Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

SEMIOTIKA DAN FEMINISME


Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Teori Sastra
Dosen Pengampu : Sangaji Niken Hapsari M.Pd.

Disusun Oleh :
Kelompok 8
Rizki Wandini (202121500444)
Diki Wahyudi (202221500059)
Muhammad Nanda A. (202221500522)
Agung Rizkiansyah (202221500003)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS INDRAPRASTA PGRI
2023
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
melimpahkan berkat serta rahmat-Nya. Sehingga kami dapat menyelesaikan
Makalah Teori Sastra dengan topik pembahasan yaitu Semiotika dan Feminisme.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Teori Sastra.Selain
itu, makalah ini bertujuan untuk menambah wawasan para pembaca agar dapat
memahami materi tentang mata kuliah Teori Sastra ,khususnya materi mengenai
Semiotika dan Feminisme.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Sangaji Niken Hapsari M.Pd.
selaku dosen pengampu mata kuliah Teori Sastra. Ucapan terima kasih juga kami
sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah,
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak
kekurangan, karena keterbatasan kami sebagai manusia. Maka dari itu, penyusun
sangat mengharapkan kritik dan saran untuk menyempurnakan makalah ini.
Semoga apa yang kami ketik dapat bermanfaat bagi semua pihak, baik untuk
penyusun maupun pembaca.

Jakarta, 19 November 2023

Kelompok 8

i
DAFTAR ISI

COVER
KATA PENGANTAR...................................................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. 1
A. Latar Belakang........................................................................................... 2
B. Rumusan Masalah...................................................................................... 2
C. Tujuan ......................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN .................................................................................. 3
A. Pengertian Semiotika................................................................................... 3
B. Pengertian Teori Pierce............................................................................... 3
C. Pengertian Teori Saussure...... ................................................................... 4
D. Pengertian Teori Barthes............................................................................ 5
E. Pengertian Teori Feminisme....................................................................... 6
F. Aliran- Aliran Feminisme........................................................................... 9
BAB III PENUTUP.......................................................................................... 12
3.1 Simpulan..................................................................................................... 12
3.2 Saran........................................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Secara umum semiotika telah dimulai sejak filosof Yunani kuno, seperti
Plato dan Aristoteles, dan juga pada ahli-ahli skolastik abad pertengahan.Semiotika
merupakan cabang ilmu yang berkaitan dengan system tanda dan yang berlaku bagi
penggunaan tanda, Membaca terori mengenai semiotika yang sampai sekarang ini
masih banyak dipelajari dalam ilmu teori komunikasi, membuat penulis merasa
tertarik dan membuat rasa keingintahuan untuk lebih mengenal mengenai teori
pendekatan semiotika. Oleh karena itu penulis mengambil judul “Teori Semiotika”
Feminisme memang tidak serta-merta mengarah pada filsafat. Feminisme
erat kaitannya dengan gerakan politik yang memperjuangkan kesataraan hak.
Namun,konsep kesetaraan hak tidak lain muncul dari konsep liberalisme
Konseptualisasi feminisme banyak mengadopsi model filsafat modern seperti
universalisme,individualisme,rasionalisme,dan humanisme. Konsep ini lah yang
ingin ditentang oleh feminisme karena menyingkirkan Perempuan dari anggapan
kemanusiaan yang utuh. Sebab itu Perempuan menggunakan konsep yang sama
untuk membentuk representasinya sendiri didalam feminisme. Konsep feminisme
mulai dirancang sedemikian rupa sehingga membuat Perempuan berdiri sama tinggi
dengan laki-laki.
Feminisme menyangkut bagaimana memosisikan subjek Perempuan di
dalam masyarakat. Selama ini Perempuan telah diposisikan inferior di dalam
masyarakat. Perempuan dianggap sebagai The Other yang relasinya selalu
menunggu untuk didefinisi dan dimaknain. Identitas Perempuan selalu dilekatkan
oleh konstruksi sosial. Begitu pula di dalam konsep modern,Perempuan selalu
menjadi subjek yang berlawanan dengan subjek laki-laki.

