Anda di halaman 1dari 18

Chapter 11

A First Look at Communication Theory By Em Griffin


(Relational Dialectics Theory of Leslie Baxter & Mikhail Bakhtin)

Disusun Oleh:
Kelompok 4

Amanah Hajanadya 10822093


Andi Muh Asrul Tappa 10822123
Fiaz Afriano Indrawan 10822383
Lakeisha Arnanda 10822538
Maylaf Farell Putro 10822578
Sarah Salsabilla 10822999

Dosen Pengampu:
Prof. Dr. Tuti Widiastuti, S.Sos, M.Si.

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI


FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS GUNADARMA
2023
KATA PENGANTAR

Puji serta syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa Allah SWT
atas rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah yang berjudul “Chapter 11 A First Look at
Communication Theory By Em Griffin Relational Dialectics Theory of Leslie Baxter &
Mikhail Bakhtin” dapat diselesaikan para penulis dengan baik. Penulis berharap dengan
adanya makalah ini dapat membantu pembaca untuk menambah ilmu pengetahuan
mengenai Teori Dialektika Relasional yang sudah penulis susun dengan sedemikian rupa.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah memberikan semangat dan membantu para penulis dalam pembuatan tugas makalah
ini. Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada Ibu Tuti Widiastuti, sebagai dosen
pengampu mata kuliah Teori Komunikasi.
Para penulis menyadari bahwa masih banyak kesalahan dalam penyusunan
makalah ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran atas kesalahan yang
penulis lakukan, hal itu akan dijadikan sebagai evaluasi. Demikian, semoga makalah ini
dapat diterima dan bermanfaat bagi pembaca.

Depok, 6 April 2023

Penuls

ii
DAFTAR ISI

BAB I...............................................................................................................................................

PENDAHULUAN...........................................................................................................................

A. Latar Belakang.....................................................................................................................

B. Rumusan Masalah................................................................................................................

C. Tujuan..................................................................................................................................

BAB II.............................................................................................................................................

PEMBAHASAN..............................................................................................................................

A. Discourses That Create Meaning........................................................................................

B. Caught in a Chain of Utterances..........................................................................................

C. Three Common Dialectics That Shape Relationship...........................................................

D. How Meaning Emerges From Struggles Between Discourses............................................

E. Dialogue Creates Our Relational world.............................................................................

F. Ethical Reflection: Sissela Bok’s Principle of Veracity....................................................

G. Critique: Is Relational Dialectics Theory Just One Discourse Among Many?.................

BAB III..........................................................................................................................................

PENUTUP.....................................................................................................................................

A. Studi Kasus........................................................................................................................

B. Kesimpulan........................................................................................................................

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Komunikasi merupakan kegiatan yang tidak terlepas dari kehidupan sehari –
hari. Komunikasi telah menjadi kebutuhan yang sangat penting bagi setiap individu,
karena pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri
tanpa orang lain.
Dalam makalah ini akan membahas tentang Relational Dialectics Theory
merupakan teori yang diusulkan oleh Leslie Baxter pada tahun 1988 yang dijabarkan
oleh Mikhail Bakhtin. Teori ini tumbuh dari ketidakpuasan akan bias-bias mologic
dari penelitian komunikasi keluarga atau interpersonal tradisional, yang mana
wacana-wacana tentang keterbukaan, kepastian, dan keterkaitan memiliki hak
istimewa ketika wacana yang bersaing tentang non-pengungkapan, ketidakterdugaan,
dan otonomi dibungkam.
Melalui makalah ini, diharapkan pembaca dapat memahami dan mengapresiasi
kompleksitas bidang teori komunikasi serta memperoleh pemahaman yang lebih
komprehensif mengenai Teori Dialektika Relasional yang menjadi cakupan
pembahasan. Diharapkan pula bahwa makalah ini dapat memberikan kontribusi bagi
pengembangan bidang teori komunikasi dan aplikasinya dalam berbagai bidang
kehidupan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari teori dialektika relasional?
2. Apa asumsi dalam teori dialektika relasional?

C. Tujuan
1. Sebagai bahan presentasi dan melengkapi tugas yang diberikan oleh Ibu Tuti
Widiastuti, S.Sos, M.Si.
2. Meningkatkan pemahaman pembaca tentang Teori Dialektika Relasional.
3. Dapat dijadikan sebagai bahan pembelajaran.

