Oleh :
Dosen Pengampu:
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS RIAU
2023
DAFTAR ISI
i
1
BAB I
PENDAHULUAN
pertanyaan yang tidak dapat dijawab oleh sains. Secara terminologi filsafat
banyak diartikan oleh para ahli secara berbeda, perbedaan konotasi filsafat
disebabkan oleh pengaruh lingkungan dan pandangan hidup yang berbeda
serta akibat perkembangan filsafat itu sendiri seperti; James melihat konotasi
filsafat sebagai kumpulan pertanyaan yang tidak pernah terjawab oleh sains
secara memuaskan. Russel melihat filsafat pada sifatnya ialah usaha
menjawab, objeknya ultimate question. Phytagoras menunjukkan filsafat
sebagai perenungan tentang ketuhanan. Poedjawijatna (1974: 11)
menyatakan filsafat diartikan ingin mencapai pandai, cinta, pada kebijakan,
dan sebagai jenis pengetahuan yang berusaha mencari sebab yang
sedalam-dalamnya bagi segala sesuatu berdasarkan pikiran belaka.
Hasbullah Bakry (1971: 11) mengatakan filsafat menyelidiki segala sesuatu
dengan mendalam mengenai ketuhanan, alam semesta, dan manusia
sehingga dapat menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana hakikatnya
sejauh yang dapat dicapai akal manusia dan bagiamana sikap manusia itu
harus setelah mencapai pengetahuan itu, dan masih banyak pendapat dari
tokoh-tokoh lainnya.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Tomisme
bahwa kita harus menjunjung tinggi nilai-nilai ini. Namun, aliran ini percaya
bahwa kebahagiaan sejati hanya bisa dicapai di akhirat.
2.2 Rasionalisme
Rasionalisme adalah faham atau aliran yang berdasar rasio, ide-ide yang
masuk akal. Selain itu, tidak ada sumber kebenaran yang hakiki. Rasionalisme
merupakan aliran filsafat yang berpegang teguh pada akal. Itulah sebabnya
mengapa Rasionalisme menganggap akal adalah alat terpenting dalam
memperoleh dan menguji pengetahuan. Menurut aliran ini, pengetahuan dapat
dicari dengan akal dan penemuan dapat diukur dengan akal pula. Maksud dari
dicari dengan akal adalah dengan menggunakan pemikiran yang logis,
sementara maksud dari diukur dengan akal adalah menentukan apakah
penemuan tersebut dapat dikatakan logis atau tidak. Jika logis maka dapat
dipastikan benar, jika tidak logis maka sebaliknya.
Secara singkat aliran ini menyatakan bahwa akal adalah dasar kepastian
pengetahuan. Pengetahuan yang benar di peroleh dan di ukur dengan akal.
Manusia, menurut aliran ini memeperoleh pengetahuan melalui kegiatan akal
menangkap objek. Orang megatakan (biasanya) bapak aliran ini adalah Rene
Descartes (1596-1650) ini benar. Akan tetapi sesungguhnya paham seperti ini
sudah ada jauh sebelun ini. Oarng-orang Yunani kuno telah meyakini juga bahwa
akal adalah alat dalam memperoleh pengetahuan yang benar, lebih-lebih pada
Aristoteles.
6
2.3 Emperisme
Namun demikian, aliran ini banyak memiliki kelemahan karena (1) indra
sifatnya terbatas, (2) indra sering menipu, (3) objek juga menipu, seperti
ilusi/fatamorgana, dan (4) indra dan sekaligus objeknya. Jadi, kelemahan
empirisme ini karena keterbatasan indra manusia sehingga muncullah aliran
rasionalisme.
2.4 Kritikisme
Vernunft (kritik rasio murni), Kritik der Urteilskraft, dan lainnya. Bagi Kant, dalam
pengenalan indrawi selalu sudah ada dua bentuk apriori, yaitu ruang dan waktu.
