Anda di halaman 1dari 26

TAFSIR Q.S.

LUQMAN AYAT TENTANG PESERTA DIDIK


Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Tafsir Tarbawi

Analisis Materi PGMI: Tafsir Tarbawi

Dosen Pengampu: Dr. Syarif Hidayat, M.Pd.

Disusun oleh:

Asa Robby Azizan NIM. 17.3.002

Ayu Wahyuni NIM. 17.3.004

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM PERSATUAN ISLAM

GARUT
Jl. Aruji Kartawinata Ciawitali Depan Lap. Ciateul. Telp. 0262-232413 Tarogong Kidul Garut –
44151
KATA PENGANTAR

Segala puji hanya milik Allah subhanahu wata’ala. Shalawat dan salam selalu
tercurahkan kepada Rasulullah shallawlahu ‘alayhi wasallam . Berkat limpahan dan rahmat-Nya
penyusun mampu menyelesaikan tugas makalah Tafsir Tarbawi ini.

Makalah tentang tafsir Q.S. Luqman ayat mengenai peserta ini ini disusun untuk
melengkapi tugas Tafsir Tarbawi. Pengembangan dan penyusunan materi diberikan secara urut.
Penyajian materi didesain untuk memperkuat pemahaman konsep tentang tafsir mengenai peserta
didik dalam Q.S. Luqman ayat dengan penjelasan yang cukup panjang.

Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang penyusun hadapi.
Namun penyusun menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain berkat
bantuan, dorongan, dan bimbingan orang tua, sehingga kendala-kendala tersebut dapat teratasi.

Penyusunan makalah ini disesuaikan dengan referensi yang didapat dari buku maupun
internet. Segala kritik dan saran yang membangun senantiasa diharapkan penyusun demi
penyempurnaan tugas makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih
luas dan menjadi sumbangan pemikiran kepada pembaca dan bermanfaat bagi pendidik serta
rekan-rekan dalam mengembangkan materi Tafsir Tarbawi.

Garut, 6 Maret 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................................................1
A. Latar Belakang......................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................................................1
C. Tujuan...................................................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................................2
A. Peserta Didik.........................................................................................................................2
B. Tafsir Tahlili Q.S. Faathir ayat 31-32...................................................................................4
C. Korelasi Q.S. Faathir ayat 31-32 dengan peserta didik......................................................19
BAB III PENUTUP.......................................................................................................................21
A. Kesimpulan.........................................................................................................................21
B. Saran...................................................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................23

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Seiring berkembangnya zaman, tentunya banyak hal yang berubah secara dinamis
mengikuti perkembangan zaman termasuk dalam dunia pendidikan. Dan kini pada zaman
modern abad 21, proses pendidikan semakin berkembang baik dalam aspek positif maupun
negatif. Namun dapat diketahui bahwasanya terdapat perubahan-perubahan yang sangat
memilukan. Kini peserta didik mulai kehilangan arti dari peserta didik itu sendiri, tak ayal
banyak sekali kasus mengenai peserta didik terutama dalam proses belajar mengajar. Siswa
cenderung tidak ingin menempuh proses belajar dengan sebagaimana mestinya dan ingin serba
praktis tanpa mempedulikan apakah yang dilakukannya itu benar atau tidak. Misalnya, saat
penyaji bertanya kepada rekan-rekan mengenai kecurangan dalam ujian nasional ketika dulu. 8
dari 10 orang mengatakan telah diberi jawaban ujian nasional oleh gurunya (ketika SD dan SMP)
dan merasa itu merupakan suatu hal yang sah-sah saja.1 Padahal jika kita mempelajari dan
memahami bagaimana hakikat belajar bagi peserta didik, tentunya kecurangan-kecurangan
tersebut merupakan hal yang tidak dibenarkan baik dalam agama maupun akademis. Dengan
mengacu kepada silabus mata kuliah tafsir tarbawi, penyaji akan menyajikan pembahasan
mengenai tafsir tarbawi tahlili muqaran mengenai peserta didik dalam Q.S. Faathir ayat 31-32.

B. Rumusan Masalah

1. Apa itu peserta didik?


2. Bagaimana Tafsir Tahlili dari Q.S. Faathir ayat 31-32?
3. Bagaimana korelasi Q.S. Faathir ayat 31-32 dengan peserta didik?

C. Tujuan

1. Bagaimana Tafsir Tahlili dari Q.S. Faathir ayat 31-32?


2. Bagaimana korelasi Q.S. Faathir ayat 31-32 dengan peserta didik?

1
Wawancara tertutup Mahasiswa STAI Persis Garut, tanggal 13 Oktober 2003 di Kampus STAI Persis Garut

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Peserta Didik

1. Definisi Peserta Didik

Secara etimologi peserta didik adalah anak didik yang mendapat pengajaran
ilmu. Secara terminologi peserta didik adalah anak didik atau individu yang
mengalami perubahan, perkembangan sehingga masih memerlukan bimbingan dan
dan arahan dalam membentuk kepribadian serta sebagai bagian dari struktural proses
pendidikan. Dengan kata lain peserta didik adalah seorang individu yang tengah
mengalami fase perkembangan atau pertumbuhan baik dari segi fisik dan mental
maupun fikiran.2

Dalam istilah tasawuf peserta didik disebut dengan “murid” atau “thalib”.
Secara etimologi murid berarti orang yang menghendaki. Sedangkan menurut arti
terminologi, murid adalah pencari hakikat di bawah bimbingan dan arahan seorang
pembimbing spiritual (mursyid). Sedangkan istilah thalib secara bahasa adalah orang
yang mencari. Sedang menurut istilah tasawuf adalah penempuh jalan spiritual, di
mana ia berusaha keras menempuh dirinya untuk mencapai derajat sufi.3

Adapula penyebutan peserta didik dengan sebutan anak didik. Dalam


persepektif filsafat pendidikan Islam, hakikat anak didik terdiri dari beberapa macam:

a. Anak didik adalah darah daging sendiri, orang tua adalah pendidik bagi anak-
anaknya maka semua keturunannya menjadi anak didiknya di dalam keluarga.

b. Anak didik adalah semua anak yang berada di bawah bimbingan pendidik di
lembaga formal maupun nonformal.

2
Misbakhudinmunir.wodrpress.com.
3
Abdul Mujib, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Kencana, 2008), hlm. 104.