iv
BAB II
PEMBAHASAN

 Teori Dialektika Relasional


Relational Dialectics Theory is a theory of meaning-making between
relationship parties that emerges from interplay of competing discourses (Leslie &
Dawn), merupakan teori pembuatan makna antara pihak-pihak yang berhubungan,
yang muncul dari interaksi wacana yang bersaing. Wacana adalah sistem budaya
makna yang beredar diantara kelompok dan membuat pembicaraan kita menjadi
masuk akal.
Teori ini merupakan penjabaran ide Mikhail Bahktin yang kemudian
diusulkan oleh Leslie Baxter dan WK Rawnlis untuk pertama kali pada tahun 1988,
yang mendefinisikan pola komunikasi hubungan antara mitra sebagai akibat dari
endemik dialektis ketegangan. Ketegangan adalah hasil dari kebutuhan-kebutuhan
emosional yang saling bertentangan yang dirasakan oleh para peserta hubungan
apapun.
Relational Dialectics adalah nilai emosional versi berbasis filosofi. Berakar
pada dynamisim dari Yin dan Yang. Seperti Yin dan Yang klasik, keseimbang nilai-
nilai emosional dalam suatu hubungan yang selalu bergerak, dan mendorong nilai
apapun secara ekstrem mengandung benih dari kebalikannya. Sebagai contoh, ia
mengenali bahwa ketegangan yang ada antara kesatuan dari perbedaan.
Teori ini menyatakan bahwa hidup yang berhubungan dicirikan ketegangan
yang berkelanjutan antara impuls-impuls yang kontradiktif. Manusia memiliki
kepercayaan yang tidak konsisten mengenai hubungan dan mereka tidak selalu dapat
menyelesaikan elemen kontradiktid dalam kepercayaan mereka. Ada sebuah pepatah
“Absence makes the heart grow fonder” yang berarti ketidakhadiran membuat hati ini
berdebar. Dalam dialektika relasional terdapat 7 konsep teori yaitu:

A. DISCOURSES THAT CREATING MEANING


Konsep sentral relational dialectics theory is discourse, or “a set of
propositions that cohere around a given object of meaning.” Yaitu wacana atau
seperangkat proposisi yang menyatu disekitar objek makna tertentu. Ketika kita
diminta untuk memikirkan sesuatu maka beberapa wacana akan muncul didalam
pikiran kita sesuai dengan kejadian tertentu.
v
Untuk lebih memahami teori ini Baxter sangat mengacu pada pemikiran
intelektual rusia abad ke-20 Mikhail Bakhtin. Ia hidup selama rezim Stanlis Uni
Soviet dan mengalami penindasan brutal terhadap akademis yang berani menentang
dictator. Jadi tidak heran apabila Bakhtin menekankan satu wacana dan membungkam
yang lain. dengan demikian ia menolak dialektika versi Marxis yang mengklaim
semua perjuangan dialektis mencapai monolog resolusi akhir yang tak terhidarkan.
Bakhtin merangkul dialog sebagai tandingan yaitu ”sebuah proses dimana persatuan
dan perbedaan dalam beberapa bentuk bermain dengan baik dan melawan satu sama
lain.". Bakhtin mempertimbangkan tentang dialektika yang dimainkan dalam novel
fiksi. Ia berpendapat buku yang bagus menunjukkan dialog dalam tindakan.

B. CAUGHT IN A CHAIN OF UTTERANCES


Para ahli Teori CMM percaya bahwa apa yang dikatakan oleh dua orang pada
suatu kejadian hanyalah bagian dari sebuah cerita. Baxter pun menyetujui hal itu.
Pembicaraan dengan kata yang pernah diucapkan sebelumnya, kata-kata yang belum
diucapkan, maupun kata-kata yang bahkan tidak pernah diucapkan oleh pembicara.
Semua itu terjalin bersama sebagai sebuah cerita menurut para ahli teori CMM.
Baxter pun menganggap hal tersebut sebagai ucapan-ucapan yang dihubungkan
bersama dalam suatu rantai.
Baxter membagi percakapan kedalam dua dimensi. Dimensi pertama memberi
kategori berdasarkan siapa yang berbicara pada mereka: nearby (or proximal)
percakapan terdekat dan percakapan yang jauh. Dimensi kedua mengkategorikan
percakapan berdasarkan waktu: Yang pernah diucapkan versus yang belum diucapkan
dan diantisipasi di masa depan. Keempat hal tersebut membentuk suatu hubungan
dalam rantai ucapan dan menciptakan makna dari sebuah perkataan. Berikut ialah
poin-poin yang mungkin lebih memperjelas dalam memahami permasalahan diatas:
 Percakapan terdekat yang telah diucapkan ialah sejarah dari hubungan itu.
 Percakapan terdekat yang belum diucapkan melibatkan percakapan yang
diantisipasi terhadap orang lain di masa depan.
 Percakapan yang sudah diucapkan ialah komentar masa lalu oleh orang-orang di
luar suatu hubungan.
 Percakapan yang belum diucapkan membayangkan penilaian sesorang di luar
hubungan di masa depan.

vi
Bakhtin dan Baxter percaya bahwa ketegangan dialektis memberikan kesempatan
untuk menemukan jalan keluar untuk saling menyelesaikan konflik antara kesatuan
dengan perbedaan satu sama lain. Persaingan antara koneksi dan otonomi terus-
menerus muncul dalam penelitian dialektika relasional. Begitu pula dengan dua
perjuangan diskursif lainnya.

