Anda di halaman 1dari 17

IMPLEMENTASI DISCOVERY DALAM PROSES

BELAJAR MENGAJAR DI SEKOLAH

MAKALAH

Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Inovasi Pendidikan

Analisis Materi PGMI: Inovasi Pendidikan

Dosen Pengampu: Nuraeni Sugih P., S.Pd., M.Pd.

Disusun oleh:

Asa Robby Azizan 17.3.002

Rosa Erita Emeliana 17.3.

Rina Sumarni 17.3.0

Rahmi Rahmawati 17.3.0

PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
PERSATUAN ISLAM
GARUT
Jl. Aruji Kartawinata Ciawitali Depan Lap. Ciateul. Telp. 0262-232413 Tarogong Kidul
Garut – 44151
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum warahmatullahiwabarakatuh

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Subhanahuwataala yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya. Tiada daya dan upaya dari pada-Nya sehingga penulis
dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah untuk
pembawa Risalah Rasulullah Shallallahualaihiwasallam, kepada para sahabatnya, tabi’in
tabiatnya, dan kita selaku ummatnya yang mengharap syafa’atnya.

Dalam pembahasan makalah ini menjelaskan mengenai implementasi discovery


dalam proses belajar mengajar di sekolah merupakan salah satu materi yang sedang dipelajari
dalam mata kuliah Inovasi Pembelajaran.

Penulis menyadari jauhnya dari kesempurnaan baik isi maupun penulisan makalah ini,
maka dari itu penulis mengharap saran dan kritik yang membangun untuk kedepannya.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca umumnya, dan bagi penulis sendiri
khususnya.

Akhirulkalam, Wassalamualaikumwarahmatullahiwabarakatuh.

Garut, April 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................1
A. Latar Belakang................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...........................................................................................................1
C. Tujuan Penulisan.............................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................................3
A. Konsep Dasar Discovery Inovasi Pendidikan................................................................3
B. Bentuk Implementasi Discovery di Sekolah..................................................................7
BAB III PENUTUP.................................................................................................................12
A. Kesimpulan...................................................................................................................12
B. Saran..............................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................13

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Telah kita ketahui dalam abad milinium ini ciri utamanya adalah terjadinya
globalisasi pada setiap aspek kehidupan. Globalisasi mengandung arti terjadinya keterbukaan,
kesejagatan, dimana batas-batas negara tidak lagi menjadi penting. Salah satu yang menjadi
trend dan merupakan ciri globalisasi adalah adanya persamaan hak.
Dalam konteks pendidikan, persamaan hak itu tentunya berarti bahwa setiap individu
berhak mendapat pendidikan yang setinggi-tingginya dan sebaik-baiknya tanpa memandang
bangsa, ras, latar belakang ekonomi, maupun jenis kelamin. Dengan adanya kesamaan hak
ini, terjadi kehidupan yang penuh dengan persaingan karena dunia telah menjadi sangat
kompetitif. Oleh karena itu, mau tidak mau setiap orang mesti berusaha untuk menguasai
ilmu dan teknologi agar dapat ikut dalam persaingan, dan jika tidak, maka kita akan
ditinggalkan.
Berdasarkan situasi dan kondisi pendidikan di negara kita, maka sejak beberapa tahun
terakhir ini, Departemen Pendidikan Nasional (Kementerian Pendidikan Nasional) telah dan
terus membiayai program-program perubahan dan pengembangan sistem pendidikan. Untuk
dapat melaksanakannya, maka semua oknum yang terlibat dalam sistem pendidikan harus
memiliki kemampuan melakukan ”Discovery ” atau “Penemuan” yang dapat diterapkan
dalam pelaksanaan pendidikan.
Untuk kemajuan bangsa dan negara kita, sehingga mampu mensejajarkan diri dengan
bangsa-bangsa lain, maka kemampuan melakukan discovery bagi masyarakat harus dimulai
dari bangku pendidikan, khsusnya pendidikan formal. Berkenaan dengan tugas makalah ini,
maka kami memusatkan pembahasan pada “discovery ” sebagai metode pembelajaran yang
ditunjang oleh keterampilan proses, dan kreativitas.
B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang dapat penulis ambil adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana konsep dasar discovery inovasi?

