Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH FILSAFAT DAN LOGIKA

“ALIRAN FILSAFAT IDEALISME”


Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Filsafat Dan Logika

Dosen Pembimbing :

Mahrudin, M.pd.

Oleh :
Kelompok 2 (Materi 8)

Ermitha Rezqina Safitri 1910913420008


Noor Anna Murdiany 1910913420013

FAKULTAS KEDOKTERAN
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU

2019
KATA PENGANTAR

            Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Aliran Filsafat Idealisme” yang telah disusun untuk memenuhi tugas
mata kuliah Filsafat dan Logika di Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru.
            Dalam penyusunan makalah ini tidak lepas dari berbagai pihak yang telah
membantu terselesaikannya makalah ini. Untuk itu, kami mengucapkan terima
kasih atas semua bantuan yang telah diberikan dalam penyusunan makalah ini.
Segala kritik dan saran yang bersifat konstruktif kami terima dengan senang hati
agar isi dari makalah ini menjadi lebih baik.
       Semoga makalah ini bermanfaat bagi siapa saja, khususnya para
mahasiswa serta seluruh pembaca.

Banjarbaru,   Nopember 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................ ii

DAFTAR ISI............................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN....................................................................... 1

A. Latar Belakang..................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................ 2
C. Tujuan Penulisan.................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................ 3

A. Pengertian Filsafat Idealisme............................................... 3


B. Sejarah dan Tokoh – Tokoh Filsafat Idealisme.................... 4
C. Jenis - Jenis Aliran Idealisme.............................................. 9
D. Implikasi Filsafat Idealisme dalam Pendidikan.................... 13

BAB III PENUTUP ................................................................................. 16

A. Kesimpulan........................................................................... 16

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Idealisme adalah salah satu aliran filsafat pendidikan yang
berpaham bahwa pengetahuan dan kebenaran tertinggi adalah
ide. Semua bentuk realita adalah manifestasi dalam ide.
Karena pandangannya yang idealis itulah idealisme sering
disebut sebagai lawan dari aliran realisme. Tetapi, aliran ini
justru muncul atas feed back realisme yang menganggap
realitas sebagai kebenaran tertinggi.
Secara logika, antara idealisme dan realisme tidak bisa
dipertentangkan. Sebab, pencetus idealisme (Plato) adalah
murid dari pencetus realisme (Socrates). Jika demikian, apakah
mungkin Plato seorang idealis yang juga realis? Dengan
pertanyaan lain, apakah Sokrates yang realis juga seorang
idealis? Apa sesungguhnya hakekat ide dan riil atau materi
itu?
Idealisme menganggap, bahwa yang konkret hanyalah
bayang-bayang, yang terdapat dalam akal pikiran manusia.
Kaum idealisme sering menyebutnya dengan ide atau
gagasan. Seorang realisme tidak menyetujui pandangan
tersebut. Kaum realisme berpendapat bahwa yang ada itu
adalah yang nyata, riil, empiris, bisa dipegang, bisa diamati
dan lain-lain. Dengan kata lain sesuatu yang nyata adalah
sesuatu yang bisa diindrakan (bisa diterima oleh panca indra).
Dalam konteks pendidikan, paham ini mencita-citakan
pemikiran atau ide tertinggi. Secara kelembagaan
institusional, maka pendidikan akan didominasi oleh fakultas
atau jurusan filsafat dan pemikiran pendidikan. Di ranah
pendidikan dasar, akan didominasi oleh konsep-konsep dan
pengertian-pengertian secara devinitif tentang segala sesuatu.

4
Tetapi, menurut psikologi perkembangan peserta didik
terdapat tahap-tahap perkembangan pemikiran siswa.
Metode yang digunakan oleh aliran idealisme adalah
metode dialektik, syarat dengan pemikiran, perenungan,
dialog, dan lain-lain. Kurikulum yang digunakan dalam aliran
idealisme adalah pengembangan kemampuan berpikir, dan
penyiapan keterampilan bekerja melalui pendidikan praktis.
Evaluasi yang digunakan dalam aliran idealisme adalah
dengan evaluasi esay. Dimana evaluasi esay ini sangat efektif
dalam proses belajar mengajar dan dalam meningkatkan
keterampilan peserta didik dalam mengerjakan soal.
Idealisme merupakan suatu aliran yang mengedepankan
akal pikiran manusia. Sehingga sesuatu itu bisa terwujud atas
dasar pemikiran manusia. Dalam pendidikan, idealisme
merupakan suatu aliran yang berkontribusi besar demi
kemajuan pendidikan. Hal tersebut bisa dilihat pada metode
dan kurikulum yang digunakan. Idealisme mengembangkan
pemikiran peserta didik sehingga menjadikan peserta didik
mampu menggunakan akal pikiran atau idenya dengan baik
dalam mengembangkan ilmu pengetahuan.  Dalam makalah
ini, penulis akan mencoba menguraikan lagi tentang hal-hal
yang berkaitan dengan aliran filsafat idealisme.