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian semiotika

2. Apa pengertian teori pierce

3. Apa pengertian teori saussure

4. Apa pengertian teori barthes

5. Apa pengertian feminisme

6. Apa saja aliran-aliran feminisme

C. Tujuan
1. Mengetahui apa pengertian dari semiotika

2. Mengetahui apa pengertian dari teori pierce

3. Mengetahui apa pengertian dari teori saussure

4. Mengetahui apa pengertian dari teori barthes

5. Mengetahui apa pengertian dari feminisme

6. Mengetahui apa saja aliran-aliran feminisme

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Semiotika
Semiotika berasal dari kata Yunani : semeion, yang berarti tanda.
Semiotika adalah ilmu yang mempelajari tentang tanda. Tanda-tanda tersebut
menyampaikan suatu informasi sehingga bersifat komunikatif. la mampu
menggantikan sesuatu yang lain yang dapat dipikirkan atau dibayangkan Cabang
ilmu ini semula berkembang dalam bidang bahasa, kemudian berkembang pula
dalam bidang seni rupa dan desain komunikasi visual. (Tinarbuko, 2008:16).
Zoest (1993:1) berpendapat bahwa semiotika adalah cabang ilmu yang
berurusan dengan pengkajian tanda dan segala sesuatu yang berhubungan dengan
tanda, seperti sistem tanda dan proses yang berlaku bagi penggunaan tanda.

B. Teori Pierce
Peirce mengemukakan teori segitiga makna atau triangle meaning yang terdiri
dari tiga elemen utama, yakni tanda (sign), object, dan interpretant. Tanda adalah
sesuatu yang berbentuk fisik yang dapat ditangkap oleh panca indera manusia dan
merupakan sesuatu yang merujuk ( merepresentasikan) hal lain di luar tanda itu
sendiri. Tanda menurut Peirce terdiri dari simbol( tanda yang muncul dari
kesepakatan), Ikon (tanda yang muncul dari perwakilan fisik) dan Indeks (tanda
yang muncul dari hubungan sebab-akibat). Sedangkan acuan tanda ini disebut
objek. Objek atau acuan tanda adalah konteks sosial yang menjadi referensi dari
tanda adalah konteks sosial yang menjadi referensi dari tanda atau sesuatu yang
dirujuk tanda. Interpretant atau pengguna tanda adalah konsep pemikiran dari orang
yang menggunakan tanda dan menurunkannya ke suatu makna tertentu atau makna
yang ada dalam benak seseorang tentang objek yang dirujuk sebuah tanda. Hal
terpenting dalam proses semiosis adalah bagaimana makna muncul dari sebuah
tanda ketika tanda itu digunakan orang saat berkomunikasi . Contoh : Saat seorang
gadis mengenakan rok mini , maka gadi itu sedang mengomunikasi mengenai
3
dirinya kepada orang lain yang bisa jadi memaknainya sebagai simbol keseksian.
Begitu pula Nadia Saphira muncul di film Coklat Strowberry dengan akting dan
penampilan fisiknya yang memikat ,para penonton bisa saja memaknainya sebagai
icon wanita muda cantik dan menggairahkan.

C. Teori Saussure
Teori Semiotik ini dikemukakan oleh Ferdinand De Saussure (1857-
1913). Dalam teori ini semiotik dibagi menjadi dua bagian (dikotomi) yaitu
penanda (signifier) dan pertanda (signified). Penanda dilihat sebagai bentuk/wujud
fisik dapat dikenal melalui wujud karya arsitektur, sedang pertanda dilihat sebagai
makna yang terungkap melalui konsep, fungsi dan/atau nilai-nlai yang
terkandung didalam karya arsitektur. Eksistensi semiotika Saussure adalah relasi
antara penanda dan petanda berdasarkan konvensi, biasa disebut dengan
signifikasi. Semiotika signifikasi adalah sistem tanda yang mempelajari relasi
elemen tanda dalam sebuah sistem berdasarkan aturan atau konvensi tertentu.
Kesepakatan sosial diperlukan untuk dapat memaknai tanda tersebut.
Menurut Saussure, tanda terdiri dari: Bunyi-bunyian dan gambar, disebut
signifier atau penanda, dan konsep-konsep dari bunyi-bunyian dan gambar, disebut
signified.Dalam berkomunikasi, seseorang menggunakan tanda untuk mengirim
makna tentang objek dan orang lain akan menginterpretasikan tanda tersebut.
Objek bagi Saussure disebut “referent”. Hampir serupa dengan Peirce yang
mengistilahkan interpretant untuk signified dan object untuk signifier, bedanya
Saussure memaknai “objek” sebagai referent dan menyebutkannya sebagai
unsur tambahan dalam proses penandaan. Contoh: ketika orang menyebut
kata “anjing” (signifier) dengan nada mengumpat maka hal tersebut
merupakan tanda kesialan (signified). Begitulah, menurut Saussure, “Signifier
dan signified merupakan kesatuan, tak dapat dipisahkan, seperti dua sisi dari
sehelai kertas.” (Sobur, 2006).

