Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

ALIRAN RASIONALISME

Dosen Pengampu : Dr. Irsan Rangkuti, M.Pd., M.Si.

Disusun Oleh :

Alifya Aulidina (1181111019) Nila Ayuni (1181111010)

Annisa Siregar (1181111029) Nurul Fadillah (1181111025)

Astri Handayani (1181111006) Putri Yudha Pasegas (1181111009)

Damita Ajie Risky (1181111015) Roby Zulfianda (1181111037)

Dina Khadijah (1181111011) Rosvilani Saragih (1181111024)

Fitria Dwi Rianti (1181111014) Sri Risdiyanti (1181111003)

Laila Majid (1181111034) Tia Eriah (1181111018)

Mawaddah Rohmah (1181111017) Tri Damayanti (1181111038)

Mutiara Giska Vicky Amalia (1181111021) Wina Romadona (1181111030)

PRODI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

MEDAN

2020
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa, karena dengan limpahan
rahmat, taufik, hidayah, inayah dan karunianya penulis masih dapat membuat dan
menyusun makalah ini dengan judul “Aliran Rasionalisme” sebagai persyaratan untuk
memenuhi salah satu tugas KKNI Metodologi Penelitian.

Dalam penyusunan makalah ini banyak kendala serta hambatan yang dialami
penulis, pada akhirnya dapat dilalui berkat bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak baik
secara moral maupun spiritual. Untuk itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan
ucapan terima kasih kepada bapak Dr. Irsan, M.Si., M.Pd selaku dosen mata kuliah
Metodologi Penelitian, yang telah mengajarkan dan membimbing mahasiswa/i agar dapat
memahami dalam mata kuliah ini.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangannya karena


pengetahuan yang di miliki cukup terbatas. Oleh karena itu, penulis berharap kritik dan
saran dari pembaca yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

Medan, September 2020

Kelompok Aliran Rasionalisme

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................... i

DAFTAR ISI...................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 1

A. Latar Belakang ...................................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ................................................................................................. 2

C. Tujuan ................................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Aliran Rasionalisme ........................................................................... 3

B. Sebab Awal Timbulnya Pemikiran Rasionalisme ................................................ 4

C. Ajaran-Ajaran Pokok Aliran Rasionalisme .......................................................... 5

D. Tokoh-Tokoh Aliran Rasionalisme ...................................................................... 6

E. Pandangan Aliran Rasionalisme Terhadap Manusia ............................................ 10

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ........................................................................................................... 12

B. Saran ..................................................................................................................... 13

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 14

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia pada dasarnya adalah makhluk pencari kebenaran. Manusia tida


pernah puas dengan apa yang sudah ada, tetapi manusia selalu menacari kebenaran
yang sesungguhnya. Sejak manusia tercipta aktivitas berpikir dan mencari kebenaran
itu akan semakin berkembang. Dalam kehidupan modern ini, filsafat diartikan sebagai
ilmu yang berupaya memahami semua hal yang muncul didalam keseluruhan ruang
lingkungan pandangan dan pengalaman umat manusia. Perkembangan dan perubahan
zaman-ke zaman memiliki corak dna ciri yang berbeda. Kondisi ini cenderung ada
perbedaan cara pandang dalam menafsirkan kebenaran tersebut.

Filsafat telah berhasil mengubah pola pikir bangsa Yunani dan umat manusai
dari pandangan mitosentris menjadi logosentris. Awalnya bangsa Yunani dan bangsa
lain di dunia beranggapan bahwa semua kejadian di alam ini dipengaruhi oleh para
dewa. Karena para dewa harus dihormati sekaligus ditauti kemudian disembah.
Dengan adanya filsafat, pola pikir yang selalu bergantung pada dewa telah berubah
karena adanya filsafat. Filsafat adalah induk dari segala ilmu pengetahuan tetap
mejadi actual, karena berbagai persoalan-persoalan dari sejumlah disiplin ilmu zaman
modern ini, arus dasarnya adalah masalah filsafat.