C. THREE COMMON DIALECTICS THAT SHAPE RELATIONSHIPS


Tiga dialektika umum yang membentuk hubungan adalah integrasi-pemisahan,
stabilitas-perubahan, dan ekspresi-nonekspresi. Pembicaraan yang muncul dalam
pikiran kita dan keluar dari bibir kita sering kali dipengaruhi oleh latar belakang
budaya kita. Baxter menyebut tema-tema ini sebagai perjuangan pembicaraan atau
perjuangan diskursif yang bersaing, karena mereka terjadi saat orang berbicara
tentang hubungan mereka dalam dua konteks yang berbeda, yaitu internal antara dua
orang yang terlibat dan eksternal antara dua orang dan masyarakat di sekitar mereka.
Gambar 11-1 hanya merupakan awal dari daftar perjuangan pembicaraan yang lebih
panjang yang diungkapkan oleh orang-orang dalam hubungan mereka dalam waktu
dan ruang nyata. Anda mungkin pernah mendengar tema-tema ini diungkapkan dalam
media populer atau oleh orang-orang yang Anda kenal.

1. Integrasi dan Pemisahan


Dalam setiap hubungan, perjuangan antara koneksi dan otonomi menjadi
hal mendasar. Baxter berpendapat bahwa jika salah satu pihak mengalah dalam
perang tarik me-we ini, hubungan akan kalah. Anak-anak dan orang tua sering
menghadapi dilema ini selama tahun-tahun kuliah, di mana mereka ingin
menekankan kemandirian individu namun tetap terhubung dengan orang tua.
Diskursus integrasi dan pemisahan juga membahas inklusi dalam jaringan sosial
dan pengasingan dari orang lain, seperti yang terlihat dalam wawancara pasangan
yang baru menikah dan mertua mereka. Pasangan tersebut mengungkapkan
keinginan untuk terlibat dengan keluarga asal masing-masing, namun juga ingin
waktu sendiri sebagai pasangan yang baru menikah, yang kadang-kadang
terpinggirkan oleh dominasi diskursus inklusi dari mertua.

2. Stabilitas dan Perubahan

vii
Pembicaraan budaya tentang kepastian dalam keluarga sering kali
menekankan penghargaan kepada anak-anak yang patuh dan remaja yang
bertanggung jawab, namun di sisi lain, pembicaraan tentang ketidakpastian juga
dianggap penting untuk menjaga hubungan yang tidak membosankan. Topik
kematian juga menjadi pembicaraan yang penuh ketidakpastian, di mana beberapa
orang menghindari perencanaan warisan seperti wasiat. Pembicaraan tentang
konvensionalitas dan keunikan juga muncul dalam hubungan, di mana pasangan
bisa merayakan nilai-nilai konvensional pernikahan sambil mengakui pengalaman
unik yang hanya dimiliki oleh mereka.

3. Ekspresi dan Ketidak-Ekspresian


Diskursus Amerika tentang hubungan sering menghargai keterbukaan sebagai
jalan menuju kedekatan yang abadi, namun ada juga peringatan tentang
membicarakan pendapat tentang seks, politik, dan agama dalam budaya lain.
Wartawan dan blogger juga memperingatkan tentang pemerintah dan bisnis yang
merampas "hak privasi" kita. Diskursus ekspresi bertentangan dengan diskursus
ketidak-ekspresian. Dalam keluarga tiri, anak-anak dewasa muda menggambarkan
keinginan untuk keterbukaan dengan orang tua non-tempat tinggal, namun juga
menghindari topik yang mungkin membuat orang tua merasa rendah. Pasangan
dan keluarga juga menghadapi pilihan tentang informasi apa yang akan
diungkapkan atau ditutupi dari pihak ketiga, di mana ketakutan akan penolakan
dapat meningkatkan taruhannya. Peserta wawancara dengan pasangan lesbian juga
menggambarkan bagaimana mereka menghadapi diskursus dominan keluarga
tentang penyembunyian namun juga mengemukakan diskursus yang kurang
berdaya tentang keterbukaan mengenai identitas hubungan dan seksual mereka.
Diskursus yang terpinggirkan seringkali berjuang dengan diskursus yang lebih
berdaya, demikian kata-kata dari para ilmuwan yang mengkaji topik ini

