusia, dan tidak merendahkan martabat manusia.
4) Pengembangan ilmu pengetahuan diarahkan untuk dapat meningkatkan
taraf
13
5) hidup yang memperhatikan kodrat dan martabat manusia serta
memberikan keseimbangan alam lewat pemanfaatan ilmu.

5. Pendekatan-Pendekatan dalam Aksiologi


Pendekatan-pendekatan dalam aksiologi dapat dijawab dengan tiga macam
yaitu :
1) Nilai sepenuhnya berhakekat subyektif. Ditinjau dari sudut pandang ini,
nilai-nilai merupaka reaksi-reaksi yang diberkan oleh manusia sebagai
pelaku dan keberadaannya tergantung pada pengalaman-pengalaman
mereka.
2) Nilai-Nilai merupakan kenyataan-kenyataan yang ditinjau dari segi
ontologi namun tidak terdapat dalam ruang dan waktu.
3) Nilai-Nilai merupakan unsur-unsur obyektif yang menyusun kenyataan.

B. Hubungan Aksiologi dengan Filsafat Ilmu


Kaitan Antara Aksiologi Dengan Filsafat Ilmu adalah Nilai itu bersifat
objektif, tapi kadang-kadang bersifat subjektif. Dikatakan objektif jika nilai-
nilai tidak tergantung pada subjek atau kesadaran yang menilai. Tolak ukur
suatu gagasan berada pada objeknya, bukan pada subjek yang melakukan
penilaian.

Kebenaran tidak tergantung pada kebenaran pada pendapat individu


melainkan pada objektivitas fakta. Sebaliknya, nilai menjadi subjektif, apabila
subjek berperan dalam memberi penilaian, kesadaran manusia menjadi tolak
ukur penilaian.

Nilai subjektif selalu memperhatikan berbagai pandangan yang dimiliki


akal budi manusia, seperti perasaan yang akan mengasah kepada suka atau
tidak suka, senang atau tidak senang. Bagaimana dengan objektivitas ilmu?
Sudah menjadi ketentuan umum dan diterima oleh berbagai kalangan bahwa
ilmu harus bersifat objektif. Salah satu faktor yang membedakan antara
peryataan ilmiah dengan anggapan umum ialah terletak pada objektifitasnya.

Seorang ilmuan harus melihat realitas empiris dengan mengesampingkan


kesadaran yang bersifat idiologis, agama dan budaya. Seorang ilmuan haruslah
bebas dalam menentukan topik penelitiannya, bebas melakukan eksperimen.
Ketika seorang ilmuan bekerja dia hanya tertuju kepada proses kerja ilmiah

14
dan tujuannya agar penelitiannya berhasil dengan baik. Nilai objektif hanya
menjadi tujuan utamanya, dia tidak mau terikat pada nilai subjektif .

Perkembangan ilmu tidak pernah terlepas dari ketersinggungannya dengan


berbagai masalah moral. Baik atau buruknya ilmu, sangat dipengaruhi oleh
kebaikan atau keburukan moral yang para penggunanya. Peledakan bom atom
di Hiroshima dan Nagasaki oleh Amerika Serikat, merupakan sebuah contoh
penyalahgunaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sudah maju pada
jamannya.
Pada dasarnya masalah moral, tidak bisa dilepaskan dari tekad manusia
untuk menemukan dan mempertahankan kebenaran. Moral sangat berkaitan
dengan nilai-nilai, serta cara terhadap suatu hal.
Pada awal masa perkembangannya, ilmu seringkali berbenturan dengan
nilai moral yang diyakini oleh masyarakat. Oleh karena itu, sangat banyak
ilmuwan atau ahli filsafat yang dianggap gila atau bahkan dihukum mati oleh
penguasa pada saat itu. Nicholas Copernicus, Socrates, John Huss, dan Gallileo
Gallilei adalah beberapa contohnya. Selain itu ada pula beberapa kejadian
dimana ilmu harus didasarkan pada nilai moral yang berlaku pada saat itu,
walaupun hal tersebut bersumber dari pernyataan-pernyataan di luar bidang
keilmuan (misalnya agama).
Karena berbagai sebab diatas, maka para ilmuwan berusaha untuk
mendapatkan otonomi dalam mengembangkan ilmu yang sesuai dengan
kenyataan. Setelah pertarungan ideologis selama kurun waktu 250 tahun,
akhirnya para ilmuwan mendapatkan kebebasan dalam mengembangkan ilmu
tanpa dipengaruhi berbagai hal yang bersifat dogmatik.
Kebebasan tadi menyebabkan para ilmuwan mulai berani mengembangkan
ilmu secara luas. Pada akhirnya muncullah berbagai konsep ilmiah yang di-
kongkretkan dalam bentuk teknik. Yang dimaksud teknik disini adalah
penerapan ilmu dalam berbagai pemecahan masalah. Yang menjadi tujuan
ialah bukan saja untuk mempelajari dan memahami berbagai faktor yang
berkaitan dengan masalah-masalah manusia, tetapi juga untuk mengontrol dan
mengarahkannya. Hal ini menandai berakhirnya babak awal ketersinggungan
ilmu dengan moral.

