Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH FILSAFAT ILMU

SUMBER PENGETAHUAN ILMU FISAFAT MELIPUTI: RASIO, EMPIRI, INTUISI


DAN WAHYU

Disusun oleh :

Azhar Shofiyah Husna 19680004

Nur Hayati 19680023

Yutanika 19680024

Meidhita Nurwigia .P 19680025

Kharisma Agustina 19680027

Ahmad Subandi 19680032

Salsabila Al Khusnisa. K 19680033

Ayu Diah Putri .R 19680034

JURUSAN PERPUSTAKAAN DAN ILMU INFORMASI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG

TAHUN 2020/2021
ABSTRAK

Ilmu filsafat ialah studi tentang seluruh fenomena kehidupan dan pemikiran
manusia secara kritis dan dijabarkan dalam konsep yang mendasar. Filsafat tidak
dialami dengan melakukan eksperimen-eksperimen ataupun percobaan semata-mata,
namun filsafat mengutamakan dan mengutarakan masalah secara persis, mencari
solusi untuk itu, memberikan argumentasi dan alasan yang tepat untuk
masalah-masalah tertentu. Terdapat empat sumber pengetahuan Ilmu filsafat, empat
sumber ini meliputi rasio, emipri, intuisi dan wahyu. Dan dalam makalah yang kami
tulis ini akan kami jelaskan dan jabarkan mengenai empat sumber pengetahuan Ilmu
filsafat yaitu sumber pengetahuan rasio, empiri, intuisi dan wahyu.

i
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Sumber Pengetahuan Ilmu Fisafat
Meliputi: Rasio, Empiri, Intuisi Dan Wahyu” kelompok kami ini untuk memenuhi
tugas mata kuliah filsafat ilmu. Jika tanpa pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan
sanggup untuk menyelesaikan tugas ini dengan baik . Sholawat serta salam semoga
terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang
telah menjunjung kita umat manusia dari zaman kegelapan hingga zaman terang
benderang seperti saat ini, dan yang kita nanti-nantikan syafaatnya pada hari akhir
nanti. Kami berterimakasih juga kepada Yth. Anita Sufia, M.PdI selaku dosen
pengampu mata kuliah Filsafat Ilmu yang telah memberikan bimbingan dan
arahannya dalam penyusunan makalah ini.

Kami berharap makalah ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan


khursusnya dalam bidang pembelajaran yang terkait dengan Filsafat Ilmu, serta
pembaca dapat mengetahui mengenai empat sumber pengetahuan Ilmu filsafat yaitu
sumber pengetahuan rasio, empiri, intuisi dan wahyu.

Sebagai penyusun tugas kelompok filsafat ilmu, kami menyadari bahwa masih
terdapat banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini. untuk itu kami meminta
kritik serta saran ibu dosen pembimbing maupun pembaca makalah ini guna
perbaikan dan pembelajaran kedepannya. Demikian dan apabila ada kesalahan pada
tugas tugas kelompok ini kami sebagai penyusun tugas mohon maaf yang
sebesar-besarnya.

Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Malang, 23 September 2020

Penyusun,

ii
DAFTAR ISI
Abstrak...................................................................................................................................i
Kata Pengantar....................................................................................................................... ii
Daftar isi ...............................................................................................................................iii
Bab I PENDAHULUAN........................................................................................................1
A. Latar belakang ..............................................................................................................1
B. Rumusan masalah ......................................................................................................1
C. Tujuan.............................................................................................................................1
Bab II PEMBAHASAN.........................................................................................................2
A. Penjelasan Rasio Sebagai Sumber Pengetahuan Filsafat.................................................2
B. Penjelasan Empiri Sebagai Sumber Pengetahuan Filsafat............................................... 3
C. Penjelasan Intuisi Sebagai Sumber Pengetahuan Filsafat................................................ 3
D. Penjelasan Wahyu Sebagai Sumber Pengetahuan Filsafat.............................................. 5
Bab III PENUTUP................................................................................................................. 8
3.1 Kesimpulan...................................................................................................................... 8
3.2 Saran................................................................................................................................ 9
Daftar pustaka........................................................................................................................ 10

