Anda di halaman 1dari 17

TUGAS LAPORAN BUKU

“FILSAFAT ILMU”

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Pendidikan Islam

Oleh,
Asa Robby Azizan
NIM 17.3.002

Dosen Pengampu,
Dr. Undang M.A.

PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
STAI PERSIS GARUT
2020
LAPORAN BUKU
Identitas Buku
Judul Buku : Filsafat Ilmu
Karangan : ADE HIDAYAT, S.Fil., M.Pd
Tahun Terbit : 2014

A. RINGKASAN BUKU

1. BAB 1 PENGERTIAN FILSAFAT


A. Arti Istilah dan Rumusan Filsafat
Secara umum filsafat berarti upaya manusia untuk memahami segala sesuatu secara
sistematis, radikal, dan kritis. Berarti filsafat merupakan sebuah proses bukan sebuah
produk. Maka proses yang dilakukan adalah berpikir kritis yaitu usaha secara aktif,
sistematis, dan mengikuti pronsip-prinsip logika untuk mengerti dan mengevaluasi
suatu informasi dengan tujuan menentukan apakah informasi itu diterima atau
ditolak. Dengan demikian filsafat akan terus berubah hingga satu titik tertentu
(Takwin, 2001).
Definisi kata filsafat bisa dikatakan merupakan sebuah masalah falsafi pula. Menurut
para ahli logika ketika seseorang menanyakan pengertian (definisi/hakikat) sesuatu,
sesungguhnya ia sedang bertanya tentang macam-macam perkara. Tetapi paling
tidak bisa dikatakan bahwa “falsafah” itu kira-kira merupakan studi yang didalami
tidak dengan melakukan eksperimen-eksperimen danpercobaan-
percobaan,tetapidenganmengutarakanmasalahsecarapersis, mencari solusi untuk ini,
memberikan argumentasi dan alasan yang tepat untuk solusi tertentu dan akhirnya
dari proses-proses sebelumnya ini dimasukkan ke dalam sebuah dialektika.
Dialektika ini secara singkat bisa dikatakan merupakan sebuah bentuk daripada
dialog.
Adapun beberapa pengertian pokok tentang filsafat menurut kalangan filosof adalah:
1)Upaya spekulatif untuk menyajikan suatu pandangan sistematik serta lengkap
tentang seluruh realitas.
2)Upaya untuk melukiskan hakikat realitas akhir dan dasar secara nyata.
3)Upaya untuk menentukan batas-batas dan jangkauan pengetahuan sumber daya,
hakikatnya, keabsahannya, dan nilainya.
4)Penyelidikan kritis atas pengandaian-pengandaian dan pernyataan-pernyataan
yang diajukan oleh berbagai bidang pengetahuan.
5)Disiplin ilmu yang berupaya untuk membantu seseorang melihat apa yang
dikatakannya dan untuk menyatakan apa yang dilihatnya.
B. Objek Studi dan Metode Filsafat
1. Objek Studi Filsafat
Objek material dari filsafat adalah suatu kajian penelaahan atau pembentukan
pengetahuan itu,yaitu segala sesuatu yang ada dan mungkin ada,mencakup segala
hal,baik hal-hal yang kongkret/nyata maupun hal-hal yang abstrak atau tak tampak.
Mengenai objek material filsafat ini banyak kesamaan dengan objek material sains.
Hanya terdapat dua perbedaan, yaitu pertama sains menyelidiki objek material yang
empiris, sementara filsafat ilmu menyelidiki bagian objek yang abstrak. Kedua, ada
objek material filsafat yang memang tidak dapat diteliti oleh sains, seperti Tuhan,
hari kiamat, yaitu objek material yang selamanya tidak empiris.
Jadi, dari keterangan di atas dapat dipahami bahwa objek filsafat meliputi beberapa
hal, atau dengan kata lain objek filsafat ini tak terbatas. Begitu luasnya kajian atau
objek filsafat ini menyangkut hal-hal yang fisik atau nampak maupun psikis atau
yang tidak nampak. Ini meliputi alam semesta, semua keberadaan, masalah hidup
dan masalah manusia. Sedangkan hal-hal yang psikis (non fisik) adalah masalah
Tuhan, kepercayaan, norma-norma, nilai, keyakinan, dsb.
2. Metode Filsafat
Metode dan filsafat mempunyai hubungan erat, karena secara tidak langsung filsafat
membutuhkan metode untuk mempermudah dalam berfilsafat. Untuk mempelajari
filsafat ada tiga macam metode: (1) metode sistematis, (2) metode historis, dan (3)
metode kritis.
C. Bidang Kajian Filsafat: Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi
Ontologi adalah cabang filsafat mengenai sifat (wujud) atau lebih sempit lagi sifat
fenomena yang ingin kita ketahui. Dalam ilmu pengetahuan sosial ontologi terutama
berkaitan dengan sifat interaksi sosial.
Epistemologi merupakan cabang filsafat yang menyelidiki asal, sifat, metode, dan
batasan pengetahuan manusia yang bersangkutan dengan kriteria bagi penilaian
terhadap kebenaran dan kepalsuan. Epistemologi pada dasarnya adalah cara
bagaimana pengetahuandisusundaribahanyang diperolehdalamprosesnya
menggunakan metode ilmiah..
Aksiologis adalah cabang filsafat yang berkaitan dengan nilai seperti etika, estetika.
Little John menyebutkan bahwa aksiologis, merupakan bidang kajian filosofis yang
membahas value (nilai-nilai).

