Anda di halaman 1dari 17

FILSAFAT ILMU

Aliran Rasionalisme dan Empirisme

Dosen Pengampu :
Roys Qaribilla, S.Ud., M.Pd

Di susun Oleh : Kelompok 3


1. Lumatul Khairiah
2. Irma Yusmalinda
3. Ade Yusni Salia

JURUSAN PENDIDIKAN GURU MADRASAH


IBTIDAIYAH STAI AL HIKMAH GLOBAL CENDEKIA
2022-2023

1
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kami panjatkan kapada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun
isinya. Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
dalam menyelesaikan tugas makalah ini. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah
satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca dalam Pendidikan Guru Madrasah
Ibtidaiyah di STAI Al Hikmah Global Cendekia.
Makalah ini ditujukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Ilmu. Diharapkan
selanjutnya kami dapat memperluas wawasan dalam mata kuliah ini. Kami menyadari bahwa
dalam penyusunan laporan ini jauh dari sempurna, baik dari segi penyusunan, bahasan, ataupun
penulisannya. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun,
untuk lebih baik di masa yang akan datang. Semoga makalah ini memberikan informasi bagi
masyarakat dan bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan,
Serta dapat memberikan wawasan yang lebih luas bagi kita semua.

Depok, 5 Juni 2023

Penyusun

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................................................................................................i
DAFTAR
ISI.......................................................................................................................ii BAB I
PENDAHULUAN .................................................................................................1
A. Latar Belakang ........................................................................................................1
B. Rumusan Masalah....................................................................................................2
C. Tujuan Penulisan ....................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN ...................................................................................................3
A. Aliran Rasionalisme ................................................................................................3 a.
Pengertian Aliran Rasionalisme........................................................................3 b.
Kelebihan dan kekurangan Aliran Rasionalisme ..............................................5 c. Tokoh-
tokoh Aliran Rasionalisme ....................................................................5 B. Aliran
Empirisme ....................................................................................................7 a. Pengertian
Aliran Empirisme............................................................................7
b. Tokoh-tokoh Aliran Empirisme ........................................................................10 BAB
III PENUTUP ...........................................................................................................13 A.
Kesimpulan..............................................................................................................13 B.
Saran ........................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................14

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Filsafat ilmu adalah bagian dari filsafat yang menjawab beberapa pertanyaan mengenai
hakikat ilmu. Filsafat ilmu memiliki cabang-cabang filsafat yang berkaitan dengan dasar,
metode, asumsi dan implikasi ilmu pengetahuan dari ilmu yang termasuk di dalamnya antara
lain ilmu alam dan ilmu sosial. Sering kali muncul pertanyaan sentral dari studi ini
menyangkut apa yang memenuhi syarat sebagai sains, keandalan teori-teori ilmiah dan tujuan
akhir sains. Keterkaitan filsafat ilmu sangat erat dan saling tumpang tindih dengan
metafisika, ontologi dan epistemologi.
Filsafat ilmu berusaha menjelaskan masalah-masalah seperti: apa dan bagaimana suatu
konsep dan pernyataan dapat disebut sebagai ilmiah, bagaimana konsep tersebut dilahirkan,
bagaimana ilmu dapat menjelaskan, memperkirakan serta memanfaatkan alam melalui
teknologi; cara menentukan validitas dari sebuah informasi; formulasi dan penggunaan
metode ilmiah; macam-macam penalaran yang dapat digunakan untuk mendapatkan
kesimpulan; serta implikasi metode dan model ilmiah terhadap masyarakat dan terhadap ilmu
pengetahuan itu sendiri.
Pada abad ke-13 di Eropa sudah timbul sistem filsafat yang boleh disebut merupakan
keseluruhan. Dalam abad ke-14 timbulah aliran yang dapat dinamai pendahuluan filsafat
modern. Yang menjadi dasar aliran baru ini ialah kesadaran atas yang individual yang
kongkrit. Tak dapat dipungkiri, zaman filsafat modern telah dimulai, dalam era filsafat
modern, dan kemudian dilanjutkan dengan filsafat abad ke-20, munculnya berbagai aliran
pemikiran, salah satunya ialah pemikiran Rasionalisme.
Rasionalisme kelompok aliran berpikir di dalam bagian filsafat ilmu. Aliran ini dianggap
melahirkan ilmu pengetahuan bagi manusia (Sumarna,2004). Sumber pengetahuan tersebut
adalah bagian filsafat yang spesifik merupakan cabang epistimologi atau teori pengetahuan.
Cabang filsafat epistemologi menelaah mengenai cara, proses serta metodologi pengetahuan
atau suatu ilmu dibangun. Pengetahuan yang diperoleh tersebut diterima oleh akal dan panca
indra manusia dengan berbagai metode akibat beragamnya cara pikir maupun olah pikir
kemudian mampu menciptakan berbagai metode pikir baru.

