Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH FILSAFAT

Filsafat Ilmu : Hubungan Antara Ilmu dan Agama


Disusun guna memenuhi tugas Ujian Akhir Semester
Dosen pengampu : Anas Salahudin, Drs., M.Pd.

Disusun oleh :

Thifal Zain Taqiyyah


(1222090195)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH FAKULTAS


TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI
2022
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.................................................................................................i
BAB I PENDAHULUAN............................................................................1
1.1 Latar Belakang Masalah.....................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..............................................................................1
1.3 Metode Penelitian...............................................................................2
BAB II PEMBAHASAN..............................................................................3
2.1 Pengertian Ilmu dan Agama...............................................................3
2.2 Pengertian Filsafat Ilmu.....................................................................3
2.3 Hubungan Ilmu dan Agama menurut perspektif Filsafat Ilmu............5
BAB III PENUTUP......................................................................................7
3.1 Simpulan.............................................................................................7
3.2 Saran...................................................................................................7
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................8

i
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Aristoteles berpendapat bahwa berpikir membedakan manusia dari hewan lain
(animal rasionale). Hewan mengacu pada kemampuan sensorik dan motorik
seseorang, sedangkan rasional mengacu pada kapasitas kognitif dan kehendak
seseorang. Orang sering digambarkan sebagai “makhluk yang berpikir” jadi ini dapat
dilihat sebagai bukti proses di mana informasi baru dihasilkan. Simbol digunakan
dalam proses ini karena memungkinkan gerakan mental yang lebih cair dan efisien.
Susanne K. Langer berpendapat bahwa mengintegrasikan ke dalam jaringan simbolik
ini sangat penting untuk kelangsungan hidup manusia. Manusia, menurut Ernst
Cassirer, lebih tepat digambarkan sebagai makhluk simbolik (animal symbolicum) dan
berpikir karena proses simbolisasi. Itu telah ditunjukkan.

Keingintahuan tentang segala sesuatu yang menampilkan dirinya kepada


manusia dan menimbulkan keraguan, keheranan, atau kekaguman adalah titik awal
dari proses berpikir. Ketika lebih banyak informasi tersedia, lebih banyak pertanyaan
diajukan. Memperoleh informasi ini terjadi sekaligus dalam proses dialektis yang
dapat dipecah menjadi tiga kategori utama: Dalam hal agama, pertanyaan apa yang
dimiliki orang? Pertanyaannya adalah bagaimana memperoleh kebijaksanaan yang
sesuai dengan keyakinan agama. Selanjutnya, mengapa manusia membutuhkan ilmu
dan agama? Meskipun pertanyaan-pertanyaan ini tampak mendasar pada pandangan
pertama, mereka sebenarnya mencakup beberapa bidang pertanyaan yang agak
mendasar. Sebagai hasil dari menjawab ketiga pertanyaan ini sepanjang sejarah
manusia, berbagai macam informasi telah terkumpul, menempatkan manusia pada
posisi unik untuk melindungi peradabannya.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian Ilmu dan Agama?
2. Apa pengertian Filsafat Ilmu?

1
3. Bagaimana hubungan Ilmu dan Agama menurut Filsafat Ilmu?

1.3 Metode Penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian keperpustakaan (Library Research), yaitu
dengan menelaah karya Filsafat Ilmu

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Ilmu dan Agama


Menurut John Ziman, inti ilmu pengetahuan secara mendasar telah berkembang
menjadi komponen esensial kognisi manusia, yang berarti bahwa tantangan yang
dihadapi komunitas ilmiah pada hakekatnya adalah tantangan yang dihadapi oleh
keberadaan manusia itu sendiri. Ziman melanjutkan dengan menekankan bahwa sains
menawarkan pemahaman yang jernih dan memeriksa segala sesuatu dari sudut
pandang yang dapat diamati, tepat, metodis, akademis, logis, dan terapan.

Keyakinan atau prinsip yang harus dipegang seseorang adalah yang dimaksud
dengan kata benda "agama". Dalam Islam, istilah "agama" dapat diterjemahkan ke
dalam beberapa istilah yang berbeda, yang paling umum adalah al-Din, al-Millh, dan
al-Syari'at. Makna al-Din, menurut Ahmad Daudy, identik dengan istilah al-Huda
(petunjuk). Hal ini menunjukkan bahwa agama terdiri dari seperangkat aturan atau
ketentuan yang harus dipatuhi oleh setiap pemeluk agama tersebut.

