Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

Ruang Lingkup Filsafat ilmu


Makalah Ini Disusun Untuk Menempuh Tugas Mata Kuliah
“Filsafat Ilmu”
Dosen Pengampuh
Firman Sidik, M.Pd.I
Disusun Oleh Kelompok
1. Faraumaina Babay(231022005)
2. Nurmutmaina Mokodompit (231022017
3. Lusmina Paputungan (231022015)

A. Latar Belakang
Filsafat adalah studi tentang seluruh fenomena kehidupan dan pemikiran manusia
secara kritis dan dijabarkan dalam konsep mendasar. Filsafat tidak didalami dengan
melakukan eksperimen-eksperimen dan percobaan-percobaan, tetapi dengan
mengutarakan masalah secara persis, mencari solusi untuk itu, memberikan argumentasi
dan alasan yang tepat untuk solusi tertentu. Akhir dari proses-proses itu dimasukkan ke
dalam sebuah proses dialektika.
Untuk studi falsafi, mutlak diperlukan logika berpikir dan logika bahasa. Logika
merupakan sebuah ilmu yang sama-sama dipelajari dalam matematika dan filsafat. Hal itu
membuat filasafat menjadi sebuah ilmu yang pada sisi-sisi tertentu berciri eksak di
samping nuansa khas filsafat, yaitu spekulasi, keraguan, rasa penasaran dan ketertarikan.
Filsafat juga bisa berarti perjalanan menuju sesuatu yang paling dalam, sesuatu yang
biasanya tidak tersentuh oleh disiplin ilmu lain dengan sikap skeptis yang
mempertanyakan segala hal.
Dalam membangun tradisi filsafat banyak orang mengajukan pertanyaan yang sama,
menanggapi, dan meneruskan karya-karya pendahulunya sesuai dengan latar belakang
budaya, bahasa, bahkan agama tempat tradisi filsafat itu dibangun. Oleh karena itu, filsafat
biasa diklasifikasikan menurut daerah geografis dan latar belakang budayanya.
Dewasa ini filsafat biasa dibagi menjadi dua kategori besar menurut wilayah dan
menurut latar belakang agama. Menurut wilayah, filsafat bisa dibagi menjadi: filsafat
barat, filsafat timur, dan filsafat Timur Tengah. Sementara, menurut latar belakang agama,
filsafat dibagi menjadi: filsafat Islam, filsafat Budha, filsafat Hindu, dan filsafat Kristen.
Filsafat sebagai suatu ilmu pengetahuan yang berusaha mencari kebenaran telah
memberikan banyak pelajaran, misalnya tentang kesadaran, kemauan, dan kemampuan
manusia sesuai dengan posisinya sebagai makhluk individu, makhluk sosial dan makhluk
Tuhan untuk di aplilkasikan dalam kehidupan.
Secara umum, mempelajari filsafat bertujuan untuk mengendalikan manusia yang
susila, bermoral, bermartabat, dan mempunyai etika bahkan estetika yang baik. Secara
khusus, filsafat mengajarkan bagaimana “cara berpikir”. Berpikir secara sungguh-sungguh
untuk mencari kebenaran.filsafat menekankan aspek akal (rasio) dalam menemukan
kebenaran suatu kebenaran. Secara kodrati, manusia dianugerahi akal, daya pikir, yang
tidak diperoleh makhluk lain. Akal ini seyogyanya dapat dipergunakan semaksimal
mungkin untuk kemampuan berpikir tersebut.
Menurut Purwanto (1990:43), berpikir adalah daya yang paling utama dan merupakan
cirri khas yang membedakan manusia dengan hewan. Pada setiap aktivitas kehidupan
manusia penerapan berpikir sangat diperlukan sekali dan pada akhirnya akan menentukan
hasil yang dicapai, sama halnya dengan pentingnya perencanaan sebelum melakukan
sesuatu. Bukankah Allah SWT, sangat menganjurkan hambanya untuk senantiasa berpikir.
Banyak ayat yang menyatakan tentang pentingnya berpikir ini dengan kata-kata ‘apala ta’
qilun’, ‘apala tafakkarun’, ‘la ya’lamun’, ‘ullil albab’, dan lain-lain yang kesemuanya
mengajak manusia untuk berpikir. Dari perintah-perintah Allah SWT yang tersurat dalam
wahyunya itu mengisyaratkan bahwa dengan mengoptimalkan proses berpikir,
memungkinkan seseorang akan dapat memperoleh ilmu pengetahuan yang banyak dan
berguna bagi kehidupan manusia dengan cara banyak membaca, dan menganalisis serta
mengadakan riset (penelitian).
Berdasarkan uraian singkat dari latar belakang di atas, maka penulis membahas ke
dalam sebuah makalah yang berjudul “Ruang Lingkup Filsafat Ilmu”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan penjelasan singkat dari latar belakang di atas, maka penulis merumuskan
permasalahan pada:
1. Apa yang dimaksud dengan filsafat dan filsafat ilmu?
2. Apa saja ruang lingkup filsafat ilmu?