D. HOW MEANING EMERGES FROM STRUGGLES BETWEEN


DISCOURSES
Sejauh ini, saya telah berbicara tentang diskursus bersaing seolah-olah mereka
berada pada lapangan yang sama - seakan masing-masing adalah saluran terpisah
dalam daftar putar musik Anda dan mode acak memberikan waktu yang sama untuk
semuanya. Bakhtin percaya bahwa ini jarang terjadi, jika sama sekali. Seperti stasiun
viii
radio rock yang hanya menghabiskan satu jam setiap minggunya untuk hits country,
biasanya beberapa diskursus memiliki lebih banyak dominasi daripada yang lain.
Baxter dan Bakhtin menyebut diskursus yang kuat sebagai centrifugal (di pusat) dan
yang berada di pinggiran sebagai centripetal. Karena kata-katanya mirip, saya akan
menyebutnya diskursus dominan dan diskursus terpinggirkan. Karya Bakhtin tidak
menjelajahi perbedaan kekuasaan secara rinci, jadi Baxter merujuk pada diskursus
dari tradisi kritis untuk menguraikan pandangannya tentang kekuasaan.
Percakapan keluarga mengungkapkan hubungan yang selalu berubah karena
beberapa diskursus bergerak ke pusat dan kemudian mundur ke pinggiran. Bagaimana
keluarga mengelola diskursus ini dengan cara yang mereka temukan memuaskan?
Baxter berpikir bahwa itu adalah pertanyaan yang salah, karena mengatakan bahwa
orang "mengelola" diskursus "mengimplikasikan bahwa kontradiksi, atau perjuangan
diskursif, ada di luar komunikasi." Dia lebih suka mempertimbangkan bagaimana
pola percakapan memposisikan beberapa diskursus sebagai dominan atau
terpinggirkan. Karya-karyanya telah mengidentifikasi dua pola seperti itu yang
mencakup waktu. Dalam satu pola, diskursus bersaing surut-maju tetapi tidak pernah
muncul bersama. Dia menyebutnya pemisahan diakronis (dalam bahasa Yunani,
awalan dia berarti "berbeda"; "kronis" merujuk pada waktu). Ini seperti stasiun radio
yang memutar musik hip-hop pada hari kerja dan techno pada akhir pekan - keduanya
ada di sana, tetapi eksis berdampingan tanpa mengubah satu sama lain.
Sebaliknya, permainan bersama sinkronis memperlihatkan suara dari beberapa
diskursus dalam waktu dan tempat yang sama. Seperti pemain biola Lindsey Stirling,
yang Forbes menganggap sebagai artis YouTube perempuan dengan penghasilan
tertinggi pada tahun 2015. Dia menjadi terkenal dengan menyintesis gaya klasik
dengan musik tari elektronik - keduanya hadir pada saat yang sama, dan keduanya
memberikan musiknya rasa khas. Dalam dunia dialog interpersonal, Baxter berpikir
bahwa fusi kreatif serupa menghasilkan makna baru dari diskursus yang berbeda.
Saya akan berbicara tentang pemisahan diakronis terlebih dahulu, kemudian
permainan bersama sinkronis.

1. Diachronic separation : Different Discourses at Different Times


Untuk memahami pembicaraan tentang adopsi melalui sistem penampungan,
Baxter menganalisis 100 narasi online yang ditulis oleh orangtua angkat. Dia
menemukan dua discourse yang berjalan sepanjang cerita. Satu discourse menekankan
ix
bagaimana adopsi memenuhi impian menjadi seorang orangtua. Discourse lainnya
berfokus pada bagaimana adopsi menguntungkan anak asuh. Yang menarik perhatian
Baxter adalah bahwa sebagian besar blog menekankan satu discourse atau discourse
lainnya. Kedua discourse hadir, tetapi tidak bertemu langsung dalam pembicaraan
para penulis. Itulah pemisahan diakronik.
Menurut Baxter, pemisahan diakronik bukanlah hal yang tidak biasa. Ekspresi
bersamaan dari suara yang saling bertentangan adalah pengecualian daripada aturan.
Pada suatu waktu tertentu, sebagian besar pasangan hubungan membawa discourse
dominan ke depan sementara mendorong yang lain ke pinggiran. Baxter telah
mengidentifikasi dua pola umum pemisahan diakronik:
a. spiraling inversion nversi spiral beralih bolak-balik di sepanjang waktu antara dua
wacana yang kontras, menyuarakan yang satu dan kemudian yang lain. Dalam
penelitian Prentice terhadap pasangan yang baru menikah, pasangan menghormati
wacana inklusi yang dominan dengan menghabiskan waktu bersama keluarga
selama liburan, namun juga menghormati pengasingan diri dengan menjauh dari
mertua dan menghabiskan waktu sendirian.