2
c. Anak didik secara khusus adalah orang-orang yang belajar di lembaga
pendidikan tertentu yang menerima bimbingan, pengarahan, nasihat,
pembelajaran dan berbagai hal yang berkaitan dengan proses kependidikan.4

Peserta didik secara formal adalah orang yang sedang berada pada fase
pertumbuhan dan perkembangan baik secara fisik maupun psikis.5

Menurut pasal 1 ayat 4 UU RI No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan


Nasional, peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan
dirinya melalui proses pendidikan pada jalur jenjang dan jenis pendidikan tertentu.6

Dalam paradigma Pendidikan Islam, peserta didik merupakan orang yang


belum dewasa dan memiliki sejumlah potensi (kemampuan) dasar yang masih perlu
dikembangkan. Di sini peserta didik merupakan makhluk Allah yang memiliki fitrah
jasmani maupun rohani yang belum mencapai taraf kematangan baik bentuk, ukuran,
maupun perimbangan pada bagian-bagian lainnya.7

Adapula yang mendefinisikan peserta didik adalah orang yang menuntut ilmu
di lembaga pendidikan, bisa disebut sebagai murid, santri atau mahasiswa.8

Peserta didik adalah setiap manusia yang sepanjang hidupnya selalu dalam
perkembangan. Kaitannya dengan pendidikan adalah bahwa perkembangan peserta
didik itu selalu menuju kedewasaan dimana semuanya itu terjadi karena adanya
bantuan dan bimbingan yang diberikan oleh pendidik.9

Siswa atau peserta didik adalah salah satu komponen manusia yang
menempati posisi sentral dalam proses belajar-mengajar, peserta didiklah yang
menjadi pokok persoalan dan sebagai tumpuan perhatian. Di dalam proses belajar
4
Hasan Basri, Filsafat Pendidikan Islam (Bandung: Pustaka Setia, 2009), hlm. 88.
5
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Kalam Mulia, 2002), hlm. 77.
6
Ibid, hlm. 77.
7
Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam: Pendekatan Historis, Teoritis da Praktis (Jakarta: Ciputat
Pers,2002), hlm. 47.
8
Heri Jauhari Muchtar, Fikih Pendidikan (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008), hlm. 137.
9
www.sit-alkarima.com/konseppendidikanIslam.

3
mengajar, siswa sebagai pihak yang ingin meraih cita-cita, memiliki tujuan dan
kemudian ingin mencapainya secara optimal. Peserta didik itu akan menjadi faktor
“penentu”, sehingga menuntut dan dapat mempengaruhi segala sesuatu yang
diperlukan untuk mencapai tujuan belajarnya.10 Itulah sebabnya sisa atau peserta
didik adalah merupakan subjek belajar.

D. Tafsir Tahlili Q.S. Faathir ayat 31-32

1. Asbabun Nuzul Q.S. Faathir ayat 31-32

Ayat ini tidak mempunyai asbabun nuzul. Ayat 32 Q.S. Faathir ini
menguraikan tentang wahyu yang disampaikan Allah subhanahu wata’ala kepada
Rasulullah shallawlahu ‘alayhi wasallam.

2. Ayat dan Mufradat Q.S. Faathir ayat 31-3211


َ
‫ن‬
َ ْ ‫م ا بَي‬ َ ِّ ‫ص دِّقًا ل‬
َ ‫م‬ ُ ُّ‫ح ق‬ َ ْ ‫اب هُ وَ ال‬ِ َ ‫ن الْكِت‬ َ ‫م‬ِ ‫ك‬ َ ْ ‫حيْنَا إِلَي‬
َ ْ‫وَالَّذِي أو‬
َ ُ ‫) ث‬٣١ ( ‫يدي ۗ ِه إن اللَّه بعِب اده لَخَب ير بص ير‬
‫اب‬َ َ ‫م أوْ َرثْن َ ا الْكِت‬ َّ ٌ ِ َ ٌ ِ ِ ِ َ ِ َ َّ ِ ْ َ َ
‫منْهُم‬ ِ َ‫ْس هِ و‬ ِ ‫م لِّنَف‬ ٌ ِ ‫م ظ َ ال‬ ِ َ‫عبَادِن َ ۖا ف‬
ْ ُ‫منْه‬ ِ ‫ن‬ْ ‫م‬ ِ ‫اص طَفَيْنَا‬ ْ ‫ين‬ َ ِ‫الَّذ‬
ُ ‫َض‬
‫ل‬ ْ ‫ك هُ وَ الْف‬ َ ِ ‫ْن الل َّ ۚ ِه ذَٰل‬ ِ ‫سابِقٌ بِالْخَي ْ َر‬
ِ ‫ات بِإِذ‬ َ ‫م‬ ْ ُ‫منْه‬ِ َ‫صد ٌ و‬ ِ َ ‫مقْت‬
ُّ
)٣٢( ‫ير‬ ُ ِ ‫الْكَب‬
Artinya : “Dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu yaitu Al-Kitab (Al-Qur’an)
itulah yang benar, dengan membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya.
Sesungguhnya Allah (subhanahu wata’ala) benar-benar Maha Mengetahui lagi
Maha Melihat (keadaan) hamba-hamba-Nya. (31) Kemudian Kitab itu Kami
wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di
antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri dan di antara mereka ada
yang pertengahan dan diantara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat

10
Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2010),
hlm.111.
11
Add-in Ms.Office.Word, Al-Qur’anul Kariim, ver. 3.0. Q.S. Faathir ayat 31-32

4
kebaikan dengan izin Allah subhanahu wata’ala. Yang demikian itu adalah karunia
yang amat besar.(32)”

Ayat
Arti
31

ِ‫وَالَّذ‬ dan apa yang


‫ي‬
َ
ْ ‫حي‬
َ ْ ‫أو‬ Kami wahyukan
‫نَا‬
َ ْ ‫إِلَي‬ kepadamu
‫ك‬
dari
‫ن‬
َ ‫م‬ ِ
‫الْكِتَا‬
Kitab
‫ب‬ِ
dia
َ‫هُو‬
َ ْ ‫ال‬
‫ح‬
adalah benar
ُّ‫ق‬
‫ص‬
َ ‫م‬ ُ membenarkan
‫دِّقًا‬
terhadap
َ ِّ ‫ل‬
‫ما‬
antara
‫ن‬
َ ْ ‫بَي‬
yang
dihadapannya/sebelumn
ِ‫يَدَيْه‬ ya

