Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

DESCARTES (RASIONALISME)
Makalah ini disusun sebagai tugas terstruktur mata kuliah Filsafat Umum
Dosen Pengampu: Abdul Malik, S.Ag, M.MPd

disusun oleh:
Kelompok 3 PAI 3D
MITRA AGUNG (1.2021.1.0015)
MUHAMMAD RAMADHAN R. (1.2021.1.0066)
NISA AWALIYAH (1.2021.1.0293)
RISTI AGUSTIN (1.2021.1.0076)

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN


INSTITUT MADANI NUSANTARA
Jl. Lio Balandongan Sirnagalih (Beugeg) No 74 Kel. Cikondang Kec. Citamiang
Telp/Fax. (0266) 225464 Kota Sukabumi
E-mail: info@imn.ac.id
Sukabumi 2022
KATA PENGANTAR
Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Alhamdulillah, Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya, shalawat serta salam tidak lupa kita curahkan kepada
Rasul kita yakni Nabi Muhammad SAW, kepada keluarganya, para sahabatnya dan
kita selaku umatnya sampai akhir zaman. Alhamdulillah sehingga karna itulah kami
dapat menyelesaikan tugas makalah ini tepat waktu dengan judul “Descrates
(Rasionalisme)”.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata
kuliah Filsafat Umum. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah
wawasan bagi para pembaca dan juga bagi penulis. Kami mengucapkan terima
kasih kepada dosen pengampu Bapak Abdul Malik, S.Ag, M.MPd yang telah
memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai
dengan bidang studi yang kami tekuni.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Kami
menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan
makalah ini. Terimakasih.
Wassalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Sukabumi, 10 Januari 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................ i
DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................1
A. Latar Belakang ..............................................................................................1
B. Rumusan Masalah .........................................................................................2
C. Tujuan ............................................................................................................2
D. Manfaat..........................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................3
A. Pengertian Rasionalisme ...............................................................................3
B. Riwayat Hidup Descartes ..............................................................................4
C. Pemikiran-Pemikiran Descartes ....................................................................6
D. Karya-Karya Desartes .................................................................................11
E. Filsuf Rasionalisme Setelah Descartes dan Metode Pemikirannya .............14
BAB III PENUTUP ..............................................................................................19
A. Simpulan......................................................................................................19
B. Saran ............................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................22

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kebenaran, adalah salah satu kata atau hal yang harus diperjuangkan. Untuk
mencapai suatu kebenaran itu diperlukan berbagai macam cara berfikir maupun
pembuktian. Selama ini cara yang mendominasi untuk pencapaian kebenaran
adalah dengan kemampuan indera. Apa yang bisa diinderakan maka itu telah
dianggap benar. Indera dijaidkan sebagai pangkal kebenaran. Akan tetapi sejak
kemunculan seorang filosof beraliran rasionalisme, yaitu Rene Descartes yang
sangat bertolak belakang dalam pencapaian kebenaran. Descartes menyatakan
bahwa kebenaran itu dapat dicapai dengan berfikir yang bermula dari keraguan
akan suatu pengetahuan. Di sinilah keberadaan akal didewakan.
Rasionalisme adalah salah satu bagian dalam penelaahan ilmu filsafat.
Secara umum rasionalisme dipahami sebagai cabang yang mempelajari sumber-
sumber watak dan kebenaran pengetahuan yang diperoleh dari penalaran akal
manusia. Rasionalisme adalah paham filsafat yang menyatakan bahwa akal
(reason) adalah alat terpenting untuk memperoleh pengetahuan. Menurut aliran
rasionalis, suatu pengetahuan diperoleh dengan cara berfikir.
Dalam kaitannya dengan pembentukan ilmu pengetahuan, rasionalisme
menarik pemikiran-pemikiran empiris tersebut ke dalam pernyataan-pernyataan
yang logis serta mengesampingkan pemikiran yang bersifat metafisika atau
yang berada di luar jangkauan manusia untuk memperoleh nilai yang lebih
aplikatif bagi kehidupan manusia. Filsafat rasionalisme ini dimotori oleh Rene
Descartes yang bergelar “Bapak Filsafat Modern” dan kemudian dikembangkan
oleh Spinoza (1632- 1677 M) dan Leibniz (1646-1716 M). Untuk lebih jelas
dan mendalamnya pengetahuan tentang rasionalisme maka dalam makalah ini,
penulis ingin memaparkan mengenai rasioanalisme khususnya dari Rene
Descartes.

1
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas, dapat kita simpulkan rumusan masalah sebagai
berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan rasionalisme?
2. Bagaimana riwayat hidup Descartes?
3. Bagaimana pemikiran-pemikiran Descartes tentang rasionalisme?
4. Apa saja karya-karya Descartes?
5. Siapa saja filsuf rasionalisme setelah Descartes dan bagaimana metode
pemikirannya?
C. Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini ialah:
1. Memahami pengertian dari rasionalisme
2. Memahami riwayat hidup Descartes
3. Memahami pemikiran-pemikiran Descartes
4. Memahami karya-karya Descartes
5. Memahami filsuf rasionalisme lainnya dan mengetahui metode
pemikirannya
D. Manfaat
Manfaat pembuatan makalah ini baik bagi penulis maupun pembaca ialah
untuk lebih memahami lebih mendalam mengenai pengertian rasionalisme,
riwayat hidup Descartes, pemikiran-pemikirannya, karya-karyanya dan
mengetahui beberapa filsuf rasionalisme lain.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Rasionalisme
Dalam bidang filsafat, rasionalisme adalah lawan dari empirisme dan sering
digunakan dalam menyusun teori pengetahuan. Hanya saja, empirisme
menjelaskan bahwa pengetahuan diperoleh dengan jalan mengetahui objek
empirisme, sedangkan rasionalisme mengajarkan bahwa pengetahuan diperoleh
dengan cara berfikir. Adapun alat berfikir adalah kaidah-kaidah yang logis. Jadi,
demikian rasioalisme dan emperisme harus selalu disatukan, agar senantiasa
saling melengkapi antara satu dengan yang lain. Seperti kita ketahui bahwa
logika adalah kaidah-kaidah berfikir. Subjeknya adalah akal-akal rasional dan
objeknya adalah proposisi bahasa. Proposisi bahasa yang mencerminkan
realitas, apakah itu realitas di alam nyata ataupun realitas di alam fikiran.
Kaidah-kaidah berfikir dalam logika bersifat niscaya atau pasti. Penolakan
terhadap kaidah berfikir ini adalah mustahil (tidak mungkin). Bahkan mustahil
pula dalam semua khayalan atau "angan-angan" yang mungkin (all possible
intelligebles).
Rasionalisme adalah paham filsafat yang mengatakan bahwa akal (reason)
adalah alat terpenting dalam memperoleh pengetahuan. Jika empirisme
mengatakan bahwa pengetahuan diperoleh dengan alam mengalami objek
empiris, maka rasionalisme mengajarkan bahwa pengetahuan diperoleh dengan
cara berpikir. Alat dalam berpikir itu ialah kaidah-kaidah logis atau kaidah-
kaidah logika. Dalam aliran rasionalisme ada dua macam bidang, yaitu bidang
agama dan bidang filsafat. Dalam bidang agama rasionalisme adalah lawan
autoritas, dan biasanya digunakan untuk mengkritik ajaran agama. Sementara
dalam bidang filsafat rasionalisme adalah lawan empirisme dan terutama
berguna sebagai teori pengetahuan. Sebagai lawan empirisme, rasionalisme
berpendapat bahwa sebagian dan bagian penting pengetahuan datang dari
penemuan akal. Contoh yang paling jelas ialah pemahaman kita tentang logika
dan matematika. Untuk memperoleh pengetahuan itu, perlu melihat kelebihan