B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Filsafat, Radikalisme, dan Filsafat Idealisme?
2. Bagaimana Sejarah dan Tokoh-Tokoh Aliran Filsafat Pendidikan Idealisme?
3. Apa saja Jenis – Jenis Aliran Idealisme ?
4. Bagaimana Implikasi Filsafat Idealisme dalam Pendidikan ?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk Mengetahui Pengertian Filsafat Idealisme.

5
2. Untuk Mengetahui Sejarah dan Tokoh-Tokoh Aliran Filsafat Pendidikan
Idealisme.
3. Untuk Mengetahui Jenis – Jenis Aliran Idealisme
4. Untuk mengetahui Implikasi Filsafat Idealisme dalam Pendidikan.

6
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Filsafat, Idealisme, Dan Filsafat Idealisme


Filsafat berasal dari Yunani, yaitu dari kata “Philos” yang artinya cinta
yang sangat mendalamm dan “Shopia” yang artinya kebijakan atau kearifan.
Filsafat dapat diartikan sebagai suatu pendirian hidup (individu) dan dapat juga
disebut sebagai pandangan masyarakat (masyarakat). Contoh sederhana filsafat
seseorang “Hidup harus bermanfaat bagi orang lain dan dunia”.
Ide adalah rancangan yang tersusun dalam pikiran, gagasan, dan cita
(Ali, 2006). Idealisme adalah aliran filsafat yang memandang bahwa akal dan
nilai spiritual adalah hal yang fundamental yang ada di dunia. Idealisme adalah
suatu keseluruhan dari dunia itu sendiri. Segala sesuatu yang ada dan terjadi
timbul sebagai hasil yang diciptakan oleh ide atau pikiran, karena ide dan
pikiran nitu timbul terlebih dahulu.
Ketika kita merujuk seseorang sebagai "idealis", kita biasanya berpikir
tentang seseorang yang memiliki ideal-ideal yang tinggi dan moralitas yang tak
bercacat. Dalam filsafat, idealisme memiliki akar dari pandangan bahwa dunia
ini hanyalah cerminan dari ide, pikiran, roh atau lebih tepatnya ide, yang hadir
sebelum segala dunia ini hadir. Benda-benda material kasar yang kita kenal
melalui indera kita menurut aliran ini hanyalah salinan yang kurang sempurna
dari ide yang sempurna itu. Aliran idealisme merupakan suatu aliran ilmu
filsafat yang mengagungkan jiwa. Menurut Plato, cita adalah gambaran asli
yang semata-mata bersifat rohani dan jiwa terletak di antara gambaran asli
(cita) dengan bayangan dunia yang ditangkap oleh panca indera. Pertemuan
antara jiwa dan cita melahirkan suatu angan-angan yaitu dunia ide. Aliran ini
memandang serta menganggap bahwa yang nyata hanyalah ide. Ide sendiri
selalu tetap atau tidak mengalami perubahan serta penggeseran, yang
mengalami gerak tidak dikategorikan ide.
Prinsipnya, aliran idealisme mendasari semua yang ada. Yang nyata di
alam ini hanya idea, dunia idea merupakan lapangan rohani dan bentuknya

7
tidak sama dengan alam nyata seperti yang tampak dan tergambar. Sedangkan
ruangannya tidak mempunyai batas dan tumpuan yang paling akhir dari idea
adalah arche yang merupakan tempat kembali kesempurnaan yang disebut
dunia idea dengan Tuhan, arche, sifatnya kekal dan sedikit pun tidak
mengalami perubahan.
Konsep filsafat menurut aliran idealisme adalah sebagai berikut:
1. Metafisika-idealisme
Secara absolut kenyataan yang sebenarnya adalah spiritual dan rohaniah,
sedangkan secara kritis yaitu adanya kenyataan yang bersifat fisik dan
rohaniah, tetapi kenyataan rohaniah yang lebih dapat berperan.
2. Humanologi-idealisme
Jiwa dikarunai kemampuan berpikir yang dapat menyebabkan adanya
kemampuan memilih.
3. Epistemologi-idealisme
Pengetahuan yang benar diperoleh melalui intuisi dan pengingatan
kembali melalui berpikir. Kebenaran hanya mungkin dapat dicapai oleh
beberapa orang yang mempunyai akal pikiran yang cemerlang; sebagian
besar manusia hanya sampai pada tingkat berpendapat.
4. Aksiologi-idealisme.
Kehidupan manusia diatur oleh kewajiban-kewajiban moral yang
diturunkan dari pendapat tentang kenyataan atau metafisika.