Memahami system filsafat berarti menelusuri dan mengkajai suatu pemikiran


mendasar dan tertua yang mengawali kebudayaan manusia. Aliran filsafat mempunyai
kaitan dengan ilmu pengetahuan terutama aliran rasionalisme, aliran ini menyatakan
bahwa akal adalah dasar kepastian pengetahuan. Manusia, menurut aliran ini
memperoleh pengetahuan melalui kegiatan akal menangkap obyek. Rasionalisme
adalah paham filsafat yang menyatakan bahwa akal (reason) adalah alat yang paling
penting untuk memperoleh pengetahuan karena suatau pengetahuan diperoleh dengan
cara berfikir.

1
B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah aliran


rasionalisme ini adalah :

1. Apa pengertian aliran rasioanalisme?


2. Bagaimana sebab awal timbulnya pemikiran rasioanalisme?
3. Apa ajaran-ajaran pokok aliran rasionalisme?
4. Siapa tokoh-tokoh dari aliran rasionalisme?
5. Bagaimana pandangan aliran rasionalisme terhadap manusia?

C. Tujuan

Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk meyelesaikan tugas matakuliah


metodologi penelitian. Dan untuk mengetahui penjelasan-penjelasan yang telah
dirumuskan di atas yaitu mengenai pengertian aliran rasionalisme, sebab awal
timbulnya pemikiran rasioanalisme, ajaran-ajaran pokok aliran rasionalisme, siapa
tokoh-tokoh dari aliran rasionalisme dan pandangan aliran rasionalisme terhadap
manusia.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Aliran Rasionalisme

Secara etimologis menurut Bagus (2002), rasionalisme berasal dari kata


bahasa inggris rasionalims, dan menurut Edwards (1967) kata ini berakar dari bahasa
latin ratio yang berarti “akal”, Lacey (2000) menambahkan bahwa berdasarkan akar
katanya rasionalisme adalah sebuah pandangan yang berpegang bahwa akal
merupakan sumber bagi pengetahuan dan pembenaran. Jadi rasionalime secara
etimologis merupakan faham, aliran atau ajaran yang berdasarkan ratio, ide-ide yang
masuk akal. Selain itu tidak ada sumber kebenaran hakiki.

Sedangkan secara terminologis aliran ini dipandang sebagai aliran yang


berpegang pada prinsip bahwa akal harus diberi peranan utama dalam penjelasan. Ia
menekankan akal budi (rasio) sebagai sumber utama pengetahuan, mendahului dan
bebas dari pengamatan indrawi. Hanya pengetahuan yang diperoleh melalui akal yang
memenuhi semua syarat pengetahuan ilmiah alat terpenting dalam memperoleh
pengetahuan dan mengetes pengetahuan. Pengalaman hanya dipakai untuk
mempertegas pengetahuan yang diperoleh akal.

Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa rasionalisme adalah paham filsafat yang
mengatakan bahwa akal (rasio) adalah alat terpenting untuk memperoleh pengetahuan
yang diperoleh dengan cara berpikir. Selain itu, rasionalisme juga merupakan teori
atau paham yang menganggap bahwa pikiran atau akal merupakan satu-satunya dasar
untuk memecahkan problem (kebenaran) yang lepas dari jangkauan indra, paham
yang lebih mengutamakan (kemampuan) akal dari pada emosi, batin dan sebagainya.
Dalam hal ini, rasionalisme terbagi menjadi dua macam, yaitu :

1. Dalam bidang agama

Rasionalisme dalam bidang agama adalah lawan dari autoritas.


Rasionalisme dalam bidang agama biasanya digunakan untuk mengkritik
ajaran agama.

3
2. Dalam bidang filsafat

Rasionalisme dalam bidang filsafat adalah lawan dari empirisme.


Rasionalisme dalam bidang filsafat sangat berguna sebagai teori pengetahuan.

B. Sebab Awal Timbulnya Pemikiran Rasionalisme

Descartes merupakan orang pertama yang memiliki kapasitas filosofis yang


sangat dipengaruhi oleh fisika baru dan astronomi. Ia banyak menguasai filsafat
Scholastic, namun ia tidak menerima dasar-dasar filfasat Scholastic yang dibangun
oleh para pendahulunya. Ia berupaya keras untuk mengkonstruksi bangunan baru
filsafat. Hal ini merupakan terobosan baru semenjak zaman Aristoteles dan hal ini
merupakan sebuah neo-self-confidence yang dihasilkan dari kemajuan ilmu
pengetahuan. Dia berhasrat untuk menemukan “sebuah ilmu yang sama sekali baru
pada masyarakat yang akan memecahkan semua pertanyaan tentang kuantitas secara
umum, apakah bersifat kontinim atau terputus.”