C. Pembahasan
1. Konsep Filsafat
Kata filsafat berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua suku kata yaitu ‘philos’
dan ‘Sophia’. Philos biasanya diterjemahkan dengan istilah gemar, senang, atau cinta.
Sedangkan Sophia dapat diartikan kebijaksanaan atau kearifan (Siagian, 2003:2). Hal
tersebut, senada dengan penjelasan dari Susanto (2014:1), yang mengatakan bahwa kata
filsafat berasal dari kata ‘philosophia’ (bahasa Yunani) diartikan dengan ‘mencintai
kebijaksanaan’. Sedangkan dalam bahasa Inggris kata filsafat disebut dengan istilah
‘philosophy’ dan dalam bahasa Arab disebut dengan istilah ‘falsafah’, yang biasanya
diterjemahkan dengan ‘cinta kearifan’.
Istilah philosophia memiliki akar kata philien yang berarti mencintai dan sophos yang
berarti bijaksana. Jadi, istilah philosophia berarti mencintai akan hal-hal yang bersifat
bijaksana. Berdasarkan uraian tersebut, dapat dipahami bahwa filsafat berarti cinta
kebijaksanaan. Sedangkan orang yang berusaha mencari kebijaksanaan atau pecinta
pengetahuan disebut dengan filsuf atau filosof. Sumber dari filsafat adalah manusia dalam
hal ini akal dan kalbu manusia yang sehat yang berusaha keras dengan sungguh-sungguh
untuk mencari kebenaran dan akhirnya memperoleh kebenaran.
Proses mencari kebenaran itu melalui berbagai tahap. Tahap pertama, manusia
berspekulasi dengan pemikirannya tentang semua hal. Tahap kedua, dari berbagai
spekulasi disaring menjadi beberapa buah pikiran yang dapat diandalkan. Tahap ketiga,
buah pikiran tadi menjadi titik awal dalam mencari kebenaran (penjelajahan pengetahuan
yang didasari kebenaran), kemudian berkembang sebagai ilmu pengetahuan, seperti;
matematika, fisika, hukum, politik, dan lain-lain.
Lebih lanjut menurut Plato filsafat digambarkan sebagai pengetahuan atau pemikiran
kritik terhadap pendapat-pendapat yang sedang berlaku. Jadi, kearifan atau pengertian
intelektual diperoleh melalui suatu proses pemeriksaan secara kritis, diskusi dan
penjelasan mengenai gagasan-gagasan. Sedangkan menurut muridnya, Aristoteles, filsafat
adalah ilmu yang menyelidiki tentang hal ada sebagai hal yang berbeda dengan bagian-
bagiannya yang satu atau lainnya. Al Farabi filsafat adalah ilmu pengetahuan tentang alam
yang maujud dan bertujuan untuk menyelidiki hakekatnya yang sebenarnya. Sedangkan
menurut Immanuel Kant filsafat adalah ilmu pokok dan pangkal segala pengetahuan yang
mencakup di dalamnya 4 (empat) persoalan, yaitu:
1) Apakah yang dapat kita ketahui? (dijawab oleh metafisika)
2) Apakah yang boleh dikerjakan? (dijawab oleh etika)
3) Sampai dimanakah pengharapan kita? (dijawab oleh agama)
4) Apakah yang dinamakan manusia? (dijawab antropologi)
Banyaknya definisi dan rumusan tentang filsafat yang berbedabeda dari para ahli