5
sesungguhnya
‫ن‬
َّ ِ ‫إ‬
Allah subhanahu
‫ه‬َ َّ ‫الل‬ wata’ala
ِ‫بِعِبَاد‬ kepada hamba-hamba-
ِ‫ه‬ Nya
‫لَخَبِي‬ benar-benar Maha
‫ٌر‬ Mengetahui
‫صي‬ِ َ‫ب‬ Maha Melihat
‫ٌر‬

Ayat 32 Arti

kemudian
َّ‫مُث‬

Kami wariskan
‫أ َْو َر ْثنَا‬
‫اب‬ ِ
َ َ‫الْكت‬ Kitab

‫ين‬ ِ َّ
َ ‫الذ‬
orang-orang yang

‫اصطََفْينَا‬ ْ Kami pilih

‫ِم ْن‬ dari

‫ِعبَ ِادنَ ۖا‬ hamba-hamba Kami

‫فَ ِمْن ُه ْم‬ maka diantara mereka

6
‫مِل‬
ٌ ‫ظَا‬ zalim/aniaya

‫لَِّن ْف ِس ِه‬ pada dirinya sendiri

‫َو ِمْن ُهم‬ dan diantara mereka

‫ص ٌد‬ ِ َ‫ُّم ْقت‬ pertengahan

‫َو ِمْن ُه ْم‬ dan diantara mereka

‫َسابِ ٌق‬ mendahului

ِ ‫بِاخْل ير‬
‫ات‬
dengan berbuat
َ َْ kebaikan

‫بِِإ ْذ ِن‬ dengan izin

‫اللَّ ۚ ِه‬ Allah subhanahu


wata’ala

ِ demikian itu
َ ‫َٰذل‬
‫ك‬
‫ُه َو‬ dia/adalah

‫ض ُل‬ْ ‫الْ َف‬ karunia

ُ‫الْ َكبِري‬ yang besar

3. Tafsir Q.S. Faathir ayat 31-32 oleh para Mufassir

7
a. Tafsir oleh Ibnu Katsir12

ِ ِ
Allah subhanahu wata’ala berfirman: (‫ك‬
َ ‫الَي‬ َ ‫)والَّذى‬
‫اوحينَ آ‬ َ “Dan apa yang

telah kami wahyukan kepadamu.” Hai Muhammad (Rasulullah shallawlahu ‘alayhi

ِ
wasallam), (‫الكتب‬ ‫“ )ِم َن‬Yaitu al-Kitab,” maksudnya Al-Qur’an (‫ُه َو احلَ ُّق ُمص ّدقا لّما‬
ِ ‫“ )بني‬Itulah yang benar, yang membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya,” yaitu
‫يديه‬ َ
kitab-kitab terdahulu yang dibenarkannya bahwa dia diturunkan dari Allah
subhanahu wata’ala, Rabb semesta alam.

ِ ‫خلبريب‬ ِ ‫ان اللّ ه بِعب‬


(‫ص ري‬
ٌ ٌَ ،‫اده‬ َ َّ ) “Sesungguhnya Allah subhanahu wata’ala benar-
benar Maha Mengetahui lagi Maha Melihat (keadaan) hamba-hamba-Nya,” yaitu dia
Maha Mengetahui tentang mereka, lagi Maha Melihat siapa yang berhak diberikan
keutamaan-Nya. Untuk itu, Dia melebihkan para Nabi dan Rasulullah shallawlahu
‘alayhi wasallam di atas seluruh manusia serta melebihkan sebagian para Nabi atas
Nabi lainnya, mengangkat sebagian derajat mereka serta menjadikan kedudukan Nabi
Muhammad Saw. diatas seluruh para Nabi.

Ayat 32: Allah subhanahu wata’ala berfirman: “Kemudian Kami menjadikan


orang-orang yang menegakkan Kitab yang agung, yang membenarkan Kitab-Kitab
para Rasulullah shallawlahu ‘alayhi wasallam yang telah Kami pilih di antara hamba-
hamba Kami.” Mereka itu adalah ummat ini. Kemudian, Dia membagi mereka
menjadi tiga golongan yaitu:

(Pertama:) (‫س ِه‬


ِ ‫لن ْف‬
ٌ‫“ )فَمنهم ظَا مل‬Lalu di antara mereka ada yang menganiaya
diri mereka sendiri, yaitu orang yang tidak perhatian dalam melaksanakan sebagian
kewajiban, serta bergelimang dengan sebagian yang diharamkan.
12
Muhammad, Abdullah bin. Tafsir Ibnu Katsir, Jilid 6, 2004, (Bogor: Pustaka Imam Asy-Syafi’i).
hal. 612-615

8
Demikian pula yang disebut menganiaya diri sendiri adalah ‘mereka yang
mencampuradukan perbuatan amal shalih dengan keburukan.’

ِ ‫م‬
(Kedua:) (‫قتص ٌد‬
ُ ‫منهم‬
ُ ‫)و‬َ “Dan di antara mereka ada yang pertengahan”, yaitu
orang yang menunaikan kewajiban dan meninggalkan yang haram, walaupun
terkadang meninggalkan sebagian yang dianjurkan dan melaksanakan sesuatu yang
dimakruhkan.

(Ketiga:) (‫)و ِم ُنهم َس ابِ ٌق بِ ا خلرْي ت بِاِذنِاللّه‬


َ “Dan di antara mereka ada (pula)
yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah subhanahu wata’ala”, yaitu
orang yang melakukan kewajiban dan hal-hal yang dianjurkan, serta meninggalkan
hal yang diharamkan, yang dimakruhkan dan sebagian hal yang mubah.

d. Tafsir oleh Al-Ahzar13

Ayat 31:“Dan apa yang telah Kami wahyukan kepada engkau dari al-Kitab,
itulah yang benar.” (pangkal ayat 31)

Al-Kitab yang dimaksud disini islah Al-Qur’an. Dia adalah benar-benar


wahyu Allah subhanahu wata’ala dengan perantara malaikat Jibril, “Mengakui apa
yang sebelumnya.” Yaitu mengakui pula akan isi kitab-kitab yang diwahyukan pula
kepada nabi-nabi yang sebelum Nabi Muhammad shallawluhu alaihissalam. yang
terkemuka sekali ialah Taurat yang diturunkan kepada Nabi Musa alaihissalam dan
Injil yang diturunkan kepada Nabi Isa alaihissalam. Isi utama dari kedua kitab yang
terdahulu sebelum Al-Qur’an itu ialah wahyu yang menyatakan bahwa Allah
subhanahu wata’ala adalah Maha Esa, tidak bersekutu dengan yang lain. Kedatangan
Rasulullah shallawlahu ‘alayhi wasallam ialah mengajar tauhid, melarang
menyembah dan memuja kepada yang selain Allah subhanahu wata’ala.