1
B. Rumusan Masalah
a. Apa yang dimaksud dengan Aliran Rasionalisme? b.
Apa kelebihan dan kekurangan Aliran Rasionalisme? c.
Siapa tokoh-tokoh Aliran Rasionalisme?
d. Apa yang dimaksud dengan Aliran Empirisme?
e. Siapa tokoh-tokoh Aliran Empirisme?

C. Tujuan Penulisan
a. Mengetahui pengertian Aliran Rasionalisme.
b. Mengetahui kelebihan dan kekurangan Aliran Rasionalisme.
c. Mengetahui Tokoh-tokoh Aliran Rasioalisme.
d. Mengetahui pengertian Aliran Empirisme.
e. Mengetuahi tokoh-tokoh Aliran Empirisme.

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Aliran Rasionalisme
a. Pengertian Aliran Rasionalisme
Rasionalisme Secara etimologis berasal dari kata bahasa Inggris rationalism. Kata
ini berakar dari kata dalam bahasa latin ratio yang berarti “akal”. Menurut A.R. lacey
berdasarkan akar katanya rasionalisme adalah : sebuah pandangan yang berpegangan
bahwa akal merupakan sumber bagi pengetahuan dan pembenaran. Rasionalisme
adalah merupakan faham atau aliran atau ajaran yang berdasarkan ratio, ide-ide yang
masuk akal. Selain itu tidak ada sumber kebenaran hakiki.
Sementara itu, secara terminologis aliran ini dipandang sebagai aliran yang
berpegang pada prinsip bahwa akal harus diberi peranan utama dalam penjelasan. ia
menekankan akal budi (rasio) sebagai sumber utama pengetahuan, mendahului dan
bebas dari pengamatan indrawi. Hanya pengetahaun yang diperoleh melalui akal yang
memenuhi semua syarat pengetahuan ilmiah alat terpenting dalam memperoleh
pengatahun dan mengetes pengetahuan. “Pengalaman hanya dipakai untuk
mempertegas pengetahuan yang diperoleh akal”.1
Paham rasionalisme ini beranggapan bahwa sumber pengetahuan manusia adalah
rasio. Jadi, dalam proses perkembangan ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh manusia
harus dimulai dari rasio. Tanpa rasio, mustahil manusia dapat memperoleh ilmu
pengetahuan. Rasio itu adalah berpikir. Oleh karena itu, berpikir inilah yang
kemudian membentuk pengetahuan. Manusia yang berpikirlah yang akan
memperoleh pengetahuan. Semakin banyak manusia itu berpikir maka semakin
banyak pula pengetahuan yang didapat. Berdasakan pengetahuanlah manusia berbuat
dan menentukan tindakannya sehingga nanti ada perbedaan perilaku, perbuatan, dan
tindakan manusia sesuai dengan perbedaan pengetahuan yang didapat tadi.2
Jadi dapat disimpulkan bahwa Pengetahuan rasionalisme adalah pengetahuan yang
diperoleh melalui akal budi. Rasionalisme lebih menekankan pengetahuan yang
bersifat apriori; tidak menekankan pada pengalaman. Misalnya pengetahuan tentang
matematika. Dalam matematika, hasil 1 + 1 = 2 bukan didapatkan melalui
pengalaman atau pengamatan empiris, melainkan melalui sebuah pemikiran logis
akal budi.