2.2 Pengertian Filsafat Ilmu


M. Hatta berpendapat bahwa filsafat tidak perlu didefinisikan sejak awal,
karena maknanya akan menjadi jelas dengan membaca dan mempelajarinya. Tidak
mungkin mempelajari apa itu filsafat dari penjelasan pengantar. Penelitian mendalam
menjelaskan definisi filosofis baru. Maka tulisan ini mencoba melakukan apa yang
bisa dilakukan, yaitu memperkenalkan filsafat sebagai bagian dari upaya manusia
untuk memahami dunia.

Filsafat ilmu merupakan cabang epistemologi (studi tentang hakikat


mengetahui) yang berfokus pada penyelidikan ilmiah (ilmiah pengetahuan). Ada ciri-
ciri yang menentukan dari disiplin ilmu. Meskipun ilmu tidak membedakan antara
ilmu alam dan ilmu sosial dalam hal metodologi, filsafat ilmu sering dibagi menjadi
filsafat ilmu alam dan filsafat ilmu sosial karena masalah teknis tertentu.

3
Filsafat ilmu mencakup berbagai disiplin ilmu. Para ahli filsafat telah
mengidentifikasi empat bidang berbeda dalam filsafat ilmu, yakni:

1. Tentang hal mengerti, syarat-syarat dan metode-metode


2. Tentang ada dan tidak ada
3. Memilih antara benar dan salah atau baik dan buruk
4. Hakikat kondisi manusia dan interaksinya dengan alam;
5. Tuhan tidak dikecualikan

Akan tetapi, filsafat ilmu mengandung dua objek, yaitu objek material dan
objek formal, jika dipetakan seperti filsafat pada umumnya. Semua fakta dan
kebenaran ilmiah berfungsi sebagai objek material filsafat ilmu. Sederhananya, ilmu
itu sendiri berfungsi sebagai subjek untuk epistemologi ilmiah. Filsuf ilmu berfokus
pada pertanyaan seperti “Apa hakikat pengetahuan?” Bagaimana kita
mendapatkannya? “Apa nilai dari apa yang kita pelajari?” karena mereka adalah pusat
usaha ilmiah. Masalah pertama menyangkut landasan ontologi, yang kedua adalah
epistemologis, dan yang ketiga adalah aksiologis. Ketiga pilar ini menjadi landasan
bagi setiap disiplin ilmu, meskipun dengan cara yang berbeda.

Istilah “ontologi” berasal dari istilah Yunani “onta”, yang berarti “makhluk”,
dan “logos”, yang berarti “mengetahui”. Oleh karena itu, ontologi adalah studi tentang
keberadaan di dalam dan tentang dirinya sendiri (teori keberadaan sebagai
keberadaan). Ontologi juga dikenal sebagai ilmu tentang “apa yang ada”, yang
merupakan nama lain dari subjek. Ketika kita mengatakan “di sana”, kita mengacu
pada asal dan tujuannya.

Ontologi adalah cabang filsafat yang menyelidiki sifat keberadaan, yang


dianggap sebagai aspek realitas yang paling mendasar. Isu-isu yang berkaitan dengan
ontologi adalah sebagai berikut: being, yang mengacu pada keberadaan pengetahuan;
realitas (kenyataan): fenomena yang didukung oleh data padat; eksistensi
(keberadaan): keadaan sebenarnya dari fenomena yang pada dasarnya terlihat dan
tidak terlihat; esensi (esensi): dasar atau dasar suatu ilmu yang melekat pada suatu
ilmu; substansi (substance): membahas isi dan makna suatu ilmu bagi kehidupan
manusia; Perubahan (change): Ilmu berkembang menuju kesempurnaan. Dalam
4
kebanyakan kasus, filsafat metafisik bertanggung jawab untuk melakukan diskusi
dalam ontologi dengan

4
mengajukan pertanyaan tentang apa, khususnya tentang apa yang merupakan inti dari
realitas. Ontologi, untuk menempatkannya dalam istilah awam, mengacu pada studi
tentang aspek fundamental dari fenomena yang berada di bawah bidang penyelidikan
ilmiah.