13
Malik, Abdul Abdul Karim Amrullah, 2017, Tafsir al-Azhar, Jilid 7 (Jakarta: Gema Insani).
Hal.563-565

9
“Sesungguhnya Allah (subhanahu wata’ala) terhadap hamba-hamba-Nya
adalah Maha Mengetahui, lagi Maha Melihat.” (ujung ayat 31)

Arti yang terkandung di ujung ayat ini adalah mencakup turunnya syari’at.
Bahwasanya pokok hukum yang asal adalah tetap, tetapi syari’at dapat berubah-ubah.
Pokok hukum yang asal ialah iman. Tetapi cara pelaksanaan syari’at dapat berubah-
ubah, misalnya cara perkawinan, cara shalat, dan cara membayar zakat. Perubahan
syari’at terjadi karena Allah subhanahu wata’ala Maha Mengetahui keadaan
perubahan hidup manusia, perubahan zaman dan tempat, dan Allah subhanahu
wata’ala pun Maha Melihat segi-segi kesanggupan dan kelemahan hamba-Nya.

Ayat 32:“Kemudian itu Kami wariskan al-kitab itu kepada orang yang telah
Kami pilih di antara hamba-hamba Kami.” (pangkal ayat 32)

Yang dimaksud dengan hamba-hamba Allah subhanahu wata’ala yang telah


Dia pilih itu ialah umat Muhammad sallawlahu alayhissalam sejak kitab diturunkan
sampai kepada akhir zaman. Lantaran itu maka umat Muhammad saw. kadang-
kadang disebut Umatur-Risalah, yaitu umat yang telah memikul risalah. Setelah
Rasulullah shallawlahu ‘alayhi wasallam wafat, lebih teranglah pewarisan itu. Tentu
saja yang diwariskan itu ialah artinya, pemahamannya, isi kandungannya, ilmu-
ilmunya, hukum-hukumnya, dan pokok ajaran aqidahnya.

Boleh juga diartikan, bahwa meskipun waktu Rasulullah shallawlahu ‘alayhi


wasallam. masih hidup telah dijelaskan bahwa kitab ini akan terus menerus
diwariskan dan tetap akan dipegang teguh digenggam erat, turun-temurun. Tiga
macamlah rupanya aliran penerima-penerima waris al-kitab itu: pertama, yang
aniaya/zalim kepada dirinya sendiri, kedua yang bersikap cermat atau hati-hati dan
ketiga yang mendahului berbuat kebajikan.

“Itulah dia karunia yang amat besar.” (ujung ayat 32)

10
Yaitu bahwa orang yang merasa dirinya sudah berlaku zalim dibuka Allah
subhanahu wata’ala baginya pintu buat memohon ampun. Orang yang cermat dibuka
oleh Allah subhanahu wata’ala baginya kesempatan buat mempertinggi mutu
amalnya dan orang yang dahulu sekali tampil ke muka dengan tidak merasa ragu lagi,
sampai kadang-kadang mencapai syahid di medan juang, akan dimasukkan Allah
subhanahu wata’ala dengan serba kemuliaan ke dalam surga. Demikian juga yang
zalim dan yang cermat itu. Memang itulah karunia yang amat besar dari Allah
subhanahu wata’ala kepada umat terpilih.

e. Tafsir oleh As-Sa’di14

Ayat 31: Allah subhanahu wata’ala mengingatkan bahwa sesungguhnya al-


Kitab yang telah diwahyukanNya kepada Rasulullah shallawlahu ‘alayhi wasallam
“itulah yang benar,” karena banyaknya kebenaran (al-haq) yang terkandung di
dalamnya, sehingga seakan-akan kebenaran hanya terbatas pada yang ada di
dalamnya saja. Maka hendaknya jangan sampai ada keberatan di dalam hati kalian
terhadapnya dan jangan pula kalian merasa bosan kepadanya atau meremehkannya.

Kalau al-Kitab ini adalah yang haq (benar), maka sudah pasti setiap apa yang
dijelaskannya, seperti permasalahan-permasalahan ketuhanan dan hal-hal yang ghaib
serta lain-lainnya sesuai dengan apa yang terjadi dalam realita. Maka tidak boleh
diartikan dengan makna yang bertentangan dengan makna lahirnya dengan makna
yang dikandungnya.

“Dengan membenarkan apa-apa yang sebelumnya,” yaitu berupa kitab-kitab


dan para Rasulullah shallawlahu ‘alayhi wasallam, sebab kitab-kitab dan para
Rasulullah shallawlahu ‘alayhi wasallam itu telah menginformasikannya. Maka
setelah al-kitab (al-Qur’an) ini ada dan muncul dan dengannya terbukti kebenaran
adanya kitab-kitab terdahulu itu, di mana kitab-kitab tersebut telah mengabarkan

14
Abdurrahman, asy-Syaikh bin Nashir as-Sa'di, 2006, Tafsir Al-Qur’an, Jilid VI (Jakarta: Darul
Haq). Hal. 702-704

11
tentangnya dan menginformasikannya, dan al-Kitab ini pun membenarkannya, maka
dari itu, tidak mungkin seseorang beriman kepada kitab-kitab terdahulu sementara ia
kafir kepada al-Qur’an. Sebab, diantara sejumlah khabar (informasi) kitab-kitab
tersebut adalah informasi tentang al-Qur’an, dan juga karena khabar-khabarnya sesuai
dengan khabar-khabar al-Qur’an