2. Apa saja bentuk-bentuk discovery inovasi?

C. Tujuan Penulisan

1
Adapun tujuan penulisan adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui konsep dasar discovery inovasi

3. Untuk mengetahui bentuk-bentuk discovery inovasi pendidikan

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar Discovery Inovasi Pendidikan

1. Pengertian Discovery Inovasi Pendidikan

a. Pengertian Discovery

Discovery mempunyai makna penemuan sesuatu yang sebenarnya sesuatu itu telah
ada sebelumnya, tetapi belum diketahui. Sedangkan invensi adalah penemuan yang
benar-benar baru sebagai hasil kegiatan manusia. Anna Poejiadi (2001) memberikan
penjelasan: Secara harfiah to discover berarti membuka tutup. Artinya sebelum
dibuka tutupnya, sesuatu yang ada di dalamnya belum diketahui orang. Sebagai
contoh perubahan pandangan dari geosentrisme menjjadi heliosentrisme dalam
astronomi.

Beberapa ahli memberikan pengertiannya mengenai konsep discovery dan


invention, diantaranya adalah:

 Ralph Linton

Ralph Linton memberikan pengertian mengenai discovery sebagai suatu


penemuan yang memiliki sifat sebagai suatu penambahan terhadap
pengetahuan yang ada. Sedangkan invention sebagai suatu proses penerapan
terhadap penambahan pengetahuan tersebut.

 Hariso

Menunrut Harison, discovery merupakan suatu penemuan terhadap suatu


benda atau materiil baru yang masih bersifat dasar atau belum memiliki suatu
bentuk tertentu. Sedangkan invention merupakan suatu penemuan terhadap
benda atau materiil yang masih sederhana tetapi sudah memiliki bentuk
tertentu.

 Parsudi Suparlan

3
Pengertian terakhir diberikan oleh Parsudi Suparlan yang menyebutkan
bahwa discovery merupakan suatu penemuan persepsi baru menyangkut
hakikat suatu gejala atau pun hubungan beberapa gejala. Sedangkan invention
diartikan sebagai suatu ciptaan baru yang berupa suatu benda atau pengetahuan
melalui proses penggabungan pengetahuan-pengetahuan yang bersangkutan
yang telah ada sebelumnya.

Dari beberapa pengertian discovery dan invention menurut para ahli diatas,
dapat disimpulkan bahwa discovery merupakan suatu penemuan terhadap
unsur-unsur baru berupa benda atau materiil yang ditemukan baik secara
sengaja maupun tidak disengaja. Unsur baru tersebut juga dapat berupa sesuatu
yang sudah ada tetapi belum diketahui banyak orang atau sesuatu yang
diciptakan alami dari alam untuk kepentingan umat manusia.

Banyak ahli pendidikan yang menyamakan arti antara discovery dan inquiry,
sedangkan yang ahli pendidikan lainnya membedakan artinya. Carin (1985)
menyatakan bahwa ”discovery ” adalah suatu proses mental di mana individu
mengasimilasi konsep dan prinsip-prinsip. Dengan perkataan lain, ”discovery ” terjadi
apabila individu terutama terlibat dalam menggunakan proses mentalnya untuk
menemukan beberapa konsep atau prinsip. Misalnya, seseorang menemukan apakah
energi itu?, berarti ia membangun konsep tentang energi, selanjutnya ia menemukan
suatu prinsip ilmiah ”energi tidak dapat diciptakan dan tidak dapat dimusnahkan,
hanya dapat berubah dari satu bentuk ke bentuk yang lain (energi listrik berubah
menjadi energi gerak dan sebaliknya).

b. Beda Difusi dan Discovery

Definisi Difusi dalam sosiologi ialah proses terjadinya penularan nilai-nilai dari
suatu sistem sosial yang lebih bersifat dominan kepada sistem sosial yang
dipengaruhinya melalui pertemuan antara orang-orang yang berasal dari 2 sistem
sosial tersebut.

Artinya suatu ide, gagasan, atau ideologi dapat diserap oleh suatu masyarakat lain
yang lebih berpengaruh melalui diskusi, atau indoktrinasi oleh kedua belah pihak
mengenai ide tersebut dengan adanya pengaruh kuat dari pihak masyarakat yang
berpengalaman dengan ide tersebut.