3
dan kelemahan dari rasionalisme. Kelebihan Rasionalisme adalah dalam
menalar dan menjelaskan pemahaman-pemahaman yang rumit, kemudian
Rasionalisme memberikan kontribusi pada mereka yang tertarik untuk
menggeluti masalah-masalah filosofi
Rasionalisme adalah faham filsafat yang mengatakan bahwa akal (reason)
adalah alat terpenting untuk memperoleh pengetahuan, bahwa kebenaran
tertinggi berada pada akal atau rasio manusia. Atau rasionalisme adalah sebuah
anggapan mengenai teori pengetahuan yang menekankan akal atau rasio yang
membentuk pengetahuan. Ini berarti bahwa sumbangan akal lebih besar dari
pada indera. Rasionalisme atau gerakan rasionalis adalah doktrin filsafat yang
menyatakan bahwa kebenaran haruslah ditentukan melalui pembuktian logika,
dan analisis yang berdasarkan fakta, dari pada malalui iman, dogma, atau ajaran
agama. Kesimpulannya Rasionalisme adalah mengajarkan bahwa pengetahuan
diperoleh dengan jalan berfikir.
Rasionalisme berpikir menjelaskan dan menekankan kala budi sebagai
karunia lebih yang dimiliki oleh semua manusia, mampu menyusun system-
sistem kefilsafatan yang berasal dari manusia. Kelemahan rasionalisme adalah
memahami objek di luar cakupan rasionalitas sehingga titik kelemahan tersebut
mengundang kritikan tajam, sekaligus memulai permusuhan baru dengan
sesama pemikir filsafat yang kurang setuju dengan sistem-sistem filosofis yang
subjektif tersebut, doktrin-doktrin filsafat rasio cenderung mementingkan
subjek daripada objek, sehingga rasionalisme hanya berpikir yang keluar dari
akal budinya saja yang benar, tanpa memerhatikan objek rasional.1
B. Riwayat Hidup Descartes
Descartes lahir pada tahun 1596. Dia dilahirkan di francis, ayahnya seorang
anggota parlemen Inggris, ibunya meninggal ketika Rene berumur satu tahun,
ayahnya menikah lagi kemudian Descartes dipelihara oleh neneknya, sejak itu
ia tidak pernah melihat ayahnya lagi.

1
Ernita Dewi. (2020). Filsafat Barat Aliran dan Konstribusi Pemikiran Para Filsuf. Banda Aceh:
Ar-Raniry Press. Hal. 59-61

4
Pada tahun 1612 M ia pergi ke Paris Prancis dan di sana ia mendapatkan
kehidupan sosial yang menjemukan hingga ia mengucilkan diri ke Faoubourg
Sain German untuk mengerjakan ilmu ukur, ia tidak pernah menikah tetapi
punya anak bersama dengan pembantunya, namun anak tersebut meninggal dan
menyebabkan kesedihan yang mendalam.
Pada tahun 1617, Descartes masuk ke tentara Belanda dan tinggal di negeri
kincir angin selama dua tahun, di sana ia mengalami suasana damai dan tentram
sehingga ia dapat mengerjakan renungan filsafatnya. Tahun 1619 ia bergabung
dengan tentara Bavaria dan selama musim dingin antara tahun 1619-1620 di
kota ini ia mempunyai pengalaman yang kemudian dituangkan dalam buku
pertamanya Descour de la Methode yang berarti uraian tentang metode (1637),
yang isinya malukiskan perkembangan intelektualnya. Di dalam karya inilah, ia
menyatakan ketidakpuasannya atas filsafat dan ilmu pengetahuan yang menjadi
bahan penyelidikannya. Di dalam bidang ilmiah tidak ada sesuatupun yang
dianggap pasti karena semua dapat dipersoalkan dan pada kenyataannya
memang dipersoalkan juga.
Descartes adalah anak yang sangat cerdas, suka berfikir dan suka
menyendiri. Pada waktu ayahnya meninggal dan saudara sekandungnya
menikah ia tak mau dating atau berpacaran. Pada umur 8 tahun ia masuk Royal
College yang dikelola pastur-pastur Yesuit. Ia belajar di tempat itu selama 10
tahun. Ia mendapat pelajaran bahasa Yunani, latin, Francis, musik, drama,
mengarang, bermain anggar, dan naik kuda. Pada tahun terakhir saat kuliyah ia
belajar filsafat, moral, dan matematika, tetapi ilmu pengetahuan yang ia terima
hanya menimbulkan keraguan dalam jiwanya kecuali matematika. Dan karena
alasan kesehatannya lemah ia diperbolehkan terlambat kuliyah atau tidak
megikuti kuliyah, meskipun demikian pada tahun 1616 pada umur 20 tahun ia
berhasil memperoleh gelar ahli hukum.
Tahun 1621, Descartes berhenti dari medan perang dan setelah berkelana ke
Italia, lalu ia menetap di Paris. Tiga tahun kemudian ia kembali masuk tentara,
tetapi tidak lama ia keluar lagi dan akhirnya memutuskan untuk hidup di Negeri
Belanda. Di sinilah ia menetap selama 20 tahun dalam iklim bebas berfikir.