“Sesungguhnya Allah subhanahu wata’ala benar-benar Maha Mengetahui


lagi Maha Melihat hamba-hambaNya,” maka dari itu Dia memberikan kepada setiap
umat dan setiap orang apa yang sesuai (layak) dengan keadaannya, termasuk di
antaranya adalah bahwa syari’at-syari’at yang telah lalu tidak sesuai kecuali pada
masa dan waktunya saat itu. Maka dari itu, Allah subhanahu wata’ala terus mengutus
para Rasulullah shallawlahu ‘alayhi wasallamNya secara silih berganti hingga
akhirnya Allah subhanahu wata’ala menutupnya dengan Nabi Muhammad saw.
Maka dari itu beliau datang dengan membawa syari’at yang selalu sesuai dengan
kemaslahatan manusia hingga Hari Kiamat kelak dan memberikan jaminan dengan
apa yang lebih baik pada setiap saat. Maka dari itu, setelah umat ini menjadi umat
yang paling sempurna (matang) akal pikirannya, paling lembut hatinya, dan paling
bersih jiwanya, maka Allah subhanahu wata’ala memilih mereka dan memilih
Agama Islam sebagai agama mereka dan mewariskan al-Kitab yang mewakili seluruh
kitab-kitab suci sebelumnya.

Ayat 32: “Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami
pilih diantara hamba-hamba Kami.” Mereka yang terpilih tersebut adalah umat ini.

“Lalu diantara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri,” dengan
perbuatan-perbuatan maksiat selain kekafiran, “dan di antara mereka ada yang
pertengahan,” hanya melakukan hal-hal yang diwajibkan kepadanya dan
meninggalkan yang diharamkan, “dan diantara mereka ada pula yang lebih dahulu
berbuat kebaikan.” Maksudnya, segera melakukannya dan bersungguh-sungguh
hingga mengalahkan orang yang lain. Dia adalah orang yang selalu menunakkan apa-

12
apa yang fardhu dan banyak mengerjakan amalan-amalan sunnah, meninggalkan
yang haram dan yang makruh.

Mereka semua dipilih oleh Allah subhanahu wata’ala untuk mewarisi kitab
al-Quran ini. Yang dimaksud warisan al-Kitab adalah warisan ilmu, amal dan
mempelajari lafazh-lafazhnya, serta mengambil makna-maknanya.

Sedang firman Allah subhanahu wata’ala “dengan izin Allah subhanahu


wata’ala.” Kalimat ini merujuk kepada “yang lebih dahulu berbuat kebaikan” agar ia
tidak tertipu dengan amal kebajikannya. Sebab, ia tidak akan bergegas melakukan
kebaikan-kebaikan kecuali karena taufik dari Allah subhanahu wata’ala dan
pertolonganNya.

“Yang demikian itu adalah karunia yang amat besar” Maksudnya, warisan al-
Kitab yang sangat mulia bagi orng yang dipilih oleh Allah subhanahu wata’ala di
antara hamba-hambaNya itulah karunia yang sangat besar. Karena, nikmat yang
paling besar secara keseluruhan dan karunia yang paling agung adalah warisan kitab
suci al-Qur’an ini.

f. Tafsir Al-Muyassar/Kementerian Agama Saudi Arabia ayat 32.15

Kemudian Kami wariskan dan berikan Al-Qur’an kepada ulama’ yang Kami
pilih dari hamba-hamba Kami. Di antara mereka ada yang zhalim terhadap diri
sendiri dengan berbuat maksiat dan menghamburkan (diri) di dalamnya sehingga
keburukannya mengungguli kebaikannya. Di antara mereka juga ada yang sederhana
dan tengah-tengah dalam beramal. Dia banyak mengamalkan Al-Qur’an dan
mencampur amal shalih dengan yang buruk. Di antara mereka juga ada yang
mengutamakan untuk beramal shalih dengan hanya menginginkan Allah subhanahu
wata’ala dan pertolonganNya. Dialah yang terbaik di antara ketiganya. Pewarisan Al-

15
https://tafsirweb.com/7898-surat-fatir-ayat-32.html diakses pada tanggal 5 Maret 2019

13
Qur’an dan pemilihan itu adalah keutamaan besar dari Allah subhanahu wata’ala atas
mereka.

g. Tafsir Ringkas Kemenag16

Ayat 31 : Usai memberi janji pahala yang sempurna bagi orang-orang yang
selalu membaca dan mengamalkan Al-Qur’an, Allah subhanahu wata’ala lalu
menyusuli-nya dengan penegasan bahwa Al-Qur’an itu adalah benar-benar wahyu
dari Allah subhanahu wata’ala. Dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu,
wahai Nabi Muhammad, yaitu Kitab Al-Qur’an, itulah yang benar; tidak ada sedikit
pun kebatilan dan keraguan di dalamnya; ia juga membenarkan kitab-kitab yang
sebelumnya bahwa kitab-kitab itu berasal dari Allah subhanahu wata’ala. Sungguh,
Allah subhanahu wata’ala benar-benar Maha Mengetahui, Maha Melihat keadaan
hamba-hamba-Nya.

Ayat 32 : Kemudian Kitab Al-Qur’an itu Kami wariskan kepada orang-orang


yang benar-benar Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu mereka terbagi
menjadi tiga kelompok; di antara mereka ada yang menzalimi diri sendiri, yakni
kurang memperhatikan pesan-pesan kitab tersebut sehingga lebih banyak berbuat
salah daripada berbuat baik; ada yang pertengahan, yaitu orang yang kebaikannya
setara dengan keburukannya, dan ada pula yang lebih dahulu berbuat kebaikan
dengan izin Allah subhanahu wata’ala. Mereka itulah orang yang segera dan
berlomba berbuat kebajikan sehingga kebaikannya sangat banyak dan amat sedikit
jarang berbuat salah. Yang demikian itu, yakni pewarisan Al-Qur’an kepada umat
Nabi Muhammad dan kesegeraan mereka berbuat kebajikan, adalah karunia yang
besar.