2.2 Sejarah  dan Tokoh-Tokoh Aliran Filsafat Idealisme


2.2.1 J.G. Fichte (1762-1814 M)
Johan Gottlieb Fichte adalah filosof Jerman. Ia belajar teologi di
Jena pada tahun 1780-1788. Filsafat menurut Fichte haruslah dideduksi
dari satu prinsip. Ini sudah mencukupi untuk memenuhi tuntutan
pemikiran, moral, bahkan seluruh kebutuhan manusia. Prinsip yang
dimaksud ada di dalam etika. Bukan teori, melainkan prakteklah yang
menjadi pusat yang disekitarnya kehidupan diatur. Unsur esensial
dalam pengalaman adalah tindakan, bukan fakta.

8
Menurut Fichte, dasar kepribadian adalah kemauan; bukan
kemauan irasional seperti pada Schopenhauer, melainkan kemauan
yang dikontrol oleh kesadaran bahwa kebebasan diperoleh hanya
dengan melalui kepatuhan pada peraturan. Kehidupan moral adalah
kehidupan usaha. Manusia dihadapkan kepada rintangan-rintangan, dan
manusia digerakkan oleh rasa wajib bahwa ia berutang pada aturan
moral umum yang memungkinkannya mampu memilih yang baik.
Idealisme etis Fichte diringkaskan dalam pernyataan bahwa dunia
aktual hanya dapat dipahami sebagai bahan dari tugas-tugas kita. Oleh
karena itu, filsafat bagi Fichte adalah filsafat hidup yang terletak pada
pemilihan antara moral idealisme dan moral materialisme. Substansi
materialisme menurut Fichte ialah naluri, kenikmatan tak bertanggung
jawab, bergantung pada keadaan, sedangkan idealisme ialah kehidupan
yang bergantung pada diri sendiri.
Menurut pendapatnya subjek “menciptakan” objek. Kenyataan
pertama ialah “saya yang sedang berpikir”, subjek menempatkan diri
sebagai tesis. Tetapi subjek memerlukan objek, seperti tangan kanan
mengandaikan tangan kiri, dan ini merupakan antitesis. Subjek dan
objek yang dilihat dalam kesatuan disebut sintesis. Segala sesuatu yang
ada berasal dari tindak perbuatan sang Aku.
2.2.2 F.W.J. Shelling (1775-1854 M)
Friedrich Wilhelm Joseph Schelling sudah mencapai
kematangan sebagai filosof pada waktu ia masih amat muda. Pada
tahun 1789, ketika usianya baru 23 tahun, ia telah menjadi guru besar di
Universitas Jena. Sampai akhir hidupnya pemikirannya selalu
berkembang.
Seperti Fichte, Scelling mula-mula berusaha menggambarkan
jalan dilalui intelek dalam proses mengetahui, semacam epistemology.
Fichte memandang alam semesta sebagai lapangan tugas manusia dan
sebagai basis kebebasan moral. Schelling membahas realitas lebih
objektif dan menyiapkan jalan bagi idealisme absolute Hegel. Dalam
pandangan Schelling, realitas adalah proses rasional evolusi dunia

9
menuju realisasinya berupa suatu ekspresi kebenaran terakhir. Kita
dapat mengetahui dunia secara sempurna dengan cara melacak proses
logis perubahan sifat dan sejarah masa lalu. Tujuan proses itu adalah
suatu keadaan kesadaran diri yang sempurna. Schelling menyebut
proses ini identitas absolute, Hegel menyebutnya ideal.
Idealisme Schelling agak lebih objektif, karena menurut dia
bukan-aku (objek) ini sungguh-sungguh ada. Objek ini bukan hanya
pertentangan belaka, melainkan mempunyai nilai yang positif. Bagi
Schelling, yang menjadi dasar kesungguhan dan berpikir itu ialah aku.
Dunia ini muncul daripada aku: dunia yang tak terbatas itu sebenarnya
tidak lain daripada produksi dan reproduksi dari ciptaan aku.
Kemudian diakuinya kesungguhan alam, malahan dinyatakan
bahwa subjek yang berpikir (aku) itu muncul daripada alam. Tetapi ini
jangan dianggap sama sekali bertentangan dengan pendapatnya semula,
sebab aku yang muncul dari alam itu ialah aku yang telah sadar. Alam
itu merupakan proses evolusi, yang mengeluarkan budi yang sadar serta
lambat laun sadar akan dirinya (aku) dalam alam yang tak sadar.
Begitulah ia meningkat lagi dalam pandangannya terhadap alam:
budi dan dunia sama derajatnya hanya berhadapan sebagai subjek dan
objek. Sebetulnya samalah keduanya, bertemu pada asal semula ialah
Tuhan, identitas yang mutlak, juga disebutnya indiferensi yang mutlak.
Ia tidak cenderung ke sana, maupun ke sini. Dari situ muncullah alam
dalam bentuknya yang makin tinggi derajatnya: bahan, gerak, hidup,
susunan-dunia, manusia. Dalam pada itu budipun sadar akan dirinya
menjelmakan ilmu,moral, seni, sejarah, dan Negara.
2.2.3 G.W.F Hegel (1798-1857 M)
Hegel lahir di Stuttgart, Jerman pada tanggal 17 Agustus 1770.
Ayahnya adalah seorang pegawai rendah bernama George Ludwig
Hegel dan ibunya yang tidak terkenal itu bernama Maria Magdalena.
Pada usia 7 tahun ia memasuki sekolah latin, kemudian gymnasium.
Hegel muda ini tergolong anak telmi alias telat mikir! Pada usia 18
tahun ia memasuki Universitas Tubingen. Setelah menyelesaikan

