Anda di halaman 1dari 27

FILSAFAT CABANG AKSIOLOGI

Mata Kuliah : Filsafat Pendidikan

Dosen : Ya’ Julyanto, M.Psi

Disusun Oleh Kelompok 6 :

1. Vinsensius Joeji (E862220039)


2. Yogi Pratama (E862220041)
3. Kajal Julwitiara M. (E862220019)
4. Patricia Agatha Nurmello (E862220032)
5. Natalia Serliyanti (E862220028)
6. Warnik (E862220040)
7. Agus Saputra (E852220007)
8. Rika Sumita (E852220006)

PRODI PGSD
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (STKIP)

MELAWI KAMPUS WILAYAH PERBATASAN ENTIKONG


TAHUN 2022

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI........................................................................................................................ 1

KATA PENGANTAR.......................................................................................................... 2

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.............................................................................................................. 3
B. Rumusan Masalah........................................................................................................ 3
C. Tujuan Penyusunan Makalah..................................................................................... 4

BAB II PEMBAHASAN

A. Aksiologi Ilmu................................................................................................................ 5
1. Hakikat Aksiologi..................................................................................................... 6
2. Landasan Aksiologi.................................................................................................. 8
3. Teori tentang Nilai.................................................................................................... 9
4. Kegunaan Aksiologi Terhadap Tujuan Ilmu Pengetahuan............................... 11
B. Hubungan Ilmu dan Budaya........................................................................................ 11
C. Hubungan Ilmu dan Agama......................................................................................... 16
D. Hubungan Ilmu dan Moral........................................................................................... 22
E. Manfaat Ilmu bagi Kehidupan.................................................................................... 23

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan.................................................................................................................... 29
B. Saran............................................................................................................................... 29

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................ 2

2
3
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa karena berkat
rahmat dan hidayah- Nya kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah mengenai
Aksiologi Ilmu.

Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas mata
kuliah Filsafat Ilmu dan untuk mengetahui mengenai perkembangan ilmu pengetahuan dan
nilai kegunaan ilmu sehingga dapat menjadi bahan pembelajaran dan menambah
pengetahuan. Selain itu, kami menghaturkan rasa hormat dan terimakasih yang sebesar-
besarnya kepada semua pihak yang membantu dalam penyusunan makalah ini.

Penyusun menyadari bahwa dalam makalah ini masih terdapat banyak kekurangan.
Oleh karena itu, penyusun mengharapkan kritik dan saran yang sekiranya membangun dari
para pembaca agar kekurangan dapat diperbaiki dan menjadi lebih sempurna. Semoga
makalah ini dapat memenuhi kebutuhan pembaca dan menambah wawasan mengenai nilai
kegunaan ilmu dalam kehidupan manusia.

Entikong, September 2022

Penyusun

4
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Kita adalah makhluk tuhan yang mempunyai kelebihan dari makhluk-makhluk
ciptaan yang lain karena kita diberikan akal untuk berfikir dan hati untuk mengatur
emosi kita. Pada saat kita tumbuh berkembang dari anak-anak sampai dewasa kita
mencari tempat yang baik untuk dirinya maupun anak-anaknya baik pendidikan formal
dari SD sampai tingkat lanjutan atas dan perguruan tinggi maupun pendidikan
nonformal. Usaha untuk mendapatkan pendididkan yang baik inilah yang menjadi usaha
untuk mendapatkan ilmu. Menurut Jujun S, Suriasumantri (1990) ilmu merupakan
pengetahuan yang kita gumuli sejak bangku sekolah dasar sampai pendidikan lanjutan
dan perguruan tinggi. Sehingga ilmu yang kita dapat setelah melalui tahapan pendidikan
menjadi alat untuk memperbaharui hidup, mencapai suatu keinginan dan membawa
ketujuan hidup yaitu kebahagiaan.
Pada dasarnya ilmu yang kita pelajari bersifat netral karena ilmu tidak mengenal
sifat baik maupun buruk dalam ilmu itu sendiri tetapi tergantung pada orang yang
memiliki ilmu tersebut, bagaimana dia memanfaatkan ilmu yang telah didapatkannya dan
bergunakah ilmu yang telah dipelajarinya untuk kehidupan sosialnya. Dalam hal ini ilmu
yang berkaitan dengan kegunaannya akan di bahas dalam kajian filsafat yang ketiga yaitu
aksiologi. Karena, pada hakikatnya ilmu harus digunakan dan dimanfaatkan untuk
kepentingan manusia sebagai sarana atau alat dalam meningkatkan taraf hidup manusia
dengan memperhatikan nilai atau etika, kodrat dan martabat manusia. Pembahasan
aksiologi menyangkut masalah nilai kegunaan ilmu. Artinya pada tahap-tahap tertentu
kadang ilmu harus disesuaikan dengan nilai-nilai budaya dan moral suatu masyarakat,
sehingga nilai kegunaan ilmu tersebut dapat dirasakan oleh masyarakat dalam usahanya
meningkatkan kesejahteraan bersama, bukan sebaliknya malahan menimbulkan bencana.

5
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, rumusan masalah yang dibahas dalam makalah ini adalah
sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan aksiologi ilmu?
2. Apa hubungan ilmu dan budaya?
3. Apa hubungan ilmu dan agama?
4. Apa hubungan ilmu dan moral?
5. Apa manfaat ilmu bagi kehidupan?

C. Tujuan Penulisan Makalah


Tujuan penyusunan makalah adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui pengertian aksiologi ilmu
2. Untuk mengetahui hubungan ilmu dan budaya
3. Untuk mengetahui hubungan ilmu dan agama
4. Untuk mengetahui hubungan ilmu dan moral
5. Untuk mengetahui manfaat ilmu bagi kehidupan

6
BAB II

PEMBAHASAN

A. Aksiologi Ilmu
Aksiologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu dari kata-kata “Axios” berarti nilai,
dan “Logos” yang berarti ilmu atau teori. Jadi Aksiologi artinya teori tentang nilai. Teori
yang membahas tentang hakekat nilai karena itu aksiologi disebut juga “Filsafat Nilai”.
Persoalan tentang nilai apabila dibahas secara filsafat, maka akan lebih memperhatikan
persoalan tentang “sumber nilai”. Sedangkan pengertian aksiologi menurut Jujun S.
Suriasumantri adalah teori, nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang
diperoleh.
Aksiologi adalah ilmu yang membicarakan tentang tujuan ilmu pengetahuan itu
sendiri. Jadi Aksiologi merupakan ilmu yang mempelajari hakikat dan manfaat yang
sebenarnya dari pengetahuan, dan sebenarnya ilmu pengetahuan itu tidak ada yang sia-
sia kalau kita bisa memanfaatkannya dan tentunya dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya
dan di jalan yang baik pula.
Pembahasan aksiologi menyangkut masalah nilai kegunaan ilmu. Ilmu tidak bebas
nilai. Artinya pada tahap-tahap tertentu kadang ilmu harus disesuaikan dengan nilai-nilai
budaya dan moral suatu masyarakat, sehingga nilai kegunaan ilmu tersebut dapat
dirasakan oleh masyarakat dalam usahanya meningkatkan kesejahteraan bersama, bukan
sebaliknya yang menimbulkan bencana.
Menurut pandangan Kattsoff, aksiologi adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki
tentang hakekat nilai yang umumnya ditinjau dari sudut pandang kefilsafatan dan menurut
Barneld, aksiologi adalah cabang filsafat yang menyelidiki tentang nilai-nilai, menjelaskan
berdasarkan kriteria atau prinsip tertentu yang dianggap baik di dalam tingkah laku manusia