Ayat 32 : Kemudian Kitab Al-Qur’an itu Kami wariskan kepada orang-orang


yang benar-benar Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu mereka terbagi
menjadi tiga kelompok; di antara mereka ada yang menzalimi diri sendiri, yakni
16
Add-in Ms.Office.Word, Al-Qur’anul Kariim, ver. 3.0, Tafsir Ringkas Kemenag

14
kurang memperhatikan pesan-pesan kitab tersebut sehingga lebih banyak berbuat
salah daripada berbuat baik; ada yang pertengahan, yaitu orang yang kebaikannya
setara dengan keburukannya, dan ada pula yang lebih dahulu berbuat kebaikan
dengan izin Allah subhanahu wata’ala. Mereka itulah orang yang segera dan
berlomba berbuat kebajikan sehingga kebaikannya sangat banyak dan amat sedikit
jarang berbuat salah. Yang demikian itu, yakni pewarisan Al-Qur’an kepada umat
Nabi Muhammad dan kesegeraan mereka berbuat kebajikan, adalah karunia yang
besar.33. Mereka akan mendapat surga ‘Adn; mereka masuk ke dalamnya. Di
dalamnya mereka diberi berbagai kenikmatan jasmani dan rohani. Di antara
kemikmatan jasmani ialah perhiasan gelang-gelang dari emas dan mutiara, dan
pakaian mereka di dalamnya adalah sutera.

h. Tafsir Jalalyn17

Ayat 31 : (Dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu yaitu Alkitab) yakni
Al-Qur’an (itulah yang benar, membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya) yang
diturunkan sebelumnya. (Sesungguhnya Allah subhanahu wata’ala benar-benar
Maha Mengetahui lagi Maha Melihat -keadaan- hamba-hamba-Nya) Dia mengetahui
apa yang tersimpan di dalam kalbu mereka dan apa yang mereka lahirkan.

Ayat 32 : (Kemudian Kami wariskan) Kami berikan (Kitab itu) yakni Al-
Qur’an (kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami) mereka
adalah umatmu (lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri)
karena sembrono di dalam mengamalkannya (dan di antara mereka ada yang
pertengahan) dalam mengamalkannya (dan di antara mereka ada -pula- yang lebih
cepat berbuat kebaikan) di samping mengamalkan Al-Qur’an, juga mempelajarinya,
mengajarkannya dan membimbing orang lain untuk mengamalkannya (dengan izin
Allah subhanahu wata’ala) dengan kehendak-Nya. (Yang demikian itu) yakni
diwariskannya Al-Qur’an kepada mereka (adalah karunia yang amat besar.)
17
Add-in Ms.Office.Word, Al-Qur’anul Kariim, ver. 3.0 Translation Tafsir Indonesian: Tafsir
Jalalayn

15
i. Tafsir Lengkap Departemen Agama18

31. Sesungguhnya Al-Qur'an yang diturunkan kepada Nabi Muhammad


adalah Kitabullah yang benar-benar diturunkan dari Allah subhanahu wata’ala. Oleh
karena itu, Allah subhanahu wata’ala mewajibkan kepada Nabi dan kepada segenap
umatnya untuk mengamalkan ajarannya dan mengikuti pedoman-pedoman hidup
yang terdapat di dalamnya. Bila seorang muslim telah mematuhi secara sempurna
ajaran Al-Qur'an itu, maka ia tidak perlu lagi mengamalkan kitab-kitab suci
sebelumnya, sekalipun diwajibkan untuk mengimaninya. Sebab apa yang pernah
diterangkan dalam kitab-kitab sebelumnya, telah dibenarkan oleh Al-Qur'an. Dengan
kata lain, beriman dengan kitab-kitab suci yang pernah diturunkan kepada para
Rasulullah shallawlahu ‘alayhi wasallam sebelum Nabi Muhammad bukan berarti
mengamalkan ajarannya, tetapi cukup mengimani kebenarannya, sebab intisari dari
apa yang tercantum dalam kitab-kitab itu telah tertera pula dalam Al-Qur'an. Allah
subhanahu wata’ala Maha Mengetahui perihal hamba-Nya. Allah subhanahu
wata’ala Maha Teliti akan aturan-aturan hidup yang perlu bagi mereka. Atas dasar
itulah Dia menetapkan aturan dan hukum-hukum yang sesuai dengan kehidupan
mereka, di mana dan kapan mereka berada. Guna kesejahteraan manusia seutuhnya,
Allah subhanahu wata’ala mengutus para Rasulullah shallawlahu ‘alayhi wasallam
dengan tugas menyampaikan syariat-Nya, di mana Nabi Muhammad adalah
Rasulullah shallawlahu ‘alayhi wasallam terakhir yang diutus untuk sekalian manusia
sampai hari Kiamat. Risalah dan syariat yang dibawanya kekal dan abadi sampai
tibanya hari Kiamat.

Firman Allah subhanahu wata’ala:

Allah subhanahu wata’ala lebih mengetahui di mana Dia menempatkan tugas


keRasulullah shallawlahu ‘alayhi wasallaman-Nya. (al-An'am/6: 124)

18
Add-in Ms.Office.Word, Al-Qur’anul Kariim, ver. 3.0 Translation Tafsir Lengkap Departemen
Agamas

16
Imam Ibnu Katsir menjelaskan bahwa maksud pengetahuan Allah subhanahu
wata’ala yang Maha Luas mengenai perihal hamba-Nya itu ialah Dia mengangkat
derajat para Nabi dan Rasulullah shallawlahu ‘alayhi wasallam melebihi manusia
keseluruhannya. Bahkan di antara mereka (para nabi) itu sendiri berbeda-beda tingkat
ketinggiannya, dan kedudukan Nabi Muhammad melebihi semua mereka.

32. Allah subhanahu wata’ala mewahyukan Al-Qur'an kepada Nabi


Muhammad. Kemudian ajaran-ajaran Al-Qur'an itu diwariskan-Nya kepada hamba-
hamba-Nya yang terpilih. Mereka itu adalah umat Nabi Muhammad, sebab Allah
subhanahu wata’ala telah memuliakan umat ini melebihi kemuliaan yang diperoleh
umat sebelumnya. Kemuliaan itu tergantung kepada sejauh manakah ajaran
Rasulullah shallawlahu ‘alayhi wasallam itu mereka amalkan, dan sampai di mana
mereka sanggup mengikuti petunjuk Allah subhanahu wata’ala. Berikut ini
dijelaskan tingkatan-tingkatan orang mukmin yang mengamalkan Al-Qur'an:

1) Orang yang zalim kepada dirinya. Maksudnya orang yang mengerjakan


perbuatan wajib dan juga tidak meninggalkan perbuatan yang haram.

1) Muqtashid, yakni orang-orang yang melaksanakan segala kewajiban


dan meninggalkan larangan-larangannya, tetapi kadang-kadang ia tidak
mengerjakan perbuatan yang dipandang sunah atau masih mengerjakan
sebagian pekerjaan yang dipandang makruh.