b. segmentation mengelompokkan berbagai aspek hubungan. Beberapa masalah dan


aktivitas beresonansi dengan satu tarikan diskursif, sementara perhatian dan
tindakan lainnya beresonansi dengan tarikan dialektis yang berlawanan. Baxter
dan Braithwaite menemukan pola ini di antara anak-anak tiri yang terbuka ketika
berbicara dengan orang tua yang tidak tinggal serumah mengenai "topik-topik
yang aman", tetapi tertutup tentang topik yang mungkin memicu kecemburuan
atau kemarahan. Dibandingkan dengan monolog dari satu wacana dominan,
pemisahan diakronis merupakan langkah ke arah yang benar, kata Baxter. Pada
saat yang sama, memisahkan wacana lintas waktu mengabaikan manfaat potensial
dari dialog yang lebih langsung. Itu mengingatkan saya pada pendekatan pilih-
pilih saya terhadap makanan ketika saya masih kecil. Misalnya, jika saya sedang
makan taco, saya akan memakan daging, keju, dan tortilla secara terpisah. Itu
semacam keragaman, tapi sekarang saya tahu itu tidak enak seperti menyatukan
bahan-bahannya. Seperti halnya makanan, hubungan antarpribadi dapat menjadi
lebih menggugah selera ketika berbagai wacana muncul pada saat yang
bersamaan. Saya menekankan kata "boleh" karena, seperti saus tomat dan es krim,
beberapa wacana berbenturan secara mengerikan. Terlepas dari bahaya itu, para
x
sarjana dialektika percaya bahwa resep terbaik untuk hubungan antarpribadi
mencakup banyak wacana.

2. Synchronic Interplay: Different Discourses at the Same Time

Pada bagian pemisahan diakronis di atas, Anda telah membaca bagaimana


Baxter menemukan bahwa narasi orang tua angkat dan anak angkat mengadu
wacana pemenuhan kebutuhan orang tua dengan wacana tentang apa yang terbaik
untuk anak. Dalam sebuah penelitian terkait, ia meneliti bagaimana orang tua
angkat berbicara tentang hubungan anak mereka dengan keluarga kandung.19
Dalam narasi ini, ia mengamati wacana dominan secara budaya tentang keluarga-
sebagai-biologi-dengan kata lain, bahwa keluarga kandung adalah yang ideal dan
keluarga angkat adalah yang terbaik kedua. Hal ini kontras dengan wacana yang
lebih terpinggirkan yang "menilai keluarga bukan dari genetika, melainkan dari
cara anggota keluarga bertindak dan merasa terhadap satu sama lain. "20 Wacana
ini menekankan keluarga sebagai interaksi.Wacana-wacana ini sering kali muncul
bersamaan dalam narasi yang sama. Di sini, saya akan menggunakan temuan
Baxter untuk menggambarkan empat bentuk interaksi sinkronis, dimulai dari yang
lebih mirip monolog dan beralih ke yang lebih dialogis.