D. Klasifikasi Filsafat
Pada dewasa ini filsafat biasa dibagi menjadi: “Filsafat Barat”, “Filsafat Timur”, dan
“Filsafat Islam”.
1. Filsafat Barat
Filsafat Barat adalah ilmu yang biasa dipelajari secara akademis di universitas-
universitas di Eropa dan daerah-daerah jajahan mereka. Filsafat ini berkembang dari
tradisi falsafi orang Yunani kuno. Menurut Takwin (2001) dalam pemikiran barat
konvensional pemikiran yang sistematis, radikal, dan kritis seringkali merujuk
pengertian yang ketat dan harus mengandung kebenaran logis. Misalnya aliran
empirisme, positivisme, dan filsafat analitik memberikan kriteria
bahwa pemikiran dianggap filosofis jika mengadung kebenaran korespondensi dan
koherensi. Korespondensi yakni sebuah pengetahuan dinilai benar jika pernyataan
itu sesuai dengan kenyataan empiris. Contoh: jika pernyataan ”Saat ini hujan turun”,
adalah benar jika indra kita menangkap hujan turun, jika kenyataannya tidak maka
pernyataannya dianggap salah. Koherensi berarti sebuah pernyataan dinilai benar
jika pernyataan itu mengandung koherensi logis (dapat diuji dengan logika barat).
Dalam filsafat barat secara sistematis terbagi menjadi tiga bagian besar yakni: (a)
bagian filsafat yang mengkaji tentang ”ada” atau being (ontologi), (b) bidang filsafat
yang mengkaji pengetahuan (epistemologi dalam arti luas), (c) bidang filsafat yang
mengkaji nilai-nilai menentukan apa yang seharusnya dilakukan manusia
(aksiologi).
2. Filsafat Timur
Filsafat Timur adalah tradisi falsafiyang terutama berkembang di Asia,
khususnya di India, Tiongkok, nusantara, dan daerah-daerah lainyang pernah
dipengaruhi budayanya. Sebuah ciri khas filsafat timur ialah dekatnya hubungan
filsafat dengan agama. Meskipun hal ini kurang lebih juga bisa dikatakan untuk
filsafat barat, terutama di Abad Pertengahan, tetapi di Dunia Barat filsafat ’an sich’
masih lebih menonjol daripada agama. Nama-nama beberapa filosof: Lao Tse, Kong
Hu Cu, Zhuang Zi, dan lain-lain.
Pemikiran filsafat timur sering dianggap sebagai pemikiran yang tidak rasional,
tidak sistematis, dan tidak kritis. Hal ini disebabkan pemikiran timur lebih dianggap
agama dibanding filsafat. Pemikiran timur tidak menampilkan sistematika seperti
dalam filsafat barat. Misalnya dalam pemikiran Cina, sistematikanya berdasarkan
pada konstrusksi kronologis mulai dari penciptaan alam hingga meninggalnya
manusia dijalin secara runut (Takwin, 2001).
Belakangan ini, beberapa intelektual barat telah beralih ke filsafat timur, misalnya
Fritjop Capra, seorang ahli fisika yang mendalami taoisme, untuk membangun
kembali bangunan ilmu pengetahuan yang sudah terlanjur dirongrong oleh
relativisme dan skeptisisme (Bagir, 2005). Skeptisisme terhadap metafisika dan
filsafat dipelopori oleh Rene Descartes dan William Ockham.
3. Filsafat Islam
Majid Fakhri (2006) cenderung menganggap filsafat Islam sebagai mata rantai yang
menghubungkan Yunani dengan Eropa modern. Kecenderungan ini disebut
europosentris yang berpendapat filsafat Islam telah berakhir sejak kematian Ibn
Rusyd. Pendapat ini ditentang oleh Henry Corbin dan Louis Massignon yang
menilai adanya eksistensi filsafat Islam. Dalam filsafat Islam ada empat aliran yakni:
1)Peripatetik(memutaratauberkeliling)merujukkebiasaanAristotelesyang selalu
berjalan-jalan mengelilingi muridnya ketika mengajarkan filsafat.
2) Aliran Iluminasionis (Israqi). Didirikan oleh pemikir Iran, Suhrawardi Al Maqtul
(w. 1191). Aliran ini memberikan tempat yang penting bagi metode intuitif (irfani)..
3) Aliran Irfani (Tasawuf). Tasawuf bertumpu pada pengalaman mistis yang bersifat
supra-rasional.
4)AliranHikmahMuta’aliyyah(TeosofiTranseden).Diwakiliolehseorang filosof syi’ah
yakni Muhammad Ibn Ibrahim Yahya Qawami yang dikenal dengan nama Shadr al
Din al Syirazi, Atau yang dikenal dengan Mulla Shadra yaitu seorang filosof yang
berhasil mensintesiskan ketiga aliran di atas.
Dalam Islam ilmu merupakan hal yang sangat dianjurkan. Dalam Al Quran kata al-
ilm dan kata-kata jadiannya digunakan lebih 780 kali. Hadis juga menyatakan
mencari ilmu itu wajib bagi setiap muslim. Dalam pandangan Allamah Faydh
Kasyani dalam bukunya Al Wafi: ilmu yang diwajibkan kepada setiap muslim
adalah ilmu yang mengangkat posisi manusia pada hari akhirat, dan
mengantarkannya pada pengetahuan tentang dirinya, penciptanya, para nabinya,
utusan Allah, pemimpin Islam, sifat Tuhan, hari akhirat, dan hal-hal yang
mendekatkan diri kepada Allah.
Dalam pandangan keilmuan Islam, fenomena alam tidaklah berdiri tanpa relasi dan
relevansinya dengan kuasa Ilahi. Mempelajari alam berarti akan mempelajari dan
mengenal dari dekat cara kerja Tuhan. Dengan demikian penelitian alam semesta
(jejak-jejak Ilahi) akan mendorong manusia untuk mengenal Tuhan dan menambah
keyakinan terhadapnya. Fenomena alam bukanlah realitas-realitas independen
melainkan tanda-tanda Allah SWT. Fenomena alam adalah ayat-ayat yang bersifat
qauniyyah, sedangkan kitab suci ayat-ayat yang besifat qauliyah. Oleh karena itu
ilmu-ilmu agama dan umum menempati posisi yang mulia sebagai obyek ilmu.
E. Cabang-cabang Filsafat
Filsafat itu selalu bersifat "filsafat tentang" sesuatu yang tertentu karena filsafat
bertanya tentang seluruh kenyataan. Contohnya filsafat tentang manusia, filsafat
alam, filsafat kebudayaan, filsafat seni, filsafat agama, filsafat bahasa, filsafat
sejarah, filsafat hukum, filsafat pengetahuan dan seterusnya. Seluruh jenis filsafat
tersebut dapat dikembalikan lagi kepada empat bidang induk, seperti dalam skema
ini.
Tabel 1.1. Skema Kajian Filsafat

Epistemologi : pengetahuan tentang pengetahuan


Logika : menyelidikiaturan-aturanyangharusdiperhatikan

Kritik ilmu- : menyelidiki titik pangkal, metode dan objek dari


ilmu ilmu-
Ontologi : pengetahuan tentang “semua pengada sejauh
mereka
Teologi : (disebut juga teodise atau filsafat ketuhanan)
metafisik berbicara
Antropologi : berbicara tentang manusia
Kosmologi : (disebutjugafilsafatalam)berbicaratentangalam,