2) Sabiqun bil khairat, yaitu orang yang selalu mengerjakan amalan yang
wajib dan sunah, meninggalkan segala perbuatan yang haram dan makruh,
serta sebagian hal-hal yang mubah (dibolehkan).

Menurut al-Maragi pembagian di atas dapat pula diungkapkan dengan kata-


kata lain, yaitu:

17
1) Orang yang masih sedikit mengamalkan ajaran Kitabullah dan terlalu senang
menuruti hawa nafsunya, atau orang yang masih banyak perbuatan
kejahatannya dibanding dengan amal kebaikannya.

3) Orang yang seimbang antara amal kebaikan dan kejahatannya.

4) Orang yang terus-menerus mencari ganjaran Allah subhanahu


wata’ala dengan melakukan amal kebaikan.

Para ulama tafsir telah menyebutkan beberapa hadis sehubungan dengan


maksud di atas. Salah satunya adalah hadis riwayat Ahmad dari Abu Darda', di mana
setelah membaca ayat 32 Surah Faathir di atas, Rasulullah shallawlahu ‘alayhi
wasallam bersabda:

Adapun orang yang berlomba dalam berbuat kebaikan mereka akan masuk
surga tanpa hisab (perhitungan), sedang orang-orang pertengahan (muqtashid) mereka
akan dihisab dengan hisab yang ringan, dan orang yang menganiaya dirinya sendiri
mereka akan ditahan dulu di tempat (berhisabnya), sehingga ia mengalami
penderitaan kemudian dimasukkan ke dalam surga. Kemudian beliau membaca
"Alhamdulillah al-ladzi adhhaba 'anna al-hazana inna rabbana lagafurun syakur,"
(Segala puji bagi Allah subhanahu wata’ala yang telah menghilangkan duka cita dari
kami, sesungguhnya Tuhan kami Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri).
(Riwayat Ahmad)

Warisan mengamalkan kitab suci dan kemuliaan yang diberikan kepada umat
Nabi Muhammad itu merupakan suatu karunia yang amat besar dari Allah subhanahu
wata’ala, yang tidak seorang pun dapat menghalangi ketetapan itu.

E. Korelasi Q.S. Faathir ayat 31-32 dengan peserta didik

Disini peyaji temukan bahwasanya untuk ayat 31 lebih berfokus kepada al-
Qur’an sebagai sumber rujukan utama dalam kehidupan, bahkan ada penegasan

18
bahwasanya al-Qur’an ini merupakan kitab Allah Subhanahu wa ta’ala yang
mengakui dan menyempurnakan kitab-kitab sebelumnya. Di ayat ini juga
menegaskan bahwasanya apa-apa yang terdapat didalam al-Qur’an merupakan suatu
kebenaran dan tidak perlu diragukan, namun tentunya tidak sembarang orang
menelan mentah-mentah isi dari al-Qur’an karena harus merujuk kepada para
mufassir yang terpercaya. Disini dapat diambil benang merah bahwasanya al-Qur’an
merupakan kurikulum, metode, dan bahkan pembelajaran yang utama juga sempurna
untuk mengajari peserta didik, namun tentunya ada pembatasan karena tidak setiap
metode dapat digunakan setiap saat. Sehingga wajib bagi kita untuk memahami al-
Qur’an secara menyeluruh dan mengamalkannya dengan tepat. Dan berlanjut kepada
ayat yang kedua, meninjau dari pengertian peserta didik dimana menekankan kepada
unsur-unsur pendidikan itu sendiri, terdapat korelasi yang penyaji temukan:

1. Proses belajar peserta didik

Dalam ayat ini, terdapat analogi yang menarik dimana peserta didik dapat
diilustrasikan sebagai tiga golongan orang muslim. Yang pertama adalah orang yang
menuntut ilmu namun tidak bersungguh-sungguh, bahkan senantiasa melakukan hal-
hal yang batil sehingga hasil dari belajar mereka tidak terpatri kedalam hati maupun
pikiran mereka. Kedua, orang yang menuntut ilmu dengan sungguh-sungguh namun
melakukan etika belajar yang kurang tepat seperti ghibah terhadap mudarrisnya,
meremehkan kemampuan orang lain, dan lainnya namun mereka ini tetap kembali
bertaubat walaupun tanpa disadari mengulangi kesalahan-kesalahan yang dianggap
kecil. Ketiga adalah orang yang menuntut ilmu dengan sungguh-sungguh,
mengamalkan setiap sunnah dalam belajar, meninggalkan hal-hal yang haram,
syubhat, maupun makruh dalam belajar. Mereka senantiasa mengharapkan
keberkahan dalam ilmu mereka sehingga proses belajar mereka pun dimudahkan oleh
Allah Subhanahu wa ta’ala.

4. Manfaat dari ilmu yang dicari

19
Dalam korelasi yang kedua, untuk orang yang pertama adalah karena proses
belajarnya senantiasa dibarengi dengan perbuatan buruk dan mereka menyadari apa
yang mereka lakukan merupakan suatu keburukan, kelak ilmu mereka hanya
memberikan manfaat yang sedikit dan bahkan mencelakakan mereka karena ilmu
yang mereka dapatkan malah dilakukan untuk keburukan. Adapun orang yang kedua
adalah manfaat dari ilmu yang mereka dapatkan senantiasa tergerus oleh perbuatan-
perbuatan dosa yang mereka anggap kecil dan bahkan memanfaatkan kondisi darurat,
sehigga berkah dari ilmu yang mereka dapatkan tiada lain sangat sedikit karena
menyepelekan dosa-dosa kecil yang justru semakin membesar sehingga berkah dari
ilmu yang mereka dapatkan tanpa disadari hanya sedikit. Lalu orang yang ketiga
adalah orang yang mendapatkan keberkahan yang sangat besar dari ilmu yang mereka
dapatkan dan bahkan keberkahannya dapat dirasakan di dunia dengan begitu
melimpah (dari arah yang bahkan tidak disangka-sangka) karena mereka senantiasa
mencari ilmu yang sesuai dengan tuntunan Rosulullah Shollahu ‘alaihi wa sallam.
Tak hanya itu saja ilmu yang mereka dapatkan senantiasa mengalirkan pahala untuk
mereka karena keberkahannya yang begitu besar.