1
Ahmad Tafsir, Filsafat Umum, (Bandung,PT,Remaja Rosdakarya,2000), hlm.127-141
2
Suaedi, Pengantar Filsafat Ilmu, (Bogor: IPB Press, 2016), hlm.7

3
1. Sejarah pemikiran rasionalisme
Sejarah rasionalisme sudah tua sekali, pada zaman Thales (624-546 SM) telah
menerapkan rasionalisme pada filsafatnya. Pada filsafat modern, tokoh pertama
rasionalisme adalah Descarts, (1596-1650), kemudian dilanjutkan oleh beberapa
tokoh lain, yaitu Baruch De Spinoza (1632-1677), Leibniz (1646-1716) dan Blaise
Pascal (1632-1662). Setelah periode ini, rasionalisme dikembangkan secara
sempurna oleh Hegel yang kemudian terkenal sebagai tokoh rasionalisme dalam
sejarah.
Rasionalisme lahir adalah sebagai reaksi terhadap dominasi Gereja pada Abad
Pertengahan Kristen di Barat. Munculnya rasionalisme ini menandai perubahan dalam
sejarah filsafat, karena aliran yang dibawa Descartes ini adalah cikal bakal Zaman
Modern dalam sejarah perkembangan filsafat. Kata “modern” disini hanya digunakan
untuk menunjukkan suatu filsafat yang mempunyai corak yang amat berbeda, bahkan
berlawanan dengan corak filsafat pada Abad Pertengahan Kristen. Corak berbeda
yang dimaksud disini adalah dianutnya kembali rasionalisme seperti pada masa
Yunani Kuno. Gagasan itu disertai argumen yang kuat oleh Descartes. Oleh karena
itu, pemikiran Descartes sering juga disebut bercorak renaissance, yaitu kebangkitan
rasionalisme seperti pada masa Yunani terulang kembali. Pengaruh keimanan Kristen
yang begitu kuat pada Abad Pertengahan, telah membuat para pemikir takut
mengemukakan pemikiran yang berbeda dengan tokoh Gereja. Descartes telah lama
merasa tidak puas dengan perkembangan filsafat yang sangat lamban dan memakan
banyak korban. Ia melihat tokoh-tokoh Gereja yang mengatasnamakan agama telah
menyebabkan lambannya perkembangan itu. Ia ingin filsafat dilepaskan dari dominasi
agama Kristen. Ia ingin filsafat dikembalikan pada semangat filsafat Yunani, yaitu
filsafat yang berbasis pada akal. 3
Zaman Rasionalisme berlangsung dari pertengahan abad ke XVII sampai akhir
abad ke XVIII. Pada zaman ini hal yang khas bagi ilmu pengetahuan adalah
penggunaan yang eksklusif daya akal budi (rasio) untuk menemukan kebenaran.
Ternyata, penggunaan akal budi yang demikian tidak sia-sia, melihat tambahan ilmu
pengetahuan yang besar sekali akibat perkembangan yang pesat dari ilmu-ilmu alam.
Maka tidak mengherankan bahwa pada abad-abad berikut orang-orang yang terpelajar

3
Ahmad Tafsir, Filsafat Umum akal dan hati sejak thales sampai capra, Bandung: Rosda, 1990, hlm.28

4
makin percaya pada akal budi mereka sebagai sumber kebenaran tentang hidup dan
dunia. 4

b. Kelebihan dan kekurangan rasionalisme


Kelebihan Rasionalisme adalah dalam menalar dan menjelaskan pemahaman
pemahaman yang rumit, kemudian Rasionalisme memberikan kontribusi pada mereka
yang tertarik untuk menggeluti masalah–masalah filosofi. Rasionalisme berpikir
menjelaskan dan menekankan kala budi sebagai karunia lebih yang dimiliki oleh
semua manusia, mampu menyusun sistem-sistem kefilsafatan yang berasal dari
manusia.
Sedangkan kelemahan rasionalisme adalah memahami objek di luar cakupan
rasionalitas sehingga titik kelemahan tersebut mengundang kritikan tajam, sekaligus
memulai permusuhan baru dengan sesama pemikir filsafat yang kurang setuju dengan
sistem-sistem filosofis yang subjektif tersebut, doktrin-doktrin filsafat rasio
cenderung mementingkan subjek daripada objek, sehingga rasionalisme hanya
berpikir yang keluar dari akal budinya saja yang benar, tanpa memerhatikan objek –
objek rasional secara peka. 5

c. Tokoh-tokoh yang menganut paham rasionalisme


1. Plato (427-347 Sebelum Masehi)
Cara pikir rasionalisme telah muncul di dalam pemikiran-pemikiran plato.
Menurut Plato, satu-satunya pengetahuan sejati adalah apa yang disebut sebagai
efisteme, yaitu pengetahuan tunggal dan tak berubah, sesuai dengan ide-ide
abadi. Hal-hal yang diketahui melalui panca indra merupakan tiruan yang tidak
utuh. Hanya ide-ide saja yang bersifat nyata dan sempurna yang ditangkap oleh
daya pikir manusia. Maka pengetahuan bagi plato adalah hasil ingatan yang
melekat pada manusia. Pengetahuan adalah kumpulan ingatan terpendam dalam
benak manusia. Dengan demikian, Plato berpendapat untuk mengetahui sesuatu
dan menyelidiki sesuatu hingga mencapai pengetahuan yakni bertumpu pada
akal budi yang bersumber ide-ide abadi.6