Visi Descartes telah menumbuhkan keyakinan yang kuat pada dirinya tentang
kepastian pengetahuan ilmiah, dan tugas dalam kehidupannya adalah membedakan
kebenaran dan kesalahan dalam semua bidang pelajaran. Karena menurutnya “semua
ilmu merupakan pengetahuan yang pasti dan jelas.

Pada dasarnya, visi dan filsafat Descartes banyak dipengaruhi oleh ilmu alam
dan matematika yang berasas pada kepastian dan kejelasan perbedaan antara yang
benar dan salah. Sehingga dia menerima suatu kebenaran sebagai suatu hal yang pasti
dan jelas atau disebut Descartes sebagai kebenaran yang Clear and Distinct.

Dalam usahanya untuk mencapai kebenaran dasar tersebut Descartes


menggunakan metode “Deduksi”, yaitu dia mededuksikan prinsip-prinsip kebenaran
yang diperolehnya kepada prinsip-prinsip yang sudah ada sebelumnya yang berasal
dari definisi dasar yang jelas. Sebagaimana yang ditulis oleh Robert C. Solomon dan
Kathleen M. Higgins dalam buku sejarah filsafat,“kunci bagi deduksi keseluruhan
Descartes akan berupa aksioma tertentu yang akan berfungsi sebagai sebuah premis
dan berada diluar keraguan. Dan aksioma ini merupakan klaimnya yang terkenal
Cogito ergo sum “Aku berpikir maka aku ada”.

4
Latar belakang munculnya rasionalisme ini adalah keinginan untuk
membebaskan diri dari segala pemikiran tradisional (skolastik), yang pernah diterima
tetapi ternyata tidak mampu menangani hasil-hasil ilmu pengetahuan yang dihadapi.
Apa yang ditanam Aristoteles dalam pemikiran saat itu juga masih dipengaruhi oleh
khayalan-khayalan.

C. Ajaran-Ajaran Pokok Aliran Rasionalisme

Ada beberapa ajaran-ajaran pokok aliran rasionalisme, diantaranya :

1. Rasionalisme percaya bahwa melalui proses pemikiran abstrak kita dapat


mencapai kebenaran fundamental, yang tidak dapat disangkal : (a) mengenai
apa yang ada serta strukturnya, dan (b) tentang alam semesta pada umumnya.

2. Rasionalisme percaya bahwa realitas serta beberapa kebenaran tentang realitas


dapat dicapai tanpa menggunakan metode empiris.

3. Rasionalisme percaya bahwa pikiran mampu mengetahui beberapa kebenaran


tentang realitas, mendahului pengalaman apapun juga.

4. Rasionalisme percaya bahwa akal budi (rasio) adalah sumber utama ilmu
pengetahuan, ilmu pengetahuan pada dasarnya adalah sistem deduktif yang
dapat dipahami secara rasional yang hanya secara tidak langsung berhubungan
dengan pengalaman indrawi

5. Rasionalisme percaya bahwa kebenaran tidak diuji melalui verifikasi indrawi,


akan tetapi melalui kriteria konsistensi logis. Kaum rasionalisme menentukan
kebenaran yang didasarkan atas konsistensasi antara pernyataan yang satu
dengan pernyataan yang lain atau kesesuaian antara pernyataan (teori) dengan
kesepakatan (konsensus) para ilmuwan.

6. Rasionalisme percaya bahwa alam semesta (realitas) mengikuti hukum-hukum


alam yang rasional, karena alam semesta adalah sistem yang dirancang secara
rasional, yang aturan-aturannya sesuai dengan logika atau matematika.