a. Meniadakan penyebutan sebuah wacana yang terpinggirkan untuk


mengabaikannya sebagai sesuatu yang tidak penting. Untuk memperjuangkan
keluarga-sebagai-interaksi, seorang ayah angkat menyatakan bahwa "ada
anak-anak lain di lingkungan sekitar yang telah bersama orang tua mereka
sepanjang hidup mereka yang menghisap ganja, merusak, dan mengutil. "21
Pernyataan ini memunculkan wacana keluarga-sebagai-interaksi, tetapi hanya
untuk menolaknya sebagai sesuatu yang cacat.
b. Melawan menggantikan wacana yang diharapkan dengan wacana alternatif.
Seorang ibu angkat menggambarkan bagaimana ia ingin agar ibu kandungnya
mengenal anaknya, namun setelah beberapa kali mengalami pengalaman
negatif, ia mengakhiri kontak tersebut. Meskipun pembicaraannya menghargai
wacana keluarga-sebagai-biologi, pada akhirnya wacana keluarga-sebagai-
interaksi mengalahkannya.
xi
c. Menghibur menyadari bahwa setiap wacana memiliki alternatif. Setelah
menemukan situs media sosial ibu kandung anaknya, seorang orang tua angkat
memohon nasihat: "Jadi, apakah saya berhutang padanya untuk memberi tahu
bahwa dia baik-baik saja? Apakah saya berhutang kepada anak saya untuk
membuka adopsi dan melakukan kontak dengannya? "22 Kata-kata ini
menunjukkan bahwa penulis terjebak dalam pergulatan diskursif antara
keluarga-sebagai-interaksi dan keluarga-sebagai-biologi, tanpa ada satu pun
yang muncul sebagai yang dominan.
d. Transformasi menggabungkan dua atau lebih wacana, mengubahnya menjadi
sesuatu yang baru. Banyak wacana tentang pengasuhan ke adopsi
memperlakukannya sebagai permainan zero-sum: Ketika keluarga angkat
menang, keluarga kandung kalah, dan begitu juga dengan orang tua angkat
dan anak angkat. Hanya beberapa cerita yang melampaui asumsi menang-
kalah ini, seperti orang tua angkat yang menulis, "Saya sangat berterima kasih
kepada anak ini yang meregangkan, menguji, dan mengajari saya setiap hari.
Saya menyesal atas bagaimana dia bisa hadir dalam hidup saya, tetapi saya
selalu bersyukur bahwa dia adalah milik saya. "23 Dalam ceramahnya,
pengorbanan untuk anak menjadi sarana untuk pemenuhan orang tua.
Kesedihan menghormati keluarga kandung sekaligus merayakan keluarga
angkat. Dia mengakui berbagai wacana dan mengubahnya menjadi sesuatu
yang berbeda dan lebih besar.Mungkin bentuk transformasi tertinggi adalah
momen estetika: "Sebuah momen yang menunjukkan rasa persatuan melalui
penghormatan yang mendalam terhadap suara-suara yang berbeda dalam
dialog. "24 Para pihak sepenuhnya menyadari perjuangan diskursif mereka
dan menciptakan sesuatu yang baru dari itu. Rasa saling melengkapi atau
keutuhan di tengah-tengah pengalaman yang terpecah-pecah itu tidak bertahan
lama-itulah mengapa Baxter menyebutnya sebagai momen. Namun kenangan
akan momen ajaib tersebut dapat mendukung mereka melewati gejolak yang
menyertai wilayah hubungan dekat mana pun. Bagi keluarga, liburan khusus
atau kelulusan sekolah menengah atas anak bisa jadi merupakan momen yang
indah. Baxter menyatakan bahwa ritual yang bermakna, seperti reuni keluarga
tahunan, dapat menjadi momen estetis bagi semua peserta karena ini adalah
"pertunjukan bersama di mana suara-suara yang saling bersaing dan saling
bertentangan dalam kehidupan sosial sehari-hari dipertemukan secara
xii
bersamaan. "25 Upacara pembaharuan pernikahan yang diteliti oleh Baxter
tampaknya merupakan momen estetis bagi sebagian peserta.26 Begitu juga
dengan relasi komuni di mana orang-orang dengan keyakinan dan praktik
yang berbeda dapat merasa bahwa mereka adalah satu di dalam keluarga
Allah.

E. DIALOGUE CREATES OUR RELATIONAL WORLDS


Bagi para ilmuwan dialektika hubungan, komunikasi tidak hanya dianggap
sebagai fitur dari suatu hubungan, tetapi sebagai elemen yang menciptakan dan
memelihara hubungan itu sendiri. Pendekatan konstitutif dalam dialektika hubungan
menanyakan bagaimana komunikasi mendefinisikan atau membangun dunia sosial,
termasuk diri kita sendiri dan hubungan personal kita, yang mirip dengan pendekatan
interaksionisme simbolik dan manajemen koordinatif makna. Dalam pandangan
dialogis, realitas sosial dan hubungan interpersonal dibangun bersama melalui dialog,
dan perubahan dalam wacana atau bahasa yang digunakan oleh pasangan dapat
mengubah hubungan itu sendiri.
Pendekatan dialogis dalam dialektika hubungan juga menganggap perbedaan
sama pentingnya dengan kesamaan dalam hubungan interpersonal. Pandangan
tradisional yang menghargai kesamaan sebagai faktor yang memperkuat hubungan,
dalam pandangan dialogis, perbedaan juga dianggap sebagai hasil dari bahasa atau
wacana yang digunakan oleh pasangan. Sebagai contoh, perbedaan usia antara
pasangan dapat dianggap sebagai fakta kronologis, tetapi apakah perbedaan tersebut
dianggap penting atau tidak tergantung pada bagaimana mereka berbicara tentang hal
itu dan bagaimana makna dibentuk melalui dialog.
Dalam hubungan yang dibentuk melalui dialog yang selalu berada dalam
aliran dialektikal, proses mengembangkan dan mempertahankan hubungan menjadi
kompleks dan tidak dapat diprediksi. Seperti bermain jazz improvisasi, hubungan
cenderung bergerak dalam loncatan dan berhenti, naik-turun, dan penuh tantangan.
Gambar 11-2 dalam teks mencoba untuk menggambarkan kompleksitas hubungan
melalui lensa aliran dialektikal, di mana setiap diskursus hubungan eksis dalam
ketegangan dengan diskursus lainnya, dan otonomi berhubungan berhubungan dengan
berbagai diskursus lain seperti koneksi, keyakinan, keterbukaan, penyendiran, dan
pengungkapan.

xiii
Dalam kesimpulan, bagi para sarjana dialektika hubungan, komunikasi bukan hanya
fitur dari suatu hubungan, tetapi merupakan elemen yang menciptakan dan
memelihara hubungan itu sendiri. Pendekatan dialogis dalam dialektika hubungan
menganggap perbedaan sama pentingnya dengan kesamaan, dan hubungan
interpersonal dipandang sebagai proses kompleks yang tidak dapat diprediksi yang
melibatkan berbagai diskursus yang saling berhubungan.