5
Descartes menghabiskan sisa hidupnya di Swedia, tatkala ia memenuhi
undangan ratu Cristine yang menginginkan pelajaran darinya yang diajarkan
setiap jam lima pagi, menyebabkan Descartes jatuh sakit yang akhirnya
meninggal pada tahun 1650 sebelum sempat menikah.
Karya-karya Rene Descartes yang terkenal adalah Descours de la method
(1637), Meditationes de Prima Philosophia (1641), Taite des Passions (1649),
Dioptrique, la Geometrie, les Meteores, Prinsipia, De la Formation du Foetus. 2
C. Pemikiran-Pemikiran Descartes Tentang Rasionalisme
Descartes adalah tokoh rasionalisme dalam filsafat modern. Filosof tidak
puas dengan filsafat scolastik yang pandangan-pandangannya saling
bertentangan dan tidak ada kepastian disebabkan oleh miskinnya metode
berfikir yang tepat. Masa ini yang dipandang sebagai sumber pengetahuan
hanya apa yang secara alamiah dapat dipakai manusia, yaitu akal (rasio) dan
pengalaman (empiri), padahal orang cendrung untuk memberi tekanan pada
salah satu dari keduanya, maka pada abad ini timbul 2 aliran yang saling
bertentangan, yaitu aliran rasionalisme dan empirisme.
Aliran rasionalisme berpendapat, bahwa sumber pengetahuan yang
mencukupi dan yang dapat dipercaya adalah rasio (akal). Hanya pengetahuan
yang diperoleh melalui akallah yang memenuhi syarat yang dituntut oleh sifat
umum dan yang perlu mutlak, yaitu syarat yang dituntut oleh semua
pengetahuan ilmiah.
Aliran empirisme berpendapat bahwa empiri atau pengalamanlah yang
menjadi sumber pengetahuan, baik pengalaman batiniah maupun pengalaman
yang lahiriah. Akal bukan sumber pengetahuan akan tetapi akal mendapat tugas.
Rasionalisme adalah Rene Descartes atau Cartesius, pandangannya takkan
pernah goyah, tentang kebenaran tertinggi pada akal atau rasio manusia. Ia juga
filosof yang tidak puas dengan pemikiran atau filsafat skolastik yang
pandangannnya saling bertentangan dan tidak ada kepastian, maka Ia

2
Choiriyah, N. (2014). Rasionalisme Rene Descartes. Anterior Jurnal, 13(2), 237-243.

6
mengemukakan metode baru yaitu metode keragu-raguan. Jika sesorang yang
ragu-ragu terhadap sesuatu maka sangat jelas ia sedang berfikir.
Descartes mulai berfikir keras. Ia meragukan segalanya, ia meragukan
adanya dunia, adanya Tuhan, bahkan adanya dirinya. “Benarkah tuhan ada?
Benarkah dunia ada? Benarkah badanku ada?” Akhirnya ia pada kesimpulan
ini, bahwa “karena saya ragu, maka saya befikir, karena saya berfikir
maka saya ada, karena saya ada maka Tuhan ada, dan orang lainpun ada.
Untuk membuktikan hasil pemikirannya di atas bahwa rasionalisme sangat
utama, Descartes mengemukakan metode keragu-raguan, jika orang ragu-ragu
terhadap sesuatu, dalam keragu-raguannya itu, jelas ia sedang berfikir, ia juga
berpendapat bahwa apa yang harus dipandang sebagai yang benar adalah apa
yang jelas dan terpilah pilah (clear dan distinctly) harus dipandang sebagai
suatu kebenaran (apa yang jelas dan terpilah-pilah itu tidak mungkin didapatkan
dari apa yang berada di luar kita , akan ragu-ragu, atau akan berfikir oleh karena
akan berfikir, maka akan ada (cogito ergo sum), demikianlah filsafat yang
pertama (premium philosophicum) yang dijadikan semboyan oleh Descartes.
Pemikirannya membuat sebuah revolusi falsafi di Eropa karena
pendapatnya yang revolusioner bahwa semuanya tidak ada yang pasti, kecuali
kenyataan bahwa seorang bisa berfikir. Descartes mencari kebenaran atau
sebagai kebenaran, sebab zaman itu yang disebut benar adalah kata-kata pejabat
baik pejabat Negara, gereja, atau pejabat pendidikan.
Konsep berfikir digunakanya dalam pengertian yang sangat luas, sesuatu
yang berfikir menurutnya adalah sesuatu yang meragukan, memahami,
mengerti, menegaskan, menolak, berkehendak, membayangkan dan merasakan,
karena perasaan ketika muncul dalam mimpi adalah sebuah bentuk berfikir.
Karena berfikir adalah esensi dari pikiran, maka pikiran pasti selalu berfikir
bahkan ketika sedang tertidur nyenyak. Rene Descartes pun berfikir demikian
ia mengatakan bahwa mempelajari filsafat membutuhkan metode tersendiri
agar hasilnya benar-benar logis. Ia sendiri mendapatkan metode yang dicarinya
itu, yaitu dengan menyangsikan segala-galanya atau menerapkan metode
keragu-raguan artinya kesangsian atau keragu-raguan ini harus meliputi seluruh