Etika : (disebut juga filsafat moral) berbicara tentang


tindakan
Estetika : (disebut juga filsafat seni) menyelidiki mengapa

Sejarah filsafat : mengajarkan apa jawaban pemikir-pemikir


sepanjang

F. Jalinan Ilmu, Filsafat dan Agama


kontribusi lebih jauh yang diberikan filsafat terhadap ilmu pengetahuan adalah kritik
tentang asumsi, postulat ilmu dan analisa kritik tentang istilah-istilah yang dipakai.
Ilmu dan filsafat kedua-duanya memberikan penjelasan-penjelasan dan arti-arti dari
objeknya masing-masing. Banyak filsuf yang mendapat pendidikan tentang metode
ilmiah dan mereka saling memupuk perhatian dalam beberapa disiplin ilmu.
Dalam perjalanannya, filsafat dengan ilmu juga terkadang memiliki pertentangan
pada kecondongan atau titik penekanan, bukan pada penekanan yang mutlak.
Penekanan itu dapat dilihat dari perbedaan-perbedaan berikut ini, yaitu:
 Ilmu-ilmu tertentu menyelidiki bidang-bidang yang terbatas, sedangkan filsafat
mencoba melayani seluruh manusia dan lebih bersifat inklusif tidak ekslusif;
 Ilmu lebih analitik dan lebih deskriptif, sedangkan filsafat lebih sintetik dan
sinoptik;
 Ilmu menganalisis seluruh unsur yang menjadi bagian-bagiannya; sedangkan
filsafat berusaha untuk mengembangkan benda-benda dalam sintesa yang
interpretatif;
 Jika ilmu berusaha untuk menghilangkan faktor-faktor pribadi, sedangkan filsafat
lebih mementingkan personalitas, nilai-nilai dan juga bidang pengalaman;
Ilmu lebih menekankan kebenaran yang bersifat logis dan objektif, sedangkan
filsafat bersifat radikal dan subjektif;
Adapun titik temu antara agama dan filsafat adalah baik agama maupun filsafat pada
dasarnya mempunyai kesamaan, keduanya memiliki tujuan yang sama, yakni
mencapai kebenaran yang sejati. Agama yang dimaksud di sini adalah agama
Samawi, yaitu agama yang diwahyukan tuhan kepada nabi dan rasul-Nya.
Dibalik persamaan itu terdapat pula perbedaan antara keduanya. Dalam agama ada
hal-hal yang penting, misalnya Tuhan, kebijakan, baik dan buruk, surga dan neraka,
dan lain-lain. Hal-hal tersebut diselidiki pula oleh filsafat. Oleh karena hal-hal
tersebut ada-atau paling tidak-mungkin ada, karena objek penyelidikan filsafat
adalah segala yang ada dan yang mungkin ada.
Alasan filsafat untuk menerima kebenaran bukanlah kepercayaan, melainkan
penyelidikan sendiri, hasil pikiran belaka. Filsafat tidak mengingkari atau
mengurangi wahyu, tetapi ia tidak mendasarkan penyelidikannya atas wahyu.
Lapangan filsafat dan agama dalam beberapa hal mungkin sama, akan tetapi
dasarnya amat berlainan. Tegasnya akan kita lihat perbedaan-perbedaan antara
agama dan filsafat sebagai berikut:
 Filsafat berdasarkan pikiran belaka, sedangkan agama berdasarkan wahyu Ilahi,
oleh karena itu agama sering juga disebut kepercayaan alasannya karena yang
diwahyukan oleh Tuhan haruslah dipercayai
Dalam filsafat untuk mendapatkan kebenaran hakiki, manusia harus mencarinya
sendiri dengan mempergunakan alat yang dimilikinya berupa segala potensi lahir
dan batin, sedangkan dalam agama untuk mendapatkan kebenaran hakiki itu manusia
tidak hanya mencarinya sendiri, melainkan harus menerima (baca: iman atau
percaya) hal-hal yang diwahyukan Tuhan.
 Agama beralatkan kepercayaan, sedangkan filsafat berdasarkan penelitian.
Demikianlah antara ilmu, filsafat dan agama sebenarnya mempunyai jalinan
dan saling berhubungan satu sama lain yang memiliki kesamaan yaitu mencari
hakikat kebenaran, meski ada beberapa perbedaan terutama yang berkaitan dengan
objek forma, sumber, cara pandang, hasil serta alat ukurnya.
Titik temu dari ketiga disiplin itu adalah bahwa ilmu menggunakan pengamatan,
eksperimen dan pengalaman inderawi kemudian filsafat berusaha menghubungkan
penemuan-penemuan ilmu dengan maksud menemukan hakikat kebenaran dan agama
menentukan arah dalam mendapatkan kebenaran yang hakiki itu berlandaskan pada
keyakinan dan keimanan..