4
Ahmad Tafsir, Filsafat Umum akal dan hati sejak thales sampai capra, Bandung: Rosda, 1990, hlm.128 5

Ahmad Tafsir, Filsafat Umum akal dan hati sejak thales sampai capra, Bandung: Rosda, 1990, hlm.129

6
Ali Maksum, Pengantar Filsafat: Dari Masa Klasik Hingga Postmodernisme (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011),
hlm.359

5
2. Rene Descartes (1596-1650)
Descartes menganggap keraguan terhadap segala sesuatu diperlukan guna
memperoleh suatu keyakinan dan pengetahuan. Bagi Descartes, inilah metode
filsafat yang paling tepat. Descartes beranggapan bahwa hanya akal budi yang
dapat membuktikan terhadap dasar bagi pengetahuan, kepastian dan keyakinan
yang bersumber pada ide yang jelas dan tepat. Sebenarnya, metode Descartes
sangat sederhana yakni meragukan segala sesuatu terhadap perolehan panca indra
hingga keraguan tersebut berakhir. Semua yang diragukan disingkirkan dan terus
menerus hingga mampu mengetahui sesuatu secara pasti tanpa bisa diragukan
berdasar pada pemikiran, pendapat maupun pengalaman yang ada.
3. Baruch Spinoza (1630-1677)
Spinoza dianggap sebagai orang yang tepat dalam memberikan gambaran
tentang apa yang dipikirkan oleh penganut rasionalisme. sistem filsafat yang
disusun menyerupai sistem ilmu ukur (geometri). Spinoza mengatakan bahwa
dalil-dalil ilmu ukur merupakan kebenaran-kebenaran yang tidak perlu
dibuktikan lagi. Spinoza meyakini bahwa jika seseorang memahami makna yang
dikandung oleh kata-kata yang dipergunakan dalam ilmu ukur, maka akan
memahami makna yang terkandung dalam pernyataan. Seperti pada salah satu
pernyataan “sebuah garis lurus merupakan jarak terdekat di antara dua buah
titik”, maka kita harus mengakui kebenaran pernyataan tersebut. Kebenaran
yang menjadi aksioma. Contoh ilmu ukur (geometri) yang dikemukakan oleh
Spinoza di atas adalah salah satu contoh favorit kaum rasionalis.
4. Gottfried Wilhelm Leibniz (1646-1716)
Leibniz mengungkapkan bahwa pengetahuan alam semesta telah ada dalam
diri manusia sebagai bawahan. Pengalaman indrawi merupakan hasil eksploitasi
akal (pikiran) yang kemudian melahirkan pengetahuan di luar dirinya. Leibniz
menegaskan bahwa pengalaman sendiri bukanlah sumber pengetahuan melainkan
pengetahuan tingkat pertama. Sumber pengetahuan adalah akal atau pikiran.
Filsuf Jerman ini beranggapan bahwa kebenaran terbagi atas dua bagian, yakni
kebenaran yang nyata berdasarkan pengalaman dan kebenaran yang berdasarkan
akal manusia. Ajarannya terkenal dengan istilah monade-monade yang
merupakan pusat-pusat gaya yang tidak mempunyai luas dan tidak bersifat
kebendaan seperti roh atau jiwa manusia (Salam, 1984).