1. Hakikat Aksiologi Ilmu


Hakikat ilmu dipandang dari sudut aksiologi adalah cara penggunaan atau
pemanfaatan pengetahuan ilmiah. Asas dalam keilmuan tersebut digunakan atau
dimanfaatkan untuk kemaslahatan umat manusia. Asas moral yang terkandung
didalamnya ditunjukan untuk meningkatkan taraf hidup manusia dengan tetap

7
memperhatikan kodrat manusia, martabat manusia, dan keseimbangan atau kelestarian
alam lewat pemanfaatan ilmu pengetahuan ilmiah secara komunal dan universal.
Aksiologi ilmu (nilai) adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakekat nilai,
yang umumnya ditinjau dari sudut pandang kefilsafatan (Kattsoff: 1992). Nilai yang
dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan
tentang apa yang dinilai. Aksiologi meliputi nilai-nilai, parameter bagi apa yang disebut
sebagai kebenaran atau kenyataan itu sebagaimana kehidupan kita yang menjelajahi
kawasan, seperti kawasan sosial, kawasan fisik materiil, dan kawasan simbolik yang
masing-masing menunjukan aspeknya sendiri-sendiri. Lebih dari itu, aksiologi juga
menunjukan kaidah-kaidah apa yang harus kita perhatikan di dalam menerapkan ilmu
kedalam praksis.
Dalam Encyclopedia of Philosophy dijelaskan bahwa aksiologi disamakan dengan
value dan valuation. Ada tiga bentuk value dan valuation, yaitu:
a. Nilai, digunakan sebagai kata benda abstrak.
Dalam pengertian yang lebih sempit seperti : baik, menarik dan bagus. Sedangkan
dalam pengertian yang lebih luas mencakup sebagai tambahan segala bentuk
kewajiban, kebenaran dan kesucian. Penggunaan nilai yang lebih luas merupakan kata
benda asli untuk seluruh macam kritik atau predikat pro dan kontra, sebagai lawan
dari suatu yang lain, dan ia berbeda dengan fakta. Teori nilai atau aksiologi adalah
bagian dari etika.
b. Nilai sebagai kata benda konkret.
Contohnya ketika kita berkata sebuah nilai atau nilai-nilai, ia seringkali dipakai untuk
merujuk kepada sesuatu yang bernilai, seperti nilainya, nilai dia, dan sistem nilai dia.
Kemudian dipakai untuk apa-apa yang memiliki nilai atau bernilai sebagaimana
berlawanan dengan apa-apa yang tidak dianggap baik atau bernilai.
c. Nilai juga digunakan sebagai kata kerja dalam ekspresi menilai, memberi nilai dan
dinilai.
Menilai umumnya sinonim dengan evaluasi ketika hal tersebut secara aktif
digunakan untuk menilai perbuatan. Dewey membedakan dua hal tentang menilai, ia bisa
berarti menghargai dan mengevaluasi.
Dari definisi aksiologi di atas, terlihat dengan jelas bahwa permasalahan utama
adalah mengenai nilai. Nilai yang dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki manusia untuk
melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai.

8
Teori tentang nilai yang dalam filsafat mengacu pada masalah etika dan estetika.
Aksiologi ilmu terdiri dari nilai-nilai yang bersifat normatif dalam pemberian makna
terhadap kebenaran atau kenyataan sebagaimana dijumpai dalam kehidupan, yang
menjelajahi berbagai kawasan, seperti kawasan sosial, kawasan simbolik atau pun fisik
material. (Koento, 2003: 13). Jadi, aksiologi adalah teori tentang nilai. Berikut ini
dijelaskan beberapa definisi aksiologi :
a. Menurut Suriasumantri aksiologi adalah teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan
dari pengetahuan yang di peroleh.
b. Menurut Wibisono dalam Surajiyo (2009), aksiologi adalah nilai-nilai sebagai tolak
ukur kebenaran, etika dan moral sebagai dasar normative penelitian dan penggalian,
serta penerapan ilmu.
c. Scheleer dan Langeveld memberikan definisi tentang aksiologi sebagai berikut.
Scheleer mengontraskan aksiologi dengan praxeology, yaitu suatu teori dasar tentang
tindakan tetapi lebih sering dikontraskan dengan deontology, yaitu suatu teori
mengenai tindakan baik secara moral.
d. Langeveld memberikan pendapat bahwa aksiologi terdiri atas dua hal utama, yaitu
etika dan estetika. Etika merupakan bagian filsafat nilai dan penilaian yang
membicarakan perilaku orang, sedangkan estetika adalah bagian filsafat tentang nilai
dan penilaian yang memandang karya manusia dari sudut indah dan jelek.
e. Kattsoff mendefinisikan aksiologi sebagai ilmu pengetahuan yang menyelediki
hakekat nilai yang umumnya ditinjau dari sudut pandang kefilsafatan.

Menurut Bramel, aksiologi terbagi tiga bagian, yaitu :


a. Moral Conduct, yaitu tindakan moral, bidang ini melahirkan disiplin khusus, yaitu
etika.
b. Estetic Expression, yaitu ekspresi keindahan. Bidang ini melahirkan keindahan.
c. Sosio-political life, yaitu kehidupan sosial politik, yang akan melahirkan filsafat sosial
politik.
Dari definisi-definisi aksiologi di atas, terlihat dengan jelas bahwa permasalahan
utama adalah mengenai nilai. Nilai yang dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki manusia
untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai. Teori tentang nilai
yang dalam filsafat mengacu pada permasalahan etika dan estetika.
Etika menilai perbuatan manusia, maka lebih tepat kalau dikatakan bahwa objek
formal etika adalah norma-norma kesusilaan manusia, dan dapat dikatakan pula bahwa

9
etika mempelajari tingkah laku manusia ditinjau dari segi baik dan tidak baik di dalam
suatu kondisi yang normative, yaitu suatu kondisi yang melibatkan norma-norma.
Sedangkan estetika berkaitan dengan nilai tentang pengalaman keindahan yang
dimiliki oleh manusia terhadap lingkungan dan fenomena di sekelilingnya. Aksiologi
adalah bagian dari filsafat yang menaruh perhatian tentang baik dan buruk (good and
bad), benar dan salah (right and wrong), serta tentang cara dan tujuan. Aksiologi
mencoba merumuskan suatu teori yang konsisten untuk perilaku etis.
Menurut Suriasumantri aksiologi adalah teori nilai yang berkaitan dengan
kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh. Menurut kamus Bahasa Indonesia aksiologi
adalah kegunaan ilmu pengetahuan bagi kehidupan manusia, kajian tentang nilai-nilai
khususnya etika (Jujun S. Suriasumantri, 2000: 105).
Dari definisi-definisi aksiologi di atas, terlihat dengan jelas bahwa permasalahan
utama adalah mengenai nilai. Nilai yang dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki manusia
untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai. Teori tentang nilai
yang dalam filsafat mengacu pada permasalahan etika dan estetika.