4
D. Teori Barthes
Teori ini dikemukakan oleh Roland Barthes (1915-1980), dalam
teorinya tersebut Barthes mengembangkan semiotika menjadi 2 tingkatan
pertandaan, yaitu tingkat denotasi dan konotasi. Denotasi adalah tingkat
pertandaan yang menjelaskan hubungan penanda dan petanda pada realitas,
menghasilkan makna eksplisit, langsung, dan pasti. Konotasi adalah tingkat
pertandaan yang menjelaskan hubungan penanda dan petanda yang di
dalamnya beroperasi makna yang tidak eksplisit, tidak langsung, dan tidak pasti
(Yusita Kusumarini,2006).Roland Barthes adalah penerus pemikiran Saussure.
Saussure tertarik pada cara kompleks pembentukan kalimat dan cara bentuk-
bentuk kalimat menentukan makna, tetapi kurang tertarik pada kenyataan bahwa
kalimat yang sama bisa saja menyampaikan makna yang berbeda pada orang
yang berbeda situasinya.
Roland Barthes meneruskan pemikiran tersebut dengan menekankan
interaksi antara teksdengan pengalaman personal dan kultural penggunanya,
interaksi antara konvensi dalam teks dengan konvensi yang dialami dan
diharapkan oleh penggunanya. Gagasan Barthes ini dikenal dengan “order of
signification”, mencakup denotasi (makna sebenarnya sesuaikamus) dan
konotasi (makna ganda yang lahir dari pengalaman kultural dan personal). Di
sinilah titik perbedaan Saussure dan Barthes meskipun Barthes tetap
mempergunakan istilah signifier-signified yang diusung Saussure.Barthes juga
melihat aspek lain dari penandaan yaitu “mitos” yang menandai suatu masyarakat.
“Mitos” menurut Barthes terletak pada tingkat kedua penandaan, jadi setelah
terbentuk sistem sign-signifier-signified, tanda tersebut akan menjadi
penanda baru yang kemudian memiliki petanda kedua dan membentuk tanda
baru. Jadi, ketika suatu tanda yang memiliki makna konotasi kemudian
berkembang menjadi makna denotasi, maka makna denotasi tersebut akan menjadi
mitos.Misalnya: Pohon beringin yang rindang dan lebat menimbulkan
konotasi “keramat” karena dianggap sebagai hunian para makhluk halus.
Konotasi “keramat” ini kemudian berkembang menjadi asumsi umum yang
melekat pada simbol pohon beringin, sehingga pohon beringin yang keramat

5
bukan lagi menjadi sebuah konotasi tapi berubah menjadi denotasi pada
pemaknaan tingkat kedua. Pada tahap ini, “pohon beringin yang keramat” akhirnya
dianggap sebagai sebuah Mitos. Dalam bukunya S/Z,Roland Barthes
mengelompokkan kode-kode tersebut menjadi lima kisi-kisi kode, yakni kode
hermeunetik, kode semantik, kode simbolik, kode narasi, dan kode kultural atau
kode kebudayaan (Barthes, 1974:106). Uraian kode-kode tersebut dijelaskan
Pradopo (1991:80-81) sebagai berikut:Kode Hermeneutik,yaitu artikulasi
berbagai cara pertanyaan, teka-teki, respons, enigma, penangguhan
jawaban, akhirnya menuju pada jawaban. Atau dengan kata lain, Kode
Hermeneutik berhubungan dengan teka-teki yang timbul dalam sebuah
wacana. Siapakah mereka? Apa yang terjadi? Halangan apakah yang muncul?
Bagaimanakah tujuannya? Jawaban yang satu menunda jawaban lain.
Kode Semantik, yaitu kode yang mengandung konotasi pada level
penanda. Misalnya konotasi feminitas, maskulinitas. Atau dengan kata lain
Kode Semantik adalah tanda-tanda yang ditata sehingga memberikan suatu
konotasi maskulin,feminin, kebangsaan, kesukuan, loyalitas.Kode Simbolik,
yaitu kode yang berkaitan dengan psikoanalisis, antitesis, kemenduaan,
pertentangan dua unsur, skizofrenia. Kode Narasi atau Proairetikyaitu kode yang
mengandung cerita, urutan, narasi atau antinarasi.Kode Kebudayaan atau Kultural,
yaitu suara-suara yang bersifat kolektif, anomin, bawah sadar, mitos,
kebijaksanaan, pengetahuan, sejarah, moral, psikologi, sastra, seni, legenda.
(Tinarbuko, 2008:18)