6
B. Aliran Empirisme
a. Pengertian Aliran Empirisme
Empirisme adalah suatu aliran dalam filsafat yang menyatakan bahwa semua
pengetahuan berasal dari pengalaman manusia. Empirisme menolak anggapan bahwa
manusia telah membawa fitrah pengetahuan dalam dirinya ketika dilahirkan.
Empirisme secara etimologis berasal dari kata bahasa Inggris empiricism dan
experience. Kata-kata ini berakar dari kata bahasa Yunani (empeiria) dan dari kata
experieti yang berarti “berpengalaman dalam”, “berkenalan dengan”, “terampil
untuk”. Empirisme adalah aliran dalam filsafat yang berpandangan bahwa
pengetahuan secara keseluruhan atau parsial didasarkan kepada pengalaman yang
menggunakan indera.
Selanjutnya secara terminologis terdapat beberapa definisi mengenai Empirisme,
di antaranya: doktrin bahwa sumber seluruh pengetahuan harus dicari dalam
pengalaman, pandangan bahwa semua ide merupakan abstraksi yang dibentuk dengan
menggabungkan apa yang dialami, pengalaman inderawi adalah satu-satunya sumber
pengetahuan, dan bukan akal.
Menurut aliran ini adalah tidak mungkin untuk mencari pengetahuan mutlak dan
mencakup semua segi, apalagi bila di dekat kita terdapat kekuatan yang dapat
dikuasai untuk meningkatkan pengetahuan manusia, yang meskipun bersifat lebih
lambat namun lebih dapat diandalkan. Kaum empiris cukup puas dengan
mengembangkan sebuah sistem pengetahuan yang mempunyai peluang besar untuk
benar, meskipun kepastian mutlak tidak akan pernah dapat dijamin.
Kaum empiris memegang teguh pendapat bahwa pengetahuan manusia dapat
diperoleh lewat pengalaman. Jika kita sedang berusaha untuk meyakinkan seorang
empiris bahwa sesuatu itu ada, dia akan berkata “tunjukkan hal itu kepada saya”.
Dalam persoalan mengenai fakta maka dia harus diyakinkan oleh pengalamannya
sendiri. Jika kita mengatakan kepada dia bahwa seekor harimau di kamar mandinya,
pertama dia minta kita untuk menjelaskan bagaimana kita dapat sampai kepada
kesimpulan tersebut. Jika kemudian kita mengatakan bahwa kita melihat harimau
tersebut di dalam kamar mandi, baru kaum empiris akan mau mendengar laporan
mengenai pengalaman kita, namun dia hanya akan menerima hal tersebut jika dia atau
orang lain dapat memeriksa kebenaran yang kita ajukan, dengan jalan melihat
harimau itu dengan mata kepalanya sendiri (Basyit, 2009).

7
Sumber pengetahuan dalam diri manusia itu banyak sekali. Salah satu paham yang
memaparkan tentang sumber pengetahuan adalah paham empirisme. Empirisme
merupakan paham yang mencoba memaparkan dan menjelaskan bahwa sumber
pengetahuan manusia itu adalah pengalaman. Ilmu-ilmu empiris ini memperoleh
bahan-bahan untuk sesuatu yang dinyatakan sebagai hasil atau fakta dari sesuatu yang
dapat diamati dengan berbagai cara. Bahan-bahan ini terlebih dahulu harus disaring,
diselidiki, dikumpulkan, diawasi, diverifikasi, diidentifikasi, didaftar, dan
diklasifikasikan secara ilmiah.
Paham empirisme telah banyak didiskusikan oleh orang-orang di bangku
perkuliahan.Banyak yang menyatakan bahwa suatu penelitian itu harus didasarkan
atas data empiris, namun menurut penulis dengan data empiris saja penelitian tidak
cukup dan harus juga berdasarkan rasionalisme logis. Tuhan telah menciptakan akal
bagi manusia sehingga membedakannya dengan makhluk-makhluk yang lain. Akal
harus difungsikan dalam suatu penelitian agar pembaca memiliki gambaran yang kuat
untuk menerima hasil kajian ilmiah dari peneliti yang akan dijadikan sebagai
pengetahuan. Paham empirisme banyak juga menuai sanggahan dari orang-orang
rasionalis karena mengesampingkan akal dalam penelitian. Sehingga dapat dikatakan
bahwa paham rasionalisme ini merupakan lawan dari paham empirisme (Hamdi,
2014).
Istilah empirisme diambil dari bahasa Yunani empiria yang berarti coba-coba atau
pengalaman.Sebagai doktrin, empirisme adalah lawan rasionalisme (Ihsan, 2010).
Kata empirisme menurut Amsal Bakhtiar berasal dari kataYunani empereikos yang
berarti pengalaman.Menurut aliran ini manusia memperoleh pengetahuan dari
pengalaman inderawi. Hal ini dapat dilihat bila memperhatikan pertanyaan seperti:
“Bagaimana orang mengetahui es itu dingin?” Seorang empiris akan mengatakan,
“Karena saya merasakan hal itu dan karena seorang ilmuan telah merasakan seperti
itu”. Dalam pernyataan tersebut ada tiga unsur yang perlu, yaitu yang mengetahui
(subjek), yang diketahui (objek), dan cara dia mengetahui bahwa esitu dingin.
Bagaimana dia mengetahui es itu dingin? Dengan menyentuh langsung lewat alat
peraba.dengan kata lain, seorang empiris akan mengatakan bahwa pengetahuan itu
diperoleh lewat pengalaman-pengalaman inderawi yang sesuai (Bakhtiar, 2012).
Pengetahuan itu diperoleh dari pengalaman-pengalaman inderawi yang sesuai dan
pengalaman dapat dijadikan sebagai sumber pengetahuan bukan rasio. Oleh sebab itu,
empirisme dinisabatkan kepada faham yang memilih pengalaman sebagai sumber