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Perkembangan teknologi maupun ilmu pengetahuan tidak bisa terhindarkan di


zaman sekarang ini. Dengan adanya perkembangan teknologi maupun ilmu
pengetahuan maka berkembang pula rasaa ingin tahu manusia. Manusia merupakan
satu-satunya makhluk yang akal dan pikirannya di beri keberkahan oleh Allah SWT.
Makhluk lainnya pun sama diberi akal dan pikiran namun sangat terbatas dan sulit
untuk berkembang. Manusia terus mengembangkan pengetahuan untuk memenuhi
kebutuhan hidup entah untuk dirinya sendiri atau untuk orang lain.
Filsafat ilmu yang penulis bahas merupakan ilmu yang membahas tentang
seluruh fenomena kehidupan dan pemikiran manusia secara kritis dan dijabarkan
secara mendasar. Dalam makalah ini, penulis menjabarkan ilmu pengetahuan
sebagai sumber dari filsafat, ada empat aspek yaitu rasio, empiri, intuisi dan wahyu.
Kempat aspek ini saling berkaitan dan selalu di jalankan atau dilaksanakan baik
secara sadar atau tidak sadar oleh setiap manusia dalam kehidupannya.
Penulis berharap dengan adanya makalah yang membahas sumber ilmu
pengetahuan di filsafat pembaca dapat memahami. Bahwasannya dalam kehidupan
sehari-hari dan juga dengan perkembangan zaman yang semakin pesat, manusia
harus tetap memegang teguh pedoman. Dan memahami betul bahwa filsafat
merupakan ilmu yang mendasari berlangsungnya kehidupan manusia.

B. RUMUSAN MASALAH
a. Apa yang dimaksud dengan rasio sebagai sumber pengetahuan filsafat?
b. Apa yang dimaksud dengan empiri sebagai sumber pengetahuan filsafat?
c. Apa yang dimaksud dengan intuisi sebagai sumber pengethuan filsafat?
d. Apa yang dimaksud dengan wahyu sebagai sumber pengetahuan filsafat?

C. TUJUAN
Tujuan di buatnya makalah ini agar pembaca dapat memahami dan mengetahui
ke empat sumber pengetahuan filsafat. Dalam makalah ini penulis menjabarkan
dengan jelas alasan mengapa ke empat (rasio, empiri, intuisi dan wahyu) sebagai
sumber pengetahuan filsafat.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENJELASAN RASIO SEBAGAI SUMBER PENGETAHUAN FILSAFAT

Rasio secara etimologi berasal dari bahasa Inggris: Reason yang artinya Alasan,
dan Bahasa Latin: Ratio yang berarti hubungan, pikiran, dan dalam bahasa Yunani
terdapat tiga istilah yang artinya hampir sama: phronesis, nous, dan logos. Sedangkan
dalam pengertian umumnya rasio adalah:
1. Kemampuan seseorang untuk memahami, menghubungkan, merefleksikan,
memperhatikan kesamaan, perbedaan dan sebagainya.
2. Kemampuan untuk menyimpulkan, kemampuan inilah yang membuat manusia
berbeda dari dari makhluk Tuhan lainnya.
Berdasarkan teori rasional dari para filsuf Eropa seperti Descartes (1596-1650),
Immanuel Kant (1724-1804) dan lain-lain. Teori tersebut terangkum dalam 2 konsepi
kepercayaan:
1. Penginderaan (sensasi), bahwasanya merasakan panas, cahaya, membau,
mendengar suara karena penginderaan yang ada di diri manusia akan semua itu.
2. Fitrah, dalam artian bahwasanya manusia memiliki pengertian, dan konsepsi
yang tidak muncul dari indera manusia itu sendiri. Tetapi ia(fitrah) sudah tertanam
di dalam diri manusia itu sendiri.
Kaum rasionalis metode deduktif dalam menyusun pengetahuannya. Paham
idealisme merupakan paham yang dipakai juga oleh kaum rasionalis. Paham
rasionalis percaya bahwa ide bukan ciptaan manusia, namun ide-ide ini jelas dan
dapat masuk akal. Ide bagi kaum rasionalis bersifat apriori yang bisa didapatkan
oleh manusia menggunakan nalar rasional.
Jika setiap orang berbeda-beda dalam menanggapi suatu hal, maka nanti akan
muncul beberapa kebenaran yang bersifat subjektf. Oleh karena itu dalam
pemahaman ini tidak ada evaluasi akan sebuah kebenaran yang akan memunculkan
beberapa macam kebenaran dan pengetahuan terhadap suatu objek yang bisa
diterima oleh semua pihak.