BAB 2 FILSAFAT ILMU


Zaman Yunani kuno berlangsung kira-kira dari abad ke 6 S.M. hingga awal abad
pertengahan, atau antara + 600 tahun S.M. hingga tahun 200 SM. Zaman ini dianggap sebagai
cikal bakal filsafat yang ada sekarang. Pada zaman ini mitos-mitos yang berkembang dalam
masyarakat digantikan dengan logos (baca: rasio) setelah mitos-mitos tersebut tidak dapat
lagi menjawab dan memecahkan problema-problema kosmologis. Pada tahap ini bangsa
Yunani mulai berpikir sedalam-dalamnya tentang berbagai fenomena alam yang begitu
beragam, meninggalkan mitos-mitos untuk kemudian terus meneliti berdasarkan reasoning
power. Contoh yang paling populer dalam hal ini adalah mengenai persepsi orang-orang
Yunani terhadap pelangi. Dalam masyarakat tradisional Yunani, pelangi dianggap sebagai
dewi yang bertugas sebagai pesuruh bagi dewa-dewa lain. Tetapi bagi mereka yang sudah
berpikir maju, pelangi adalah awan sebagaimana yang dikatakan oleh Xenophanes, atau
pantulan matahari yang ada dalam awan seperti yang diktakan oleh Pytagoras (499-420 SM).
Demikianlah apa yangmenjadi perhatian para ahli pikir Miletos --sebuah kota di Yunani--
pertama kali adalah alam (problema kosmologis). Zaman ini melahirkan pakar-pakar filsafat
yang berjasa besar dalam perkembangan ilmu pengetahuan selanjutnya, Thales (+ 625-545
S.M), Anaximandors (+ 610-540 S.M), Anaximanes (+ 538-480 S.M), Pythagoras (+580-500
S.M), Xenophanes (+570-480 S.M) Heraklistos (+ 540-475 S.M) dan seterusnya. Thales
misalnya yang pertama kali mempertanyakan dasar dari alam dan segala isinya. Dia
mengatakan, bahwa asal mula dari segala sesuatu adalah air. Sedangkan menurut
Anaximandros, bahwa asal segala sesuatu adalah apeiron (yang tak terbatas) yang disebabkan
oleh penceraian (ekskrisis). Lain lagi dengan Anaximanes, dia berpendapat bahwa asal segala
sesuatu adalah hawa atau udara. Pendapat Thales dan kawan-kawan sezamannya itu hingga
sekarang masih aktual dan menarik sebagai inspirasi bagi munculnya teori tentang proses
kejadian sesuatu (evolusionisme). Dalam hal berpikir logika deduktif, nama Aristoteles (384-
322 S.M) tidak bisa dilupakan. Dasar-dasar berpikirnya tetap mendominasi para ilmuwan di
Eropa hingga dewasa ini. Aristoteles adalah murid Plato (427-347 S.M) dan Plato adalah
murid Sokrates (469-399 S.M). Perbedaan pendapat pada masa ini sudah timbul meski
dengan gurunya, seperti Plato dengan Aristoteles, juga filosuf-filosufyang lain. Hingga kini
logika Aristoteles tetap terpakai, sebab logika tersebut dapat diaplikasikan pada
perkembangan muttakhir berbagai ilmu dan teknologi. Mula-mula logika Aristoteles
menjelma dalam prinsip kausalitas ilmu alam (natural science), kemudian menjelma menjadi
logika ekonomi di dalam industri (Cony R. Semiawan et.al, 1988 :10). Pasca Aristoteles,
kira-kira lima abad kemudian, muncul lagi pemikir-pemikir jenius seperti Plotinus (284-269
S.M). Zaman ini adalah zaman filsafat Hellenisme di bawah pemerintah Alexander Agung.
Hanya zaman ini berbeda sekali dengan zaman Aristoteles, dimana perkembangan ilmu tidak
mengalami kemajuan yang pesat hingga abad pertengahan. Pada masa ini pemikiranfilsafat
yang teoretis menjadi praktis dan hanya menjadi kiat hidup saja. Muncul pula aliran yang
bercorak relijius, misalnya: filsafat neo-Pythagoras, Platonis Tengah, Yahudi dan Platonisme,
termasuk aliran yang bersifat etis, Epikuros dan Stoa (Harun Hadiwijono, 1989 : 54). Pasca
Yunani, bangsa yang berbudaya tinggi adalah Romawi. Dapat dikatakan, bahwa dalam
kegiatan keilmuan bangsa Romawi pada umunya hanya berpegang pada karya-karya tokoh
Yunani, terutama Aristoteles yang tanpa banyak mengadakan perubahan (Cony, et.al., 1988 :
14). Sejak runtuhnya kerajaan Romawi non-Katolik dan mulai berkembangnya agama
Katolik Roma, kerajaan-kerajaan di Eropa masuk dalam abad kegelapan, abad kemandekan
kegiatan keilmuan yang disebabkan antara lain karena para penguasa kerajaan di Eropa tidak
concern terhadap perkembangan keilmuan disamping terlalu kuatnya pengaruh otoritas
agama (Cony, at.al, 1988: 14). Sangat beruntung, selama kurun waktu ini di Timur Tengah,
kerajaan-kerajaan bangsa Arab yang diwarnai oleh Islam berkembang pesat dalam kegiatan
keilmuan. Dengan didudukinya daerah-daerah Yunani dan Romawi secara berangsur-angsur
oleh bangsa Arab, maka para ilmuwan mereka dapat memiliki khazanah pengetahuan yang
sudah maju saat itu. Kemudian mereka melakukan pengembangan lebih lanjut dengan
memberikan ciri-ciri khas penalaran dan penemuan mereka sendiri. Jadi merekalah (baca:
kaum muslimin) yang sesungguhnya mengisi kesenjangan perkembangan ilmu dan
pengetahuan saat Eropa dilanda “kegelapan” (Cony, et.al., 1988:15). Pasca Hellenisme dan
Romawi kemudian disusul dengan masa patristik, baik Patristik Timur maupun Barat.
(Disebut demikian karena masa ini adalah masa bapak-bapak gereja, kira-kira pada abad ke-
8). Para pemikir Kristen pada zaman ini mengambil sikap yang berbeda-beda, ada yang
menerima filsafat Yunani dan ada yang menolak mentah-mentah, karena filsafat dianggap
berbahaya bagi iman Kristen (Harun Hadiwijono, 1989 : 70). Setelah ini kemudian muncul
zaman pertengahan, atau disebut juga dengan zaman baru Eropa Barat. Sebutan Skolastik
menggambarkan bahwa ilmu pengetahuan abad ini diajarkan oleh sekolah-sekolah gereja
(Harun, 1989: 87). Pada zaman pertengahan ini ilmu dikembangkan dan diarahkan atas dasar
kepentingan agama (Kristen) dan baru memperoleh kemandiriannya semenjak adanya
gerakan Renaissance dan Aufklarung abad ke-15 dan 18. Semenjak itu pula manusia merasa
bebas, tidak terikat oleh agama, tradisi, sistem, otoritas politik dan sebagainya (Koento
Wibisono, 1988: 4). Sejak saat inilah filsafat Barat menjadi sangat antroposentris, manusia
bebas “mengadili” dan menghakimi segala sesuatu yang dihadapinya dalam hidup dan
kehidupannya. Pada saat ini pulalah filsafat dan agama menjadi mencair tidak manunggal
lagi. Agama mendasarkan diri atas iman dan kepercayaan, kebenaran wahyu dan firman
Tuhan, sementara filsafat dengan mengembangkan rasio dan pengalamannya mencoba
menjawab permasalahan-permasalahan yang dihadapi dengan semangat “kebebasan” dan
“pembebasan” manusia dalam hidup dan kehidupannya (Koento Wibisono, 1985 : 7-8).
Diawali oleh metode berpikir ala Bacon (1561-1626 M) disamping tampilnya “anak-anak”
renaissance, seperti: Copernicus (1473-1630 M), Galileo (1564-1642 M), Kepler (1571-1630
M) dengan hasil-hasil penelitiannya yang spektakuler, maka tibalah gilirannya kini filsafat
ditinggalkan oleh ilmu-ilmu alam (natural sciences). Para filosuf sendiri sangat terpukau oleh
keberhasilan metode ilmu pasti dan ilmu alam, sehingga timbullah gagasan di antara mereka
untuk menerapkan metode tersebut dalam filsafat, misalnya Newton (1643-1727 M) dengan
Philsopohae Naturalis Principia Mathematica-nya, Descartes (1596-1650 M) dengan
Discours de la Methode-nya, Spinoza (1632-1677 M) dengan karya Ethic-nya dan seterusnya,
yang dengan pengembangan teori-teori tersebut mereka dipandang sebagai “Bapak” filsafat
modern (Koento Wibisono, 1985: 7-8). Hampir dua abad lamanya, filsafat modern yang
dimulai sejak abad ke-16 diisi oleh pergumulan hebat antara rasionalisme dan empirisme,
sehingga seorang pakar besar Immanuel Kant (1724-1804 M) dengan karyanya yang
masyhur, Kritik der reinen Vernunft berhasil “memugar” objektivitas ilmu pengetahuan
modern (Koento Wibisono, 1985: 7-8). Demikianlah kemajuan berpikir manusia dari kurun
ke kurun mengalami perkembangannya, mulai dari zaman Yunani Kuno, zaman renaissance
(abad ke-15), Aufklarung (abad 18) hingga abad ke-19 dan abad ke-20, mulai dari dari J.C.
Fichte (1762-1814 M) hingga Gabriel Marcel (1889-1973 M), bahkan hingga sekarang ini.