F. ETHICAL REFLECTION: SISSELA BOK’S PRINCIPLE OF VERACITY


Baxter mengajukan argumen untuk kewaspadaan kritis terhadap suara
dominan, terutama yang menekan wacana yang terpinggirkan. Ia sangat prihatin
tentang mereka yang memandang pasangan mereka sebagai objek pengaruh. Pola
pikir manipulatif seperti ini menggambarkan hubungan sebagai hubungan yang
didasari oleh kekuasaan dan dominasi, dan Baxter menentang praktik komunikasi apa
pun yang mengabaikan atau membungkam suara orang lain. Filsuf Sissela Bok
percaya bahwa berbohong dapat mencapai hal tersebut. Dengan mengambil
pandangan dialogis yang menyatakan bahwa semua orang dipengaruhi oleh
kebohongan, ia berharap dapat menentukan kapan atau apakah berbohong bisa
dibenarkan.
Bok menolak larangan monologis terhadap berbohong. Ia percaya "ada
setidaknya beberapa keadaan yang membenarkan berbohong... terutama ketika nyawa
yang tak bersalah terancam, dan hanya berbohong yang dapat menghindarkan
bahaya." Namun demikian, ia juga menolak etika konsekuensial, yang menilai
tindakan berdasarkan apakah kita berpikir tindakan tersebut akan menghasilkan
kerugian atau manfaat. Pendekatan seperti itu menggambarkan suatu tindakan sebagai
netral secara moral sampai kita mengetahui apakah akan memiliki dampak positif atau
negatif. Bok tidak menganggap berbohong sebagai netral. Ia yakin bahwa semua
kebohongan membawa beban negatif awal yang harus diperhitungkan dalam setiap
persamaan etika. Prinsip kebenaran (veracity) yang ia pegang menyatakan bahwa
"pernyataan yang jujur lebih diutamakan daripada berbohong dalam ketiadaan
pertimbangan khusus." Bok berpendapat bahwa kita membutuhkan prinsip kebenaran
karena para pembohong terlibat dalam suatu ilusi diri yang tragis. Ketika mereka
menghitung biaya penipuan, mereka biasanya hanya memperhitungkan kerugian
jangka pendek mereka sendiri. Para pembohong mengabaikan dampak kebohongan
xiv
mereka pada orang yang diperdaya dan hampir selalu mengabaikan dampak jangka
panjang pada diri mereka sendiri dan orang lain. Bok memperingatkan, "Kepercayaan
dan integritas adalah sumber daya yang berharga, mudah terbuang, sulit didapatkan
kembali. Mereka hanya bisa berkembang pada dasar penghargaan terhadap
kebenaran." Begitu juga, Baxter akan prihatin terhadap wacana penipuan yang
menutup peluang untuk dialog sejati.

G. CRITIQUE: IS RELATIONAL DIALECTICS THEORY JUST ONE


DISCOURSE AMONG MANY?
Untuk menghormati dialogisme, saya menampilkan beragam suara keluarga
dalam bab ini. Namun, buku Baxter Menyuarakan Hubungan tidak selalu berbicara
secara dialogis tentang teori lain. Meskipun dia setuju dengan Mead bahwa bahasa
menciptakan diri, she chides him for assuming the (I) is an exception. (dia
menegurnya karena menganggap «aku» adalah pengecualian). Menurutnya teori
penetrasi sosial dan teori pengurangan ketidakpastian terlibat dalam monolog tentang
keterbukaan dan kepastian. Baxter is particularly tough on scientific scholarship
(Baxter sangat tangguh dalam bidang ilmuan). Dia melakukan penelitian kuantitatif
tentang dialektika relasional di masa lalu, tetapi revisi teorinya pada tahun 2011
menyatakan bahwa(the first articulation of RDT was more ecumenical with respect to
methods). dan bahwa teori harus bergerak maju melalui penelitian kualitatif, mungkin
secara eksklusif. Tidak jelas bagaimana marjinalisasi suara matematika ini sesuai
dengan seruannya untuk munculnya makna baru dari wacana yang saling
mempengaruhi.