2
B. PENJELASAN EMPIRI SEBAGAI SUMBER PENGETAHUAN FILSAFAT
Empiris berasal dari kata Empirikos bahasa Yunani yang berarti pengalaman.
Maksud dari pengalaman disini adalah indra. Jadi bisa diartikan empiris adalah
salah satu sumber pengetahuan yang berupa alat untuk menangkap objek
pengetahuan dari luar diri manusia melalui perantara indra. Pengetahuan ini biasa
disebut juga dengan pengetahuan non-ilmiah, karena diperoleh dari alat panca indra.
Pengetahuan ini bersifat parsial, karena masing-masing dari manusia alat indranya
dapat menangkap aspek atau objek yang berbeda-beda. David Hume, salah satu
tokoh empirisme mengatakan bahwa manusia tidak membawa pengetahuan bawaan
dalam hidupnya.
Sumber pengetahuan adalah pengamatan. Pengamatan memberikan dua hal,
yaitu kesan dan ide. Yang dimaksud kesan adalah pengamatan langsung yang
diterima dari pengalaman. Sedangkan yang dimaksud dengan ide adalah gambaran
tentang pengamatan yang samar-samar yang dihasilkan dengan merenungkan
kembali kesan atau pengamatan yang diterima dari pengalaman.
Melihat pengetahuan dengan sumber pengalaman atau indra memiliki banyak
kelemahan, seperti terbatasnya indra manusia dalam memahami objek, yang mana
indra pengelihatan seseorang melihat benda jauh terlihat seperti kecil, kemudian
indra perasa jika seseorang indra perasanya sedang terganggu maka tidak akan
merasakan apapun, begitu juga jika seseorang sedang sakit merasakan udara yang
sangat dingin sedangkan cuaca diluar hangat, ini akan menimbulkan pengetahuan
yang salah, lalu indra pengelihatan seseorang juga tidak dapat mencakup banyak
objek. Jadi dapat disimpulkan bahwa sumber pengetahuan dengan empiris atau
melihat pengalaman tidak dapat dijadikan acuan sebagai sumber utama dalam
mendapatkan sebuah pengetahuan perlu adanya kajian dari sumber pengetahuan
yang lain.

3
C. PENJELASAN INTUISI SEBAGAI SUMBER PENGETAHUAN FILSAFAT

Intuisi, merupakan sumber pengetahuan yang tidak menentu dan didapatkan


secara tiba-tiba. Terkadang kita sebagai manusia ketika dihadapkan dengan suatu
permasalahan, otak akan berpikir sangat keras untuk menemukan solusi dari
permasalahan tersebut. Tingkat berpikir otak berbanding lurus dengan masalah yang
akan diselesaikan. Semakin sulit tingkat permaslahan yang akan dipecahkan, semakin
keras juga kinerja otak dalam berpikir menyelesaikan masalah tersebut. Dalam
kondisi tertentu, terkadang semakin kita berusaha untuk memecahkan masalah,
semakin sulit menemukan solusinya. Tapi dalam kondisi yang berlawanan ketika kita
tidak sedang berpikir untuk menyelesaikan masalah dan melakukan aktivitas-aktivitas,
kita seakan terpikirkan solusi untuk permasalahan. Solusi itu muncul tiba-tiba dalam
benak kita, tanpa sedikitpun kita menjadwalkan atau berusaha mencarinya. Hal yang
demikian bisa dikatakan sebagai intuisi.