4
Sementara menurut Puar, difusi adalah proses persebaran unsur-unsur kebudayaan,
bisa terjadi dari satu individu ke individu lain dalam satu masyarakat (difusi
intramasyarakat) atau dari satu masyarakat pada suatu daerah ke masyarakat daerah
lain karena dibawa oleh individu-individu yang bermigrasi (difusi intermasyarakat).

Misalnya kebudayaan Eropa di Jawa pada abad ke-18 mulai menyebar saat perang
antara Mataram dan orang Belanda di Batavia, Mataramlah yang terbukti tidak dapat
melawan teknologi persenjataan Belanda yang lebih unggul sehingga Belanda dapat
berkuasa dan melalui kekuasaan itulah pendidikan Barat muncul bahkan menjadi
syarat utama untuk kenaikan kelas sosial (padahal awalnya edukasi diberikan untuk
merekrut pegawai murah dari pribumi, sampai saat ini kebudayaan dengan mentalitet
pegawai negeri masih amat mempengaruhi kehidupan kebudayaan Indonesia pada
umumnya) dengan perkembangan sistem pendidikan Barat.

Pengaruh kebudayaaan Eropa ke dalam kebudayaan Indonesia yang bersifat positif


adalah pengaruh ilmu pengetahuan dan teknologi dalam kehidupan orang
Indonesia.Perkembangan seperti itulah yang diserap bangsa ini meskipun awalnya
memunculkan perbedaan kelas dan menyangkut sistem sosial namun memberikan
pengaruh yang kuat dari pihak yang lebih berpengalaman dalam hal ini maksudnya
Belanda.

Sementara definisi Discovery atau penemuan sering dikelirukan dengan perekaan


invention dan keduanya sering keliru digunakan untuk kegiatan yang sebenarnya
adalah pengembangan (development). Penemuan tadi memerlukan maksud atau objek
yang jelas meskipun sampai pada penemuan pakar melalui penelitian yang sistematik.

Penemuan berkenaan dengan terlihatnya suatu sifat baru, gejala baru, atau
kebenaran baru mengenai benda atau hal. Penemuan bersifat abstrak dan sering tidak
berguna. Pada umumnya penemuan terletak dalam daerah sains dan tumbuhnya
pengetahuan sedangkan perkiraan terletak di daerah teknologi dan tumbuhnya
kekuasaan atas benda atas situasi. Namun, keadaan sebaliknya bisa saja terjadi.
Seorang ilmuwan dapat saja mengembangkan suatu penemuan menjadi suatu rekaan
sedangkan seorang insinyur dalam perekaannya dapat saja menemukan suatu
kebenaran yang penting mengenani alam.

5
Penemuan misalnya seperti yang terjadi di Inggris pada abad ke-18, yakni
Revolusi Industri ditandai dengan penemuan mesin uap oleh James Watt, Revolusi
Industri berawal dari Inggris tapi kemudian menyebar ke Eropa.

Revolusi Industri ini menyebabkan munculnya Imperealisme Modern yang


memandang daerah koloni atau jajahan sebagai daerah pensuplai bahan baku dan juga
pasar bagi hasil-hasil industri. Inggris kemudian menjadi negara imperealis terbesar
karena negara jajahannya sangat banyak yang kemudian menjadikan Inggris sebagai
negara superpower pada abad ke-18 dan mendapat julukan matahari yang tak pernah
tenggelam sebab negara jajahannya ada di setiap benua.

4. Discovery dan Keterampilan Proses

Untuk dapat melakukan discovery, seseorang mengimplementasikan proses mental


yang tergolong ”keterampilan proses”. Secara umum, keterampilan proses dapat diartikan
sebagai keterampilan yang dimiliki oleh para ilmuwan dalam memperoleh pengetahuan,
dan mengkomunikasikan perolehannya. Keterampilan tersebut berarti kemampuan
menggunakan pikiran, nalar, serta perbuatan secara efisien dan efektif untuk mencapai
hasil tertentu, termasuk kreativitas. Dengan demikian, keterampilan proses meliputi
kemampuan olah pikir dan kemampuan olah perbuatan.

Ratna Wilis Dahar (1985) mengemukakan pendapat Gagne yang menyatakan bahwa
pengetahuan hanya dapat diperoleh jika seseorang memiliki kemampuan-kemampuan
dasar tertentu. Kemampuan dasar yang dimasudkan itu adalah keterampilan proses yang
dapat dibedakan atas keterampilan proses dasar dan keterampilan proses terintegrasi
Subiyanto (1988).