10
kuliah, ia menjadi seorang tutor, selain mengajar di Yena. Pada usia 41
tahun ia menikah dengan Marie Von Tucher. Karirnya selain menjadi
direktur sekolah menengah, juga pernah menjadi redaktur surat kabar.
Ia diangkat menjadi guru besar di Heidelberg dan kemudian pindah ke
Berlin hingga ia menjadi Rektor Universitas Berlin (1830).
Tema fisafat Hegel adalah Ide Mutlak. Oleh karena itu, semua
pemikirannya tidak terlepas dari ide mutlak, baik berkenaan dari
sistemnya, proses dialektiknya, maupun titik awal dan titik akhir
kefilsafatannya. Oleh karena itu pulalah filsafatnya disebut filsafat
idealis, suatu filsafat yang menetapkan wujud yang pertama adalah ide
(jiwa).
Hegel sangat mementingkan rasio, tentu saja karena ia seorang
idealis. Yang dimaksud olehnya bukan saja rasio pada manusia
perseorangan, tetapi rasio pada subjek absolut karena Hegel juga
menerima prinsip idealistik bahwa realitas seluruhnya harus
disetarafkan dengan suatu subjek. Dalil Hegel yang kemudian terkenal
berbunyi: “ Semua yang real bersifat rasional dan semua yang rasional
bersifat real.” Maksudnya, luasnya rasio sama dengan luasnya realitas.
Realitas seluruhnya adalah proses pemikiran (idea, menurut istilah
Hegel) yang memikirkan dirinya sendiri. Atau dengan perkataan lain,
realitas seluruhnya adalah Roh yang lambat laun menjadi sadar akan
dirinya. Dengan mementingkan rasio, Hegel sengaja beraksi terhadap
kecenderungan intelektual ketika itu yang mencurigai rasio sambil
mengutamakan perasaan.
Pusat fisafat Hegel ialah konsep Geist (roh,spirit), suatu istilah
yang diilhami oleh agamanya. Istilah ini agak sulit dipahami. Roh
dalam pandangan Hegel adalah sesuatu yang real, kongkret, kekuatan
yang objektif, menjelma dalam berbagai bentuk sebagai world of spirit
(dunia roh), yang menempatkan ke dalam objek-objek khusus. Di dalam
kesadaran diri, roh itu merupakan esensi manusia dan juga esensi
sejarah manusia.

11
Demi alam kembalilah idea atau roh kepada diri sendiri. Dalam
fase ini, mula-mula roh itu merupakan roh subjektif, kemudian roh
objektif, dan akhirnya roh mutlak.
Sebagai roh subjektif, roh itu mengenal dirinya dan merupakan
tiga tingkatan: antropologi, fenomologi, dan psikologi. Dalam
antropologi, kenallah roh itu akan dirinya dalam penjelmaan pada alam.
Dalam fenomenologi, kenallah ia akan dirinya dalam perbedaannya
dengan alam. Adapun pada psikologi, roh mengenal dirinya dalam
kemerdekaan terhadap alam, mula-mula teoritis, kemudian praktis dan
akhirnya merdekalah roh itu.
Maka meningkatlah kepada roh objektif. Roh objektif ini roh
mutlak yang menjelma pada bentuk-bentuk kemasyarakatan manusia,
hak dan hukum kesusilaan dan kebajikan. Dalam hak dan hukum
terdapat penjelmaan roh merdeka itu pada hukum-hukum umum. Di
samping itu adalah kesusilaan yang merupakan kebatinan. Pada sintesis
keduanya itu terlahirlah kebajikan.
Sampailah sekarang kepada roh mutlak. Roh mutlak itu ialah
idea yang mengenal dirinya dengan sempurna itu merupakan sintesis
dari roh subjektif dan objektif. Tak ada lagi, pertentangan antara subjek
dan objek antara berpikir dan ada. Oleh karena roh mutlak ini
sebenarnya gerak juga, maka ia menunjukkan perkembangan juga: seni
(tesis), agama (antitesis) dan kemudian filsafat (sintesis). Seni itu
memperlihatkan idea dalam pandangan indera terhadap dunia, objeknya
masih di luar subjek. Adapun agama tidak lagi mempunyai subjek di
luar objek, melainkan di dalamnya. Tetapi segala pengertian dan
gambaran agama itu dianggap ada. Filsafat akhirnya merupakan sintesis
dari seni dan agama,merupakan paduan yang lebih tinggi. Di sinilah
idea mengenal dirinya dengan sempurna. Dalam sejarah filsafat ternyata
benar gerak idea itu, yaitu tesis, antitesis, dan akhirnya sintesis.
Misalnya: Parmenides (tesis), Heraklitos (antitesis), dan Plato (sintesis).
Untuk menjelaskan filsafatnya, Hegel menggunakan dialektika
sebagai metode. Yang dimaksud oleh Hegel dengan dialektika adalah