Intuisi adalah suatu aliran atau faham yang menganggap bahwa intuisi
(naluri/perasaan) adalah sumber pengetahuan dan kebenaran. Intuisi termasuk salah
satu kegiatan berpikir yang tidak didasarkan pada penalaran. Jadi, intuisi adalah
non-analitik dan tidak didasarkan atau suatu pola berpikir tertentu dan sering
bercampur aduk dengan perasaan (Satria, 2017 ). Sedangkan menurut Henry Bergson
intuisi adalah hasil dari evolusi pemahaman yang tertinggi. Kemampuan ini mirip
dengan insting tetapi berbeda dengan kesadaran dan kebebasannya. Pengembangan
kemampuan ini (intuisi) memerlukan suatu usaha. Ia juga mengatakan bahwa intuisi
adalah suatu pengetahuan yang langsung, yang mutlak dan bukan pengetahuan nisbi.
Kata intuisi sebenarnya telah didengar jauh sebelumnya, kaum mistik mengklaim
bahwa intuisi adalah cara untuk memenuhi hasrat terdalam manusia atas pengetahuan
yang sempurna atau absolut terhadap realitas. Intuisi telah diterima sebagai fakultas
yang unik dan berbeda dengan pikiran ataupun persepsi, misalnya oleh al-Ghazali dan
para mistis lainnya. Hal ini mendorong banyak orang untuk meragukan validitas
intuisi. Namun, Iqbal berpandangan bahwa intuisi adalah sebuah fakultas pengetahuan
sebagaimana fakultas-fakultas pengetahuan lainnya, seperti pemikiran dan persepsi.
Hanya saja intuisi adalah bentuk pengetahuan yang lebih tinggi, walau secara
kualitatif memiliki sifat dasar yang sama sebagaimana fakultas-fakultas pengetahuan
lainnya (Satria, 2017).

4
Intuisi bersifat personal dan tidak bisa diramalkan. Sebagai dasar untuk
menyusun pengetahuan secara teratur, intuisi tidak dapat diandalkan. Pengetahuan
intuisi dapat dipergunakan sebagai hipotesa bagi analisis selanjutnya dalam
menentukan benar tidaknya pernyataan yang dikemukakan. Kegiatan intuisi dan
analisis bisa bekerja saling membantu dalam menemukan kebenaran.
Plotinus dan Bergson biasanya dicatat sebagai filosof yang mengamalkan dan
menganjurkan metode ini. Bagi Plotinus, metode lebih terkait dengan eksplisitasi
intuisinya. Sesuai dengan pemikiran Sokrates bahwa pada diri manusia sudah ada
potensi untuk mencapai kebenaran yang hakiki dan intisari permasalahan. Dengan
pensucian diri dan perenungan, maka hal ini akan tercapai. Intuisi seseorang akan
memandunya mengungkapkan kembali kebenaran itu (Lubis, 2015). Manusia
terkadang harus mengambil jarak dan berjauhan dengan logika, serta menyerahkan
diri pada kemurnian kenyataan dan keaslian fitrah manusia. Ini bukan berarti logika
harus dibungkam dan rasio diceraikan, tetapi untuk bisa menganalisis dan jangan
terjerat olehnya.