2. Landasan Aksiologi
Ilmu dapat dimanfaatkan sebagai sarana untuk meningkatkan taraf hidup manusia
dan kesejahteraannya dengan menitik beratkan pada kodrat dan martabat, untuk
kepentingan manusia, maka pengetahuan ilmiah yang diperoleh disusun dan
dipergunakan secara komunal dan universal.
Dagobert Runes (1963 : 32) mengemukakan beberapa persoalan dengan nilai yang
mencakup : hakikat nilai, tipe nilai, criteria nilai, dan status metafisika nilai.
a. Hakikat Nilai
K. Bertens (2007:142) berpendapat, bahwa hakikat dari nilai-nilai, yaitu :
1) Nilai berasal dari kehendak: voluntarisme.
2) Nilai berasal dari kesenangan: Hedonisme
3) Nilai berasal dari kepentingan. (Perry)
4) Nilai berasal dari hal yg lebih disukai (preference). Martineau.
5) Nilai berasal dari kehendak rasio murni. (I.Kant).
b. Tipe nilai
Tipe nilai dapat dibedakan antara lain intrinsik dan nilai instrumental. Nilai
intrinsik merupakan nilai akhir yang menjadi tujuan, sedangkan nilai instrumental
merupakan alat untuk mencapai nilai intrinsik.

10
Sebagai contoh nilai intrinsik adalah nilai yang dipancarkan oleh suatu
lukisan, dan shalat lima waktu merupakan nilai intrinsik dan merupakan suatu
perbuatan yang sangat luhur. Nilai instrumentalnya bahwa dengan melaksanakan
shalat akan mencegah perbuatan yang keji/jahat yang dilarang oleh Allah dan tujuan
akhirnya mendapat kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
c. Kriteria nilai
Kriteria nilai adalah sesuatu yang menjadi ukuran nilai, bagaimana nilai yang
baik, dan bagaimana nilai yang tidak baik. Standar pengujian nilai dipengaruhi aspek
psikologis dan logis.
1) Kaum hedonist menemukan standar nilai dalam kuantitas kesenangan yang
dijabarkan oleh individu atau masyarakat.
2) Kaum idealis mengakui sistem objektif norma rasional sebagai kriteria.
3) Kaum naturalis menemukan ketahanan biologis sebagai tolak ukur
d. Status Metafisika Nilai
Metafisik nilai adalah bagaimana hubungan nilai-nilai tersebut dengan realitas dan
dibagi menjadi tiga bagian :
1) Subjektivisme adalah nilai semata-mata tergantung pengalaman manusia.
2) Objektivisme logis adalah nilai merupakan hakikat logis atau subsistensi, bebas
dari keberadaannya yang dikenal.
3) Objektivisme metafisik adalah nilai merupakan sesuatu yang ideal bersifat integral,
objektif, dan komponen aktif dari kenyataan metafisik. (misalnya: theisme).
3. Teori Tentang Nilai
Teori Nilai membahas dua masalah yaitu masalah Etika dan Estetika.
a. Etika
Etika berasal dari bahasa Yunani yaitu dari kata “ethos” yang berarti adat
kebiasaan tetapi ada yang memakai istilah lain yaitu moral dari bahasa latin yakni
jamak dari kata nos yang berarti adat kebiasaan juga. Akan tetapi pengertian etika dan
moral ini memiliki perbedaan satu sama lainnya.
Etika ini bersifat teori sedangkan moral bersifat praktek. Etika mempersoalkan
bagaimana semestinya manusia bertindak sedangkan moral mempersoalkan
bagaimana semestinya tindakan manusia itu. Etika hanya mempertimbangkan tentang
baik dan buruk suatu hal dan harus berlaku umum.
Antara ilmu (pendidikan) dan etika memiliki hubungan erat. Masalah moral
tidak bisa dilepaskan dengan tekad manusia untuk menemukan kebenaran, sebab

11
untuk menemukan kebenaran dan terlebih untuk mempertahankan kebenaran,
diperlukan keberanian moral (Jujun S. Suriasumantri, 1998 : 235).
Dalam perkembangan sejarah etika ada empat teori etika sebagai sistem
filsafat moral yaitu, hedonisme, eudemonisme, utiliterisme dan deontologi.
1) Hedoisme adalah padangan moral yang menyamakan baik menurut pandangan
moral dengan kesenangan.
2) Eudemonisme menegaskan setiap kegiatan manusia mengejar tujuan dan adapun
tujuan dari manusia itu sendiri adalah kebahagiaan.
3) Utilitarisme, yang berpendapat bahwa tujuan hukum adalah memajukan
kepentingan para warga negara dan bukan memaksakan perintah-perintah ilahi atau
melindungi apa yang disebut hak-hak kodrati.
4) Deontologi, adalah pemikiran tentang moral yang diciptakan oleh Immanuel Kant.
Menurut Kant, yang bisa disebut baik dalam arti sesungguhnya hanyalah kehendak
baik. Semua hal lain disebut baik secara terbatas atau dengan syarat. Misalnya
kekayaan manusia apabila digunakan dengan baik oleh kehendak manusia.
b. Estetika
Estetika berkaitan dengan nilai tentang pengalaman keindahan yang dimiliki
oleh manusia terhadap lingkungan dan fenomena di sekelilingnya. Estetika membahas
tentang indah atau tidaknya sesuatu.
Dalam dunia pendidikan hendaklah nilai estetika menjadi patokan penting
dalam proses pengembagan pendidikan yakni dengan menggunakan pendekatan
estetis-moral, dimana setiap persoalan pendidikan Islam coba dilihat dari perspektif
yang mengikut sertakan kepentingan masing-masing pihak, baik itu siswa, guru,
pemerintah, pendidik serta masyarakat luas. Ini berarti pendidikan Islam
diorientasikan pada upaya menciptakan suatu kepribadian yang kreatif, berseni.

4. Kegunaan Aksiologi Terhadap Tujuan Ilmu Pengetahuan


Menurut Francis Bacon seperti yang dikutip oleh Jujun S. Suriasumatri yaitu
pengetahuan adalah kekuasaan. Ilmu itu sendiri merupakan alat bagi manusia untuk
mencapai kebahagiaan hidupnya dan ilmu memiliki sifat netral, ilmu tidak mengenal
baik ataupun buruk melainkan tergantung pada pemilik dalam menggunakannya.
Nilai kegunaan ilmu, untuk mengetahui kegunaan filsafat ilmu atau untuk apa filsafat
ilmu itu digunakan dapat memulainya dengan melihat filsafat sebagai tiga hal, yaitu:
a. Filsafat sebagai kumpulan teori digunakan memahami dan mereaksi dunia pemikiran.