5
D. Tokoh-tokoh Aliran Rasionalisme

Berikut tokoh-tokoh aliran rasionalisme, yaitu :

1. Rene Descartes
Pengaruh keimanan yang begitu kuat pada Abad Pertengahan, telah membuat
para pemikir takut mengemukakan pemikiran yang berbeda dengan pendapat
tokoh Gereja. Rene Descartes (1596-1650) adalah filosof yang mampu
menyelamatkan filsafat yang dicengkeram oleh iman Abad Pertengahan itu.
Descrates telah lama merasa tidak puas terhadap perkembangan filsafat yang amat
lamban dan banyak memakan korban. Ia melihat tokoh-tokoh Gereja yang
mengatasnamakan agama menjadi penyebabnya. Ia ingin filsafat dilepaskan dari
dominasi agama Kristen, selanjutnya kembali kepada semangat filsafat Yunani,
yaitu filsafat yang berbasis pada akal.
Rene Descartes adalah filosof Perancis yang dijuluki “bapak filsafat modern”.
Ia ahli dalam ilmu alam, ilmu hukum, dan ilmu kedokteran. Ia menyatakan, bahwa
ilmu pengetahuan harus satu, tanpa bandingannya, harus disusun oleh satu orang,
sebagai bangunan yang berdiri sendiri menurut satu metode yang umum. Yang
harus dipandang sebagai hal yang benar adalah apa yang jelas dan terpilah-pilah
(clear and distinctively). Ilmu pengetahuan harus mengikuti langkah ilmu pasti
karena ilmu pasti dapat dijadikan model cara mengenal secara dinamis.
Dalam karya Descartes, ia menjelaskan pencarian kebenaran melalui metode
keragu-raguan. Karyanya berjudul A Discourse on Methode mengemukakan
perlunya memerhatikan empat hal berikut:
 Tidak menerima suatu pun sebagai kebenaran, kecuali bila saya melihat
hal itu sungguh-sungguh jelas dan tegas (clearly and distincly), sehingga
tidak ada suatu keraguan apa pun yang mampu merobohkannya.
 Pecahkan lah setiap kesulitan atau masalah itu sebanyak-banyaknya,
sehingga tidak ada suatu keraguan apa pun yang mampu merobohkannya.
 Bimbinglah pikiran dengan teratur, dengan memulai dari hal yang
sederhana dan mudah di ketahui, kemudian secara bertahap sampai pada
yang paling sulit dan kompleks.
 Dalam proses pencarian dan pemeriksaan hal-hal sulit, selamanya harus di
buat perhitungan-perhitungan sempurna serta pertimbangan-pertimbangan

6
yang menyeluruh, sehingga di peroleh keyakinan banwa tak ada satu pun
yang mengabaikan atau ketinggalan dalam penjelajahah itu.
Descartes menepikan fungsi indera dalam menemukan kebenaran.
Menurutnya indera hanya menipu dan akallah satu-satunya yang harus menjadi
panutan pertama dalam merumuskan kebenaran sesuatu. Descartes menarik
kesimpulan bahwa indera sangatlah menipu dan tidak bisa dijadikan sebagai alat satu-
satunya dalam mencari kebenaran. Tetapi fungsi akallah yang harus diutamakan.
Descartes melahirkan beberapa pemikirannya dengan metode keragu-raguan.
Descartes ingin mencapai kepastian. Jika orang ragu-ragu, tampaklah ia berfikir,
sehingga ia akan tampak sebab dari proses berfikir tersebut. Oleh karena itu, dari
metoda keraguan ini, muncullah kepastian tentang eksistensi dirinya. Itulah yang
kemudian dirumuskan dengan “Cogito Ergo Sum” (karena saya berfikir, maka saya
ada).
Dalam mencari kebenaran, merujuk kepada prinsip Cogito Ergo Sum. Hal
tersebut di sebabkan oleh keyakinan bahwa dalam diri sendiri, kebenaran lebih
terjamin dan terjaga. Dalam diri sendiri terdapat 3 substansi sejak lahir, yaitu:
1. Pemikiran. Sebab saya memahami diri saya sebagai makhluk yang berfikir,
harus diterima juga bahwa pemikiran merupakan hakikat saya.
2. Allah sebagai wujud yang sama sekali sempurna. Karena saya mempunyai ide
sempurna, mesti ada suatu penyebab sempurna untuk ide itu karena akibat tidak
bisa melebihi penyebabnya. Wujud yang sempurna itu tidak lain dari pada
Allah.
Keluasan. Materi sebagai keluasan atau eksestensi sebagaimana hal itu di
lukiskan dan dipelajari aoleh ahli-ahli ilmu ukur.