D. PENJELASAN WAHYU SEBAGAI SUMBER PENGETAHUAN


FILSAFAT
Allah tidak menciptakan manusia di muka bumi tanpa arahan dan dibiarkan
begitu saja. Allah memberi petunjuk berupa kitab-kitab yang diturunkan melalui para
Nabi dan rasulnya untuk dijadikan sebagai pegangan hidupnya, serta Allah
menganugerahkan akal kepada manusia utnuk memperoleh petunjuk terhadap segala
sesuatu(Tholhah, 2005).
Manusia dianugerahi akal dan hati nurani untuk dapat berfikir serta menghayati
hakikat kehidupan. disamping itu juga manusia dianugerahi hawa nafsu amarah yang
senantiasa mencapai keburukan. Maka pendidikan harus berupaya mengarahkan
manusia agar memiliki ketrampilan untuk dapat mempergunakan akal tersebut dan
mengendalikan hawa nafsu.
Dalam AL-Quran pun banyak ayat yang menmerintahkan agar manusia
senantiasa menggunakan akalnya untuk menenemukan rahasia Allah yang ada di
dunia ini. Dengan menggunakan akal pikirnya, diharapkan manusia mengembangkan
ilmu pengeahuan yang bermanfaat bagi lingkungan dan ummat di dunia. Dengan
potensi akal pikiran Allah memeritahkan untuk berfikir dan mengelola alam semesta

5
serta memaafkan sebesar-besarnya bagi kemaslahatan dan kesejahteraan hidup
manusia(Wiyono, 2004).
Teks Keagamaan baik Al-Quran maupun Hadist merupakan sumber pedoman
dari hidup manusia. Sebenarnya perihal agama(Syariat), Allah telah memerintahkan
menggunakan akal pikiran manusia untuk mempelajari segala hal di kehidupan. Tidak
hanya mengenai hubungan agama dan filsafat. Namun juga mengenai masalah yang
lebih mendalam yakni keesaan tuhan, pengetahuan Tuhan, kebangkitan, dll.
Masalahnya untuk kalangan pemikir, hal tersebut perlu adanya interpretasi lain yang
sebanding atau interpratasi dengan menggunakan nalar.
Akal dan wahyu merupakan 2 unsur yang saling terhubung satu sama lain.
Manusia menggunakan akalnya untuk menelaah dan mempelajari wahyu, dan wahyu
sebagai tuntunan manusia dalam hidupnya. Akal masih memiliki potensi kekeliruan
dalam penafsirannya sedangkan wahyu bersifat mutlak, oleh karena itu jika ada akal
manusia bertentangan, maka dikembalikan ke semula yakni wahyu dan sunnah karena
keduanya merupakan pedoman hidup manusia.
Jika kegiatan filsafat(akal) tidak lain hanyalah menyelidiki segala sesuatu yang
mawjud dan merenungkanya sebagai bukti adanya sang pencipta, sehingga
mengetahui ciptaan dapat memberi petunjuk pada keberadaan penciptanya, maka
semakin sempurna pengetahuan tentang mawjud, semakin sempurna pula
pengetahuan tentang sang pencipta, karena syariat telah memerintahkan dan
mendorong kita untuk mempelajari segala mawjud, maka jelaslah bahwa mempelajari
filsafat hukumnya wajib atau sunnah.
Menurut Ibn Rusyd, akal dan wahyu tidak akan melahirkan pertentangan dalam
membahas persoalan yang menjadi otoritas keduanya. Keduanya mempunyai
kesamaan dalam banyak hal. Selain dari segi metode, kesamaan akal dan wahyu juga
terkait dengan objek dan tujuan, yakni mengetahui dengan benar keberadaan tuhan
sebagai pencipta mawjud melalui metode demonstratif. Perbedaan keduanya hanya
dari segi pengungkapan dan caranya saja. Akal menggunakan metode demonstratif
dengan langkah dialektika menanjak, dari meneliti realitas nyata menuju realitas tidak
nyata. Sebaliknya, wahyu menggunakan metode metode retorika, dialektika, dan
demonstratif dengan langkah dialektika menurun dari teks ilahi menuju realitas alam
nyat. Akan tetapi keduanya berpegang pada satu cahaya, yakni cahaya kebenaran
(Wijaya,2009)