12
mendamaikan, mengompromikan hal-hal yang berlawanan. Proses
dialektika selalu terdiri atas tiga fase. Fase pertama (tesis) dihadapi
antitesis (fase kedua), dan akhirnya timbul fase ketiga (sintesis). Dalam
sintesis itu, tesis dan antitesis menghilang. Dapat juga tidak
menghilang, ia masih ada, tetapi sudah diangkat pada tingkat yang lebih
tinggi. Proses ini berlangsung terus. Sintesis segera menjadi tesis baru,
dihadapi oleh antitesis baru, dan menghasilkan sintesis baru lagi, dan
seterusnya.
Tesis adalah pernyataan atau teori yang didukung oleh argumen
yang dikemukakan, lalu antitesis adalah pengungkapan gagasan yang
bertentangan. Sedangkan sintetis adalah paduan (campuran) berbagai
pengertian atau hal sehingga merupakan kesatuan yang selaras. Berikut
ini contoh tesis, antitesis, dan sintesis.
1. Yang “ada” (being) merupakan tesis kemudian berkontraksi dengan
“tak ada” (not being) sebagai antitesis, kemudian menghasilkan
menjadi (becoming) sebagai sintesis.
2. Dalam keluarga,suami-istri adalah dua makhluk berlainan yang dapat
berupa tesis dan antitesis. Anak dapat merupakan sintesis yang
mendamaikan tesis dan antitesis.
3. Mengenai bentuk Negara. Tesis: Negara diktator. Di Negara ini
hidup kemasyarakatan diatur dengan baik, tetapi para warganya
tidak mempunyai kebebasan apapun juga. Antitesis: Negara anarki.
Dalam Negara anarki para warganya mempunyai kebebasan tanpa
batas, tetapi hidup kemasyarakatan menjadi kacau. Sintesis: Negara
konstitusional. Sintesis ini mendamaikan antara pemerintahan
diktator dengan anarki menjadi demokrasi.

2.3 Jenis – Jenis Aliran Idealisme


2.3.1 Idealisme Subjektif
Idealisme subjektif adalah filsafat yang berpandangan idealis dan
bertitik tolak pada ide manusia atau ide sendiri. Alam dan masyarakat
ini tercipta dari ide manusia. Segala sesuatu yang timbul dan terjadi di

13
alam atau di masyarakat adalah hasil atau karena ciptaan ide manusia
atau idenya sendiri, atau dengan kata lain alam dan masyarakat
hanyalah sebuah ide/ fikiran dari dirinya sendiri atau ide manusia.
Seorang idealis subjektif akan mengatakan bahwa akal, jiwa, dan
persepsi-persepsinya atau ide-idenya merupakan segala yang ada. Objek
pengalaman bukanlah benda material; objek pengalaman adalah
persepsi. Oleh karena itu benda-benda seperti bangunan dan pepohonan
itu ada, tetapi hanya ada dalam akal yang mempersepsikannya.
Salah satu tokoh terkenal dari aliran ini adalah seorang uskup
inggris yang bernama George Berkeley (1684-1753 M), menurut
Berkeley segala sesuatu yang tertangkap oleh sensasi/perasaan kita itu
bukanlah materiil yang riil dan ada secara obyektif. Sesuatu yang
materiil misalkan jeruk, dianggapnya hanya sebagai sensasi-sensasi atau
kumpulan perasaan/ konsepsi tertentu yaitu perasaan / konsepsi dari
rasa jeruk, berat, bau, bentuk dan sebagainya. Dengan demikian
Berkeley dan Hume menyangkal adanya materi yang ada secara
obyektif, dan hanya mengakui adanya materi atau dunia yang riil
didalam fikirannya atau idenya sendiri saja.
Kesimpulan yang dapat ditarik dari filsafat ini adalah,
kecenderungan untuk bersifat egoistis “Aku-isme” yang hanya
mengakui yang riil adalah dirinya sendiri yang ada hanya “Aku”, segala
sesuatu yang ada diluar selain “Aku” itu hanya sensasi atau konsepsi-
konsepsi dari “Aku”. Untuk berkelit dari tuduhan egoistis dan
mengedepankan “Aku-isme/solipisme” Berkeley menyatakan hanya
Tuhan yang berada tanpa tergantung pada sensasi.
Filsafat Berkeley dan Hume ini adalah filsafat besar Inggris pada
abad ke-18, yang merupakan kekuatan reaksioner menentang
materialisme klasik Perancis, sebagai manifestasi dari kekuatiran atas
revolusi di Inggris pada waktu itu. Pada abad ke-19, Idealisme
subyektif mengambil bentuknya yang baru yang terkenal dengan nama
“Positivisme”, yang di kemukakan pertama kali oleh Aguste Comte
(1798-1857 M), menurutnya hanya “pengalaman”-lah yang merupakan

