Anda di halaman 1dari 4

Abstrak

Ilmu sejarah sebagai bagian dari ilmu sosial membutuhkan teori interaksionisme
simbolik dalam mengungkap kebenaran peristiwa masa lampau. Teori tersebut
memiliki peran dalam mengungkap dan memaknai simbol-simbol yang terdapat di
dalam setiap realitas kehidupan manusia. Oleh sebab itu makna dan kebenaran yang
ada di setiap peristiwa sejarah dapat diungkap secara utuh dan menyeluruh, sehingga
memiliki hubungan keterkaitan dan bersifat integral yang tidak dapat dipisahkan.
Tujuan dari penelitian ini adalah 1. Mendeskripsikan pikiran (mind) 2.
Mendeskripsikan diri (self) 3. Mendeskripsikan masyarakat (society). Pada penelitian
ini digunakan teori interaksionisme simbolik George Herbert Mead. Serta mengetahui
interaksi melalui interaksionisme simbolik.

Kata kunci: George Herbert Mead, Sejarah, Ide Dasar

Abstract

Historical science as part of social science requires a theory of symbolic


interactionism in uncovering the truth of past events. The theory has a role in
uncovering and interpreting the symbols contained in every reality of human life.
Therefore, the meaning and truth contained in every historical event can be disclosed
in its entirety and in its entirety, so that it has an integral and inseparable relationship.
The purpose of this research is 1. To describe the mind (mind) 2. To describe oneself
(self) 3. To describe society (society). In this study, George Herbert Mead's theory of
symbolic interactionism was used. As well as knowing the interaction through
symbolic interactionism.

Keywords: George Herbert Mead, History, Basic Ideas

PENDAHULUAN

Memahami fenomena-fenomena sosial yang didalamnya memuat banyak aspek


seperti tingkah laku manusia, tidak cukup dengan hanya merekam apa yang nampak
secara eksplisit (surface behaviour), melainkan harus melihat secara keseluruhan
dalam totalitas konteksnya. Untuk itu dibutuhkan sebuah metode disiplined inquiri
yang lebih tipologis dan sifatnya holistic dengan memperhatikan keunikan manusia
yang tidak dapat disederhanakan menjadi suatu kumpulan variable yang memiliki
batasan-batasan yang bersifat deterministic1.

Interaksionisme simbolik merupakan sebuah teori yang berusaha menjelaskan tingkah


laku manusia melalui analisis makna. Seperti yang disampaikan oleh salah satu ahli
sosiologi yakni George Herbert Mead. Beliau menyatakan bahwa prasyarat utama
yang diperlukan untuk mencapai proses pemersatuan sebagai segmen masyarakat
adalah simbol-simbol yang dibagi bersama, maka orang harus berpegang pada
definisi-definisi yang kurang lebih sama dalam mewujudkan suatu kebersatuan
kultural.

Teori interaksi simbolik bermula dari pemikiran bahwa realitas sosial merupakan
sebuah proses yang dinamis. Individu-individu berinteraksi melalui simbol, yang
maknanya dihasilkan dari proses negosiasi yang terusmenerus oleh mereka yang
terlibat dengan kepentingan masing-masing. Makna suatu simbol bersifat dinamis dan
variatif, tergantung pada perkembangan dan kepentingan individu, yang dibingkai
oleh ruang dan waktu. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, individu diletakkan
sebagai pelaku aktif, sehingga konsep mengenai diri (self) menjadi penting. Konsep
diri yang dikaitkan dengan emosi, nilai, keyakinan, dan kebiasaan-kebiasaan, serta
pertimbangan masa lalu dan masa depan, turut mempengaruhi diri dalam pengambilan
peran2. Namun demikian, diri tidak terisolasi, sebab ia bertindak dalam kelompok
individu. Diri tidak dapat memaknai suatu simbol tanpa adanya individu lain yang
berperan sebagai cermin untuk melihat diri sendiri. Dalam kehidupan sosialpun
manusia menggunakan simbol untuk mempresentasikan maksud mereka.

TIGA PEMIKIRAN GEORGE HERBERT MEAD

1. Pentingnya makna bagi perilaku manusia


Hal ini berfokus pada pentingnya membentuk makna bagi perilaku manusia,
dimana dalam teori interaksi simbolik tidak bisa dilepaskan dari proses
komunikasi, karena awalnya makna itu tidak ada artinya, sampai pada

1
Debi Setiawati, ‘Interaksionisme Simbolik Dalam Kajian Sejarah’, Agastya: Jurnal Sejarah Dan
Pembelajarannya, 1.1 (2011), 100 - 101.
2
Laksmi Laksmi, ‘Teori Interaksionisme Simbolik Dalam Kajian Ilmu Perpustakaan Dan Informasi’,
Pustabiblia: Journal of Library and Information Science, 1.2 (2017), 123 - 124
akhirnya di konstruksi secara interpretatif oleh individu melalui proses
interaksi, untuk menciptakan makna yang dapat disepakati secara bersama3.
2. Pentingnya konsep mengenai diri
Interaksi simbolik ini berfokus pada pentingnya ”Konsep diri” atau ”Self-
Concept”. Dimana pada tema interaksi simbolik ini menekankan pada
pengembangan konsep diri melalui individu tersebut secara aktif, didasarkan
pada interaksi sosial dengan orang lainnya.
Konsep pemikiran ini memiliki dua asumsi tambahan, menurut LaRossan &
Reitzes dalam West-Turner yakni:
a) Individu-individu mengembangkan konsep diri melalui interaksi
dengan orang lain
b) Konsep diri membentuk motif yang penting untuk perilaku.
3. Hubungan antara individu dengan masyarakat
Poin ini berkaitan dengan hubungan antara kebebasan individu dan
masyarakat, dimana asumsi ini mengakui bahwa norma-norma sosial
membatasi perilaku tiap individunya, tapi pada akhirnya tiap individu-lah yang
menentukan pilihan yang ada dalam sosial kemasyarakatannya. Fokus dari
tema ini adalah untuk menjelaskan mengenai keteraturan dan perubahan dalam
proses sosial.
Asumsi asumsi yang berkaitan dengan tema ini adalah:
a) Orang dan kelompok masyarakat dipengaruhi oleh proses budaya dan
sosial.
b) Stuktur sosial dihasilkan melalui interaksi sosial.

3
Nina Siti Salmaniah Siregar, ‘Kajian Tentang Interaksionisme Simbolik’, Perspektif, 1.2 (2016), 104 -
105
DAFTAR PUSTAKA

Laksmi, Laksmi, ‘Teori Interaksionisme Simbolik Dalam Kajian Ilmu Perpustakaan


Dan Informasi’, Pustabiblia: Journal of Library and Information Science, 1.2
(2017),

Setiawati, Debi, ‘Interaksionisme Simbolik Dalam Kajian Sejarah’, Agastya: Jurnal


Sejarah Dan Pembelajarannya, 1.1 (2011)

Siregar, Nina Siti Salmaniah, ‘Kajian Tentang Interaksionisme Simbolik’, Perspektif,


1.2 (2016)

Anda mungkin juga menyukai