Kedua-duanya berakar dalam struktur subjek sendiri. Memang ada suatu realitas
terlepas dari subjek yang mengindra, tetapi realitas tidak pernah dikenalinya. Kita
hanya mengenal gejala-gejala yang merupakan sintesis antara yang diluar
(aposteriori) dan ruang waktu (a priori).
2.5 Idealisme
Idealisme juga didefinisikan sebagai suatu ajaran, faham atau aliran yang
menganggap bahwa realitas ini terdiri atas ruh-ruh (sukma) atau jiwa, ide-ide dan
pikiran atau yang sejenis dengan itu. Aliran ini merupakan aliran yang sangat
penting dalam perkembangan sejarah pemikiran manusia. Mula-mula dalam
filsafat barat kita temui dalam bentuk ajaran yang murni dari Plato, yang
menyatakan bahwa alam idea itu merupakan kenyataan sebenarnya. Adapun
alam nyata yang menempati ruang ini hanyalah berupa bayangan saja dari alam
idea itu. Aristoteles memberikan sifat keruhanian dengan ajarannya yang
menggambarkan alam ide sebagai sesuatu tenaga (entelechie) yang berada
9
2.6 Positivisme
Positivisme berasal dari kata positif. Kata positif di sini sama artinya
dengan faktual, yaitu apa yang berdasarkan fakta-fakta. Timbulnya filsafat
positivisme adalah sebagai reaksi tehadap spekulasi theologis dan metafisis
filsafat hegel. Secara umum, para penganut paham positivisme memiliki
minatkuat terhadap sains dan mempunyai sikap skeptis terhadap ilmu agama
dan hal-hal yang berbau metafisika. Mereka meyakini bahwa semua ilmu
pengetahuan haruslah berdasarkan inferensi logis yang berdasarkan faktayang
jelas. Sehingga, penganut paham ini mendukung teori-teori pahamrealisme,
materialisme naturalisme filsafat dan empirisme. Aliran positivisme ini memberi
tekanan kepada fakta, kepada bukti- bukti yang konkrit kepada sesuatu yang
diverifikasi. Tokoh-tokoh utama aliran positivisme ini adalah Auguste Comte
(1798-1857), john Stuart Mill (1806-1903).
Aliran ini mulanya pertama kali digunakan oleh Saint Simon (1825). Aliran
ini berakar dari empirisme. Prinsip filosofisnya dikembangkan pertama kali oleh
Francis Bscon (1600) seorang empirist dari Inggris. Aliran ini menyatakan bahwa
ilmu adalah satu – satunya pengetahuan yang memiliki validitas dan fakta yang
menjadi objek pengetahuannya. Sehingga positivisme menolak keberadaan
segala kekuatan atau subjek di belakang fakta, menolak penggunaan segala
metode di luar yang digunakan untuk menelaaah fakta.
10
2.7 Materialisme
Materialisme berasal dari kata “Materi” dan “Isme”. Materi dapat dipahami
sebagai bahan; benda; segala sesuatu yang tampak. Materialisme adalah
pandangan hidup yang mencari dasar segala sesuatu yang termasuk kehidupan
manusia di alam kebendaan semata - mata, dengan mengesampingkan segala
sesuatu yang mengatasi alam indra. Sementara itu, manusia yang hidupnya
berorientasi kepada materi disebut sebagai materialis/materialistis. Orang - orang
ini adalah para pengusung paham (ajaran) materialisme atau juga orang yang
mementingkan kebendaan semata. Selain itu, matrealisme juga disebut sebuah
aliran filsafat yang memiliki pendirian bahwa hakikat itu bersifat materi.