14
kenyataan yang sesungguhnya , selain dari pada itu tidak ada lagi
kenyataan, dunia adalah hasil ciptaan dari pengalaman, dan ilmu hanya
bertugas untuk menguraikan pengalaman itu. Dan masih banyak lagi
pemikir-pemikir yang lainnya dalam filsafat ini, misalnya saja William
Jones (1842-1910 M) dan John Dewey (1859-1952), keduanya berasal
dari Amerika Serikat dan pencetus ide “pragmatisme”, menurut mereka
Pragmatisme adalah suatu filsafat yang menggunakan akibat-akibat
praktis dari ide-ide atau keyakinan-keyakinan sebagai suatu ukuran
untuk menetapkan nilai dan kebenarannya. Filsafat seperti ini sangat
menekankan pada pandangan individualistic, yang mengedepankan
sesuatu yang mempunyai keuntungan atau “cash-value”(nilai kontan)-
lah yang dapat diterima oleh akal si “Aku” tsb. Pragmatisme
berkembang di Amerika dan adalah filsafat yang mewakili kaum
borjuasi besar di negeri yang katanya “the biggest of all”. Sebab dari
pandangan filsafat seperti ini Imperialisme, tindakan eksploitasi dan
penindasan dapat dibenarkan selama dapat mendapatkan keuntungan
untuk si “Aku”.
Pandangan-pandangan idealisme subyektif dapat kita lihat dalam
kehidupan sehari-hari, misalnya tidak jarang kita temui perkataan-
perkataan seperti ini:
1. “Baik buruknya keadaan masyarakat sekarang tergantung pada orang
yang menerimanya, ialah baik bagi mereka yang menganggapnya
baik dan buruk bagi mereka yang menganggapnya buruk.”
2. “kekacauan sekarang timbul karena orang yang duduk
dipemerintahan tidak jujur, kalau mereka diganti dengan orang-
orang yang jujur maka keadaan akan menjadi baik.”
3. “aku bisa, kau harus bisa juga,” dsb.
2.3.2 Idealisme Objektif
Idealisme objektif adalah idealisme yang bertitik tolak pada ide di
luar ide manusia. Idealisme objektif ini dikatakan bahwa akal
menemukan apa yang sudah terdapat dalam susunan alam. Menurut
idealisme objektif segala sesuatu baik dalam alam atau masyarakat

15
adalah hasil dari ciptaan ide universil. Pandangan filsafat seperti ini
pada dasarnya mengakui sesuatu yang bukan materi, yang ada secara
abadi di luar manusia, sesuatu yang bukan materi itu ada sebelum dunia
alam semesta ini ada, termasuk manusia dan segala pikiran dan
perasaannya.
Filsuf idealis yang pertama kali dikenal adalah Plato. Ia membagi
dunia dalam dua bagian. Pertama, dunia persepsi, dunia yang konkret
ini adalah temporal dan rusak; bukan dunia yang sesungguhnya,
melainkan bayangan alias penampakan saja. Kedua, terdapat alam di
atas alam benda, yakni alam konsep, idea, universal atau esensi yang
abadi. Pandangan dunia Plato ini mewakili kepentingan kelas yang
berkuasa pada waktu itu di Eropa yaitu kelas pemilik budak. Dan ini
jelas nampak dalam ajarannya tentang masyarakat “ideal”. Pada jaman
feodal, filsafat idealisme obyektif ini mengambil bentuk yang dikenal
dengan nama Skolastisisme, system filsafat ini memadukan unsur
idealisme Aristoteles (384-322 S.M), yaitu bahwa dunia kita merupakan
suatu tingkatan hirarki dari seluruh system hirarki dunia semesta,
begitupun yang hirarki yang berada dalam masyarakat feodal
merupakan kelanjutan dari dunia ke-Tuhanan. Segala sesuatu yang ada
dan terjadi di dunia ini maupun dalam alam semesta merupakan
“penjelmaan” dari titah Tuhan atau perwujudan dari ide Tuhan. Filsafat
ini membela para bangsawan atau kaum feodal yang pada waktu itu
merupakan tuan tanah besar di Eropa dan kekuasaan gereja sebagai
“wakil” Tuhan didunia ini. Tokoh-tokoh yang terkenal dari aliran
filsafat ini adalah: Johannes Eriugena (833 M), Thomas Aquinas (1225-
1274 M), Duns Scotus (1270-1308 M), dan sebagainya.
Kemudian pada jaman modern sekitar abad ke-18 muncullah
sebuah system filsafat idealisme obyektif yang baru, yaitu system yang
dikemukakan oleh George.W.F Hegel (1770-1831 M). Menurut Hegel
hakekat dari dunia ini adalah “ide absolut”, yang berada secara absolut
dan “obyektif” didalam segala sesuatu, dan tak terbatas pada ruang dan
waktu. “Ide absolut” ini, dalam prosesnya menampakkan dirinya dalam