2. Spinoza
Spinoza dilahirkan pada tahun 1632 dan meninggal dunia pada tahun 1677 M.
nama aslinya Banich Spinoza. Spinoza merupakan keturunan dari agama Yahudi.
Menurutnya, banyak terdapat keraguan dalam agama yang dianutnya, sehingga Ia
ingin melepaskan diri dari agamanya yaitu yahudi dan ia juga mengasingkan diri
dan jauh dari masyarakat. Ia mengubah namanya menjadi Benedictus de Spinoza.
Spinoza adalah pengikut Rasionalisme Descartes. Ia memandang sesuatu itu benar
melalui akal. Seperti halnya Descartes yang menomor satukan akal dan
menepikan indera yang di anggapnya menyesatkan.
7
Spinoza mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan
kebenaran sesuatu, sebagaimana pertanyaan, apa substansi dari sesuatu,
bagaimana kebenaran itu bisa benar-benar yang terbenar. Spinoza menjawabnya
dengan pendekatan yang juga dilakukan sebelumnya oleh Rene Descartes, yakni
dengan pendekatan deduksi matematis, yang dimulai dengan meletakkan definisi,
aksioma, proposisi, kemudian berubah membuat pembuktian (penyimpulan)
berdasarkan definisi, aksioma, atau proposisi itu.
Bagi Spinoza hanya ada satu substansi, yaitu Tuhan. Tuhan dan alam adalah
satu dan sama. Teori ini dikenal dengan nama Panteisme (semua adalah Tuhan).
Dan satu substansi ini meliputi baik dunia maupun manusia. Spinoza juga
beranggapan bahwa satu substansi itu mempunyai ciri-ciri yang tak terhingga
jumlahnya Jadi ia menentang baik Yahudi maupun Kristen. Spinoza percaya
kepada Tuhan, tetapi Tuhan yang dimaksudkannya adalah alam semesta ini.
Tuhan Spinoza itu tidak berkemauan, tidak melakukan sesuatu, tak terbatas
(ultimate) . Tuhan itu tidak memperhatikan sesuatu, juga tidak memperdulikan
manusia.
Berdasarkan keyakinan ini maka segala sesuatu yang tak terbatas, dunia
dengan segala isinya, tidak dapat berdiri sendiri, melainkan tergantung kepada
satu substansi yang satu itu. Substansi yang satu itu berada di dalam segala
sesuatu yang beraneka raga ini. Segala yang beraneka ragam mewujudkan cara
berada substansi yang satu tadi.

3. Leibniz
Gotifried Willheim Von Leibniz (1646-1716) dalam permikirannya,
bermaksud untuk membuktikan eksistensi wujud (Tuhan). Bagaimana keberadaan
Tuhan itu benar-benar ada didalam kehidupan manusia. Ia membuktikan
eksistensi Tuhan dengan konsepnya tentang monade-monade.
Leibniz berusaha membuktikan keberadaan Tuhan dengan empat Argumen.
Pertama, ia mengatakan bahwa manusia memiliki ide kesempurnaan, maka
adanya Tuhan terbukti. Kedua, ia berpendapat adanya alam semesta dan tidak
lengkapnya membuktikan adanya sesuatu yang melebihi alam semesta ini, dan ini
disebut dengan Tuhan. Ketiga, ia berpendapat bahwa kita selalu ingin mencapai
kebenaran abadi, yaitu “Tuhan”. Keempat, Leibniz mengatakan bahwa adanya