Dengan kata lain, suatu teori adalah benar if it works (apabila teori dapat
diaplikasikan). Pada awal perkembangannya, pragmatisme lebih merupakan
suatu usaha- usaha untuk menyatukan ilmu pengetahuan dan filsafat agar filsafat
dapat menjadi ilmiah dan berguna bagi kehidupan praktis manusia. Sehubungan
dengan usaha tersebut, pragmatisme akhrinya berkembang menjadi suatu
metode untuk memecahkan berbagai perdebatan filosofis-metafisik yang tiada
henti-hentinya, yang hampir mewarnai seluruh perkembangan dan perjalanan
filsafat sejak zaman Yunani Kuno (Guy W. Stroh: 1968).
teori Charles Darwin dengan teori evolusinya dan Albert Einstein dengan teori
relativitasnya. Falsafah ini cenderung kepada falsafah epistemologi dan aksiologi
dan sedikit perhatian terhadap metafisik. Falsafah ini merupakan falsafah di
antara idea tradisional mengenai realitas dan model mengenai nihilisme dan
irasionalisme. Ide tradisional telah mengatakan bumi ini tetap dan manusia
mengetahui hakiki mengenai bumi dan perkara-perkara nilai murni, sementara
nihilisme dan irasionalisme adalah menolak semua dugaan dan ketentuan.
Dalam usahanya untuk memecahkan masalah-masalah metafisik yang selalu
menjadi pergunjingan berbagai filosofi itulah pragmatisme menemukan suatu
metoda yang spesifik, yaitu dengan mencari konsekuensi praktis dari setiap
konsep atau gagasan dan pendirian yang dianut masing-masing pihak. Dalam
perkembangannya lebih lanjut, metode tersebut diterapkan dalam setiap bidang
kehidupan manusia. Karena pragmatisme adalah suatu filsafat tentang
kehidupan manusia maka setiap bidang kehidupan manusia menjadi bidang
penerapan dan filsafat yang satu ini. Karena metode yang dipakai sangat populer
untuk dipakai dalam mengambil keputusan melakukan tindakan tertentu, dan
menjadi populer. Filsafat yang berkembang di Amerika pada abad ke-19 ini
sekaligus menjadi filsafat khas Amerika dengan tokoh- tokohnya seperti Charles
Sander Peirce, William James, dan John Dewey menjadi sebuah aliran pemikiran
yang sangat mempengaruhi segala bidang kehidupan Amerika.
Namun, filsafat ini akhirnya menjadi leibh terkenal sebagai metode dalam
mengambil keputusan melakukan tindakan tertentu atau yang menyangkut
kebijaksanaan tertentu. Lebih dari itu, karena filsafat ini merupakan filsafat yang
khas Amerika, ia dikenal sebagaimana suatu model pengambilan keputusan,
model berindak, dan model praktis Amerika. Bagi kaum pragmatis, untuk
mengambil tindakan tertentu, ada dua hal penting. Pertama, ide atau keyakinan
yang mendasari keputusan yang harus diambil untuk melakukan tindakan
tertentu. Kedua, tujuan dari tindakan itu sendiri. Keduanya tidak dapat
dipisahkan. Keduanya merupakan suatu paket tunggal dan metode bertindak
yang pragmatis. Pertama-tama manusia memiliki ide atau keyakinan itu yang
ingin direalisasikan. Untuk merealisasikan ide atau keyakinan itu, manusia
mengambil keputusan yang berisi: akan dilakukan tindakan tertentu sebagai
realisasi ide atau keyakinan tadi.
12
Dalam hal ini, sebagaimana diketahui oleh Peirce, tindakan tersebut tidak
dapat diambil lepas dari tujuan tertentu. Dan tujuan itu tidak lain adalah hasil
yang akan diperoleh dari tindakan itu sendiri, atau konsekuensi praktis dari
adanya tindakan itu. Apa yang dikatakan oleh Peirce tersebut merupakan prinsip
pragmatis dalam arti yang sebenarnya. Dalam hal ini; pragmatisme tidak lain
adalah suatu metode untuk menentukan konsekuensi praktis dari suatu ide atau
tindakan. Karena itulah, pragmatisme diartikan sebagai suatu filsafat tentang
tindakan. Itu berarti bahwa pragmatisme bukan merupakan suatu sistem filosofis
yang siap pakai yang sekaligus memberikan jawaban terakhir atas masalah-
masalah filosofis. Pragmatisme hanya berusaha menentukan konsekuensi
praktis dari masalah-masalah itu, bukan memberikan jawaban final atas
masalah-masalah itu.