8
utama pengetahuan yang dimaksudkan dengannya ialah baik pengalaman lahiriah
yang menyangkut dunia maupun pengalaman batiniyah yang menyangkut pribadi
manusia (Praja, 2005).
Sedangkan menurut Sutarjo menyatakan bahwa empirisme merupakan aliran yang
mengakui bahwa pengetahuan itu pada hakikatnya didasarkan ataspengalaman atau
empiri melalui alat indra (empiri). Empirisme menolak pengetahuan yang semata-
mata didasarkan akal, karena dapat dipandang sebagai spekulasi belaka dan tidak
berdasarkan realitas sehingga berisiko tidak sesuai dengan kenyataan.Pengetahuan
sejati harus didasarkan pada kenyataan sejati, yaitu realitas (Sutardjo, 2009).
Berbeda dengan Rasionalisme yang mengatakan bahwa akal itulah alat pencari
dan pengukur pengetahuan. Pengetahuan dicari dengan akal, temuannya diukur
dengan akal pula. Dicari dengan akal artinya dicari dengan berfikir logis. Diukur
dengan akal artinya diuji apakah temuan itu logis atau tidak.bila logis berarti benar,
bila tidak logis berarti salah. Jadi sumber pengetahuan bagi paham Rasionalisme
adalah akal yang logis (Tafsir, 2006).
Dari beberapa uraian di atas tentang empirisme dan rasionalisme, keduanya
memiliki kekurangan. Empiris (pengalaman) belumlah menjadi sebuah pengetahuan,
karena masih merupakan bahan yang belum berbentuk. Pengalaman itu menjadi
sebuah pengetahuan setelah diolah, dibentuk oleh akal kita. Pandangan ini juga
selaras dengan pandangan Kant yang menyebut dirinya sebagai aliran Kritisme.
Begitupula dengan akal (rasio) belum juga dapat menjadi sebuah pengetahuan,
karena manusia memiliki akal yang terbatas. Sehingga terkadang orang menafsirkan
sesuatu dengan akalnya sama-sama logis padahal sesuatu itu tidak sama, seperti
ayam dan telur. Tanpa melibatkan konsep penciptaan tidak dapat ditemukan mana
dari keduanya yang pertama kali ada. Adanya telur karena ayam, adanya ayam juga
karena telur. Karena tidak pernah ditemukan ayam melahirkan seorang anak ayam
sebelum telur. Oleh karena itu pengetahuan perlu ditinjau dari kemungkinan sumber
lain (Hamdi, 2014).
Adapun kekurangan empirisme menurut positivisme bahwa empirisme belum
terukur. Empirisme hanya sampai pada konsep-konsep umum, seperti kelereng ini
kecil, bulan lebih besar, bumi lebih besar lagi, matahari sangat besar, demikianlah
seterusnya.Konsep ini belum operasional, karena belum terukur.Jadi, masih perlu alat
alat lain seperti paham positivisme. Paham positivisme mengajarkan bahwa
kebenaran itu ialah yang logis, ada bukti empirisnya, dan terukur.”Terukur” inilah
yang menjadi sumbangan penting positivisme. Positivisme akan mengatakan bahwa
air kopi ini