E. Feminisme
Feminisme Sangat penting untuk mengetahui dan memahami istilah
"feminisme". Mereka sering ditanya apakah 'isme' yang mendasari pemikiran
mereka telah terpojok atau pantaskah menggunakan feminisme yang berasal dari
dunia barat, yang sangat berbeda dengan situasi di Indonesia Timur (sistem
patriarki dan turunannya). Feminisme berasal dari bahasa latin “femina” atau
“femme/woman” atau wanita. Feminisme dalam arti luas adalah gerakan
perempuan untuk menolak segala sesuatu yang dihadirkan, disubordinasikan,

6
dan direndahkan oleh budaya dominan, baik dalam bidang politik dan
ekonomi maupun dalam kehidupan sosial pada umumnya (Ratna 2004: 184).
Hal ini disebabkan keyakinan bahwa perempuan mengalami ketidakadilan
karena gendernya (Humm, 2002:158).
Nancy F. Catt (dalam Nunuk, 2004.a:xxvii) menunjukkan bahwa
konsep feminisme memiliki tiga unsur: a) Keyakinan bahwa tidak ada
perbedaan gender (kesetaraan gender). Ini menyangkal adanya status hierarkis
antar gender. Kesetaraan dalam kuantitas dan kualitas. Posisi berdiri dalam
hubungan hierarkis menghasilkan superioritas dan inferioritas ; b) Mengakui
adanya struktur sosial dalam masyarakat yang merugikan perempuan; c)
Feminisme menantang perbedaan gender dan campuran gender dan menjadikan
perempuan sebagai kelompok yang terpisah dalam masyarakat.Dalam evolusi
umumnya, istilah feminis merujuk pada seseorang yang mengakui dan
berusaha mengakhiri subordinasi yang dialami perempuan-perempuan
yang memperjuangkan hak-haknya (jamak) sebagai kelas sosial.
Tujuan feminis adalah keseimbangan atau interaksi gender. Gerakan ini
dimulai pada tahun 1890-an dengan ketakutan bahwa perempuan dan laki-laki akan
menemukan diri mereka dalam hubungan yang tidak setara dalam masyarakat.
Gerakan tersebut terkait dengan teori kesetaraan gender dan bertujuan untuk
memperkuat hak-hak perempuan. Literatur internasional sekarang
mendefinisikan feminisme sebagai pemisahan dari hak-hak perempuan
berdasarkan persamaan hak antara perempuan dan laki-laki. Kemunculan
feminisme tidak terlepas dari sejarah panjang perjuangan perempuan untuk
mendapatkan kebebasan di Barat. Perempuan tidak punya tempat dalam
masyarakat, diabaikan, tidak punya apa-apa, dan tidak punya apa-apa untuk
diurus. Sejarah Barat dianggap tidak bersahabat dengan perempuan. Dalam
masyarakat feodalis (di Eropa hingga abad ke-18), dominasi mitologi filsafat
dan teologi gereja sarat dengan pelecehan feminitas; wanita diposisikan sebagai
sesuatu yang rendah, yaitu sebagai sumber godaan dan kejahatan. Kemudian
muncullah renaissance (pemberontakan dominasi gereja), yang diikuti dengan
Revolusi Perancis dan Revolusi Industri yang merupakan puncak