16
wujud gejala alam, gejala masyarakat, dan gejala fikiran. Filsafat Hegel
ini mewakili kelas borjuis Jerman yang pada waktu itu baru tumbuh dan
masih lemah, kepentingan kelasnya menghendaki suatu perubahan
social, menghendaki dihapusnya hak-hak istimewa kaum bangsawan
Junker. Hal ini tercermin dalam pandangan dialektisnya yang
beranggapan bahwa sesuatu itu senantiasa berkembang dan berubah,
tidak ada yang abadi atau mutlak, termasuk juga kekuasaan kaum
feodal. Akan tetapi karena kedudukan dan kekuatannya masih lemah itu
membuat mereka tidak berani terang-terangan melawan filsafat
Skolatisisme dan ajaran agama yang berkuasa ketika itu.
Pikiran filsafat idealisme obyektif ini dapat kita jumpai dalam
kehidupan sehari-hari dengan berbagai macam bentuk. Perwujudan
paling umum antara lain adalah formalisme dan doktriner-isme. Kaum
doktriner dan formalis secara membuta mempercayai dalil-dalil atau
teori sebagai kekuatan yang maha kuasa , sebagai obat manjur buat
segala macam penyakit, sehingga dalam melakukan tugas-tugas atau
menyelesaikan persoalan-persoalan praktis mereka tidak bisa berfikir
atau bertindak secara hidup berdasarkan situasi dan syarat yang
kongkrit.

2.4 Implikasi Aliran Idealisme dalam Pendidikan


Aliran filsafat idealisme terbukti cukup banyak memperhatikan
masalah-masalah pendidikan, sehingga cukup berpengaruh terhadap
pemikiran dan praktik pendidikan. William T. Harris adalah tokoh aliran
pendidikan idealisme yang sangat berpengaruh di Amerika Serikat. Bahkan,
jumlah tokoh filosof Amerika kontemporer tidak sebanyak seperti tokoh-
tokoh idealisme yang seangkatan dengan Herman Harrell Horne (1874-1946).
Herman Harrell Horne adalah filosof yang mengajar filsafat beraliran
idealisme lebih dari 33 tahun di Universitas New York.
Belakangan, muncul pula Michael Demiashkevitch, yang menulis
tentang idealisme dalam pendidikan dengan efek khusus. Demikian pula B.B.
Bogoslovski, dan William E. Hocking. Kemudian muncul pula Rupert C.

17
Lodge (1888-1961), profesor di bidang logika dan sejarah filsafat di
Universitas Maitoba. Dua bukunya yang mencerminkan kecemerlangan
pemikiran Rupert dalam filsafat pendidikan adalah Philosophy of Education
dan studi mengenai pemikirian Plato di bidang teori pendidikan.
Idealisme sangat concern tentang keberadaan sekolah. Pendidikan harus
terus eksis sebagai lembaga untuk proses pemasyarakatan manusia sebagai
kebutuhan spiritual, dan tidak sekadar kebutuhan alam semata. Gerakan
filsafat idealisme pada abad ke-19 secara khusus mengajarkan tentang
kebudayaan manusia dan lembaga kemanuisaan sebagai ekspresi realitas
spiritual.
Bagi aliran idealisme, anak didik merupakan seorang pribadi tersendiri,
sebagai makhluk spiritual. Mereka yang menganut paham idealisme
senantiasa memperlihatkan bahwa apa yang mereka lakukan merupakan
ekspresi dari keyakinannya, sebagai pusat utama pengalaman pribadinya
sebagai makhluk spiritual. Tentu saja, model pemikiran filsafat idealisme ini
dapat dengan mudah ditransfer ke dalam sistem pengajaran dalam kelas. Guru
yang menganut paham idealisme biasanya berkeyakinan bahwa spiritual
merupakan suatu kenyataan, mereka tidak melihat murid sebagai apa adanya,
tanpa adanya spiritual.
Pola pendidikan yang diajarkan fisafat idealisme berpusat dari
idealisme. Pengajaran tidak sepenuhnya berpusat dari anak, atau materi
pelajaran, juga bukan masyarakat, melainkan berpusat pada idealisme. Maka,
tujuan pendidikan menurut paham idealisme terbagai atas tiga hal, tujuan
untuk individual, tujuan untuk masyarakat, dan campuran antara keduanya.
Pendidikan idealisme untuk individual antara lain bertujuan agar anak
didik bisa menjadi kaya dan memiliki kehidupan yang bermakna, memiliki
kepribadian yang harmonis dan penuh warna, hidup bahagia, mampu
menahan berbagai tekanan hidup, dan pada akhirnya diharapkan mampu
membantu individu lainnya untuk hidup lebih baik. Sedangkan tujuan
pendidikan idealisme bagi kehidupan sosial adalah perlunya persaudaraan
sesama manusia. Karena dalam spirit persaudaraan terkandung suatu
pendekatan seseorang kepada yang lain. Seseorang tidak sekadar menuntuk