Jenis keterampilan proses dasar antara lain: (1) observasi; ((2) klasifikasi; (3)
komunikasi; (4) pengukuran; (5) prediksi; dan (6) penarikan kesimpulan. Jenis
keterampilan proses terintegrasi antara lain: (1) mengidentifikasi variabel; (2) menyusun
tabel data; (3) menyusun grafik; (4) menggambarkan hubungan antara variabel-variabel;
(5) memperoleh dan memproses data; (7) menyusun hipotesis; (8) merumuskan definisi
operasional variabel; (9) merancang eksperimen/percobaan; dan (10) melakukan
eksperimen/percobaan.

5. Tahapan-tahapan Discovery Inovasi

6
Kreatifitas adalah proses merasakan dan mengamati adanya masalah, membuat
dugaan tentang kekurangan (masalah), menilai dan menguji dugaan atau hipotesis,
kemudian mengubah dan mengujinya lagi dan akhirnya menyampaikan hasilnya. Proses
kreatif meliputi beberapa tahap yaitu persiapan, inkubasi, iluminasi dan verifikasi (Utami
Munandar, 2002: 39). Aspek penting dalam melakukan kreativitas antara lain mampu
menemukan ide untuk membuat sesuatu, mampu menemukan bahan yang akan
digunakan dalam membuat produk tersebut dan mampu melaksanakan dan mampu
menghasilkan sesuatu (Momon Sudarma, 2013: 9).

Tahap pertama, tahap persiapan (preparation) yaitu ide datang dan timbul dari
berbagai kemungkinan ketrampilan, keahlian, atau ilmu pengetahuan tertentu sebagai
latar belakangnya. Tahap kedua, Inkubasi (incubation) yaitu hadirnya suatu pemahaman
serta kematangan terhadap ide yang timbul. Tahap ketiga, iluminasi (illumination) yaitu
terjadi komunikasi terhadap hasilnya dengan orang yang signifikan bagi penemu,
sehingga hasil yang telah dicapai dapat lebih disempurnakan lagi. Tahap keempat,
verifikasi (verification) yaitu perbaikan perwujudan hasil tanggung jawab terhadap hasil
akhir dari proses kreatifitas untuk diteruskan kepada masyarakat luas, (Conny
R.Semiawan, 1998: 76).

D. Bentuk Implementasi Discovery di Sekolah

Dalam system Pendidikan, terdapat 7 komponen utama yaitu Tujuan Pendidikan, Peserta
Didik, Pendidik, Metode Pendidikan, Isi Pendidikan / Materi Pendidikan, Alat Pendidikan,
dan Lingkungan Pendidikan. Ke 7 komponen tersebut memiliki contoh-contoh discovery
inovasi disadari atau tidak disadari oleh kita. Berikut bentuk-bentuk implementasi discovery
inovasi di sekolah :

1. Tujuan Pendidikan

Dalam penentuan Visi, Misi, dan Tujuan Sekolah. Kita selaku guru sendiri telah
dituntut untuk menemukan inovasi untuk menjawab kebutuhan maupun masalah dari
masyarakat. Contohnya pada sekolah A, dikarenakan secara geografis lingkungannya ada
di pantai dan kekurangan SDM yang kompeten dalam Teknologi. Maka sekolah secara
tidak langsung dituntut untuk membuat Visi, Misi, dan Tujuan tentang Kompetensi yang
dibutuhkan. Dan tentu tidak sampai disini saja, bentuk implementasi discovery
inovasinya pun masuk sampai ranah KD, Tujuan, dan indikator pembelajaran.

7
6. Peserta Didik

Secara proses pendidikan, Peserta didik tidak terdapat inovasi discovery . Namun
hasil output dari peserta didik dapat dikembangkan potensinya dengan disalurkan kepada
sekolah atau institusi Pendidikan yang sesuai dan dapat meningkatkan minat bakatnya
sehingga hasil output berkualitas tinggi.