12
Jika seseorang hendak ikut membentuk dunia atau ikut mendukung suatu ide yang
membentuk suatu dunia, hendak menentang suatu sistem kebudayaan, sistem
ekonomi, atau sistem politik, maka sebaiknya mempelajari teori-teori filsafatnya.
b. Filsafat sebagai pandangan hidup.
Filsafat dalam posisi yang kedua ini semua teori ajarannya diterima kebenaranya dan
dilaksanakan dalam kehidupan. Filsafat ilmu sebagai pandangan hidup gunanya ialah
untuk petunjuk dalam menjalani kehidupan.
c. Filsafat sebagai metodologi dalam memecahkan masalah.
Dalam hidup ini kita menghadapi banyak masalah. Bila ada batu didepan pintu, setiap
keluar dari pintu itu kaki kita tersandung, maka batu itu masalah. Kehidupan akan
dijalani lebih enak bila masalah-masalah itu dapat diselesaikan

B. Hubungan Ilmu dan Budaya


Ilmu berasal dari bahasa Arab: ‘alima, ya’lamu, ‘ilman dengan wazan fa’ila,
yaf’alu, yang berarti mengerti memahami benar – benar. Sedangkan dalam bahasa
Inggris disebutscience; dari bahasa Latin scientia (pengetahuan), scire (mengetahui).
Sinonim yang paling dekat dengan bahasa Yunani adalah episteme. Dan pengertian ilmu
yang terdapat dalam kamus bahasa Indonesia adalah pengetahuan tetang suatu bidang
yang disusun secara bersistem menurut metode – metode tertentu, yang dapat digunakan
untuk menerangkan gejala – gejala tertentu dibidang (pengetahuan) itu.
Ilmu merupakan sesuatu yang paling penting bagi manusia. Melalui ilmu semua
keperluan dan kebutuhan manusia bisa terpenuhi secara lebih cepat dan lebih murah.
Peradapan manusia sangat berhutang kepada ilmu, karena ilmu merupakan sarana untuk
membantu manusia dalam mencapai tujuan hidupnya.
Ilmu adalah pengetahuan yang pasti, sistematik, metodik, ilmiah dan mencakup
kebenaran umum mengenai objek studi. Ilmu membentuk daya intelegensi yang
menghasilkan  keterampilan atau (skill). Ilmu merupakan sesuatu yang diketahui oleh
individu. Ilmu digali dan ditemukan oleh manusia untuk mempermudah aktivitas dalam
kehidupannya. Praja menyatakan ilmu sebagai sesuatu yang melekat pada manusia di
mana ia dapat mengetahui segala sesuatu yang asalnya ia tidak ketahui. Ilmu dapat
dikatakan secara umum itu berarti tahu. Ilmu itu pengetahuan. Seseorang yang memilki
banyak ilmu dapat dikatakan sebagai seorang ilmuan, ahli pengetahuan dan lain
sebagainya. Berdasarkan pengertian di atas, ilmu adalah pengetahuan yang diperoleh
oleh manusia dengan syarat kriteria ilmiah yang merupakan kebenaran. Pada hakikatnya

13
tujuan ilmu untuk mempermudah aktivitas manusia dalam memenuhi kebutuhan dan
mencapai tujuannya.
Kebudayaan berasal dari bahasa Sangsekerta buddhayah yaitu bentuk jamak dari
buddhi yang berarti budi atau akal. Dengan demikian kebudayaan dapat diartikan hal-hal
yang bersangkutan dengan akal. Menurut Ki Hajar Dewantara Kebudayaan berarti buah
budi manusia adalah hasil perjuang manusia terhadap dua pengaruh kuat yakni alam dan
zaman (kodrat dan manusia) yang merupakan bukti kejayaan hidup manusia untuk
mengatasi berbagai rintangan dan kesukaran di dalam hidup dan penghidupan guna
mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang pada lahirnya bersifat tertib dan damai.
Malinowski menyatakan kebudayaan pada prinsipnya berdasarkan atas berbagai
sistem kebutuhan manusia. Tiap tingkat kebutuhan itu menghadirkan corak budaya yang
khas. Misalnya guna memenuhi kebutuhan manusia akan keselamatannya maka timbul
kebudayaan yang berupa perlindungan yakni seperangkat budaya dalam bentuk tertentu
seperti lembaga kemasyarakatan.
Ilmu merupakan bagian dari pengetahuan dan pengetahuan merupakan unsur dari
kebudayaan. Menurut Talcot Parsons dalam Suriasumantri, mereka saling mendukung
satu sama lain : Dalam beberapa tipe masyarakat ilmu dapat berkembang dengan pesat,
demikian pula sebaliknya, masyarakat tersebut tak dapat berfungsi dengan wajar tanpa
didukung perkembangan yang sehat dari ilmu dan penerapan.
Ilmu dan kebudayaan berada pada posisi yang saling tergantung dan saling
mempengaruhi. Pada satu pihak perkembangan ilmu dalam suatu masyarakat tergantung
dari kondisi kebudayaannya. Sedangkan dipihak lain , pengembangan ilmu akan
mempengaruhi jalannya kebudayaan.Ilmu terpadu secara intim dengan keseluruhan
sistem sosial dan tradisi kebudayaan.
Menurut E.B Taylor dalam buku Primitive Culture ,1871 yang dikutip oleh Jujun,
kebudayaan diartikan sebagai keseluruhan yang mencakup pengetahuan, kepercayaan,
seni, moral, hukum, adat serta kemampuan dan kebiasaan lainnya yang diperoleh
manusia sebagai anggota masyarakat.
Selain dari pendapat diatas terdapat ratusan lain definisi tentang kebudayaan yang
telah dipublikasikan tentang kebudayaan selama lebih kurang tiga perempat abad, namun
pada dasarnya tidak terdapat perbedaan yang bersifat prinsip dengan definisi pertama
yang dicetuskan Taylor.
Menurut Kunjraningrat dalam Suriasumantri menyatakan bahwa kebudayaan
terdiri atas system religi dan kepercayaan,upacara keagamaan,system dan organisasi

14
kemasyarakatan,system pengetahuan, bahasa, kesenian,system mata pencarian serta
teknologi dan peralatan.
Manusia sebagai suatu objek dan sekaligus subjek dari suatu kebudayaan memiliki
kebutuhan –kebutuhan yang sangat banyak,pemenuhan kebutuhan inilah yang menjadi
salah satu cara manusia untuk mengembangkan unsur-unsur kebudayaan yang
dikenalnya
Maslow dalam Suriasumantri kebutuhan manusia sebagai makhluk diidentifikasi
menjadi lima kelompok, yaitu kebutuhan fisiologis, rasa aman, afiliasi, harga diri dan
pengembangan potensi. Fisiologis berhubungan dengan seluk beluk kelompok, fungsi
dan bagian kehidupan. Rasa aman berhubungan dengan perlindungan diri. Afiliasai
berhubungan dengan kerjasama atau hubungan dengan orang lain. Harga diri
berhubungan dengan kehormatan. Pengembangan potensi berhubungan dengan
kemampuan untuk memaksimalkan bakat dan sebagainya.
Manusia sebagai makhluk tuhan pada dasarnya tidak mampu untuk bertindak
instrintif atau berdasarkan naruni semata seperti yang terjadi pada hewan. Oleh karena
itulah dikembangkan suatu cara untuk mengajarkan cara hidup yang kita sebut sebagai
kebudayaan. Akan tetapi meski tidak dapat bertindak instrintif, manusia memiliki
kemampuan komunikasi, belajar dan menguasai objek-objek secara fisik.
Nilai-nilai kebudayaan adalah jiwa dari kebudayaan dan menjadi dasar dari
segenap wujud kebudayaan. Selain nilai budaya kebudayaan juga diwujudkan dalam tata
hidup yang merupakan kegiatan manusia yang mencerminkan nilai budaya yang
dikandungnya. Nilai budaya bersifat abstrak sedangkan tata hidup bersifat real. Kegiatan
manusia dapat ditangkap oleh panca indera sedangkan nilai budaya hanya tertangguk
oleh budi manusia.
Keseluruhan yang dipaparkan diatas sangat erat kaitannya dengan pendidikan,
sebab semua materi yang terkandung dalam suatu kebudayaan diperoleh manusia dengan
sadar lewat proses belajar, secara belajarlah yang membuat transfer kebudayaan dari
generasi yang satu kegenerasi berikutnya. Dengan demikian kebudayaan diteruskan dari
waktu kewaktu : kebudayaan yang telah lalu bereksitensi pada masa kini, kebudayaan
masa kini disampaikan ke masa yang akan datang.
Kebudayaan adalah hasil cipta, karya dari manusia, yang bersumber dari akal, rasa
dan kehendak manusia. Oleh karena itu, kebudayaan tidak akan dapat berhenti, selama
manusia masih menciptakan karya maka, prosesnya akan terus ada. Selama adanya
aktivitas manusia untuk mencapai keinginan dan kehendaknya untuk hidup berkualitas.