disebabkan oleh berbedanya konotasi filsafat pada tokoh-tokoh itu sendiri, karena
perbedaan keyakinan hidup yang dianut mereka pun berbeda-beda. Perbedaan itu juga
dapat muncul karena perkembangan filsafat itu sendiri yang menyebabkan beberapa
pengetahuan khusus memisahkan diri dari filsafat.
2. Bidang Kajian Filsafat
Filsafat merupakan telaahan yang ingin menjawab berbagai persoalan secara
mendalam tentang hakikat sesuatu, atau dengan kata lain filsafat adalah usaha untuk
mengetahui sesatu. Kegiatan penelaahan, penalaran, atau argumentasi secara
mendasar tentang masalah-masalah tertentu disebut ber-filsafat, dan pendalamannya
ditekankan pada bidang yang lebih diminati dari pada masalah-masalah lain. Secara
umum bidang kajian filsafat cukup luas dan meliputi berbagai jenis bidang kajian.
Menurut Titus cabang-cabang tradisional yang dibahas dalam filsafat meliputi logika,
metafisika, epistimologi, dan etika. Sedangkan menurut Arifin ruang lingkup kajian
filsafat meliputi bidang-bidang sebagai berikut:
a) Kosmologi, yaitu suatu pemikiran dalam permasalahan yang berhubungan dengan
alam semesta, ruang dan waktu, kenyataan hidup manusia sebagai ciptaan Tuhan,
serta proses kejadian dan perkembangan hidup manusia di alam nyata dan
sebagainya.
b) ontology, yaitu suatu pemikiran tentang asal usul kejadian alam semesta, dari
mana dan ke arah mana proses kejadiannya.
c) Philosophy of mind, yaitu pemikiran filosofis tentag jiwa dan bagaimana
hubungannya dengan jasmani serta bagaimana tentang kebiasaan berkehendak
manusia, dan sebagainya.
d) Epistimologi, yaitu pemikiran tentang apa dan bagaimana sumber pengetahuan
manusia diperoleh; apakah dari akal pikiran (aliran rasionalisme), dari
pengalaman panca indera (aliran empirisme), dari ide-ide (aliran idealism), atau
dari Tuhan (aliran teologisme), termasuk juga pemikiran tentang validitas
pengetahuan manusia, artinya sampai dimana kebenaran pengetahuan kita.
e) Aksiologi, yaitu suatu pemikiran tentang masalah-masalah nilai, termasuk nilai-
nilai tinggi dari Tuhan. Misalnya nilai moral, nilai agama, dan nilai keindahan
(estetika). Aksiologi ini mengandung pengertian lebih luas daripada etika atau
haigher values of life (nilai-nilai kehidupan yang bertaraf tinggi).
Menurut Suriasumantri secara garis besar filsafat memiliki tiga bidang kajian
utama yaitu ontology, epistimologi, dan aksiologi. Pertama ontology, ontology berasal
dari bahasa Yunani “ontos” yang berarti “yang ada” dan “logos” yang berarti
“penyelidikan tentang”. Jadi, ontology membicarakan asas-asas rasional dari “yang
ada”, berusaha untuk mengetahui (“penyelidikan tentang”) esensi yang terdalam dari
“yang ada”. Ontology sering kali disebut sebagai teori hakikat yang