7
pengetahuan yang dimilki termasuk juga kebenaran-kebenaran yang sampai
kini dianggapnya sudah final dan pasti.
Bagi Descartes manusia harus menjadi titik berangkat dari pemikiran yang
rasional demi mencapai kebenaran yang pasti. Untuk mencapai kebenaran yang
pasti maka rasio harus berperan semaksimal mungkin, tidak begitu saja
menerima kebenaran atas dasar pancaindera. Pada dasarnya Ia tetap bersikukuh
bahwa semua yang dilihatnya harus diragukan kebenarannya dan setiap yang
terlihat jelas dan tegas harus dipilahpilah hingga mendapat bagian-bagian yang
kecil. Atas dasar aturan-aturan itulah, Descartes mengembangkan pikiran
filosofonya. Dia sendiri meragukan apakah sekarang sedang berdiri
menyaksikan realitas yang tampak di matanya atau sedang tidur dan bermimpi,
Sebagaimana ia meragukan dirinya apakah sedang sadar atau sedang gila.
Keraguan ini sangat rasional, karena tidak ada perbedaan signifikan antara
kenyataan dalam mimpi dan kenyataan ketika terjaga karena gambarannya
sama. Misalnya seseorang bermimpi bertemu dengan kakeknya kemudian ia
benar-benar bertemu kakeknya, Apakah yang benar itu ketika tertidur atau
terjaga, tidak jelas karena hasilnya tidak ada bedanya. Kebanyakan filosof sejak
Descartes memandang penting teori pengetahuan ini dan sikap mereka ini
terutama disebabkan oleh Descartes tentang teori “aku berfikir maka aku ada”
membuat pikiran menjadi lebih pasti dari pada materi dan pikiran saya lebih
pasti dari pada pikiran orang lain. Makanya semua sifat filsafat yang diturunkan
Descartes cendrung pada subyektivisme dan cendrung untuk menganggap
materi sebagai suatu hanya bias diketahui dengan cara menarik kesimpulan dari
apa yang diketahui pikiran.
Dalam karya Descartes, ia menjelaskan pencarian kebenaran melalui
metode keraguraguan, karyanya yang berjudul A Discours on Methode
mengemukakan perlunya memperhatikan empat hal berikut:
1. Kebenaran baru dinyatakan sahih apabila jika telah benar-benar inderawi
dan realitasnya telah jelas dan tegas, sehingga tidak ada suatu keraguan
apapun yang mampu merobohkannya.

8
2. Pecahkanlah setiap kesulitan atau masalah itu sampai sebanyak mungkin
sehingga tidak ada suatu keraguan apapun yang mampu merobohkannya.
3. Bimbinglah pikiran dengan teratur dengan memulai dari hal yang sederhana
dan mudah diketahui secara bertahap sampai pada yang paling sulit dan
kompleks.
4. Dalam proses pencarian dan pemeriksaan hal-hal sulit selamanya harus
dibuat perhitungan-perhitungan yang sempurna dan pertimbangan yang
menyeluruh sehingga diperoleh keyakinan bahwa tidak ada satupun yang
mengabaikan atau ketinggalan dalam penjelajahan itu.

Descartes memulai filsafat dari metode, ide-ide bawaan, substansi dan


manusia.

1. Metode
Metode keraguan itu bukanlah tujuannya. Tujuan metode ini bukanlah
untuk mempertahankan keraguan. Sebaliknya metode ini bergerak dari
keraguan itu sendiri untuk menuju kepastian. Keraguan Descartes hanya
ditujukan untuk menjelaskan perbedaan sesuatu yang dapat diragukan dan
sesuatu yang tidak dapat diragukan. Kebenaran yang dihasilkan oleh rasio
tetap diambang keraguan, agar terbebas dari yang meragukan, akhir dari
pencarian kebenaran dan sebagai awal menyelidikinya, kebenaran harus
melibatkan Tuhan.
2. Ide-Ide Bawaan
Yang paling fundamental dalam mencari kebenaran adalah senantiasa
merujuk kepada prinsip Cogito ergo sum (saya berfikir maka saya ada),
karena keyakinan dalam diri sendiri, kebenaran lebih terjamin dan terjaga.
Dalam diri sendiri terdapat tiga ide bawaan saya sejak lahir, yaitu:
1) Pemikiran; sebab saya memahami diri saya sebagai makhluk berfikir,
harus diterima bahwa juga bahwa pemikiran merupakan hakekat saya.
2) Allah sebagai wujud yang sama sekali sempurna; karena saya
mempunyai ide sempurna, mesti ada suatu penyebab sempurna untuk

9
ide itu, karena akibat tidak bisa melebihi penyebabnya, wujud yang
sempurna itu tidak lain daripada Allah.
3) Keluasan; saya mengerti materi sebagai keluasan atau eksistensi
sebagaimana hal ini dilukiskan dan dipelajari oleh ahli ilmu ukur.
3. Substansi
Descartes juga telah mencari hakikat sesuatu, akan tetapi agar hakikat
segala sesuatu dapat ditentukan maka dipergunakan pengertianpengertian
tertentu, yaitu: substansi, atribut atau sifat dasar dan modus. Substansi adalah
apa yang berada sedemikian rupa sehingga tidak memerlukan sesuatu yang
lain untuk berada.
Substansi yang dipikirkan seperti itu sebenarnya hanya ada satu saja,
yaitu Allah. Segala sesuatu yang lain hanya dapat dipikirkan sebagai berada
dengan pertolongan Allah. Jadi sebutan substansi sebenarnya tidak dapat
dengan cara yang sama diberikan kepada Allah. Hal-hal bendawi dan rohani
yang diciptakan memang dapat juga dimasukkan ke dalam pengertian
substansi itu, dan dalam praktiknya Descartes memasukkan jiwa dan materi
dalam pengertian substansi juga. Pemahaman terhadap substansi di sini
penulis mencoba memaparkan memakai bahasa sederhana bahwa substansi
ini adalah keberadaan sesuatu tetapi sesuatu tersebut tidak memerlukan
pertolongan atau bantuan apapun dan siapapun atas keberadaannya, dan yang
termasuk dalam substansi di sini adalah Allah karena Allah merupakan Zat
yang tidak memerlukan pertolongan pada sesuatu apapun atas keberadaannya.
Namun dalam praktiknya Descartes juga memasukkan jiwa dan materi ke
dalam pengertian Substansi juga.
Atribut adalah sifat asasi. Tiap substansi memiliki sifat asasinya sendiri
yang menetukan hakekat substansi itu. Sifat asasi ini mutlak perlu dan tidak
dapat ditiadakan, sifat asasi ini adanya diandaikan oleh segala sifat yang lain.
Modus adalah segala sifat substansi yang tidak mutlak perlu dan yang
dapat berubah. Dari penjelasan tersebut di atas jelaslah bahwa segala
substansi bendawi memilki sebagai atribut atau sifat asasi yaitu keluasan dan
memiliki sebagai modus (modi) yaitu bentuk dan besarnya yang lahiriyah