1. A new understanding of people. Teori ini menawarkan cara baru untuk


memahami hubungan dekat. Bahkan, saya menemukan bahwa banyak siswa
merasa lega ketika mereka membaca tentang dialektika relasional. Itu karena
teori tersebut membantu mereka menyadari bahwa ketegangan berkelanjutan
yang mereka alami dengan teman, anggota keluarga, atau pasangan romantis
mereka adalah bagian tak terelakkan dari kehidupan relasional. Wacana yang
bersaing belum tentu merupakan tanda peringatan bahwa ada sesuatu yang
sangat salah dengan pasangan mereka atau diri mereka sendiri.
xv
2. A community of agreement. Beasiswa Leslie Baxter telah mengilhami
generasi ahli dialektika relasional, dan mereka melanjutkan pekerjaannya. Dia
adalah penerima Penghargaan Mark L. Knapp 2014 untuk kontribusi ilmiah
dalam komunikasi antarpribadi. Baik ahli muda maupun berpengalaman
sepakat bahwa penelitian Baxter telah mengubah lanskap teori komunikasi
interpersonal
3. Clarification of values. Dengan mendorong berbagai kelompok orang untuk
berbicara tentang hubungan mereka, dan menganggap serius apa yang mereka
katakan, Baxter mencontohkan nilai tinggi yang diberikan Bakhtin untuk
mendengar banyak suara. Namun dia mengkritik penelitian dialektika karena
sangat bergantung pada data laporan diri dari survei dan wawancara, dan dia
menyesali kurangnya studi dialog yang berfokus pada pembicaraan antara
pihak relasional. Penelitian terbaru tentang komunikasi online menutup celah
ini.
4. Reform of society. Baxter tidak hanya mendengarkan banyak suara, tetapi
teorinya berupaya mengukir ruang di mana suara-suara yang terpinggirkan
dapat didengar. Dialektika relasional mendorong kepekaan kritis yang curiga
terhadap perbedaan kekuasaan. Dengan berusaha mendorong dialog daripada
monolog, teori ini merupakan kekuatan untuk mengubah hubungan pribadi.
5. Qualitative research.Teori menekankan pentingnya pekerjaan kualitatif ketika
menggunakan teori. Buku terbaru Baxter tentang teori mencakup seluruh bab
yang menjelaskan bagaimana menganalisis wacana yang ada dalam
pembicaraan tentang hubungan. Ahli teori dialektika relasional menganggap
serius kekuatan dan potensi penelitian kualitatif.
6. Aesthetic appeal.mengilustrasikan sulitnya membuat representasi artistik
ketika objek kajian—dalam hal ini, hubungan—sangat kompleks. Tugas
Baxter menjadi semakin sulit mengingat komitmennya untuk mengungkap
konsep dialog Bakhtin yang beraneka ragam. Karena filsuf Rusia menulis
dalam bahasa aslinya, sulit untuk menerjemahkan gagasannya yang bernuansa
ke dalam bahasa Inggris dengan cara yang elegan. Akurasi harus didahulukan
sebelum kesenian.Hubungan Suara Baxter juga merupakan bacaan yang sulit.
Namun dalam menggambarkan momen-momen keutuhan yang singkat, Baxter
menawarkan janji cita-cita estetika yang dapat kita cita-citakan semua —

xvi
sebuah gambar yang dapat membuat kerja keras melalui hiruk pikuk wacana
yang berjuang terasa tidak terlalu membuat frustrasi. Kolega awal Baxter

BAB III

PENUTUP

A. Contoh Kasus
Seorang pekerja sosial bernama Sarah yang membantu anak-anak di sekolah
yang bermasalah dengan keluarganya. Dari sekian klien sarah memiliki satu klien
Bernama Jane. Jane merupakan seorang anak perempuan yang berada dimasa
pubertasnya. Selayaknya remaja jane memiliki seorang kekasih. Namun Jane
berbohong kepada orang tuanya tentang memiliki seorang kekasih dengan alas an
karena dia merasa orang tuanya tidak akan mengizinkannya untuk bersama pacarnya.

B. Kesimpulan
1. Teori dialektika menggambarkan hidup hubungan sebagai kemajuan dan
pergerakan yang konstan dan menjelaskan tarikan dan dorongan yang dialami
orang dalam hubungan. dialektik ini menunjukan kontradiksi akan semua
harapan yang dimiliki sesorang mengenai hubungan dengan kenyataan yang
sedang di jalani, secara umum, harapan mengenai hubungan biasanya
memiliki standar yang tinggi dan ideal
2. Memberikan efek yang baik terhadap hubungan persahabatan, suami-istri dan
hubungan lainnya dengan berinteraksi lagi dengan lebih baik, Persahabatan

xvii
dipandang sebagai tempat munculnya kasih sayang, kesetiaan, dan
kepercayaan
3. Pengaruh teori ini bisa untuk menerima pengaruh positif dan memilah
penerimaan antara negative dan positif suatu hubungan agar tidak terjadi
benturan kontradiksi dari masing-masing individu dan budaya.
4. Berfungsi untuk membuat sebuah hubungan yang lebih bersifat positif dan
menghilangkan segala ketegangan kontradiksi negatif. Terutama dalam ruang
lingkup persahabatan, tempat kerja dan kelompok komunitas.

xviii

Anda mungkin juga menyukai