9
panasnya 80 derajat celcius, air mendidih ini 100 derajat celcius, ini panjangnya satu
meter, dan lainnya.
Oleh karena itu, filsafat empirisme tentang teori makna amat berdekatan dengan
aliran positivisme logis. Akan tetapi, teori makna dan empirisme selalu harus
dipahami lewat penafsiran pengalaman.Kalau kaum rasionalis berpendapat bahwa
manusia sejak lahir di karuniai idea oleh Tuhan yang dinamakan “idea innatae” ( idea
terang benderang atau idea bawaan) , maka pendapat impiris berlawanan mereka
mengatakan bahwa waktu lahir jiwa manusia adalah putih bersih ( tabula rasa), tidak
ada bekal dari siapapun yang merupakan “idea innatae”.
Meskipun demikian positivisme telah memberi sumbangan terhadap paham
empirisme yang dapat mengajukan logikanya, menunjukkan bukti empirisnya yang
terukur, namun keduanya masih pula memiliki kekurangan. Kekurangannya
menimbulkan pertanyaan “ Bagaimana caranya?”oleh karena itu masih diperlukan
alat-alat lain seperti Metode Ilmiah. Metode ilmiah mengatakan, untuk memperoleh
pengetahuan yang benar dilakukan langkah berikut: logico – hypothetico –
verificartif. Maksudnya, buktikan bahwa itu logis, kemudian ajukan hipotesis
berdasarkan logika itu, kemudian lakukan pembuktian hipotesis itu secara empiris. 7

b. Tokoh-tokoh Aliran Emppirisme


1. Thomas Hobbes (1588-1679)
Hobbes mengatakan bahwa pengalaman merupakan permulaan segala
pengenalan, pengalaman intelektual tidak lain adalah semacam perhitungan yaitu
penggabungan dari data-data inderawi.
Hobbes membantah Descrates yang mengatakan bahwa jiwa adalah
subtansi rohani. Menurutnya seluruh dunia termasuk manusia merupakan suatu
proses yang berlansung dengan tiada henti-hentinya berdasarkan hukum mekanis.
Filsafat Hobbes mewujudkan suatu sistem yang lengkap mengenai
keterangan tentang "Yang Ada" secara mekanis. Dengan demikian ia merupakan
seorang materialis pertama dalam filsafat modern. Pokok-pokok Pandangan
Hobbes

• Materialisme ; segala sesuatu yang ada itu bersifat materi, segala kejadian

berlansung secara keharusan dan mekanis.

7
https://mujigunarto.wordpress.com/2017/10/09/aliran-filsafat-empirisme/ (di akses pada Rabu, 07 Juni 2023 pukul 19.15)

10
• Manusia ; adalah tidak lain dari pada sesuatu bagian alam bendawi. Oleh
karena itu segala sesuatu yang terjadi pada diri manusia adalah perjalanan
secara mekanis. Manusia itu hidup selama darahnya beredar dan jantungnya
berdenyut yang disebabkan karena pengaruh mekanis dari hawa atmofer.
Dengan demikian manusia hidup tiada lain adalah gerak anggota tubuh.

• Jiwa; menurut Hobbes jiwa adalah proses mekanis di dalam tubuh. Akal

bukanlah pembawaan melainkam hasil perkembangan dari pengalaman yang


diperolehnya.

2. John Locke (1632-1704)


Locke adalah termasuk seorang filosof yang mengagumi. Descrates tetapi
ia tidak menyetujui ajarannya. Bagi Locke mula-mula rasio manusia harus
dianggap sebagai gambaran kertas putih (As a white paper) seluruh isinya berasal
dari pengalaman, ia membagi pengalaman atas dua bagian yaitu pengalaman
lahiriyah (sensation) dan pengalaman batiniyah (reflection).
Kedua sumber pengalaman ini menghasilkan ide-ide tunggal (simple
ideas). Roh manusia bersifat pasif sama sekali, selama menerima ide-ide. Namun
demikian, roh juga mempunyai aktifitas. Oleh karena itu lahirlah filsafat teorinya
"Tabula Rasa" yakni manusia itu dilahirkan bagaikan kertas putih bersih.
Pengalamanlah yang dapat membentuk seseorang.
Menurut John Locke, pengalaman dapat diperluas sehingga meliputi juga
pemikian. Ia mengatakan bahwa pikiran datang dari pengalaman dan percobaan
semata-mata. Oleh karena pengalamanlah yang dapat menentukan pembentukan
dan kepribadian dan watak seseorang, maka diperlukan adanya pendidikan yang
baik. Ada tiga unsur yang turut dalam menentukan dalam pendidikan yaitu :
Pembawaan, kecakapan, dan kecerdasan seseorang yang diperoleh melalui proses
belajar dan bimbingan. Perlunya kesehatan baik jasmani maupun rohani,
permainan kegembiraan, humor adalah kodrat bagi anak yang perlu di bimbing
dimana saja.
Ajaran politiknya telah menyusun sistem pemerintahan dengan Trias
Politica yaitu ;
1) Kekuasaan yang membuat Undang-Undang (Legislatif)
2) Kekuasaan yang menjalankan pemerintahan (Eksekutif)
3) Kekuasaan menentukan perang atau damai disebut (Peyoratif)