15
Dengan demikian, apabila kebudayaan adalah hasil karya manusia, maka ilmu ilmu
sebagai hasil akal pikir manusia juga merupakan kebudayaan. Namun dapat dikatakan
sebagai hasil akhir dalam perkembangan mental manusia dan dapat dianggap sebagai
hasil yang paling optimal dalam kebudayaan manusia.

C. Hubungan Ilmu dan Agama


Agama dan ilmu sangatlah saling terkait karena orang yang banyak ilmunya apabila
tanpa di topang oleh agama semua ilmu tidak akan membawa kemaslahatan umat,
sebagai contoh negara- negara maju yang sangat gigih mendalami ilmu dan teknologi,
tetapi sering menjadi sumber pemicu terjadinya peperangan, begitupun juga orang yang
sangat sibuk dengan belajar agama ,tetapi tidak mau menggali ilmu dan pengetahuan
alam disekitar kita , maka akan mengalami kemunduran , sedangkan untuk mencapai
kebahgiaaan akhirat haruslah banyak berbut/beribadah dalam hal untuk kemajuaan umat,
apa jadinya apabila semua umat berkutik di ritualitas saja, ini adalah suatu pertanyaan
gambaran yang menyedihkan.
Seperti halnya dengan ilmu dan filsafat, agama tidak hanya untuk agama, melainkan
untuk diterapkan dalam kehidupan dengan segala aspeknya. Pengetahuan dan kebenaran
agama yang berisikan kepercayaan dan nilai- nilai dalam kehidupan, dapat dijadikan
sumber dalam menentukan tujuan dan pandangan hidup manusia, dan sampai kepada
prilaku manuisitu sendiri.Dalam agama sekurang – kurangnya ada empat ciri yang dapat
kita kemukakan, yaitu :

Adanya kepercayaan terhadap yang gaib, kudus, dan maha agung, dan pencipta alam
semesta (Tuhan)Melakukam hubungan dengan hal- hal diatas,dengan berbagai cara.
Seperti dengan mengadakan acara – acara ritual, pemujaan, pengabdian, dan, doa.
Adanya uatu ajaran (doktrin) yang harus dijalankan oleh setiap penganutnya.
Menganut ajaran Islam, ajaran tersebut diturunkan oleh Tuhan rtidak langsung kepada
seluruh umat manusia, melainkan kepada Nabi – nabi dan rasulnya. Maka menurut ajaran
islam adanya rosul dan kitab suci merupakan ciri khas dari pada agama.
Agama berbeda dengan sains dan filsafat karena agama menekankan keterlibatan
pribadi, walaupun kita dapat sepakat tidak ada definisi agama yang dapat diterima secara
universal. Kemajuan spritual manusia dapat diukur dengan tinggi nilai yang tak terbatas
yang ia berikan kepada objek yang ia sembah. Seorang yang religius merasakan adanya

16
kewajiban yang tak bersyarat terhadap zat yang ia anggap sebagai sumber yang tertinggi
bagi kepribadian dan kebaikan.
Wilayah ilmu berbeda dengan wilayah agama. Jangankan ilmu, akal saja tidak
sanggup mengadili agama. Para ulama sekalipun, meski mereka meyakini kebenaran
yang dianut tetapi tetap tidak berani mengklaim kebenaran yang dianutnya, oleh karena
i-tu mereka selalu menutup pendapatnya dengan kalimat wallohu a`lamu bissawab,
bahwa hanya Allahlah yang lebih tahu mana yang benar. Agama berhubungan dengan
Tuhan, ilmu berhubungan dengan alam, agama membersihkan hati, ilmu mencerdaskan
otak, agama diterima dengan iman, ilmu diterima dengan logika.
Meski demikian, dalam sejarah manusia, ilmu dan agama selalu tarik menarik dan
berinteraksi satu sama lain. Terkadang antara keduanya akur, bekerjasama atau sama-
sama kerja, terkadang saling menyerang dan menghakimi sebagai sesat, agama
memandang ilmu sebagai sesat, sebaliknya ilmu memandang perilaku keagamaan
sebagai kedunguan.
Belakangan fenomena menunjukkan bahwa kepongahan ilmu tumbang di depan
keagungan spiritualitas, sehinga bukan saja tidak bertengkar tetapi antara keduanya
terjadi perkawinan. Sangat menarik bahwa Nabi Muhammad sendiri mengatakan bahwa,
kemulian seorang mukmin itu diukur dari agamanya, kehormatannya diukur dari akalnya
dan martabatnya diukur dari akhlaknya. Ketika nabi ditanya tentang amal yang paling
utama, hingga lima kali nabi tetap menjawab husn al khuluq, yakni akhlak yang baik
yaitu sekuat mungkin jangan marah.
Agama maupun filsafat berhubungan dengan realitas yang sama. Kedua-duanya
terdiri dari subjek-subjek yang serupa dan sama-sama melaporkan prinsip-prinsip
tertinggi wujud. Keduanya juga melaporkan tujuan puncak yang diciptakan demi
manusia yaitu kebahagiaan tertinggi. Filsafat memberikan laporan berdasarkan persepsi
intelektual. Sedangkan agama memaparkan laporannya berdasarkan imajinasi. Dalam
setiap hal yang didemonstrasikan oleh filsafat, agama memakai metode-metode
persuasivfe untuk menjelaskannya.
Agama berusaha membawa tiruan-tiruan kebenaran filosofis sedekat mungkin
dengan esensi mereka. Filsafat dan agama merupakan pendekatan mendasar menuju pada
kebenaran. Filsafat dapat digambarkan sebagai ilmu tentang realitas yang didasarkan atas
metode demonstrasi yang meyakinkan, suatu metode yang merupakan gabungan dari
intuisi intelektual dan putusan logis yang pasti. Berdasarkan alasan ini, filsafat lantas

17
disebut sebagai ilmu dari segala ilmu, induk dari segala ilmu, kebijaksanaan dari segala
kebijaksanaan, dan seni dari segala seni.