Epistemologi berasal dari Bahasa Yunani, yakni episteme, yang berarti


pengetahuan (knowledge), dan logos, yang berarti “studi tentang” atau “teori tentang”,
bergabung membentuk kata epistemologi. Akibatnya, epistemologi juga sering disebut
sebagai “teori pengetahuan” atau “teori tentang”, digabungkan untuk membentuk kata
epistemologi. Akibatnya, epistemologi juga sering disebut sebagai “teori
pengetahuan”. Berdasarkan pemahaman ini, epistemologi tidak diragukan lagi
berperan dalam menentukan sifat pengetahuan. Ia bahkan berperan dalam menentukan
“kebenaran” macam apa yang dianggap dapat diterima dan “kebenaran” macam apa
yang harus ditolak.

Kata “aksiologi” berasal dari kata Yunani “axios”, yang dapat diterjemahkan
sebagai “nilai”, “sesuai”, atau “masuk akal”, dan “logos”, yang dapat diterjemahkan
sebagai “ilmu”. Filosofi nilai adalah apa yang umumnya dikenal sebagai aksiologi.
Aksiologi adalah subbidang filsafat yang meneliti cara-cara di mana manusia
menggunakan pengetahuan mereka serta utilitas dari berbagai disiplin ilmu. Untuk
memberi makna pada apa yang nyata atau kebenaran, aksiologi sains memasukkan
norma-norma normative. Tidak mungkin untuk memisahkan signifikansi sains dari
aplikasi praktisnya. Aksiologi menyajikan solusi untuk pertanyaan tentang jenis
pengetahuan apa yang digunakan dalam situasi yang berbeda. Apa hubungan antara
cara sesuatu digunakan dan hukum yang mengatur nilainya? bagaimana
mengidentifikasi subjek penelitian berdasarkan nilai-nilai yang tersedia. Apa
hubungan antara standar nilai dan prosedur prosedural yang merupakan
operasionalisasi metode ilmiah?

2.3 Hubungan Ilmu dan Agama menurut perspektif Filsafat Ilmu


Pembahasan hubungan sains dan agama dari pandangan dunia ilmiah Karena
kemajuan keduanya sejalan dengan peradaban manusia; artinya, pengejaran

5
pengetahuan ilmiah dan ketaatan pada ajaran agama keduanya merupakan langkah
yang

5
diperlukan untuk membuat kehidupan manusia lebih beradab; yang pertama memupuk
dalam praktisinya kapasitas yang lebih besar untuk alasan, yang terakhir apresiasi
yang lebih dalam terhadap nilai-nilai spiritual. Yang paling dapat dipercaya dari
semua ilmu adalah ilmu. Selain itu, penerapan penelitian yang terus berlanjut ke ranah
teknologi telah menghasilkan berbagai teknologi yang dapat memudahkan atau
bahkan memperpanjang usia manusia. Ada komponen rasional bahkan dalam praktik
keagamaan yang tidak dapat dipisahkan dari keterlibatan teknologi (hanya butuh
beberapa menit bagi jemaah untuk menemukan pesawat, misalnya). Ini adalah salah
satu cara di mana penyelidikan ilmiah dapat membantu penganut agama bergerak
melampaui mistisisme sederhana dan menuju pemahaman iman mereka yang lebih
dalam dan bernuansa.

Betocci, seorang filsuf, mengatakan bahwa hanya ada perbedaan cara pandang
antara sains dan agama. Anda tidak perlu sakit di kepala atau tubuh untuk menjadi
ilmuwan yang andal atau orang yang sangat percaya. Karena penduduknya
berpendidikan tinggi di daerah tertentu dan bersifat religius, tidak ada kejadian
penyakit psikosomatis yang ditemukan di sana. Pada kenyataannya, penguasaan
seseorang yang lebih luas dan mendalam atas kumpulan informasi tertentu, semakin
terasa bodoh. Ini karena, di atas langit, masih ada langit. Oleh karena itu, semakin
kuat dia mengenali bahwa ada kekuatan yang kuat yang mengatur kosmos secara
teratur atas perintah-Nya, semakin yakin dia pada keyakinan itu.