7. Pendidik

Peran seorang guru sebagai seorang pendidik dalam pembelajaran tidak dapat
digantikan, karena tujuan dari pembelajaran tidak hanya di ranah kognitif. Namun
kedepannya tidak menuntut kemungkinan akan tergantikanya peran seorang guru seperti
yang sedang digadang-gadangkan saat ini yakni terciptanya A.I. (kecerdasan buatan) yang
bahkan dapat dengan mudahnya menggantikan seorang guru dalam proses belajar. Tetapi
bentuk implementasi dari seorang pendidik yang Inovatif dapat digambarkan dengan
karakter-karakter tertentu sebagai berikut:

 Challenges status quo; tidak merasa cepat puas dengan keadaan yang ada dan
selalu mempertanyakan otoritas dan rutinitas serta mengkonfrontasikan asumsi-
asumsi yang ada.
 Curious; senantiasa mengeksplorasi lingkungannya dan menginvestigasi
kemungkinan-kemungkinan baru, memiliki rasa kekaguman (sense of awe)
 Self-motivated; tanggap terhadap kebutuhan dari dalam (inner needs) senantiasa
secara proaktif memprakarsai proyek-proyek baru, menghargai setiap usaha.
 Visionary; memiliki imaginasi yang tinggi dan memiliki pandangan yang jauh ke
depan.
 Entertains the fantastic; memunculkan ide-ide “gila”, memandang sesuatu yang
tidak mungkin menjadi sebuah kemungkinan, memimpikan dan menghayalkan
sesuatu yang besar-besar.
 Takes risks; melampaui wilayah yang dianggap menyenangkan, berani mencoba
dan menanggung kegagalan.
 Peripatetic; merubah lingkungan kerja sesuai yang dibutuhkan, senang melakukan
perjalanan (travelling) untuk memperoleh inspirasi atau pemikiran segar.

8
 Playful/humorous; memliki ketertarikan terhadap hal-hal yang aneh dan
mengagumkan, berani tampil beda, bertindak nekad, serta mudah dan sering
tertawa layaknya seorang anak kecil.
 Self-accepting; dapat mempertahankan ide-idenya dan menganggap
“kesempurnaan sebagai musuh kebaikan”, tidak terikat dengan apa-apa yang
diipandang baik menurut orang lain.
 Flexible/adaptive –terbuka bagi setiap perubahan, mampu melakukan penyesuaian
terhadap rencana-rencana yang telah dibuat, menyajikan berbagai solusi dan
gagasan
 Makes new connections;mampu melihat hubungan-hubungan diantara unsur-
unsur yang terputus, mensintesakan dan mengkombinasikannya.
 Reflective, menginkubasi setiap masalah dan tantangan, mencari dan merenungkan
berbagai pertimbangan dalam mengambil keputusan.
 Recognizes (and re-cognizes) patterns; perseptif terhadap sesuatu dan dapat
membedakannnya, dapat melihat kecenderungan dan prinsip serta mampu
mengorganisasikannnya, dapat melihat ”the Big Picture.”
 Tolerates ambiguity, merasa nyaman dalam situasi kacau (chaos), dapat
menyajikan situasi paradoks, tidak tergesa-gesa membenarkan terhadap suatu ide
yang muncul.
 Committed to learning; berusaha mencari pengetahuan secara terus menerus,
mensintesakan segala in put, menyeimbangkan setiap informasi yang terkumpul
dan menyelaraskan setiap tindakan.
 Balances intuition and analysis memilih dan memilah diantara pemikiran
divergen dan pemikiran konvergen, memiliki intuisi tertentu sebelum melakukan
analisis, meyakini apa yang sudah dianalisis dan menggunakannya secara hati-hati
dengan menggunakan akal.
 Situationally collaborative; berusaha menyeimbangkan pemikiran dari setiap
individu, membuka pelatihan dan mencari dukungan organisasi.
 Formally articulate; mengkomunikasikan setiap gagasan secara efektif,
menterjemahkan konsep abstrak ke dalam bahasa penuh arti, menciptakan
prototype atau model yang dianggap paling mudah

9
 Resilient; merefleksi hal-hal dianggap mengecewakan atau yang tidak dinginkan,
belajar dengan cepat dari umpan balik, berkemauan untuk mencoba dan terus
mencoba lagi
 Persevering; bekerja keras dan tekun, memperjuangkan gagasan-gagasan baru
dengan gigih, memiliki komitmen terhadap hasil-hasil yang telah digariskan.