10
serta gerak dan perhentiannya. Dengan demikian maka segala benda tidak
memiliki ketentuan yang kualitatif, yang menunjukkan kualitas atau mutunya.
Seluruh realitas bendawi dihitungkan ke kuantitas atau bilangan. Oleh karena
itu segala hal yang bersifat bendawi pada hakekatnya adalah sama,
perbedaanperbedaannya bukan mewujudkan hal yang asasi melainkan hanya
tambahan saja.
4. Manusia
Descartes memandang bahwa manusia sebagai makhluk dualitas
(substansi) yaitu jiwa sebagai pemikiran dan tubuh sabagi keluasan. Dia
mencontohkan tubuh sebagai mesin dan jiwa menjalankannya. Karena stiap
substansi yang satu sama lain saling terpisah dari substansi lain, sudah tentu
ia menganut dualism tentang manusia. Kesulitan untuk mengartikan pengaruh
tubuh atas jiwa dan sebaliknya. Satu kali ia mengartikan pengaruh tubuh atas
jiwa dan sebaliknya. Satu kali ia mengatakan bahwa kontak antara tubuh dan
jiwa berlangsung dalam glandula ninealis yaitu sebuah kelenjar kecil yang
letaknya di bawah otak akan tetapi, akhirnya pemecahan ini tidak memadai
baginya. Roh atau jiwa memilki sebagai sifat asasinya yaitu pemikiran dan
memiliki sebagai modinya yaitu pikiran-pikiran individual, gagasangagasan
dan gejala-gejala kesadaran yang lain. Roh atau jiwa pada hakekatnya berbeda
dengan benda, sifat asasi roh adalah pemikiran sedang asasi benda adalah
keluasan. Roh dapat dipikirkan dengan jelas dan terpilah-pilah, tanpa
memerlukan sifat asasi benda. Oleh karena itu secara apriori tiada
kemungkinan yang satu mempengaruhi yang lain, sekalipun dalam praktek
tampak ada pengaruhnya, jiwa telah memiliki sebagai bawaannya. 3
D. Karya-Karya Descartes
Karya-karya Descartes cukup banyak. Beberapa karyanya, antara lain
adalah Discours de la Methode (1637) yang berarti uraian tentang metode yang
isinya melukiskan perkembangan intelektualnya. Di dalam karyanya inilah ia
menyatakan ketidakpuasan atas filsafat dan ilmu pengetahuan yang menjadi

3
Choiriyah, N. (2014). Rasionalisme Rene Descartes. Anterior Jurnal, 13(2), 237-243.

11
bahan penyelidikannya. Dalam bidang ilmiah tidak ada sesuatu pun yang
dianggap pasti: semuanya dapat dipersoalkan dan pada kenyataannya memang
dipersoalkan juga satu-satunya kekecualian adalah ilmu pasti. Demikian
menurut Descartes. Karya lainnya adalah Dioptrique, La Geometrie, Les
Meteores Meditationes de Prima Philosophia, Principia Philosophia, Le Monde,
L'Homme, Regulae ad Dirsctionem Ingnii, De la Formation du foetus, dan
sebagainya. Buku-buku yang bahasa Perancis ini pada umumnya te lah
diterjemahkan ke dalam bahasa asing, khususnya bahasa Inggris. 4
Karya filsafat Descrates dapat dipahami dalam bingkai konteks pemikiran
pada masanya, yakni adanya pertentangan antara scholasticism dengan
keilmuan baru galilean-copernican. Atas dasar tersebut ia dengan misi
filsafatnya berusaha mendapatkan pengetahuan yang tidak dapat diragukan.
Metodenya ialah dengan meragukan semua pengetahuan yang ada, yang
kemudian mengantarkannya pada kesimpulan bahwa pengetahuan yang ia
kategorikan ke dalam tiga bagian dapat diragukan.
1. Pengetahuan yang berasal dari pengalaman inderawi dapat diragukan,
semisal kita memasukkan kayu lurus ke dalam air maka akan tampak
bengkok.
2. Fakta umum tentang dunia semisal api itu panas dan benda yang berat akan
jatuh juga dapat diragukan. Descrates menyatakan bagaimana jika kita
mengalami mimpi yang sama berkali-kali dan dari situ kita mendapatkan
pengetahuan umum tersebut.
3. Logika dan Matematika prinsip-prinsip logika dan matematika juga ia
ragukan. Ia menyatakan bagaimana jika ada suatu makhluk yang berkuasa
memasukkan ilusi dalam pikiran kita, dengan kata lain kita berada dalam
suatu matriks.
Dari keraguan tersebut, Descrates hendak mencari pengetahuan apa yang
tidak dapat diragukan. Yang akhirnya mengantarkan pada premisnya Cogito
Ergo Sum (aku berpikir maka aku ada). Baginya eksistensi pikiran manusia

4
Juhaya S. Praja. (2020). Aliran-Aliran Filsafat & Etika. Jakarta: Kencana. Hal. 92

12
adalah sesuatu yang absolut dan tidak dapat diragukan. Sebab meskipun
pemikirannya tentang sesuatu salah, pikirannya tertipu oleh suatu matriks, ia
ragu akan segalanya, tidak dapat diragukan lagi bahwa pikiran itu sendiri
eksis/ada. Pikiran sendiri bagi Descrates ialah suatu benda berpikir yang bersifat
mental (res cogitans) bukan bersifat fisik atau material. Dari prinsip awal bahwa
pikiran itu eksis Descrates melanjutkan filsafatnya untuk membuktikan bahwa
Tuhan dan benda-benda itu ada.
1) Ontologi Tuhan dan Benda
Berangkat dari pembuktiannya bahwa pikiran itu eksis, filsafatnya
membuktikan bahwa Tuhan ada dan kemudian membuktikan bahwa benda
material ada. Descrates mendasarkan akan adanya Tuhan pada prinsip
bahwa sebab harus lebih besar, sempurna, baik dari akibat. Dalam pikiran
Descrates ia memiliki suatu gagasan tentang Tuhan adalah suatu makhluk
sempurna yang tak terhingga. Gagasan tersebut tidak mungkin
muncul/disebabkan oleh pengalaman dan pikiran diri sendiri, karena kedua
hal tersebut merupakan sesuatu yang tidak sempurna dan dapat diragukan
sehingga tidak memenuhi prinsip sebab lebih sempurna dari akibat.
Gagasan tentang Tuhan yang ada dalam kepala (sebagai akibat) hanya bisa
disebabkan oleh sebuah makhluk sempurna yang menaruhnya dalam pikiran
saya, yakni Tuhan.
Setelah membuktikan adanya Tuhan, Descrates membuktikan bahwa
benda material itu eksis. Ia menyatakan bahwa Tuhan menciptakan manusia
dengan ketidakmampuan untuk memiliki kecenderungan pemahaman
bahwa benda material itu eksis. Apabila pemahaman benda material eksis
hanya merupakan sebuah matriks kompleks yang menipu pikiran manusia,
itu berarti Tuhan adalah penipu, dan bagi Descrates, penipu ialah
ketdaksempurnaan. Padahal Tuhan ialah makhluk yang sempurna, oleh
karena itu Tuhan tidak mungkin menipu, sehingga benda material itu
pastilah ada.
2) Metafisika