Ajaran moralitas agama sangat penting bagi pemeluk agama yang berbeda
untuk berkomunikasi dan saling menyambut. Konflik dan perpecahan dalam umat
beragama merupakan akibat umum dari kegagalan masyarakat untuk menghargai
keragaman keyakinan agama yang dianut oleh penganutnya. Jadi, wacana keagamaan
yang misalnya bertujuan mendiskreditkan paradigma agama lain sangat tidak etis bagi
manusia yang berakal.

6
BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
Pembahasan yang menyertainya tidak dimaksudkan untuk memberikan
pandangan yang komprehensif tentang filsafat ilmu, melainkan untuk memberikan
konsep-konsep untuk memahami dasar-dasarnya. Sedangkan dalam komunitas ilmiah,
para filsuf dapat membantu dengan mempertanyakan asumsi yang diterima begitu saja
di lapangan dan mengawasi konsekuensi penelitian yang jauh lebih abstrak.
Menghindari jebakan pemikiran naif-empiris-teknis, atau pandangan bahwa kehidupan
manusia hanyalah masalah fakta dan masalah teknologi, itulah mengapa filsafat sangat
penting.

Ada hubungan yang kuat antara sains, agama, dan filsafat. Penalaran sepanjang
garis ini berasal dari fakta bahwa ketiganya berniat untuk menemukan kebenaran.
Ketika melihat hubungan antara ketiganya pada bidang horizontal, ketiganya saling
berhubungan, tetapi hanya agama yang memilikinya ketika melihatnya secara vertikal.
Tidak seperti padanannya yang berhubungan secara horizontal, filsafat dan sains,
agama memiliki jalur komunikasi langsung dengan Sang Pencipta. Oleh karena itu,
kesimpulan dari diskusi ini tidak berarti bahwa semua aspek dari tantangan ini telah
disajikan dan tidak diperlukan lagi penelitian analitis. Semuanya pada akhirnya
menemukan jalan kembali kepada Tuhan.

3.2 Saran
Penulis tentunya masih menyadari jika makalah diatas masih terdapat banyak
kesalahan dan jauh dari kesempurnaan. Penulis akan memperbaiki makalah tersebut
dengan berpedoman pada banyak sumber serta kritik yang membangun dari para
pembaca.

7
DAFTAR PUSTAKA

Abd. Wahid. 2012. Korelasi Agama, Filsafat Dan Ilmu. Jurnal Substantia, 14(2, 224–231

Endraswara, S. 2012. Filsafat Ilmu. CAPS.

Fanani, M. 2009. Ilmu Ushul Fiqh di Mata Filsafat Ilmu. Semarang: Walisongo Press.

Hatta, M. 1986. Alam Pikiran Yunani. UI Press.

Hidayat, Ferry. 2016. Pengantar Teori Teori Filsafat, Jakarta: HPI Press

Kattsoff, L.O. 1992. Pengantar Filsafat. Diterjemahkan oleh Soejono Soemargono dari “Elements of
Philosophy.” Tiara Wacana.

Lorens Bagus. 1996. Kamus Filsafat. Jakarta: Gramedia.

Muhadjir, N. 1998. Filsafat Ilmu Telaah Sistematis, Fungsional Komparatis. Yogyakarta: Rake
Sarasin.

Muslih, M. 2016. Integrasi Keilmuan; Isu Mutakhir Filsafat Ilmu. Kalimah, 142, 245.

Siswati, V. L. 2017. Hakikat Ilmu Pengetahuan dalam Perspektif Modern dan Islam. Ta’dibia:
Jurnal Ilmiah Pendidikan Agama Islam, 71, 81.

Soyomukti, Nurani. 2011. PENGANTAR FILSAFAT UMUM: Dari Pendekatan Historis, Pemetaan
Cabang-Cabang Filsafat, Pertarungan Pemikiran, Memahami Filsafat Cinta, hingga Panduan
Berpikir Kritis-Filosofis. Depok: Ar Ruzz Media

Suaedi, 2016. Pengantar Filsafat Ilmu. Bogor: IPB Press

Suriasumantri., J. S. 1990. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Sinar Harapan.

Anda mungkin juga menyukai