II. Filsafat Ilmu dan Perkembangannya
Sebagaimana pendapat umum, bahwa filsafat adalah pengetahuan tentang
kebijaksanaan, prinsip-prinsip mencari kebenaran, atau berpikir rasional-logis, mendalam dan
bebas (tidak terikat dengan tradisi, dogma agama) untuk memperoleh kebenaran. Kata ini
berasal dari Yunani, Philos yang berarti cinta dan Sophia yang berarti kebijaksanaan
(wisdom). Ilmu adalah bagian dari pengetahuan, demikian pula seni dan agama. Jadi dalam
pengetahuan tercakup didalamnya ilmu, seni dan agama. Filsafat sebagaimana pengertiannya
semula bisa dikelompokkan ke dalam bagian pengetahuan tersebut, sebab pada permulaannya
(baca: zaman Yunani Kuno) filsafat identik dengan pengetahuan (baik teoretik maupun
praktik). Akan tetapi lama kelamaan ilmu-ilmu khusus menemukan kekhasannya sendiri
untuk kemudian memisahkan diri dari filsafat. Gerak spesialisasi ilmu-ilmu itu semakin cepat
pada zaman modern, pertama ilmu-ilmu eksakta, lalu diikuti oleh ilmu-ilmu sosial seperti:
ekonomi, sosiologi, sejarah, psikologi dan seterusnya. (Lihat Franz Magnis Suseno, 1991:18
dan Van Peursen, 1989 : 1). Ilmu berusaha memahami alam sebagaimana adanya, dan hasil
kegiatan keilmuan merupakan alat untuk meramalkan dan mengendalikan gejala-gejala alam.
Pengetahuan keilmuan merupakan sari penjelasan mengenai alam yang bersifat subjektif dan
berusaha memberikan makna sepenuh-penuhnya mengenai objek yang diungkapkannya. Dan
agama (sebagiannya) adalah sesuatu yang bersifat transendental di luar batas pengalaman
manusia (lihat Cony et al. 1988 : 45). Secara garis besar, Jujun S. Suriasumanteri (dalam
A.M. Saifuddin et.al, 1991 : 14) menggolongkan pengetahuan menjadi tiga kategori umum,
yakni: (1) pengetahuan tentang yang baik dan yang buruk (yang disebut juga dengan
etika/agama); (2) pengetahuan tentang indah dan yang jelek (yang disebut dengan
estetika/seni) dan (3) pengetahuan tentang yang benar dan yang salah (yang disebut dengan
logika/ilmu). Ilmu merupakan suatu pengetahuan yang mencoba menjelaskan rahasia alam
agar gejala alamiah tersebut tak lagi merupakan misteri. Pengetahuan pada hakikatnya
merupakan segenap apa yang kita ketahui tentang objek tertentu, termasuk di dalamnya
adalah ilmu. Dengan demikian ilmu merupakan bagian dari pengetahuan yang diketahui oleh
manusia di samping berbagai pengetahuan lainnya, seperti seni dan agama. Sebab secara
ontologis ilmu membatasi diri pada pengkajian objek yang berada dalam lingkup pengalaman
manusia, sedangkan agama memasuki pula daerah jelajah yang bersifat transendental yang
berada di luar pengalaman manusia itu (Jujun, 1990:104-105). Sedangkan sisi lain dari
pengetahuan mencoba mendeskripsikan sebuah gejala dengan sepenuh-penuh maknanya,
sementara ilmu mencoba mengembangkan sebuah model yang sederhana mengenai dunia
empiris dengan mengabstraksikan realitas menjadi beberapa variabel yang terikat dalam
sebuah hubungan yang bersifat rasional. Ilmu mencoba mencarikan penjelasan mengenai
alam yang bersifat umum dan impersonal, sementara seni tetap bersifat individual dan
personal, dengan memusatkan perhatiannya pada “pengalaman hidup perorangan” (Jujun,
1990: 106-107). Karena pengetahuan ilmiah merupakan a higher level of knowledge dalam
perangkat-perangkat kita sehari-hari, maka filsafat ilmu tidak dapat dipishkan dari filsafat
pengetahuan. Objek bagi kedua cabang ilmu itu sering-sering tumpang tindih (Koento
Wibisono, 1988 : 7). Filsafat ilmu adalah penyelidikan tentang ciri-ciri mengenai
pengetahuan ilmiah dan cara-cara untuk memperoleh pengetahuan tersebut (Beerling, et al.,
1988:1-4). Filsafat ilmu eratkaitannya dengan filsafat pengetahuan atau epistemologi, yang
secara umum menyelidiki syarat-syarat serta bentuk-bentukpengalaman manusia, juga
mengenai logika dan metodologi. Untuk menetapkan dasar pemahaman tentang filsafat ilmu
tersebut, sangat bermanfaatmenyimak empat titik pandang dalam filsafat ilmu, yaitu:
1. Bahwa filsafat ilmu adalah perumusan world-view yang konsisten dengan
teori-teori ilmiah yang penting. Menurut pandangan ini, adalah merupakan
tugas filosuf ilmu untuk mengelaborasi implikasi yang lebih luas dari ilmu;
2. Bahwa filsafat ilmu adalah suatu eksposisi dari presupposition dan pre-
disposition dari para ilmuwan.
3. Bahwa filsafat ilmu adalah suatu disiplin ilmu yang didalamnya terdapat
konsep-konsep dan teori-teori tentang ilmu yang dianalisis dan
diklasifikasikan;
4. Bahwa filsaft ilmu merupakan suatu patokan tingkat kedua. Filsafat ilmu
menuntut jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:
 Karakteristik-karakteristik apa yang membedakan penyelidikan ilmiah dari
tipe penyelidikan lain?
 Kondisi yang bagaimana yang patut dituruti oleh para ilmuwan dalam
penyelidikan alam?
 Kondisi yang bagaimana yang harus dicapai bagi suatu penjelasan ilmiah agar
menjadi benar?
5. Status kognitif yang bagaimana dari prinsip-prinsip dan hukum-hukum
ilmiah? (Cony, at.at., 1988 : 44).
Pada masa renaissance dan aufklarung ilmu telah memperoleh kemandiriannya. Sejak
itu pula manusia merasa bebas, tidak terikat dengan dogma agama, tradisi maupun sistem
sosial. Pada masa ini perombakan secara fundamental di dalam sikap pandang tentang apa
hakekat ilmu dan bagaimana cara perolehannya telah terjadi. Ilmu yang kini telah
mengelaborasi ruang lingkupnya yang menyentuh sendi-sendi kehidupan umat manusia yang
paling dasariah, baik individual maupun sosial memiliki dampak yang amat besar, setidaknya
menurut Koento (1988: 5) ada tiga hal: pertama, ilmu yang satu sangat berkait dengan yang
lain, sehingga sulit ditarik batas antara ilmu dasar dan ilmu terapan, antara teori dan praktik;
kedua semakin kaburnya garis batas tadi sehingga timbul permasalahan sejauh mana seorang
ilmuwan terlibat dengan etika dan moral; ketiga, dengan adanya implikasi yang begitu luas
terhadap kehidupan umat manusia, timbul pula permasalahan akan makna ilmu itu sendiri
sebagai sesuatu yang membawa kemajuan atau malah sebaliknya (Untuk ini lihat pula
Peursen, 1989:1). Filsafat ilmu pengetahuan (theory of knowledge) dimana logika, bahasa,
matematika termasuk menjadi bagiannya lahir pada abad ke-18. Dalam filasfat ilmu
pengetahuan diselidiki apa yang menjadi sumber pengetahuan, seperti pengalaman (indera),
akal (verstand), budi (vernunft) dan intuisi. Diselidiki pula arti evidensi serta syarat-syarat
untuk mencapai pengetahuan ilmiah, batas validitasnya dalam menjangkau apa yang disebut
sebagai kenyataan atau kebenaran itu (Koento Wibisono, 1988: 5). Dari sini lantas muncul
teori empirisme (John Lock), rasionalisme (Rene Descartes), Kritisisme (Immanuel Kant).
Posisitivisme (Auguste Comte), fenomenologi (Husserl), Konstruktivisme (Feyeraband) dan
seterusnya. Sejalan dengan itu, masing-masing aliran ini atau disebut juga school of thought,
memiliki metodenya sendiri-sendiri, sehingga metodologi menjadi bagian yang sangat
menarik perhatian. Filsafat ilmu sebagai kelanjutan dari perkembangan filsafat pengetahuan,
adalah juga merupakan cabang filasafat. Ilmu yang objek sasarannya adalah ilmu, atau secara
populer disebut dengan ilmu tentang ilmu. (Koento Wibisono, 1988 : 6). Dalam
perkembangan selanjutnya, pada tahap sekarang ini filsafat ilmu juga mengarahkan
pandangannya pada strategi pengembangan ilmu, yang menyangkut juga etik dan heuristik,
bahkan sampai pada dimensi kebudayaan untuk menangkap arti dan makna bagi kehidupan
umat manusia (Van Peursen, 1989:96).
BAB 3 Subtansi Filsafat Ilmu
elaah tentang substansi filsafat ilmu di bagi dalam lima bagian,yaitu substansi yang
berkenaan dengan:
1.Fakta atau kenyataan
2.Kebenaran
3.Konfirmasi
4.Logika inferensi
5.Telaah Konstruksi teori