13
Bagi Rene Descrates, realitas terdiri dari tiga hal. Yakni benda material
yang terbatas (objek-objek fisik seperti meja, kursi, tubuh manusia, dan
sebagainya), benda mental-nonmaterial yang terbatas (pikiran dan jiwa
manusia), serta benda mental yang tak terbatas (Tuhan). Ia juga
membedakan antara pikiran manusia dan tubuh fisik manusia. Pembagian
ini juga mengantarkannya pada pembagian keilmuan. Realitas material
sebagai ranah bagi keilmuan baru yang dibawa Galileo dan Copernicus,
realitas mental bagi keilmuan dalam bidang agama, etika, dan sejenisnya.
Namun, dualismenya ini juga yang kerap kali menjadi kritikan bagi
berbagai filsuf lainnya seperti Barkley misalnya. Problem utama dari
dualisme tersebut ialah bagaimana pikiran dan tubuh berinteraksi satu sama
lainnya. serta terjebak dalam pilihan ekstrem, baginya benda hidup selain
manusia (contoh: hewan) tidak memiliki pikiran dan jiwa, sehingga hanya
dipandang sebagai bentuk material sama halnya seperti mesin.5
E. Filsuf Rasionalisme Setelah Descartes Dan Bagaimana Metode
Pemikirannya
1) Blaise Pascal
Dalam tradisi intelektualnya, Pascal pernah mengemukakan proposisi
yakni, Le Coeur a ses raison ne connait point (hati mempunyai alasan-
alasan yang tidak dimengerti oleh rasio). Adalah ungkapan Pascal yang
sangat terkenal dan dari pernyataan ini Pascal tidak bermaksud
menunjukkan bahwa rasio dan hati itu bertentangan. Akan tetapi bagi
Pascal, rasio atau akal manusia tidak akan sanggup untuk memahami semua
hal, maka menurutnya, hati atau Le Coeur dari manusia jauh lebih penting
ketimbang rasio atau akal.
Hati yang dimaksudkan oleh Pascal tidak semata-mata berarti emosi.
Lebihnya hati adalah pusat dari segala aktivitas jiwa manusia yang mampu
menangkap sesuatu secara spontan dan intuitif. Kebenaran yang
dimaksudkan tidak hanya diketahui oleh akal saja tetapi juga dengan hati,

5
Wikipedia, Rene Descartes. https://id.m.wikipedia.org/wiki/Ren%C3%A9_Descartes

14
bahkan menurut Pascal untuk dapat mengenal Allah secara langsung
manusia harus menggunakan hatinya. Sebenarnya Pascal hendak
menegaskan bahwa rasio manusia itu memiliki batas sedangkan iman tidak
terbatas.
Argumen atau hipotesis berikut yang tak kalah penting ialah Le Pari,
dimana Pascal meletakkan dasar untuk modern teori probabilitas,
dirumuskan apa yang kemudian dikenal sebagai prinsip Pascal dari tekanan,
dan disebarkan doktrin agama yang mengajarkan pengalaman Allah melalui
jantung dari pada melalui alasan. Gagasan ini terkait dengan persoalan
mengenai ada tidaknya Allah dalam sejarah filsafat.
Terkait perihal ini, Pascal pada khususnya mengambil posisi sebagai
orang yang percaya akan adanya Allah. Alasannya, bila ternyata Allah
memang ada, orang-orang yang percaya kepada Allah akan menang dan
hidup berbahagia bersama Allah yang di Imani di surga kelak. Sementara
misalnya ternyata Allah memang tidak ada dan orang-orang percaya kalah
maka mereka tidak akan menderita kerugian apa pun. Hidup baik yang telah
mereka jalani selama berada di dunia sudah merupakan keutamaan yang
membuat kehidupan mereka dan orang lain bahagia.
Sebaliknya, bagi orang-orang tidak percaya, apalagi yang hidup seturut
kehendak mereka sendiri, bila ternyata Allah tidak ada, selama hidup
mereka merugikan orang lain dengan Keserumitannya mereka. Sementara
bila ternyata Allah ada, mereka akan dihukum dalam neraka karena selain
tidak mempercayai Allah, hidup mereka pun jauh dari menyenangkan hati
Allah. Konklusinya menurut Pascal adalah lebih baik percaya pada Allah
ketimbang tidak percaya kepada Allah sama sekali.
2) Christian Wolff (1679-1754)
Christian Wolff adalah seorang filsuf Jerman yang berpengaruh besar
dalam gerakan rasionalisme sekular di Jerman pada awal abad ke-18.
Meskipun Wolff berasal dari keluarga Lutheran, namun pendidikannya di
sekolah Katolik membuatnya mengenal pemikiran Aquinas dan Suárez.
Studinya di Leipzig membuat Wolff berkenalan dengan pemikiran Leibniz