20
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Secara etimologi peserta didik adalah anak didik yang mendapat pengajaran ilmu. Secara
terminologi peserta didik adalah anak didik atau individu yang mengalami perubahan,
perkembangan sehingga masih memerlukan bimbingan dan dan arahan dalam membentuk
kepribadian serta sebagai bagian dari struktural proses pendidikan. Dengan kata lain peserta
didik adalah seorang individu yang tengah mengalami fase perkembangan atau pertumbuhan
baik dari segi fisik dan mental maupun fikiran.

Menurut ibnu katsir, Allah subhanahu wata’ala berfirman: “Dan apa yang telah kami
wahyukan kepadamu.” Hai Muhammad (Rasulullah shallawlahu ‘alayhi wasallam), “Yaitu al-
Kitab,” maksudnya Al-Qur’an “Itulah yang benar, yang membenarkan kitab-kitab yang
sebelumnya,” yaitu kitab-kitab terdahulu yang dibenarkannya bahwa dia diturunkan dari Allah
subhanahu wata’ala, Rabb semesta alam.

Ayat 32: Allah subhanahu wata’ala berfirman: “Kemudian Kami menjadikan orang-
orang yang menegakkan Kitab yang agung, yang membenarkan Kitab-Kitab para Rasulullah
shallawlahu ‘alayhi wasallam yang telah Kami pilih di antara hamba-hamba Kami.” Mereka itu
adalah ummat ini. Kemudian, Dia membagi mereka menjadi tiga golongan yaitu: (Pertama)
“Lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri, yaitu orang yang tidak
perhatian dalam melaksanakan sebagian kewajiban, serta bergelimang dengan sebagian yang
diharamkan. Demikian pula yang disebut menganiaya diri sendiri adalah ‘mereka yang
mencampuradukan perbuatan amal shalih dengan keburukan. Dan di antara mereka ada yang
pertengahan”, yaitu orang yang menunaikan kewajiban dan meninggalkan yang haram, walaupun
terkadang meninggalkan sebagian yang dianjurkan dan melaksanakan sesuatu yang
dimakruhkan. (Ketiga:) “Dan di antara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan
dengan izin Allah subhanahu wata’ala”, yaitu orang yang melakukan kewajiban dan hal-hal
yang dianjurkan, serta meninggalkan hal yang diharamkan, yang dimakruhkan dan sebagian hal
yang mubah.

21
Lalu menurut tafsir ibnu as-sa’di Ayat 31 : Usai memberi janji pahala yang sempurna
bagi orang-orang yang selalu membaca dan mengamalkan Al-Qur’an, Allah subhanahu wata’ala
lalu menyusuli-nya dengan penegasan bahwa Al-Qur’an itu adalah benar-benar wahyu dari Allah
subhanahu wata’ala. Dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu, wahai Nabi Muhammad,
yaitu Kitab Al-Qur’an, itulah yang benar; tidak ada sedikit pun kebatilan dan keraguan di
dalamnya; ia juga membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya bahwa kitab-kitab itu berasal dari
Allah subhanahu wata’ala. Sungguh, Allah subhanahu wata’ala benar-benar Maha Mengetahui,
Maha Melihat keadaan hamba-hamba-Nya.

Ayat 32 : Kemudian Kitab Al-Qur’an itu Kami wariskan kepada orang-orang yang benar-
benar Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu mereka terbagi menjadi tiga kelompok; di
antara mereka ada yang menzalimi diri sendiri, yakni kurang memperhatikan pesan-pesan kitab
tersebut sehingga lebih banyak berbuat salah daripada berbuat baik; ada yang pertengahan, yaitu
orang yang kebaikannya setara dengan keburukannya, dan ada pula yang lebih dahulu berbuat
kebaikan dengan izin Allah subhanahu wata’ala. Mereka itulah orang yang segera dan berlomba
berbuat kebajikan sehingga kebaikannya sangat banyak dan amat sedikit jarang berbuat salah.
Yang demikian itu, yakni pewarisan Al-Qur’an kepada umat Nabi Muhammad dan kesegeraan
mereka berbuat kebajikan, adalah karunia yang besar.

Dan korelasinya pada ayat prtama bahwasanya al-Qur’an merupakan kurikulum, metode,
dan bahkan pembelajaran yang utama juga sempurna untuk mengajari peserta didik, namun
tentunya ada pembatasan karena tidak setiap metode dapat digunakan setiap saat. Sehingga wajib
bagi kita untuk memahami al-Qur’an secara menyeluruh dan mengamalkannya dengan tepat.
Sedangkan korelasi untuk ayat kedua dibagi kedalam dari segi proses belajar dan manfaatnya
ilmu yang didapatkan.
F. Saran

Dalam penulisan makalah ini, pemakalah menyadari bahwa makalah ini masih terdapat
banyak kesalahan dan kekurangan. Untuk itu pemakalah mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari teman-teman dan dosen pembimbing demi kesempurnaan makalah ini.

22
DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, asy-Syaikh bin Nashir as-Sa'di, 2006, Tafsir Al-Qur’an, Jilid VI (Jakarta: Darul
Haq).

Add-in Ms.Office.Word, Al-Qur’anul Kariim, ver. 3.0., Tafsir Ringkas Kemenag

Add-in Ms.Office.Word, Al-Qur’anul Kariim, ver. 3.0 Translation Tafsir Indonesian: Tafsir
Jalalayn

Add-in Ms.Office.Word, Al-Qur’anul Kariim, ver. 3.0 Translation Tafsir Lengkap Departemen
Agama

Add-in Ms.Office.Word, Al-Qur’anul Kariim, ver. 3.0., Q.S. Faathir ayat 31-32

Muhammad, Abdullah bin. Tafsir Ibnu Katsir, Jilid 6, 2004, (Bogor: Pustaka Imam Asy-Syafi’i).

Malik, Abdul Abdul Karim Amrullah, 2017, Tafsir al-Azhar, Jilid 7 (Jakarta: Gema Insani).

Https://tafsirweb.com/7898-surat-fatir-ayat-32.html diakses pada tanggal 5 Maret 2019

Wawancara tertutup Mahasiswa STAI Persis Garut, tanggal 13 Oktober 2003 di Kampus STAI
Persis Garut

23

Anda mungkin juga menyukai