1. KENYATAAN ATAU FAKTA


Fakta atau kenyataan memiliki pengertian yang beragam, bergantung dari sudut
pandang filosofis yang melandasinya ;
a. Positivistik : berpandangan bahwa sesuatu yang nyata bila ada korespondensi antara
yang sensual satu dengan sensual lainnya.
b. Fenomenologik : memiliki dua arah perkembangan mengenai pengertian kenyataan
ini. Pertama, menjurus ke arah teori korespondensi yaitu adanya korespondensi antara ide
dengan fenomena. Kedua, menjurus ke arah koherensi moralitas, kesesuaian antara fenomena
dengan systemnilai.
c. Rasionalistik : menganggap suatu sebagai nyata, bila ada koherensi antara empirik
dengan skema rasional.
d.Realisme-metafisik : berpendapat bahwa sesuatu yang nyata bila ada koherensi antara
empiri dengan obyektif.
e. Pragmatisme : memiliki pandangan bahwa yang ada itu yang berfungsi.

Di sisi lain, Lorens Bagus (1996) memberikan penjelasan tentang fakta obyektif dan
fakta ilmiah. Fakta obyektif yaitu peristiwa, fenomen atau bagian realitas yang merupakan
obyek kegiatan atau pengetahuan praktis manusia. Sedangkan fakta ilmiah merupakan
refleksi (deskripsi fakta obyektif dalam bahasa tertentu) terhadap fakta obyektif dalam
kesadaran manusia. Fakta ilmiah merupakan dasar bagi bangunan teoritis. Tanpa fakta-fakta
ini bangunan teoritis itu mustahil. Fakta ilmiah tidak terpisahkan dari bahasa yang
diungkapkan dalam istilah-istilah dan kumpulan fakta ilmiah membentuk suatu deskripsi
ilmiah.