11
3. David Hume (1711-1776)
Puncak kejayaan Emperisme adalah pada masa David Hume, yang
menggunakan prinsip-prinsip emperisme yang radikal, terutama pengertian
subtansi dan kausalitas yang menjadi objek kritiknya. Ia tidak menerima subtansi
sebab yang dialami adalah pesan-pesan saja tentang beberapa ciri yang selalu
mendapat bersama-sama (misalnya : Putih, licin, berat, dan sebagainya). Tetapi
atas dasar pengalaman tidak dapat disimpulkan bahwa dibelakang ciri-ciri itu
masih ada substansi tetap (misalnya : Sehelai kertas yang mempunyai ciri-ciri
tadi).
Dengan sistem yang ditempuh ini, menunjukkan pikirannya yang skeptis
dan radikal, tidak puas dengan masalah yang ditemukan sehingga keraguannya
ini berbeda dengan keraguan Descrates. Bagi Descrates keraguan itu digunakan
untuk mendapatkan, sedangkan David Hume ragu semakin ragu akhirnya
menjadi pesimis.
Kepercayaan terhadap agama dianggapnya sebagai hayalan belaka tidak
dapat berlaku secara umum. Proses terjadinya agama bukanlah dari Tuhan, bukan
pula atas kekaguman manusia, melainkan karena adanya pengharapan serta rasa
takut terhadap kehidupan.
David Hume membedakan dua bentuk agama yaitu Natural Religion yang
berasal dari hasil akal budi dan Publik Religion yang penuh Fantisme dan
diantara kedua agama ini yang paling baik adalah Natural Religion. 8

8
https://www.ilmusaudara.com/2016/12/aliran-empirisme-dan-tokoh-empirisme.html (di akses pada Rabu,07 Juni 2023
pukul 19.35)

12
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Aliran rasionalisme beranggapan bahwa sumber pengetahuan adalah rasio, kebenaran
pasti berasal dari rasio (akal). Sebaliknya, aliran empirisme meyakini pengalamanlah sumber
pengetahuan itu, baik yang batin, maupun yang inderawi. Rasionalisme kelompok aliran
berpikir di dalam bagian filsafat ilmu. Aliran ini dianggap melahirkan ilmu pengetahuan bagi
manusia. Sedangkan Empirisme merupakan aliran yang mengakui bahwa pengetahuan itu
pada hakikatnya didasarkan ataspengalaman atau empiri melalui alat indra (empiri).

B. Saran
Mengingat keterbatasan sumber literatur penulis, dan makalah ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun dari pembaca sangat kami
harapkan, agar penulisan makalah kami akan lebih baik lagi dan sumber-sumber yang
diperoleh lebih luas lagi.

13
DAFTAR PUSTAKA

Tafsir Ahmad, 2000, Filsafat Umum, Bandung, PT. Remaja Rosdakarya.

Suaedi, 2016, Pengantar Filsafat Ilmu, Bogor: IPB Press.

Tafsir Ahmad, 1990, Filsafat Umum Akal dan Hati Sejak Thales Sampai Capra, Bandung:
Rosda.
Maksum Ali, 2011, Pengantar Filsafat: Dari Masa Klasik Hingga Postmodernisme, Jogjakarta:
Ar-Ruzz Media.

https://mujigunarto.wordpress.com/2017/10/09/aliran-filsafat-empirisme/

https://www.ilmusaudara.com/2016/12/aliran-empirisme-dan-tokoh-empirisme.html

14

Anda mungkin juga menyukai