15
dan sempat berkirim surat dengan filsuf tersebut. Pada tahun 1706, Wolff
mengajar matematika di Halle dan pada tahun 1709, ia mulai mengajar
filsafat. Ia meninggal pada tahun 1754.
Pemikiran Wolff pada dasarnya merupakan pengembangan dari filsafat
Leibniz dengan menerapkannya terhadap segala bidang ilmu pengetahuan.
Ia mengupayakan supaya filsafat menjadi ilmu pengetahuan yang pasti.
Untuk itu, filsafat harus disertai dengan pengertian-pengertian yang jelas
dan bukti-bukti yang kuat. Suatu sistem filsafat haruslah berisi gagasan-
gagasan yang jelas dan penguraian yang baik. Wolff berjasa dalam membuat
filsafat menarik perhatian masyarakat umum.
Wolff lebih dikenal sebagai pembela setia ajaran-ajaran Leibnitz, namun
disamping itu juga cukup gigih mengembangkan logika-matematika system
filsafat yang terkait dengan berbagai lapangan pengetahuan dengan
menggunakan sarana metode deduktif seperti yang dipakai dalam
matematik.
3) Auguste Comte (1791-1857)
Auguste Comte memiliki nama panjang Isidore Marie Auguste François
Xavier Comte. Dia lahir di Montpellier, Perancis pada tanggal 17 Januari
1798 dan meninggal di Paris, pada tanggal 5 September 1857 saat umur 59
tahun. Auguste Comte adalah seorang filsuf Perancis yang dikenal karena
memperkenalkan bidang ilmu sosiologi serta aliran positivisme. Melalui
prinsip positivisme, Comte membangun dasar yang digunakan oleh
akademisi saat ini yaitu pengaplikasian metode ilmiah dalam ilmu sosial
sebagai sarana dalam memperoleh kebenaran.
4) Nicholas Malerbranche (1638-1775)
Orang Perancis yang bernama Nicholas Malerbranche (1638-1775)
berusaha untuk mendamaikan filsafat yang dirintis Descrates dengan
pemikiran kristiani, terlebih pemikiran Augustinus. Tentang masalah
substansi, ia mengikuti ajaran Descartes bahwa ada dua substansi yaitu
pemikiran dan keluasan. Tetapi tentang hubungan jiwa dan tubuh ia
mempunyai pemecahan tersendiri pendirinya dalam bidang ini biasannya

16
dinamakan Okasionalisme (Occasion=kesempatan). Ia mempertahankan
dengan tegas bahwa jika tidak dapat mempengaruhi tubuh dan sebagainya.
Tetapi pada kesempatan terjadinnya perubahan dalam tubuh, Allah
menyebabkan perubahan yang sesuai dengannya dalam jiwa, dan
sebaliknya. Menurut Malebranche bahwa Allah seabagi Penyebab, hal ini
sudah ditetapkan oleh hukum yang telah ditentukan satu kali untuk
selamanya.
5) Baruch de Spinoza (1632-1677)
Baruch de Spinoza lahir di Amsterdam pada 24 November 1632. Ia berasal
dari keluarga yang menganut agama Yahudi, yang melarikan diri dari
Spanyol ke Amsterdam (Belanda) akibat konflik keagsmaan. Menurut
Spinoza pikiran mustahil tanpa konsep subtansi. Dan mendefinisikan
sebagai suatu yang ada pada dirinya sendiri dan dipahami melalui dirinya
sendiri. Spinoza memahami subtansi sebagai suatu kenyataan yang mandiri,
tapi juga terisolasi dari kenyataan –kenyataan lain. Subtansi tidak berelasi
dengan suatu yang lain, dan tidak dihasilkan atau tidak disebabkan oleh
sesuatu yang lain ( Cause sui = penyebab dirinya sendiri) Spinoza tidak
sepaham dengan Descartes yang berpendapat bahwa ada tiga subtansi yang
saling berkaitan. Pendapat ini tidak koheren dengan defnisi subtansi.
Spinoza berpendapat bahwa ada satu dan hanya satu subtansi, subtansi itu
adalah Allah. Hakekat dari subtansi ini adalah segala sesuatu tampak
individual.
6) G.W. Leibniz (1646-1716)
Gottfried W. Leibniz lahir pada tanggal 1 Juli 1646 di Leipzig, Jerman.
Putra dari Friedrich Leibniz, seorang professor filsafat moral di Leipzig,
Jerman. Friedrich Leibniz berkompeten di bidangnya walaupun
pendidikannya tidak tinggi, ia mencurahkan waktu untuk keluarga dan
pekerjaannya. Salah satu pemikiran Gottfried Wilhelm Liebniz ialah
tentang subtansi. Menurutnya ada banyak substansi yang disebut dengan
monad (monos= satu; monad= satu unit) jika dalam matematika yang
terkecil adalah titik, dan dalam fisika disebut dengan atom, maka dalam

17
metafisika disebut dengan monad, terkecil dalam pendapat leibniz bukan
berarti sebuah ukuran, melainkan sebagai tidak berkeluasan, maka yang
dimaksud dengan monad bukan sebuah benda. Setiap monad berbeda satu
dari yang lain dan Tuhan (Supermonad dan satu-satunya monad yang tidak
dicipta) adalah pencipta monad-monad itu. Monad tidak mempunyai
kualitas. Karenanya hanya Tuhan Yang benar-benar mengetahui setiap
monad agar Tuhan membandingkan dan memperlawankan monad-monad
itu. Itu disebabkan monadmonad itu memang berbeda satu dengan yang
lainnya. Dalam pendapat Leibniz, mengatakan” monade-monade tidak
mempunyai jendela, tempat sesuatu bisa masuk atau keluar” 19 Pernyataan
ini berarti bahwa semuanya monade harus dianggap tertutup seperti cogito
ergo sum bagi Descartes.6