18
hak pribadinya, namun hubungan manusia yang satu dengan yang lainnya
terbingkai dalam hubungan kemanusiaan yang saling penuh pengertian dan
rasa saling menyayangi. Sedangkan tujuan secara sintesis dimaksudkan
sebagai gabungan antara tujuan individual dengan sosial sekaligus, yang juga
terekspresikan dalam kehidupan yang berkaitan dengan Tuhan.
Guru dalam sistem pengajaran yang menganut aliran idealisme
berfungsi sebagai: (1) guru adalah personifikasi dari kenyataan si anak didik;
(2) guru harus seorang spesialis dalam suatu ilmu pengetahuan dari siswa; (3)
Guru haruslah menguasai teknik mengajar secara baik; (4) Guru haruslah
menjadi pribadi terbaik, sehingga disegani oleh para murid; (5) Guru menjadi
teman dari para muridnya; (6) Guru harus menjadi pribadi yang mampu
membangkitkan gairah murid untuk belajar; (7) Guru harus bisa menjadi
idola para siswa; (8) Guru harus rajib beribadah, sehingga menjadi insan
kamil yang bisa menjadi teladan para siswanya; (9) Guru harus menjadi
pribadi yang komunikatif; (10) Guru harus mampu mengapresiasi terhadap
subjek yang menjadi bahan ajar yang diajarkannya; (11) Tidak hanya murid,
guru pun harus ikut belajar sebagaimana para siswa belajar; (12) Guru harus
merasa bahagia jika anak muridnya berhasil; (13) Guru haruslah bersikap
demokratis dan mengembangkan demokrasi; (14) Guru harus mampu belajar,
bagaimana pun keadaannya.

19
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Idealisme adalah aliran filsafat yang memandang bahwa mind (akal) dan
nilai spiritual adalah hal yang fundamental yang ada di dunia ini. Ia adalah
suatu keseluruhan dari dunia itu sendiri. Idealisme memandang ide itu primer
kedudukannya, sedangkan materi sekunder. Ide itu timbul atau ada lebih
dahulu, baru kemudian materi. Segala sesuatu yang ada ini timbul sebagai hasil
yang diciptakan oleh ide atau pikiran, karena ide atau pikiran itu timbul lebih
dahulu, baru kemudian sesuatu itu ada.
Tokoh-tokoh aliran idealism antara lain J.G. Fichte (1762-1814 M),
F.W.J. Shelling (1775-1854 M), G.W.F Hegel (1798-1857 M), dan lain-lain.
Idealisme mempunyai dua aliran, yaitu idealisme subjektif yaitu filsafat yang
berpandangan idealis dan bertitik tolak pada ide manusia atau ide sendiri dan
idealisme objektif yaitu idealisme yang bertitik tolak pada ide di luar ide
manusia.
Pola pendidikan yang diajarkan fisafat idealisme berpusat pada
idealisme. Pengajaran tidak sepenuhnya berpusat dari anak, atau materi
pelajaran, juga bukan masyarakat, melainkan berpusat pada idealisme. Maka,
tujuan pendidikan menurut paham idealisme terbagai atas tiga hal, tujuan untuk
individual, tujuan untuk masyarakat, dan campuran antara keduanya.

20
21
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Rozak, Isep dan Zainal Arifin. 2002. Filsafat Umum. Bandung: Gema
Media Pusakatama.

Abidin, Zainal. 2001. Filsafat Manusia. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Ali, Muhammad. 2006. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Modern. Jakarta:


Pustaka Amani.

Mudyahardjo, R., 2001. Filsafat Ilmu Pendidikan: Suatu Pengantar. Bandung:


Remaja Rosdakarya.

Anda mungkin juga menyukai