7
pemberontakan dominasi kaum feodal yang cenderung korup dan menindas
rakyat. Inilah awal proses liberalisasi dan demokratisasi kehidupan Barat,
yang juga merupakan perubahan sistem feodal menjadi kapitalis sekular. Kaum
kapitalis mendorong kaum perempuan untuk bekerja di luar rumah.
Dilihat dari sejarah perhatian dunia secara formal mengenai persamaan
antara laki-laki dan perempuan sudah dimulai pada tahun 1948 melalui suatu
deklarasi yang disebut sebagai The Universal Declaration of Human Rights
(Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia), oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa
(PBB), dan tahun 1976 dilengkapi menjadi The International Bill of Human
Rights (Pernyataan Hak Asasi Manusia). Dalam prakatanya Presiden Amerika
pada saat itu Jimmy Carter menyatakan bahwa Piagam PBB berbicara tentang
keyakinan pada hak asasi manusia yang fundamental, pada martabat dan
penghargaan manusia, pada persamaan hak laki-laki dan perempuan dan bangsa-
bangsa besar dan kecil (Heraty, 1999). Pernyataan tersebut secaraimplisit
mengemukakan bahwa ada ketidaksamaan hak antara laki-laki dan perempuan
didunia ini, sehingga perlu dibuat dalam sebuah pernyataan agar negara,
maupun masyarakat, mengindahkan persamaan hak tersebut sebagai sebuah hak
asasi manusia.
Gerakan feminis di negara Amerika Serikat sudah dimulai jauh
sebelum masa itu, misalnya seorang Feminis Amerika yang bernama
Elizabeth Cady Stanton (1815-1902) yang memprakarsai konvensi hak-hak
perempuan tahun 1848 di Seneca Falls dan memperjuangkan hak suara kaum
perempuan di negara itu (Hadiz, 1998), namun baru seratus tahun kemudian
PBB secara resmi menyampaikan deklarasi tentang hak asasi manusia
termasuk hak perempuan dan laki-laki. Ini juga sebuah pertanda bahwa
demikian tidak mudah untuk mencapai kesetaraan dan keadilan gender, baik
di negara maju maupun di negara berkembang seperti Indonesia.
Pergerakan kesetaraan mulai disadari oleh perempuan dan sedikit banyak
mulai mengubah masyarakat terekam sejak tahun 1950 dan 1960-an. Pada 12
Juli 1963 dengan adanya gerakan global yang dipelopori perempuan melalui
Ecosoc (PBB) dan diakomodasi pemerintah Indonesia pada Tahun 1968

8
dengan membentuk Komite Nasional Kedudukan Wanita Indonesia.
Selanjutnya Tahun 1975 World Conference International Year of Women PBB di
Mexico. Pada tahun 1980 diselenggarakan World Conference UN Mid Decaded
Women yang mengesahkan CEDAW (Convention on The Elimination of all
Forms of Discrimination Against Women) di Kopenhagen, dimana melalui
konferensi inilah para penggiat gender mulai terjangkiti “virus” untuk lebih
mengoptimalkan partisipasi perempuan di berbagai bidang. Dilanjutkan pada
tahun 1985 PBB membentuk UNIFEM (the United Nations Fund for
Women) yang memberikan perhatian dengan mengkaji masalah advokasi,
kolaborasi kegiatan kesetaraan gender secara internasional. Berikutnya di Vienna
diadakan Commission on the Status of Women pada tahun 1990 yang pada
akhirnya melahirkan ”Gender and Development” (GAD) suatu paradigma baru
yang menekankan pada prinsip hubungan kemitraan dan harmonisasi antara
perempuan dan laki laki. Pendekatan ini diintensifkan pada The International
Conference on Populational Development ( ICPD ) tahun 1994 di Cairo.