D. Hubungan Ilmu dan Moral


Perkembangan ilmu tidak pernah terlepas dari ketersinggungannya dengan
berbagai masalah moral. Baik atau buruknya ilmu, sangat dipengaruhi oleh kebaikan atau
keburukan moral yang para penggunanya. Peledakan bom atom di Hiroshima dan
Nagasaki oleh Amerika Serikat, merupakan sebuah contoh penyalahgunaan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang sudah maju pada jamannya.
Pada dasarnya masalah moral, tidak bisa dilepaskan dari tekad manusia untuk
menemukan dan mempertahankan kebenaran. Moral sangat berkaitan dengan nilai-nilai,
serta cara terhadap suatu hal.
Pada awal masa perkembangannya, ilmu seringkali berbenturan dengan nilai
moral yang diyakini oleh masyarakat. Oleh karena itu, sangat banyak ilmuwan atau ahli
filsafat yang dianggap gila atau bahkan dihukum mati oleh penguasa pada saat itu.
Nicholas Copernicus, Socrates, John Huss, dan Gallileo Gallilei adalah beberapa
contohnya. Selain itu ada pula beberapa kejadian dimana ilmu harus didasarkan pada
nilai moral yang berlaku pada saat itu, walaupun hal tersebut bersumber dari pernyataan-
pernyataan di luar bidang keilmuan (misalnya agama).
Karena berbagai sebab diatas, maka para ilmuwan berusaha untuk mendapatkan
otonomi dalam mengembangkan ilmu yang sesuai dengan kenyataan. Setelah
pertarungan ideologis selama kurun waktu 250 tahun, akhirnya para ilmuwan
mendapatkan kebebasan dalam mengembangkan ilmu tanpa dipengaruhi berbagai hal
yang bersifat dogmatik.
Kebebasan tadi menyebabkan para ilmuwan mulai berani mengembangkan ilmu
secara luas. Pada akhirnya muncullah berbagai konsep ilmiah yang di-kongkretkan
dalam bentuk teknik. Yang dimaksud teknik disini adalah penerapan ilmu dalam
berbagai pemecahan masalah. Yang menjadi tujuan ialah bukan saja untuk mempelajari
dan memahami berbagai faktor yang berkaitan dengan masalah-masalah manusia, tetapi
juga untuk mengontrol dan mengarahkannya. Hal ini menandai berakhirnya babak awal
ketersinggungan ilmu dengan moral.
Pada masa selanjutnya, ilmu kembali dikaitkan dengan masalah moral yang
berbeda. Yaitu berkaitan dengan penggunaan pengetahuan ilmiah. Maksudnya terdapat

18
beberapa penggunaan teknologi yang justru merusak kehidupan manusia itu sendiri.
Dalam menghadapi masalah ini, para ilmuwan terbagi menjadi dua pandangan.
Kelompok pertama memandang bahwa ilmu harus bersifat netral dan terbebas
dari berbagai masalah yang dihadapi pengguna. Dalam hal ini tugas ilmuwan adalah
meneliti dan menemukan pengetahuan dan terserah kepada orang lain akan
menggunakan pengetahuan tersebut atau tidak, atau digunakan untuk tujuan yang baik
atau tidak.
Kelompok lainnya memandang bahwa netralitas ilmu hanya pada proses
penemuan ilmu saja, dan tidak pada hal penggunaannya. Bahkan pada pemilihan bahan
penelitian, seorang ilmuwan harus berlandaskan pada nilai-nilai moral. Kelompok ini
mendasarkan pandangannya pada beberapa hal, yakni:
Sejarah telah membuktikan bahwa ilmu dapat digunakan sebagai alat penghancur
peradaban, hal ini dibuktikan dengan banyaknya perang yang menggunakan teknologi-
teknologi keilmuan.
Ilmu telah berkembang dengan pesat dan para ilmuwan lebih mengetahui akibat-
akibat yang mungkin terjadi serta pemecahan-pemecahannya, bila terjadi penyalah
gunaan.
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan diatas, maka kelompok kedua
berpendapat bahwa ilmu secara moral harus ditujukan untuk kebaikan manusia tanpa
merendahkan martabat atau mengubah hakikat manusia. Berbicara masalah ilmu dan
moral memang sudah sangat tidak asing lagi, keduanya memiliki keterkaitan yang sangat
kuat. Ilmu bisa menjadi malapetaka kemanusiaan jika seseorang yang memanfaatkannya
“tidak bermoral” atau paling tidak mengindahkan nilai-nilai moral yang ada. Tapi
sebaliknya ilmu akan menjadi rahmat bagi kehidupan manusia jika dimanfaatkan secara
benar dan tepat, tentunya tetap mengindahkan aspek moral. Dengan demikian kekuasaan
ilmu ini mengharuskan seseorang ilmuan yang memiliki landasan moral yangn kuat, ia
harus tetap memegang idiologi dalam mengembangkan dan memanfaatkan keilmuannya.
Tanpa landasan dan pemahaman terhadap nilai-nilai moral, maka seorang ilmuan bisa
menjadi “monster” yang setiap saat bisa menerkam manusia, artinya bencana
kemanusiaan bisa setiap saat terjadi. Kejahatan yang dilakukan oleh orang yang berilmu
itu jauh lebih jahat dan membahayakan dibandingkan kejahatan orang yang tidak berilmu
(bodoh). Kita berharap semoga hal ini bisa disadari oleh para ilmuan, pihak pemerintah,
dan pendidik agar dalam proses transformasi ilmu pengetahuan tetap mengindahkan

19
aspek moral. Karena ketangguhan suatu bangsa bukan hanya ditentukan oleh
ketangguhkan ilmu pengetahuan tapi juga oleh ketangguhan moral warga.

E. Manfaat Ilmu Bagi Kehidupan


Ilmu adalah suatu pemahaman yang diperoleh manusia melalui penemuan atau
penelitian yang tersusun secara sistematik dan bisa diuji melalui beberapa metode
tertentu, serta dapat dimanfaatkan untuk kehidupan manusia. Ilmu meupakan kunci
utama manusia dalam menjalani kehidupan di bumi. Sadar atau tidak, segala hal yang
kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari pun tidak bisa lepas dari ilmu. Kita butuh
pemahaman untuk melalukan suatu tindakan bukan? Itulah fungsi dasar dari ilmu.
Dengan mengikat pada suatu ilmu, seseorang mampu melakukan hal yang
dianggap bermanfaat bagi dirinya dan orang lain dengan implementasi (penerapan)
pengetahuan yang dimiliki. Manfaat ilmu tidak hanya dirasakan oleh perorangan saja
akan tetapi lingkungan sekitar bahkan masyarakat luas dapat terkena percikan manfaat
dari ilmu yang dimiliki seseorang. Berikut penjelasannya:
1. Mampu membedakan benar-salah
Manfaat menuntut ilmu seseorang tidak akan terperangkap pada perbuatan atau
tindakan yang salah. Kemungkinan untuk melakukan tindakan salah karena pengaruh
dari orang lain juga sangat kecil. Orang berilmu akan punya landasan hidup yang
kuat serta selalu berusaha menempatkan diri pada posisi yang ia anggap tepat.
2. Bermanfaat Hingga Wafat.
Setelah manusia mati (wafat) maka terputus sudah segala hal keduniawian pada
dirinya. Hakikatnya manusia akan meninggalkan segala bentuk urusan yang terjalin
pada manusia secara otomatis ketika mati. Dengan ilmu yang ditinggalkan atau
disampaikan, seseorang akan terkenang sampai kapanpun. Istilah menulislah maka
kau akan abadi adalah bentuk dari proses penularan ilmu melalui tulisan. Ilmu yang
terdapat didalam tulisan tersebut akan selalu bermanfaat bahkan setelah penulisnya
wafat. Hal ini sama seperti yang diterapkan pada manfaat wakaf dan manfaat
sedekah.
3. Sarana Menuju Surga
Kelak pada kehidupan berikutnya manusia akan menempati suatu ruang bernama
bernama surga. Lalu bagaimana bisa ilmu disebut sebagai sarana menuju surga?
Tentu sudah dipaparkan pada poin pertama bahwa dengan ilmu seseorang bisa
membedakan hal yang benar dan hal yang salah. Dengan pengetahuan akan

20
kebenaran, manusia yang berpikir normal pasti akan berusaha semaksimal mungkin
melakukan tindakan atau perbuatan yang benar serta menjauhi tindakan atau
perbuatan yang dianggap salah bukan? Kebenaran itulah yang akan menghantarkan
seseorang menuju tempat bernama surga. Dalam beberapa agama salah satunya
islam, sarana menuju surga didapati dengan ibadah seperti manfaat istighfar, manfaat
membaca shalawat, dan manfaat shalat tahajud.