8. Metode Pendidikan

Terdapat banyak sekali discovery inovasi pada Metode Pendidikan. Karena dengan
bergeraknya kita menuju Society 4.0 dan Maraknya pembelajaran abad 21 dengan ciri
paling menonjolnya adalah IPTEK (Ilmu pengetahuan dan teknologi). Sehingga ketika kita
pada 1 tahun sebelumnya masih terkenal untuk metode ceramah, maka saat ini kita mulai
dan dituntut untuk belajar dengan metode yang baru.

Contohnya adalah dengan Model Blended Learning maka lahirlah metode Live
Teaching dimana walaupun pada saat ini kita dibatasi untuk tidak dapat bertatap muka,
Metode live teaching ini dapat membuat kita belajar tanpa dibatasi ruang. Salah satunya
adalah penggunaan media Whatsapp, Zoom Meeting, Telegram, dan berbagai aplikasi
lainnya yang dapat menghilangkan jarak dalam proses belajar.

Adapun contoh lainnya adalah Metode Online Course dimana kita dapat belajar
dengan menghilangkan Batasan ruang dan waktu sehingga kita dapat belajar dimana saja
dan kapan saja. Contohnya adalah penggunaan https://www.coursera.org dan
https://www.edx.org dalam meningkatkan kompetensi dan kompetensi tersebut diakui
karena hasil dari Online Course akan mendapatkan sertifikat yang legal dan diakui.

9. Alat Pendidikan

Alat Pendidikan yang dimaksudkan disini sangat beragam dan sangat banyak. Dimulai
dari sarana dan prasarana, media, dll. Berikut discovery inovasi dari alat Pendidikan.

Ditambahkannya gadget khusus belajar yang mulai marak digunakan di berbagai


institusi Pendidikan, dengan adanya inovasi gadget ini siswa akan disuguhkan
pengalaman belajar yang baru dan tentunya menambahkan motivasinya dalam belajar.

Ada juga Whiteboard Digital dimana whiteboard ini dapat Digambar dengan spidol
ataupun dengan telunjuk kita. Dan whiteboard ini pun terintegrasi dengan komputer guru

10
sehingga setiap aktivitas di whiteboard ini berpengaruhpula kepada komputer guru yang
membuat pengalaman belajar lebih interaktif.

G-suite, mungkin terdengar asing bagi mahasiswa STAIPI Garut. Tetapi G-Suite ini
merupakan manajemen data berbasis cloud dimana dapat diakses dengan mudah oleh
tenaga pendidik, tenaga kependidikan, maupun siswa dan orangtua. Sehingga
memudahkan seluruh komponen Pendidikan dalam melihat dan mengelola berbagai data
sekolah dan saling teringrasi.

10. Isi Pendidikan / Materi Pendidikan

Salah satu implementasi dari discovery inovasi dalam isi Pendidikan/materi


Pendidikan adalah pengembangan bahan ajar. Contohnya adalah Buku yang di-
Elektronik-an menjadi E-Book, dan tidak hanya sampai disana saja. Saat ini E-Book ini
mulai dilengkapi dengan referensi suara, video, dan bahkan kuis-kuis interaktif yang
dapat diakses melalui e-Book ini. Sehingga memudahkan siswa untuk mengakses materi
belajar maupun memahaminya.

Adapula pengembangan yang sedang beredar sekarang adalah konten materi yang
mulai dimasukkan kepada VR (Virtual Reality). Dimana konten materi dapat diakses
secara full di VR ini. Namun sayangnya untuk dukungan Bahasa Indonesia masih belum
banyak tersedia.

11. Lingkungan Pendidikan

Dalam lingkungan Pendidikan, lingkungan yang nyaman dan kondusif diperlukan


untuk mendukung proses pembelajaran. Dalam discovery inovasi ini, salah satunya
adalah Standing Green dimana lingkungan sekolah dalam beberapa spot (titik) dijadikan
tempat khusus untuk menanam pohon dengan cara digantung ke atas atau ditempel di
dinding. Ada juga penambahan atribut-atribut keagamaan dalam mendukung
pembelajaran khususnya dalam mata pelajaran PAI sehingga menambahkan motivasi
siswa.