8
keselarasan antara monade-monade membuktikan bahwa pada awal mula ada
yang mencocokan mereka satu sama lain, yaitu Tuhan.
Sementara Spinoza berpendapat bahwa hanya ada satu substansi, Leibniz
berpendapat bahwa substansi itu monad, setiap monad berbeda satu dengan yang
lain dan Tuhan (sesuatu yang super monad dan satu-satunya monad yang tidak di
cipta) adalah pencipta monad-monad itu. Maka karya Leibniz tentang ini di beri
judul Monadology (studi tentang monad) yang di tulisnya 1714. Ini adalah
singkatan metafisika Leibniz.
a. Monad yang kita bicarakan di sini , adalah substansi yang sederhana, yang
selanjutnya menyusun substansi yang sederhana,yang selanjutnya
menyusun substansi yang lebih besar.
b. Harus ada substansi yang sederhana karena ada susunan itu, karena
susunan tidak lain dari suatu koleksi substansi sederhana. Satu substansi
sederhana ialah substansi yang kecil yang tidak dapat di bagi. Adapun
substansi yang berupa susunan (Composites) jenis dapat di bagi. Akan
tetapi, ada kesulitan di sini. Bila simple sub stance (monad) itu terletak
dalam ruang, maka akibatnya ia mesti dapat di bagi. Oleh karena
itu,Leibniz menyatakan bahwa semua monad itu haruslah material dan
tidak mempunyai ukuran,tidak dapat di bagi.
c. Sekarang, apa pun yang tidak mempunyai bagian – bagian tentulah tidak
dapat di bagi. Monad itu adalah atom yang sebenarnya pada sifatnya dan
kenyataannya adalah unsur segala sesuatu.
d. Kerusakan, karena itu, tidakkan menjadi pada substansi itu, karena tidak
dapat di bagi karena immaterial itu.
e. Dengan cara yang sama tidak ada jalan untuk memahami simple substance
itu di cipta (come into exintence) karena monad itu tidak dapat di bentuk
dengan menyusun .
f. Kita hanya dapat menyatakan sekarang bahwa monad itu mulai dan
berakhir hanya satu kali. Yang tersusun mempunyai permulaan dan
berakhir secara berangsur.
g. Monad tidak mempunyai kualitas, karenanya mestinya tidak akan pernah
ada.

9
h. Setiap monad harus di bedakan satu dengan lainnya karena tidak pernah
ada isi alam yang sama sekalipun kita tidak dapat mengetahui perbedaan
itu.
i. Tidak ada jalan menjelaskan bagaimana monad-monad itu dapat
perubahan dalam dirinya sendiri oleh sesuatu di luarnya karena tidak ada
kemungkinan sesuatu yang masuk ke dalamnya.
Masalahnya ialah setiap subtansi itu bebas, dan karena itu sesuatu yang lain
tidak dapat melakukan sesuatu kepadanya satu sama lainnya. Descartes menemui
kesulitan dalam menyelesaikan hubungan mind dan body. Spinoza, sebagai monis,
menyelesaikan masalah ini dengan cara yang amat sederhana: karena hanya ada satu
substansi, maka persoalan ini tidak ada padanya. Akan tetapi, Leibniz adalah pluralis;
ada lebih dari satu substansi, yang tidak dapat saling berintraksi.
Monad ini semacam cermin yang membayangkan kesempurnaan yang satu itu
dengan caranya sendiri. Tiap-tiap pencerminan yang terbatas ini mengandung
kemungkinan tidak terbatas karena dalam seluruhnya dapat diperkaya dan
dipergandakan oleh sesuatu dari sesuatu yang mendahuluinya. Dalam rentetan ini ada
tujuan yang terakhir, yaitu menuju yang tak terbatas sesungguhnya. Tuhan itu
transendent, artinya Tuhan di luar makhluk, Tuhan merupakan dasar dari segala
rentetan yang ada.

E. Pandangan Aliran Rasionalisme Terhadap Manusia

Descartes memandang manusia sebagai makhluk dualitas. Manusia terdiri


dari dua subtansi : jiwa dan tubuh. Jiwa adalah pemikiran dan tubuh adalah keluasan.
Sebenarnya tubuh tidak lain dari suatu mesin yang dijalankan oleh jiwa. Karena setiap
subtansi yang satu sama sekali terpisah dari subtansi yang lain, sudah nyata bahwa
Descartes mempunya banyak kesulitan untuk mengartikan pengaruh tubuh atas jiwa
dan sebaliknya, pengaruh jiwa atas tubuh.

Paham Rasionalisme ini beranggapan bahwa sumber pengetahuan manusia


adalah rasio. Jadi dalam proses perkembangan ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh
manusia harus dimulai dari rasio. Tanpa rasio maka mustahil manusia itu dapat
memperolah ilmu pengetahuan. Rasio itu adalah berpikir. Maka berpikir inilah yang
kemudian membentuk pengetahuan. Dan manusia yang berpikirlah yang akan

10
memperoleh pengetahuan. Semakin banyak manusia itu berpikir maka semakin
banyak pula pengetahuan yang didapat. Berdasarkan pengetahuan lah manusia
berbuat dan menentukan tindakannya. Sehingga nantinya ada perbedaan prilaku,
perbuatan, dan tindakan manusia sesuai dengan perbedaan pengetahuan yang didapat
tadi.