4. Meninggikan Derajat Manusia


Derajat atau tingkatan manusia akan terangkat dengan ilmu atau pengetahuan yang
dimiliki. Entah dimata Tuhan atau dalam pandangan sesama manusia, orang yang
berilmu senantiasa mendapat penghormatan yang baik. Bahkan seseorang yang
berada proses menuntut ilmu pun sudah mendapat pandangan positif dari lingkungan
sekitar bukan?
5. Hal yang Berharga Selain Harta
Dalam kehidupan ini manusia menganggap bahwa harta dan kekayaan adalah 2 hal
yang paling berharga. Lalu apakah ada hal lain yang memiliki nilai lebih dibanding
harta dan kekayaan? Jawabannya tentu ada. Apa hal yang mempunyai nilai lebih dan
paling berharga di muka bumi ini selain ilmu? Harta dan kekayaaan yang melimpah
akan membuat seseorang berusaha menjaga supaya harta tersebut tidak hilang.
Berbeda dengan ilmu yang mampu menjaga diri manusia serta dapat mendatangkan
harta. Seseorang yang kaya saja tidak akan bisa bertahan pada keadaan melimpah
yang ia jaga. Akan tetapi orang berilmu yang mampu mengolah keadaan yang dapat
mendatangkan harta secara berkesinambungan dalam jangka waktu lama dengan
pengetahuan yang ia miliki.
Jujun Suriasumantri dalam Sri Soeprapto, 2003: 90, mengatakan bahwa
pengetahuan termasuk dalam hal itu ilmu, seni atau pengetahuan pada dasarnya memiliki
tiga landasan pengembang, yaitu ontologis, epistemologis dan aksiologis. Ontologis
membahas tentang apa yang ingin diketahui atau dengan kata lain merupakan suatu
pengkajian mengenai teori tentang ada. Epistemologis membahas secara mendalam
segenap proses yang terlibat dalam usaha untuk memperoleh pengetahuan. Aksiologis
membahas tentang manfaat pengetahuan yang diperoleh manusia dari pengetahuan yang
diperolehnya.
Manfaat ilmu bagi manusia tidak terhitung jumlahnya. Sejak Nabi Adam hingga
sekarang, dari waktu ke waktu ilmu telah mengubah manusia dan peradabannya.

21
Kehidupan manusia pun menjadi lebih dinamis dan berwarna. Dengan ilmu, manusia
senantiasa: (1). mencari tahu dan menelaah bagaimana cara hidup yang lebih baik dari
sebelumnya, (2). menemukan sesuatu untuk menjawab setiap keingintahuannya, (3).
menggunakan penemuan-penemuan untuk membantu dalam menjalani aktivitas sehari-
hari.
Manusia pun menjadi lebih aktif mengfungsikan akal untuk senantiasa
mengembangkan ilmu yang diperoleh dan yang dipelajarinya. Selain itu berkat ilmu,
manusia: (1). menjadi tahu sesuatu dari yang sebelumnya tidak tahu, (2). dapat
melakukan banyak hal di berbagai aspek kehidupan, (3). menjalani kehidupan dengan
nyaman dan aman.
Adapun manfaat dari mempelajari filsafat ilmu, yaitu :
1. Menyadarkan seorang ilmuwan agar tidak terjebak ke dalam pola pikir “menara
gading”yakni hanya berpikir murni dalam bidangnya tanpa mengaitkannya dengan
kenyataan yang ada di luar dirinya. Padahal setiap aktivitas keilmuwan nyarisnyaris
tidak dapat dilepaskan dalam konteks kehidupan sosial kemasyarakatan. Jadi filsafat
ilmu diperlukan kehadirannya di tengah perkembangan IPTEK yang ditandai
semakin menajamnya spesialisasi ilmu pengetahuan. Sebab dengan mempelajari
filsafat ilmumaka para ilmuwan akan menyadari keterbatasan dirinya dan tidak
terperangkap ke dalam sikap arogansi intelektual. Hal yang diperlukan adalah sikap
keterbukaan diri di kalangan ilmuwan sehingga mereka dapat saling menyapa dan
mengarahkan seluruh potensi keilmuan yang dimilikinya untuk kepentingan umat
manusia.
2. Mengembangkan ilmu, teknologi dan perindustrian dalam batasan nilai ontologis.
Melalui paradigma ontologism diharapkan dapat mendorong pertumbuhan wawasan
spiritual keilmuan yang mampu mengatasi bahaya sekularisme segala ilmu.
3. Mengembangkan ilmu, teknologi dan pertindustrian dalam batasan nilai
epistemologis. Melalaui paradigma epistemologis diharapkan akan mendorong
pertumbuhan wawasan intelektual keilmuan yang mampu membentuk sikap ilmiah.
4. Mengembangkan ilmu, teknologi dan perindustrian dalam batasan akiologi. Melalui
paradigma aksiologis diharapkan dapat menumbuhkembangkan nilai-nilai etis, serta
mendorong perilaku adil dan membentuk moral tanggung jawab. Segala macam ilmu
dan teknologi dipertanggung jawabkan bukan unntuk kepentingan manusia, namun
juga untuk kepentingan obyek semua sebagai sumber kehidupan.