F. Aliran-Aliran Feminisme
Beberapa aliran dalam paham feminisme yang penting menurut ( Purwanti, 2008)
diantaranya adalah :
1. Feminisme Liberal
Ialah pandangan yang menempatkan perempuan yang memiliki
kebebasan secara penuh dan individual. Aliran ini menyatakan kebebasan
dan kesamaan berakar pada rasionalitas dan pemisahan antara dunia privat
dan publik. Setiap manusia punya kapasitas untuk berpikir dan bertindak
secara rasional, begitu pula pada perempuan. Akar ketertindasan dan
keterbelakangan pada perempuan disebabkan oleh kesalahan perempuan itu
sendiri. Perempuan harus mempersiapkan diri agar mereka bisa bersaing di
dunia dalam kerangka "persaingan bebas" dan punya kedudukan setara dengan
lelaki.Tokoh aliran ini adalah Naomi Wolf. Kini perempuan telah
mempunyai kekuatan dari segi pendidikan dan pendapatan, dan perempuan
harus terus menuntut persamaan haknya serta saatnya perempuan bebas

9
berkehendak tanpa tergantung pada lelaki. Feminisme liberal
mengusahakan untuk menyadarkan wanita bahwa mereka adalah golongan
tertindas. Pekerjaan yang dilakukan wanita di sektor domestik
dikampanyekan sebagai hal yang tidak produktif dan menempatkan wanita
pada posisi sub-ordinat. Budaya masyarakat Amerika yang materialistis,
mengukur segala sesuatu dari materi, dan individualis sangat mendukung
keberhasilan feminisme. Wanita-wanita tergiring keluar rumah, berkarier
dengan bebas dan tidak tergantung lagi pada pria.
2. Feminisme Radikal
Trend ini muncul sejak pertengahan tahun 1970-an di mana
aliran ini menawarkan ideologi "perjuangan separatisme perempuan". Pada
sejarahnya, aliran ini muncul sebagai reaksi atas kultur seksisme atau dominasi
sosial berdasar jenis kelamin, di Barat pada tahun 1960-an, utamanya
melawan kekerasan seksual dan industri pornografi. Pemahaman
penindasan laki-laki terhadap perempuan adalah satu fakta dalam sistem
masyarakat yang sekarang ada.
3. Feminisme Post- Modern
Ide post modern ialah ide yang anti absolut dan anti otoritas,
gagalnya modernitas dan pemilahan secara berbeda beda tiap
fenomena sosial karena penentangannya pada penguni versalan
pengetahuan ilmiah dan sejarah. Mereka berpendapat bahwa gender tidak
bermakna identitas atau struktur sosial.
4. Feminisme Anarkis
Feminisme anarkisme lebih bersifat sebagai suatu paham politik yang
mencita-citakan masyarakat sosialis dan menganggap negara dan laki-laki
adalah sumber permasalahan yang sesegera mungkin harus dihancurkan.
5. Feminisme Sosialis
Sebuah faham yang berpendapat "tak ada sosialisme tanpa
pembebasan perempuan. Tak ada pembebasan perempuan tanpa sosialisme".
Feminisme sosialis berjuang untuk menghapuskan sistem pemilikan. Lembaga
perkawinan yang melegalisir pemilikan pria atas harta dan pemilikan suami

10
atas istri dihapuskan seperti ide Marx yang menginginkan suatu masyarakat
tanpa kelas, tanpa pembedaan gender.

11
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Simpulan dari hubungan antara semiotika dan feminisme adalah adamya yang
erat antara analisis tanda dan simbol dalam budaya dengan perjuangan untuk
kesetaraan gender dalam feminisme.
Dengan menggabungkan perspektif semiotika dan feminisme , masyarakat
dapat lebih memahami bagaiman simbol-simbol , bahasa, dan budaya secara kolektif
membentuk konstruksi tentang perempuan , dan bagaimana konstruksi ini
mempengaruhi realitas sosial serta perjuangan untuk kesetaraan gender.

B. Saran

Dengan adanya makalah ini, diharapkan pembaca sebagai calon pengajar dapat
memahami memahami dan mendalami hubungan antara semiotika dan feminisme,
serta bagaimana analisis semiotik dapat digunakan untuk memahami konstruksi dan
representasi gender dalam budaya.

12
DAFTAR PUSTAKA

Alit Kumala, D., S.Sn. Semiontika dari: https://core.ac.uk/reader/12238120.

Guntur, A.W., d,k.k. (2022). Sebuah tinjauan Teori Feminisme dari:


https://mail.ejurnalunsam.id/index.php/jsnbl/article/view/6360/3545
Diakses pada 2 Februari 2022.

Anda mungkin juga menyukai