2. KEBENARAN (truth)
Sesungguhnya, terdapat berbagai teori tentang rumusan kebenaran. Namun secara
tradisional, kita mengenal 3 teori kebenaran yaitu koherensi, korespondensi dan pragmatik
(Jujun S. Suriasumantri, 1982). Sementara, Michel William mengenalkan 5 teori kebenaran
dalam ilmu, yaitu : kebenaran koherensi, kebenaran korespondensi, kebenaran performatif,
kebenaran pragmatik dan kebenaran proposisi. Bahkan, Noeng Muhadjir menambahkannya
satu teori lagi yaitukebenaran paradigmatik.(Ismaun;2001)
a. Kebenaran koherensi
Kebenaran koherensi yaitu adanya kesesuaian atau keharmonisan antara sesuatu yang
lain dengan sesuatu yang memiliki hirarki yang lebih tinggi dari sesuatu unsur tersebut, baik
berupa skema, sistem, atau pun nilai. Koherensi ini bisa pada tatanan sensual rasional mau
pun pada dataran transendental.
b. Kebenaran korespondensi
Berfikir benar korespondensial adalah berfikir tentang terbuktinya sesuatu itu relevan
dengan sesuatu lain. Koresponsdensi relevan dibuktikan adanya kejadian sejalan atau
berlawanan arah antara fakta dengan fakta yang diharapkan, antara fakta dengan belief yang
diyakini, yang sifatnya spesifik.

c. Kebenaran peformatif
Ketika pemikiran manusia menyatukan segalanya dalam tampilan aktual dan
menyatukan apapun yang ada dibaliknya, baik yang praktis yang teoritik, maupun yang
filosofik, orang mengetengahkan kebenaran tampilan aktual. Sesuatu benar bila memang
dapat diaktualkan dalam tindakan.

d.Kebenaran Pragmatif
Yang benar adalah yang konkret, yang individual dan yang spesifik dan memiliki
kegunaan praktis.

e. Kebenaran Proposisi
Proposisi adalah suatu pernyataan yang berisi banyak konsep kompleks, yang
merentang dari yang subyektif individual sampai yang obyektif. Suatu kebenaran dapat
diperoleh bila proposisi-proposisinya benar. Dalam logika Aristoteles, proposisi benar adalah
bila sesuai dengan persyaratan formal suatu proposisi. Pendapat lain yaitu dari Euclides,
bahwa proposisi benar tidak dilihat dari benar formalnya, melainkan dilihat dari benar
materialnya.
f. Kebenaran Structural Paradigmatik
Sesungguhnya kebenaran struktural paradigmatik ini merupakan perkembangan dari
kebenaran korespondensi. Sampai sekarang analisis regresi, analisis faktor, dan analisis
statistik lanjut lainnya masih dimaknai pada korespondensi unsur satu dengan lainnya.
Padahal semestinya keseluruhan struktural tata hubungan itu yang dimaknai, karena akan
mampu memberi eksplanasi atau inferensi yang lebih menyeluruh..

BAB 4 Dimensi Kajian Filsafat Ilmu


Dimensi itu sendiri artinya adalah sudut pandang seseorang terhadap sesuatu.
Berikut pengertian dari dimensi ontologi, epistemologi, aksiologi dan pengetahuan
rasionalme, empirisme:
1. Dimensi Ontologis
Yaitu kata dimensi digunakan untuk menunjukan sudut pandang terhadap sesuatu.
2. Dimensi Epistemologi
Dapat didefinisikan sebagai dimensi filsafat yang mempelajari tentang asal mula, sumber,
manfaat dan sahihnya pengetahuan.
3. Dimensi Aksiologi
Adalah ilmu pengetahuan membahas nilai nilai yang memberi batas bagi pengembangan
ilmu.
4. Rasionalisme
Merupakan aliran filsafat yang memposisikan akal sebagai sumber pengetahuan dan salah
satu metode untuk mendapatkan pengetahuan.
5. Empirisne
Berasal dari kata Yunani Empirikos, artinya pengalaman. Manusia memperoleh pengetahuan
melalui pengalamannya, pengalaman yang dimaksud adalah pengalamn inderawi. Dengan
inderanya manusia dapat melihat sesuatu yang semata-mata fisik walaupun masih sangat
sederhana.

BAB 5 PENGEMBANGAN DAN PENERAPAN TEORI


Menganalisis pengembangan dan penerapan teori

A. Keterkaitan hubungan antara ilmu dengan filsafat


Ilmu merupakan suatu kumpulan pengetahuan dimana ilmu adalah hal yang harus dimiliki
oleh manusia untuk memperoleh pengetahuan yang sebenarnya.
Ilmu memiliki dua syarat yang harus dimiliki yaitu objek material dan objek formal. Objek
formal adalah suatu ilmu yang tidak hanya memberi keutuhan terhadap suatu ilmu tetapi juga
dapat membedakan antara bidang-bidang yang lain.
Objek material adalah suatu hal yang di jadikan sebagai sasaran pemikiran, objek material ini
juga di tinjau dari beberapa sudut pandang yang berbeda sehingga akan menghasilkan ilmu
yang berbeda-beda.

B. Hubungan antara filsafat ilmu dengan agama


Hubungan filsafat ilmu dengan agama. Filsafat ilmu dan agama jelas saja merupakan dua hal
yang sangat berbeda, namun ada sebagian orang yang mengatakan bahwa agama merupakan
bagian dari filsafat.
Hubungan filsafat ilmu dengan agama adalah filsafat dapat menyampaikan ajaran agama
kepada manusia, membantu agama dalam menyelesaikan persoalan-persoalan yang ada.
Disini bukan berarti agama adalah hal menetang tetapi disini filsafat memiliki arti berpikir
sedangkan agama memiliki arti mengabdikan diri. Orang yang belajar fisafat tidak hanya
mengatahui bahwa dirinya berfilsafat tetapi juga berpikir, sedangkan orang yang belajar
agama juga tidak hanya belajara tentang pengetahuan agama saja tetapi juga membiasakan
diri dengan berprilaku sesuai dengan yang diajarkan agama.