15
Pada masa selanjutnya, ilmu kembali dikaitkan dengan masalah moral
yang berbeda. Yaitu berkaitan dengan penggunaan pengetahuan ilmiah.
Maksudnya terdapat beberapa penggunaan teknologi yang justru merusak
kehidupan manusia itu sendiri. Dalam menghadapi masalah ini, para ilmuwan
terbagi menjadi dua pandangan.
Kelompok pertama memandang bahwa ilmu harus bersifat netral dan
terbebas dari berbagai masalah yang dihadapi pengguna. Dalam hal ini tugas
ilmuwan adalah meneliti dan menemukan pengetahuan dan terserah kepada
orang lain akan menggunakan pengetahuan tersebut atau tidak, atau digunakan
untuk tujuan yang baik atau tidak.
Kelompok lainnya memandang bahwa netralitas ilmu hanya pada proses
penemuan ilmu saja, dan tidak pada hal penggunaannya. Bahkan pada
pemilihan bahan penelitian, seorang ilmuwan harus berlandaskan pada nilai-
nilai moral. Kelompok ini mendasarkan pandangannya pada beberapa hal,
yakni:
Sejarah telah membuktikan bahwa ilmu dapat digunakan sebagai alat
penghancur peradaban, hal ini dibuktikan dengan banyaknya perang yang
menggunakan teknologi-teknologi keilmuan.
Ilmu telah berkembang dengan pesat dan para ilmuwan lebih mengetahui
akibat-akibat yang mungkin terjadi serta pemecahan-pemecahannya, bila
terjadi penyalah gunaan.
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan diatas, maka kelompok kedua
berpendapat bahwa ilmu secara moral harus ditujukan untuk kebaikan manusia
tanpa merendahkan martabat atau mengubah hakikat manusia. Berbicara
masalah ilmu dan moral memang sudah sangat tidak asing lagi, keduanya
memiliki keterkaitan yang sangat kuat. Ilmu bisa menjadi malapetaka
kemanusiaan jika seseorang yang memanfaatkannya “tidak bermoral” atau
paling tidak mengindahkan nilai-nilai moral yang ada.

Tapi sebaliknya ilmu akan menjadi rahmat bagi kehidupan manusia jika
dimanfaatkan secara benar dan tepat, tentunya tetap mengindahkan aspek
moral. Dengan demikian kekuasaan ilmu ini mengharuskan seseorang ilmuan
yang memiliki landasan moral yangn kuat, ia harus tetap memegang idiologi
dalam mengembangkan dan memanfaatkan keilmuannya. Tanpa landasan dan
16
pemahaman terhadap nilai-nilai moral, maka seorang ilmuan bisa menjadi
“monster” yang setiap saat bisa menerkam manusia, artinya bencana
kemanusiaan bisa setiap saat terjadi. Kejahatan yang dilakukan oleh orang
yang berilmu itu jauh lebih jahat dan membahayakan dibandingkan kejahatan
orang yang tidak berilmu.

17
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Aksiologi adalah istilah yang berasal dari kata Yunani yaitu; axios yang
berarti sesuai atau wajar. Sedangkan logos yang berarti ilmu. Aksiologi dipahami
sebagai teori nilai. Aksiologi ilmu (nilai) adalah ilmu pengetahuan yang
menyelidiki hakekat nilai, yang umumnya ditinjau dari sudut pandang
kefilsafatan (Kattsoff: 1992).
ksiologi ilmu pengetahuan adalah cabang filsafat ilmu yang membahas
tentang nilai-nilai dalam ilmu pengetahuan. Nilai-nilai ini berkaitan dengan
kegunaan, kebenaran, dan moralitas ilmu pengetahuan.
Tujuan aksiologi ilmu pengetahuan adalah untuk memberikan arahan dan
pedoman bagi para ilmuwan dalam mengembangkan dan menggunakan ilmu
pengetahuan secara bertanggung jawab.
Aksiologi ilmu pengetahuan memiliki beberapa fungsi:
1. Menjaga dan memberi arah agar proses keilmuan menemukan
kebenaran yang hakiki.
2. Membantu dalam pemilihan objek penelaahan yang etis.
3. Mengembangkan ilmu pengetahuan untuk meningkatkan taraf hidup
manusia.
4. Mengantisipasi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi agar
tetap berjalan pada jalur kemanusiaan.
5. Aksiologi ilmu pengetahuan memiliki hubungan yang erat dengan
filsafat ilmu.
Filsafat ilmu membahas tentang hakikat ilmu pengetahuan, sedangkan
aksiologi ilmu pengetahuan membahas tentang nilai-nilai dalam ilmu
pengetahuan. Keduanya saling melengkapi dan membantu kita untuk memahami
ilmu pengetahuan secara lebih mendalam..
.

18
DAFTAR PUSTAKA

Monteir, Josef M. 2015. Pendidikan Kewarganegaraan Perjuangan Membentuk


Karakter Bangsa Yogyakarta : DEEPUBLISH

Suriasuantrim, Jujun S. 1998. Filsafat Ilmu, Sebuah Pengembangan Populasi. Jakarta :


Pustaka Sinar Harapan.

Kattsoff, Louis O. 2004. Pengantar Filsafat. Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya.

Frondizi, Risieri. 2007. Pengantar Filsafat Nilai. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Praja, Juhaya S. 2003. Aliran-aliran Filsafat dan Etika. Jakarta: Prenada Media.

Susanto. 2011. Filsafat Ilmu: Suatu Kajian dalam Dimensi Ontologis,


Epistemologis, dan Aksiologis. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Ahmad Nawir Chia Chaw. “Teori-teori Tentang Ilmu”

http://chiachawedukasi.blogspot.co.id/2015/03/filsafat-ilmu-aksiologi-teori-
tentang.html?m=1

http://historia-rockgill.blogspot.co.id/2011/12/definisi-aksiologiontologi-
dan.html?m=1

https://www.coursehero.com/
file/55532917/Aksiologi-ilmu-pengetahuandoc/

Mcdens14,aksiologi-nilai-kegunaan-ilmu-ilmu-dan-moral,
https://mcdens13.wordpress.com/2012/11/26/aksiologi-nilai-kegunaan-ilmu-
ilmu-dan-moral

19

Anda mungkin juga menyukai