6
Dari uraian di atas tampak bahwa akal dan wahyu merupakan dua sarana
kebenaran yang berdiri sendiri. Disiplin ilmu yang satu harus menghargai prinsip
dasar disiplin ilmu lainya, tidak boleh membahasnya dan apalagi membatalkanya.
Kedua prinsip disiplin keilmuan ini pada giliranya melahirkan bentuk wacana yang
berbeda. Smentara kebenaran wahyu bersifat universal dan intuitif yang mebawa pada
keyakinan akan kebenaran mutlak, sedangkan kebenaran akal bersifat rasional. Ibn
Rusyd menganggap tidak ada masalah yang perlu dibahas lebih lanjut ketika
keduanya mebahas persoalanpersoalan yang menjadi otoritasnya masing-masing (ibnu
Rusyd, 2002).
Dari sini bisa disimpulkan dengan sederhana bahwa mensejajarkan kedudukan
akal dan wahyu, dengan menggunakan konsep Ittisal (hubungan), antara keduanya
tidak ada pertentangan dalam mendapatkan kebenaran, wahyu yang juga sebuah
kebenaran dan akal yang selalu menuju ke arah pencarian kebenaran, jadi tidak
mungkin sebuah kebenaran akan berlawanan dengan kebenaran, tetapi apabila dalam
proses mendapatkan sebuah kebenaran itu ada pertentangan di antara keduanya maka
harus dilakukan takwil, dalam melakukan takwil terdapat syarat-syarat yang harus
dipenuhi yaitu harus orang yang sudah dalam tahap berfikir demonstratif (Imran,2016)

7
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Dalam kajian filsafat dijelaskan dengan jelas pengetahuan yang dimiliki oleh
manusia memiliki sumber. Dengan kata lain pengetahuan itu tidak timbul dengan
sendirinya. Ada empat sumber pengetahuan yang dimaksud yaitu Rasio, Empiris,
Intuisi, dan Wahyu. Keempat sumber ini memiliki pengertian yang berbeda-beda
dalam menafsirkan sumber dari pengetahuan manusia tersebut. Rasio, merupakan
pengetahuan yang bersumber dari penalaran manusia. Pada sumber pengetahuan ini
diketahui bahwa pengetahuan adalah hasil pemikiran manusia. Empiris, merupakan
pengetahuan yang bersumber dari pengalaman yang dialami manusia. Sumber
pengetahuan ini dirumuskan berdasarkan kegiatan manusia yang suka
memperhatikan gejala-gejala yang terjadi disekitarnya. Misalnya peristiwa
terjadinya hujan di bumi. Peristiwa ini terus terulang-ulang dan dengan proses
kejadian yang sama. Hal ini menjadi daya tarik bagi manusia, muncul pertanyaan
mengapa selalu turun hujan. Dari pengalaman itulah manusia tergerak untuk
bernalar hingga melakukan penelitian penyebab terjadinya hujan.
Intuisi, merupakan sumber pengetahuan yang tidak menentu dan didapatkan
secara tiba-tiba. Terkadang kita sebagai manusia ketika dihadapkan dengan suatu
permasalahan, otak akan berpikir sangat keras untuk menemukan solusi dari
permasalahan tersebut. Tingkat berpikir otak berbanding lurus dengan masalah
yang akan diselesaikan. Semakin sulit tingkat permaslahan yang akan dipecahkan
semakin keras juga kinerja otak dalam berpikir menyelesaikan masalah tersebut.
Dalam kondisi tertentu, terkadang semakin kita berusaha untuk memecahkan
masalah, semakin sulit menemukan solusinya. Tapi dalam kondisi yang berlawanan
ketika kita tidak sedang berpikir untuk menyelesaikan masalah dan melakukan
aktivitas-aktivitas, kita seakan terpikirkan solusi untuk permasalahan. Solusi itu
muncul tiba-tiba dalam benak kita, tanpa sedikitpun kita menjadwalkan atau
berusaha mencarinya. Hal yang demikian bisa dikatakan sebagai intuisi.
Wahyu, atau bisa dikatakan dengan sumber pengetahuan yang non-analiktik
karena tidak ada proses berpikir dari manusia tersebut. Wahyu merupakan sumber
pengetahuan yang berasal dari yang Maha kuasa. Biasanya yang dapat menerima
sumber pengetahuan yang seperti ini adalah manusia-manusia pilihan. Contoh yang