C. Implikasi dan implementasi dalam pengembangan keilmuan dan pendidikan


Filsafat ilmu merupakan bagian dari pengetahuan yang memiliki karakteristik tertentu,
filsafat ilmu tidak membedakan anatara ilmu-ilmu alam dan ilmu sosial, tetapi karena adanya
kesalahan teknis yang menyebakan terbaginya ilmu-ilmu filsafat itu.
Ada beberapa pendekatan yang digunakan dalam filsafat ilmu untuk menjawab pertanyaan
yang ada, diantaranya adalah: pendekatan ontologi dimana pendekatan ini merupakan
hubungan antara subjek dengan subjek. Pendekatan epistemologis dimana pendekatan ini
mempersoalkan bagaimana proses terjadinya ilmu pengetahuan termasuk didalamnya sarana
ilmiah dll. Pendekatan aksiologis dimana pendekatan ini menyangkut tentang pertanyaan
untuk apa pengetahuan itu?, bagaimana hubungan antara ilmu dan nilai?
Ketiga pendekatan ini memiliki keterkaitan antara satu sama lain, sehingga akan
mengahasilkan jawaban yang memuaskan.
B. TANGGAPAN
Pada Modul FILSAFAT ILMU oleh Ade Hidayat ini sangat direkomendasikan bagi
para pembaca yang tertarik dengan kajian filsafat ilmu. Dengan penggunaan Bahasa yang
sederhana dan penjelasan yang cukup rinci membuat modul ini sangat mudah untuk
dipahami. Ditambah dengan penambahan beberapa chart data dan tabel yang menjadikannya
lebih mudah dipahami daripada buku-buku lain yang sejenis. Dan dalam segi pembahasan,
pembahasan cukup mendetail namun ada beberapa bagian dari kajian filsafat yang tidak
dimasukkan, namun penulis sedari karena banyak sekali perdebatan mengenai sub tema
ataupun bagian-bagian dari filsafat ilmu ini. Dan untuk ukuran pengetahuan bagi mahasiswa
modul ini dirasa cukup untuk memenuhi pengantar bagi mahasiswa agar dapat membaca
lebih banyak bacaan-bacaan dengan topik terkait.

C. SIMPULAN
filsafat adalah suatu kajian penelaahan atau pembentukan pengetahuan itu,yaitu
segala sesuatu yang ada dan mungkin ada,mencakup segala hal,baik hal-hal yang
kongkret/nyata maupun hal-hal yang abstrak atau tak tampak. Mengenai objek material
filsafat ini banyak kesamaan dengan objek material sains. Hanya terdapat dua perbedaan,
yaitu pertama sains menyelidiki objek material yang empiris, sementara filsafat ilmu
menyelidiki bagian objek yang abstrak. Kedua, ada objek material filsafat yang memang
tidak dapat diteliti oleh sains, seperti Tuhan, hari kiamat, yaitu objek material yang
selamanya tidak empiris. Dan Sumber dari filsafat adalah manusia, dalam hal ini akal dan
kalbu manusia yang sehat yang berusaha keras dengan sungguh-sungguh untuk mencari
kebenaran dan akhirnya memperoleh kebenaran. Objek kajian dari filsafat meliputi objek
materiil dan objek formal. Ciri-ciri filsafat yaitu, filsafat sebagai ilmu, filsafat sebagai cara
berfikir dan filsafat sebagai pandangan hidup.
Filsafat ilmu merupakan bagian dari pengetahuan yang memiliki karakteristik tertentu,
filsafat ilmu tidak membedakan anatara ilmu-ilmu alam dan ilmu sosial, tetapi karena adanya
kesalahan teknis yang menyebakan terbaginya ilmu-ilmu filsafat itu.
Ada beberapa pendekatan yang digunakan dalam filsafat ilmu untuk menjawab pertanyaan
yang ada, diantaranya adalah: pendekatan ontologi dimana pendekatan ini merupakan
hubungan antara subjek dengan subjek. Pendekatan epistemologis dimana pendekatan ini
mempersoalkan bagaimana proses terjadinya ilmu pengetahuan termasuk didalamnya sarana
ilmiah dll. Pendekatan aksiologis dimana pendekatan ini menyangkut tentang pertanyaan
untuk apa pengetahuan itu?, bagaimana hubungan antara ilmu dan nilai?
Ketiga pendekatan ini memiliki keterkaitan antara satu sama lain, sehingga akan
mengahasilkan jawaban yang memuaskan
Substansi ilmu filsafat terdiri dari kenyataan atau fakta, konfirmasi, serta konsep dan
definisi. Pada subbab kenyataan atau fakta terdairi dari a) kesenjangan antara kebenaran dan
fakta, b) cara mencari kebenaran menurut ilmu, filsafat, dan agama, c) sifat kebenaran
menurut perspektif ilmu, agama, dan filsafat, d) keterkaitan antara fakta dan kebenaran.
Dimensi kajian filsafat terdiri dari dimensi ontologi, dimensi epistemologi dan dimendi
aksiologi. Ilmu adalah pengetahuan yang pasti, sistematis, metodik, ilmiah dan mencakup
kebenaran umum mengenai objek studi. Sedangkan pengetahuan adalah suatu yang
menjelaskan tentang adanya sesuatu hal yang diperoleh secara biasa antau sehari-hari melalui
pengalaman (empiris), kesadaran (intuitis), informasi dan sebagainya. Logika merupakan
bidang pengetahuan yang mempelajari tentang asa, aturan, dan prosedur penalaran yang
benar. Etika pada prinsipnya dapat dibedakanmenjadi tiga macam yaitu, etika sebagai ilmu,
etika dalam arti perbuatan, etika sebagai filsafat. Bentuk tertinggi dari ilmu adalah
kebijaksanaan yang menggambarkan suatu etika atau sikap ilmiah. Sikap ilmiah adalah sikap-
sikap yang seharusnya dimiliki oleh setiap ilmuan dalam melakukan tugasnya mempelajari,
mengkaji, dan mengembangkan ilmu

Daftar Rujukan

Surajiyo . 2010. Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.
Knight, George R. 2007. Filsafat Pendidikan (Terjemahan oleh: Mahmud Arif). Yogyakarta:
Gama Media.
Salam, Burhanuddin . 2005. Pengantar Filsafat. Jakarta: Bumi Aksara.

Anda mungkin juga menyukai