22
5. Menambah pandangan dan cakrawala yang lebih luas agar tidak berpikir dan
bersikap sempit dan tertutup.
6. Menjadikan diri bersifat dinamis dan terbuka dalam menghadapi berbagai problem.
7. Menyadari akan kedudukan manusia baik sebagai pribadimaupun dalam
hubungannya dengan orang lain, alam sekitar,dan Tuhan YME.
8. Filsafat ilmu bermanfaat untuk menjelaskan keberadaan manusia di dalam
mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang merupakan alat untuk
membuat hidup menjadi lebih baik
9. Filsafat ilmu bermanfaat untuk membangun diri kita sendiri dengan berpikir secara
radikal (berpikir sampai ke akar-akarnya), kita mengalami dan menyadari keberadaan
kita.
10. Filsafat ilmu memberikan kebiasaan dan kebijaksanaan untuk memandang dan
memecahkan persoalan-persoalan dalam kehidupan sehari-hari. Orang yang hidup
secara dangkal saja, tidak mudah melihat persoalan-persoalan, apalagi melihat
pemecahannya.
11. Filsafat ilmu memberikan pandangan yang luas, sehingga dapat membendung
egoisme dan ego-sentrisme (dalam segala hal hanya melihat dan mementingkan
kepentingan dan kesenangan diri sendiri).
12. Filsafat ilmu mengajak untuk berpikir secara radikal, holistik dan sistematis, hingga
kita tidak hanya ikut-ikutan saja, mengikuti pada pandangan umum, percaya akan
setiap semboyan dalam surat-surat kabar, tetapi secara kritis menyelidiki apa yang
dikemukakan orang, mempunyai pendapat sendiri, dengan cita-cita mencari
kebenaran.
13. Filsafat ilmu memberikan dasar-dasar, baik untuk hidup kita sendiri (terutama dalam
etika) maupun untuk ilmu-ilmu pengetahuan dan lainnya, seperti sosiologi, ilmu jiwa,
ilmu mendidik, dan sebagainya.
14. Filsafat ilmu bermanfaat sebagai pembebas. Filsafat bukan hanya sekedar mendobrak
pintu penjara tradisi dan kebiasaan yang penuh dengan berbagai mitos dan mite,
melainkan juga merenggut manusia keluar dari penjara itu. Filsafat ilmu
membebaskan manusia dari belenggu cara berpikir yang mistis dan dogma.
15. Filsafat ilmu membantu agar seseorang mampu membedakan persoalan yang ilmiah
dengan yang tidak ilmiah.
16. Filsafat ilmu memberikan landasan historis-filosofis bagi setiap kajian disiplin ilmu
yang ditekuni.

23
17. Filsafat ilmu memberikan nilai dan orientasi yang jelas bagi setiap disiplin ilmu.
18. Filsafat ilmu memberikan petunjuk dengan metode pemikiran reflektif dan penelitian
penalaran supaya manusia dapat menyerasikan antara logika, rasio, pengalaman, dan
agama dalam usaha mereka dalam pemenuhan kebutuhannya untuk mencapai hidup
yang sejahtera.
19. Filsafat ilmu memberikan pendasaran logis terhadap metode keilmuan. Setiap metode
ilmiah yang dikembangkan harus dapat dipertanggungjawabkan secara logis-rasional,
agar dapat dipahami dan dipergunakan secara umum.
20. Menghindarkan diri dari memutlakan kebenaran ilmiah, dan menganggap bahwa
ilmu sebagai satu-satunya cara memperoleh kebenaran
21. Menghidarkan diri dari egoisme ilmiah, yakni tidak menghargai sudut pandang lain
di luar bidang ilmunya.

Selain itu, belajar filsafat ilmu bagi mahasiswa sangat penting, karena
beberapa manfaat yang dapat dirasakan, antara lain :
1. Dengan mempelajari filsafat ilmu diharapkan mahasiswa semakin kritis dalam sikap
ilmiahnya. Mahasiswa sebagai insan kampus diharapkan untuk untuk berpikir kritis
terhadap berbagai macam teori yang dipelajarinya di ruang kuliah maupun dari
sumber-sumber lainnya.
2. Mempelajari filsafat ilmu mendatangkan kegunaan bagi para mahasiswa sebagai
calon ilmuwan untuk mendalami metode ilmiah dan untuk melakukan penelitian
ilmiah. Dengan mempelajari filsafat ilmu diharapkan mereka memiliki pemahaman
yang utuh mengenai ilmu dan mampu menggunakan pengetahuan tersebut sebagai
landasan dalam proses pembelajaran dan penelitian ilmiah.
3. Mempelajari filsafat ilmu memiliki manfaat praktis. Setelah mahasiswa lulus dan
bekerja, mereka pasti berhadapan denagn berbagai masalah dalam pekerjaannya.
Untuk memecahkan masalah diperlukan kemempuan berpikir kritis dalam
menganalisis berbagai hal yang berhubungan dengan masalah yang dihadapi. Dalam
konteks inilah pengalaman mempelajari filsafat ilmu diterapkan.
4. Membiasakan diri untuk bersikap logis-rasional dalam Opini & argumentasi yang
dikemukakan.
5. Mengembangkan semangat toleransi dalam perbedaan pandangan (pluralitas). Karena
para ahli filsafat tidak pernah memiliki satu pendapat, baik dalam isi, perumusan
permasalahan maupun penyusunan jawabannya.

24
6. Mengajarkan cara berpikir yang cermat dan tidak kenal lelah.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Aksiologi adalah istilah yang berasal dari kata Yunani yaitu; axios yang
berarti sesuai atau wajar. Sedangkan logos yang berarti ilmu. Aksiologi dipahami sebagai
teori nilai. Aksiologi ilmu (nilai) adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakekat
nilai, yang umumnya ditinjau dari sudut pandang kefilsafatan  (Kattsoff: 1992).
Kaitan antara aksiologi dengan filsafat ilmu adalah nilai itu bersifat objektif, tapi
kadang-kadang bersifat subjektif. Dikatakan objektif jika nilai-nilai tidak tergantung
pada subjek atau kesadaran yang menilai.
Aksiologi membberikan jawaban untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu di
pergunakan. Bagaimana kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan kaidah-kaidah
nilai. Bagaimana penentuan objek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan nilai.
Bagaimana kaitan antara teknik prosedural yang merupakan operasionalisasi metode
ilmiah dengan norma-norma nilai.

B. Saran
Seorang pendidik hendaknya tahu akan pentingnya hakekat nilai yang akan
diajarkan kepada para anak didiknya, sehingga anak didik mengetahui etika keilmuan
yang bermoral dalam ilmu yang dipelajarinya.
Semoga makalah ini bisa menjadi bahan acuan dan semangat untuk mengkaji dan
membuat makalah yang semakin baik. Pembahasan makalah ini mungkin masih kurang

25
sempurna. Oleh karena itu penulis masih membutuhkan saran dan perbaikan dari para
pembaca.

DAFTAR PUSTAKA

 Monteir, Josef M. 2015. Pendidikan Kewarganegaraan Perjuangan Membentuk Karakter


Bangsa Yogyakarta : DEEPUBLISH

 Suriasuantrim, Jujun S. 1998. Filsafat Ilmu, Sebuah Pengembangan Populasi. Jakarta :


Pustaka Sinar Harapan.

 Kattsoff, Louis O. 2004. Pengantar Filsafat. Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya.

 Frondizi, Risieri. 2007.  Pengantar Filsafat Nilai. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

 Praja, Juhaya S. 2003. Aliran-aliran Filsafat dan Etika. Jakarta: Prenada Media.

 Suriasumantri, Jujun S. 2005. Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer. Jakarta:


Pustaka Sinar Harapan

 Susanto. 2011. Filsafat Ilmu: Suatu Kajian dalam Dimensi Ontologis, Epistemologis,
dan Aksiologis. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

 Ahmad Nawir Chia Chaw. “Teori-teori Tentang Ilmu”

26
 http://chiachawedukasi.blogspot.co.id/2015/03/filsafat-ilmu-aksiologi-teori-
tentang.html?m=1 diakses pada tanggal 14 mei 2016 pukul 8.38 WIB.

 Mcdens14, aksiologi-nilai-kegunaan-ilmu-ilmu-dan-moral,
https://mcdens13.wordpress.com/2012/11/26/aksiologi-nilai-kegunaan-ilmu-ilmu-
dan-moral diakses pada tanggal 15 mei 2016 pada pukul 17.45 WIB.

27

Anda mungkin juga menyukai