8
paling dekat adalah para nabi dan Rasul Allah, yang menerima pengetahuan dari
Allah. Kisah-kisah merekapun banyak mengispirasi banyak orang. Dari keempat
sumber pengetahuan diatas dapat disimpulkan bahwa cara berpikir itu ada dua yaitu
analatik; Rasio, dan Empiris. Dikatakan sebagai cara berpikir yang analitik karena
ada proses berpikir yang rincih yang dilakukan manusia. Adapula cara berpikir
yang non-analitik; intuisi, dan wahyu yang tidak memiliki proses berpikir secara
rinci yang dilakukan oleh manusia

B. SARAN

Setelah mengetahui sumber pengetahuan ilmu yang terdiri dari Rasio (akal),
Empiris (Indra), Intuisi, dan Wahyu diharapkan pembaca mampu mempelajari,
memahami, dan menerapkan dalam kehidupan sehari-hari. Kami berharap para
pembaca mampu memahami apa yang telah dijelaskan dalam makalah ini. Dan juga
penulis berharap makalah ini dapat digunakan sebagai sumber ilmu dan menambah
wawasan bagi pembacanya

9
DAFTAR PUSTAKA

Ibn Rusyd, Fashl al-Maqal (Mendamaikan Agama dan Filsafat), terj. Aksin Wijaya,
Mizan, 2002.

Imran, Zulvi. 2016. Akal Dan Wahyu Menurut Ibnu Ruysdi. Medan: Almufida I(1).

Kamarasyid, Aloi. 2018. Menyikapi Rahasia di Balik Rasio dan Rasa pada Manusia.
Bangka Belitung: IAIN Bangka Belitung. Volume 9, No.1.

Kurniawan, Adi. Nurlaila, Azizah Hakim. 2015. Dasar-Dasar Pengetahuan.


Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.

Lubis, N. A. F. (2015). Pengantar filsafat umum. Perdana Publising.


http://repository.uinsu.ac.id/2454/1/ISI%20PENGANTAR%20FILSAFAT%20U
MUM%20FADHIL.pdf

Satria, R. (2017). Intuisi Dan Intelek Dalam Epistemologi Muhammad Iqbal


(Doctoral dissertation, UIN Ar-Raniry Banda Aceh).
https://repository.ar-raniry.ac.id/id/eprint/11351/

Taufiqurrahman, Ahmad. 2015. Manusia Memperoleh Pengetahuan. Jurnal Al-Fatih.


Vol 4 (01).

http://ejournal.kopertais4.or.id/mataraman/index.php/alfatih/article/view/1263

Tholhah Hasan, Muhammad. 2005. Islam dan Masalah Sumber Daya Manusia.
Jakarta: Lantabora Press hlm. 76.

Wiyono, Slamet. 2004. Manajemen Potensi Diri. Jakarta: Grasindo hlm. 40.

Wijaya Aksin. 2009. Teori Interpretasi al-Qur’an Ibn Rusyd, Kritik


Ideologis-Hermeneutis. LkiS: Yogyakarta hlm 136.

Internet:

https://www.academia.edu/23892288/Sumber_Pengetahuan_Filsafat_Ilmu_ , diakses
pada tanggal 22 september 2020

http://arti-definisi-pengertian.info/pengertian-arti-rasio/ , diakses pada tanggal 23


september 2020

https://www.slideshare.net/capungh/filsafatpengetahuanepistemologi , diakses pada


tanggal 22 september 2020

10
11

Anda mungkin juga menyukai