Namun demikian, rasio juga tidak bisa berdiri sendiri. Ia juga butuh dunia
nyata. Sehingga proses pemerolehan pengetahuan ini ialah rasio yang bersentuhan
dengan dunia nyata di dalam berbagai pengalaman empirisnya. Maka dengan
demikian, seperti yang telah disinggung sebelumnya kualitas pengetahuan manusia
ditentukan seberapa banyak rasionya bekerja. Semakin sering rasio bekerja dan
bersentuhan dengan realitas sekitar maka semakin dekat pula manusia itu kepada
kesempunaan.

Karena pengembangan rasionalitas manusia sangat bergantung kepada


pendayagunaan maksimal unsur ruhaniah individu yang sangat tergantung kepada
proses psikologis yang lebih mendalam sebagai proses mental, maka untuk
mengembangkan sumber daya manuia menurut aliran rasionalisme ialah dengan
pendekatan mental disiplin, yaitu dengan melatih pola dan sistematika berpikir
seseorang melalui tata logika yang tersistematisasi sedemikian rupa sehingga ia
mampu menghubungkan berbagai data dan fakta yang ada dalam keseluruhan realitas
melalui uji tata pikir logis-sistematis menuju pengambilan kesimpulan yang baik pula.

11
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Rasionalisme adalah faham filsafat yang mengatakan bahwa akal adalah alat
penting dalam memperoleh pengetahuan. Sejarah rasionalisme sudah tua sekali.
Thales telah menerapkan rasionalisme dalam filsafatnya. Pada zaman modern
muncullah tokoh-tokoh filsafat baru yang menganut paham rasionalisme. Adapun
tokoh pertama rasionalisme ialah Descartes, selanjutnya Spinoza dan Liebniz dari
Jerman.

Rene Descartes(1596-1650) adalah filsuf Perancis yang dijuluki “bapak


filsafat modern”. Rene descartes adalah filosof yang mendirikan aliran rasionalisme.
Descartes melahirkan beberapa pemikirannya dengan metode keragu-raguan
.Selanjutnya Spinoza. Spinoza adalah satu filosof istimewa yang tidak hanya percaya
pada apa yang dikatakannya, tetapi juga bertindak sesuai dengannya. Spinoza
mempunyai pemikiran bahwa hanya ada satu substansi, yaitu Tuhan. Dan satu
substansi ini meliputi baik dunia maupun manusia. Itulah sebabnya pendirian Spinoza
disebut penteisme, Tuhan disamakan dengan segala sesuatu yang ada. Spinoza juga
beranggapan bahwa satu substansi itu mempunyai ciri-ciri yang tak terhingga
jumlahnya.

Filosof terakhir yang mengikuti pemikiran rasionalisme Descartes adalah


Leibniz. Metafisika Leibniz sama memusatkan perhatian pada substansi. Bagi
Spinoza, alam semesta ini keseluruhannya bergantung pada sebab, sementara
substansi pada Leibniz adalah hidup, dan setiap sesuatu terjadi untuk suatu tujuan.
Penuntun prinsip filsafat Leiniz ialah “ prinsip akal yang mencukupi, yang secara
sederhana dapat dirumuskan “sesuatu harus mempunyai alasan”. Bahkan Tuhan harus
juga mempunyai alasan untuk setiap yang diciptakanNya.

12
B. Saran

Demikianlah makalah yang sangat sederhana ini. Kami sangat yakin bahwa
masih banyak kekurangan yang terdapat di dalam makalah ini. Kami mengharapkan
banyak saran dan kritikan agar kiranya makalah ini bisa menjadi lebih sempurna.

13
DAFTAR PUSTAKA

Akkase Teng, Muhammad Bahar. 2016. Rasionalis Dan Rasionalisme Dalam Perspektif
Sejarah. Jurnal Ilmu Budaya. 4 (2) Hal 14-27. Makassar.
https://journal.unhas.ac.id/index.php/jib

Ahmad Tafsir. 2010. Filsafat Umum. PT Remaja Rosdakarya Offset, Bandung

Bagus, L. (2002), Kamus Filsafat, Jakarta, PT. Gramedia Pustaka Utama.

https://melatisyukrina.blogspot.com/2017/01/filsafat-rasionalisme-filsafat-berbasis.html?m=1

14

Anda mungkin juga menyukai