2.9 Fenomenologi
aumonde (mengada pada alam) menjadi satu dengan alam itu. Manusia
mengkonstitusi alamnya. Untuk melihat sesuatu hal, saya harus
mengkonversikan mata, mengakomodasikan lensa, dan mengfiksasikan hal yang
mau dilihat. Anak yang baru lahir belum bisa melakukan sesuatu hal, sehingga
benda dibawa ke mulutnya.
2.10 Eksistensialisme
Eksistensialisme berasal dari kata eksistensi dari kata dasar exist. Kata
exist itu sendiri berasal dari bahasa ex: keluar, dan sister: berdiri. Jadi, eksistensi
berdiri dengan keluar dari diri sendiri. Filsafat eksistensi tidak sama persis
dengan filsafat eksistensialisme. Filsafat eksistensialisme lebih sulit ketimbang
eksistensi.
manusia. Namun, belum pasti apakah semua itu sungguh ada, sungguh tampil,
sungguh hadir. Disinilah peran eksistensia.
itulah perbaikan hidup dimungkinkan dan pada masa depan pula hidup baik itu
terwujud. Dengan demikian, gaya hidup kaum eksistensialis menjadi serius,
dinamis, penuh usaha, dan optimis menuju ke masa depan.
Emanasi sendiri adalah sebuah pandangan bahwa alam semesta ini lahir
berkat pancaran dari Yang Esa. Pemikiran ini awalnya dari Plotinus, pendiri
mazhab Platonisme. Plotinus berargumen bahwa terdapat “trinitas suci” dalam
kajian metafisikanya: Yang Esa, Ruh (nous), dan jiwa (Russell, 2021). Yang Esa
adalah sumber segala sesuatu yang memunculkan pancaran bagi ruh sehingga
silau yang merupakan timbal-balik membuat Yang Esa mampu melihat dirinya
sendiri. Pemahaman ini seperti analog Plato yang populer dalam “Republik”
tentang matahari yang memancarkan dirinya melalui cahaya.
Emanasi ialah teori tentang keluarnya sesuatu wujud yang mumkin (alam
makhluk) dari Zat yang wajibul wujud (Zat yang mesti adanya; Tuhan). Teori
emanasi disebut juga dengan nama “teori urut-urutan wujud”. Menurut al-Farabi,
Tuhan adalah pikiran yang bukan berupa benda.
“prohiemi”: maju keluar. Al-farabi memakai kata fayd: meluap, meletus dan sudur:
memantulkan atau melimpahkan.
Proses emanasi al-Farabi yang sangat rumit ini dapat dilukiskan sebagai
berikut :
Kalau pada Allah hanya terdapat satu objek pemikiran, yakni zat-Nya,
sedangkan pada akal-akal terdapat 2 objek pemikiran: Allah dan akal-akal.
Tuhan
bahwa hubungan erat dengan Tuhan hanya mampu dicapai melalui hubungan
harmonis, atau cinta. Dan cinta hanya muncul dari intuisi bukan dari akal ataupun
indra.
dapat diulangi kembali jejaknya oleh indra ataupun akal. Pengalaman mistik
memiliki nilai keilahian yang dapat diterima secara rasional.
BAB III
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Ali, M., Maguwoharjo, & Sulaiman. (2009). Pengantar Filsafat, Yogyakarta, Ar-
Ruzz Media.
Anis, C., &, Imam, G. (2009). Filsafat Ilmu. Semarang: Purbayu Budi Santosa.
Fadil, S.J. (2008). Pasng Surut Filsafat Dalam Lintas Sejarah. Malang: UIN-
Malang Press.