6
Teng, M. B. A. (2016). Rasionalis dan Rasionalisme dalam Perspektif Sejarah. Jurnal Ilmu
Budaya.

18
BAB III

PENUTUP

A. Simpulan
Dari pembahasan diatas, dapat kita simpulkan sebagai berikut:
1. Rasionalisme adalah faham filsafat yang mengatakan bahwa akal (reason)
adalah alat terpenting untuk memperoleh pengetahuan, bahwa kebenaran
tertinggi berada pada akal atau rasio manusia. Atau rasionalisme adalah
sebuah anggapan mengenai teori pengetahuan yang menekankan akal atau
rasio yang membentuk pengetahuan. Ini berarti bahwa sumbangan akal
lebih besar dari pada indera.
2. Riwayat hidup Descartes Descartes lahir pada tahun 1596. Dia dilahirkan di
francis, ayahnya seorang anggota parlemen Inggris, ibunya meninggal
ketika Rene berumur satu tahun, ayahnya menikah lagi kemudian Descartes
dipelihara oleh neneknya, sejak itu ia tidak pernah melihat ayahnya lagi.
Pada tahun 1612 M ia pergi ke Paris Prancis dan di sana ia mendapatkan
kehidupan sosial yang menjemukan hingga ia mengucilkan diri ke
Faoubourg Sain German. Di sinilah ia menetap selama 20 tahun dalam iklim
bebas berfikir. Descartes menghabiskan sisa hidupnya di Swedia, tatkala ia
memenuhi undangan ratu Cristine yang menginginkan pelajaran darinya
yang diajarkan setiap jam lima pagi, menyebabkan Descartes jatuh sakit
yang akhirnya meninggal pada tahun 1650 sebelum sempat menikah.
3. Pemikiran-pemikiran Descartes ialah semua ilmu merupakan merupakan
yang pasti dan luas. Descartes mengemukakan metode keragu-raguan, jika
orang ragu-ragu terhadap sesuatu, dalam keragu-raguannya itu, jelas ia
sedang berfikir, ia juga berpendapat bahwa apa yang harus dipandang
sebagai yang benar adalah apa yang jelas dan terpilah pilah (clear dan
distinctly) harus dipandang sebagai suatu kebenaran (apa yang jelas dan
terpilah-pilah itu tidak mungkin didapatkan dari apa yang berada di luar kita
, akan ragu-ragu, atau akan berfikir oleh karena akan berfikir, maka akan
ada (cogito ergo sum), demikianlah filsafat yang pertama (premium

19
philosophicum) yang dijadikan semboyan oleh Descartes. Descartes
memulai filsafat dari metode, ide-ide bawaan, substansi dan manusia.
4. Karya-karya Descartes cukup banyak. Beberapa karyanya, antara lain
adalah Discours de la Methode (1637) yang berarti uraian tentang metode
yang isinya melukiskan perkembangan intelektualnya. Di dalam karyanya
inilah ia menyatakan ketidakpuasan atas filsafat dan ilmu pengetahuan yang
menjadi bahan penyelidikannya. Dalam bidang ilmiah tidak ada sesuatu pun
yang dianggap pasti: semuanya dapat dipersoalkan dan pada kenyataannya
memang dipersoalkan juga/ Satu-satunya kekecualian adalah ilmu pasti.
Demikian menurut Descartes. Karya lainnya adalah Dioptrique, La
Geometrie, Les Meteores Meditationes de Prima Philosophia, Principia
Philosophia, Le Monde, L'Homme, Regulae ad Dirsctionem Ingnii, De la
Formation du foetus, dan sebagainya. Buku-buku yang bahasa Perancis ini
pada umumnya te lah diterjemahkan ke dalam bahasa asing, khususnya
bahasa Inggris
5. Filsuf rasionalisme setelah Descartes dan metode pemikirannya
Para Tokoh Rasionalisme memiliki pandangan masing-masing;
Pendapat Pascal yang termasyhur seperti di bawah ini :” Le Couer a ses
raisons qui la raison ne connait point “ (Hati memiliki alasan-alasan yang
tidak dimengerti rasio).
Christian Wolff (1679-1754) mengikuti Leibniz. Sistem pemikiran
Wolff, dikenal sebagai sistem Leibnizyang menjadi dasar pemikiran filsafat
Jerman abad ke-18 sampai pada zaman Kant. Meskipun ada penyimpangan
dari Leibniz, akan tetapi Pemikiran Wolff pada dasarnya merupakan
pengembangan dari filsafat Leibniz dengan menerapkannya terhadap segala
bidang ilmu pengetahuan.
Auguste Comte memiliki nama panjang Isidore Marie Auguste François
Xavier Comte. Melalui prinsip positivisme, Comte membangun dasar yang
digunakan oleh akademisi saat ini yaitu pengaplikasian metode ilmiah
dalam ilmu sosial sebagai sarana dalam memperoleh kebenaran.

20
Nicholas Malerbranche (1638- 1775) ia mengikuti ajaran Descartes
bahwa ada dua substansi yaitu pemikiran dan keluasan. Setiap perubahan
dalam tubuh dan jiwa, Menurut Malebranche bahwa Allah sebagai
Penyebab, hal ini sudah ditetapkan oleh hukum yang telah ditentukan satu
kali untuk selamanya.
Baruch de Spinoza (1632-1677) Spinoza menemukan konsep dasar
filsafatnya, pada konsep subtansi. Menurut Spinoza pikiran mustahil tanpa
konsep subtansi. Dan mendefinisikan sebagai suatu yang ada pada dirinya
sendiri dan dipahami melalui dirinya sendiri. Spinoza memahami subtansi
sebagai suatu kenyataan yang mandiri, tapi juga terisolasi dari kenyataan –
kenyataan lain.
G.W. Leibniz (1646-1716) Salah satu pemikiran Gottfried Wilhelm
Liebniz ialah tentang subtansi. Menurutnya ada banyak substansi yang
disebut dengan monad (monos= satu; monad= satu unit) jika dalam
matematika yang terkecil adalah titik, dan dalam fisika disebut dengan
atom, maka dalam metafisika disebut dengan monad, terkecil dalam
pendapat leibniz bukan berarti sebuah ukuran, melainkan sebagai tidak
berkeluasan, maka yang dimaksud dengan monad bukan sebuah benda.
B. Saran
Kami sebagai penulis membuka kesempatan selebar-lebarnya kepada
para pembaca untuk mengkritik ataupun memberi saran pada makalah ini,
karena memang penulis menyadari banyaknya kekurangan pada makalah
ini. Kemudian hendaknya penelitian ini bisa diteliti lebih jauh hingga bisa
dieksplorasi dengan lebih mendalam hingga lebih banyak hal yang bisa
diketahui.

21
DAFTAR PUSTAKA

Choiriyah, N. (2014). Rasionalisme Rene Descartes. Anterior Jurnal, 13(2), 237-


243.

Ernita Dewi. (2020). Filsafat Barat Aliran dan Konstribusi Pemikiran Para
Filsuf. Banda Aceh: Ar-Raniry Press. Hal. 59-61

Juhaya S. Praja. (2020). Aliran-Aliran Filsafat & Etika. Jakarta: Kencana.

Teng, M. B. A. (2016). Rasionalis dan Rasionalisme dalam Perspektif


Sejarah. Jurnal Ilmu Budaya.

Wikipedia, Rene Descartes. https://id.m.wikipedia.org/wiki/Ren%C3%A9_Descartes

(Diakses pada tanggal 10 Januari 2023, pukul 23:09)

22

Anda mungkin juga menyukai