11
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Public Speaking merupakan sebuah rumpun keluarga Ilmu Komunikasi (Retorika)


dimana mencakup berdiskusi, berdebat, pidato, memimpin rapat, moderator, MC dan
presenter serta kemampuan seseorang untuk dapat berbicara di depan publik, kelompok
maupun perseorangan yang perlu menggunakan strategi dan teknik berbicara yang tepat
tujuan public speaking adalah untuk mempengaruhi, menginformasikan, menghibur,
memotivasi, ataupun mengubah kepada audience

Public Speaking itu sendiri merupakan sebuah seni berbicara di depan umum dengan
arah yang sudah terstruktur dan memiliki tujuan untuk memberi informasi, memengaruhi, dan
menghibur penonton. Dalam public speaking terdapat 5 elemen dasar yaitu : who says what
to whom in which channel with what effect. Konsep tersebut merupakan definisi yang dibuat
oleh Harold Lasswell untuk menggambarkan komunikasi

Manfaat dari public speaking adalah untuk menyampaikan ide, /pemikiran kepada
orang lain dengan efektif dan respektif, juga menumbuhkan rasa self confident, leadership,
dll

Meskipun Public Speaking dan percakapan sehari-hari memiliki beberapa persamaan.


Tetapi public speaking dan percakapan sehari-hari tidaklah sama. Karena public speking
cenderung lebih terstruktur, menggunakan bahasa formal, dan metode yang berbeda dalam
menyampaikan

E. Saran

Kami menyadari dalam pembuatan makalah ini masih banyak kekurangan. Kami tetap
berharap makalah ini tetap memeberikan manfaat bagi pembaca. Namun, saran dan kritik
yang sifatnya membangun dengan tangan terbuka kami terima demi kesempurnaan di masa
akan datang.

12
DAFTAR PUSTAKA

Anna Poedjiadi, 1989, Filsafat dan Sejarah Sains, Rajawali: Bandung

Bybee W. Rodger & Sund B. Robert, 1982, Piaget for Educator, Charles E. Merrill
Publishing Company: Columbus

Bruner S. Jerome, 1978, The Process of Education, Harvard University Press: Cambridge

Carin A. Arthur & Sund B. Robert, 1985, Teaching Science Through Discovery ,Merrill
Publishing Company: Columbus

Conny Semiawan, dkk., 1988, Pendekatan Keterampilan Proses, Gramedia: Jakarta

Conny Semiawan, dkk., 1991, Dimensi Kreatif dalam Filsafat Ilmu, Remaja Rosdakarya:
Bandung.

De Bono’s Edaward, 1979, The Mechanism of Mind, Penguin Books: New Zaeland

Depdiknas RI., 2003, Undang-undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional, Dpediknas: Jakarta.

Depdiknas RI., 2005, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 19 tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan, Depdiknas: Jakarta E.I. Lantang Harahap, 1987, Mari
Mempertinggi Kreativitas, Gunung Agung: Jakarta

Juharia Adang, 1993, Mengembangkan Kreativitas dalam Berpikir melalui Pengajaran Sains,
Jurnal Pengajaran MIPA, IKIP Bandung: Bandung

Jamaluddin Kafie, 1989, berpikir Apa dan Bagaimana, Indah: Surabaya

Jujun S. Suriasumantri, 1985, Filsafat Imu: Sebuah Pengantar Populer, Sinar harapan:
Jakarta.

Kartini Kartono, 1984, Psikologi Umum, Alumni: Bandung

Moh. Amien, 1987, Mengajarkan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dengan Menggunakan
Metode Discovery dan Inquiry, P2LPTK, Depdikbud: Jakarta

M. Idris Arief, 2003, Pengembangan Sistem Pendidikan Unggulan Ditinjau dari Perspektif
Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran, Makalah: Makassar.

13
Murphy, C., 1992, Effecting School Change: the Halton Approach, School effectiveness and
school Improvement, 3(1): 1941

Nasuition S., 1986, Didaktik Azas-azas Mengajar, Jemmars: Bandung Ratna Wilis Dahar,
1989, Teori-teori Belajar, Gramedia: Jakarta

S. C. Utami Munandar, 1987, Mengembangkan Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah,


Gramedia: Jakarta.

Slameto, 1988, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, Bina Aksara: Jakarta.

Subiyanto, 1988, Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam, P2LPTK, Depdikbud: Jakarta.

Wellington, J., 1989, Skil and Approachrs in Science Education, A Criticl Analysis,
Routledge: New York

14

Anda mungkin juga menyukai