membicarakan pengetahuan itu sendiri. Sementara Langeveld, menamai ontology


ini dengan teori tentang keadaan. Hakikat adalah kenyataan yang sebenarnya,
kebenaran sebenarnya sesuatu, bukan keadaan sementara atau keadaan yang menipu
dan bukan keadaan yang berubah. Dengan ontology, diharapkan terjawab pertanyaan
tentang “apa”. Misalnya; Objek apa yang ditelaah ilmu? Apa wujud yang hakiki dari
objek tersebut? Hal-hal apa yang harus diperhatikan agar kita mendapatkan ilmu? Apa
yang disebut kebenaran itu? Apa kriterianya? Tehnik apa yang membantu kita
mendapatkan ilmu?.

Bidang kajian filsafat ontology ini terbagi menjadi beberapa aliran, yaitu
materialism, idealism, dualism, skeptisisme, dan agnotisme. Kedua, epistimologi.
Epistimologi merupakan cabang filsafat yang menyelidiki asal mula, susunan,
metode-metode, dan status sahnya pengetahuan. Epistimologi membicarakan sumber-
sumber pengetahuan dan bagaimana cara memperoleh pengetahuan tersebut.
Epistimologi juga disebut sebagai teori pengetahuan, itulah sebabnya kita sering
menyebutnya dengan filsafat pengetahuan, karena ia membicarakan halhal yang
berkenaan dengan pengetahuan. Istilah epistimologi ini pertama kali muncul dan
digunakan oleh J.Ferrier pada tahun 1854 M.

3. Konsep Filsafat Ilmu


Definisi filsafat ilmu terdiri dari dua kata, yaitu kata filsafat dan kata ilmu. Masing-
masing memiliki makna yang berbeda dan hakikat yang berlainan. Kata filsafat,
sebagaimana telah disinggung pada penjelasan sebelumnya diartikan sebagai pengetahuan
tentang kebijaksanaan (Sophia), prinsip-prinsip mencari kebenaran, atau berpikir rasional-
logis, mendalam dan tuntas (radikal) dalam memperoleh kebenaran. Kata filsafat sendiri
berasal dari bahasa Yunani yang diambil dari akar kata ‘philos’ yang berarti cinta, dan
‘Sophia’ yang berarti kebijaksanaan.
Adapun kata ilmu (Science) diartikan sebagai pengetahuan tentang sesuatu, atau
bagian dari pengetahuan. Menurut Badudu, ilmu adalah: Pertama, diartikan sebagai
pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara sistematis; contoh: ilmu agama,
berarti pengetahuan tentang ajaran agama atau teologi, ilmu bahasa berarti pengetahuan
tentang hal ikhwal bahasa atau tata bahasa, linguistik dan lain-lain. Kedua, ilmu diartikan
sebagai “kepandaian” atau “kesaktian”. Sebagai contoh dalam penggunaan kata yang
kedua ini adalah: ‘sudah lama ia menuntut “ilmu” atau “kesaktian” dari jago tua itu’. Dan
orang yang banyak memiliki ilmu pengetahuan mengenai suatu ilmu disebut ‘ilmuan’ atau
orang yang ahli dalam bidang tertentu.
Sedangkan Maufur, menjelaskan bahwa ilmu adalah sebagian dari pengetahuan yang
memiliki dan memenuhi persyaratan tertentu, artinya ilmu tentu saja merupakan
pengetahuan tetapi pengetahuan belum tentu ilmu. Karena pengetahuan untuk dapat
dikategorikan sebagai ilmu harus memenuhi beberapa persyaratan. Beberapa syarat yang
perlu dipenuhi oleh suatu pengetahuan untuk dapat masuk kategori sebagai ilmu
pengetahuan, menurut Maufur adalah sebagai berikut:
a. Sistematis, adalah ada urutan dari awal hingga akhir, dan ada hubungan yang
bermakna antara bagian-bagian atau fakta satu dengan lainnya yang tersusun
secara runtut. Hubungan yang bersifat sistematik vertikal diusahakan juga
dengan saling mempertemukan, dengan sekoheren mungkin, agar dapat
kepastian dengan kadar yang tinggi.
b. General, yaitu keumuman sifat yang bisa berlaku dimanapun (lintas ruang dan
waktu dengan keterbatasannya) berkaitan dengan kadar mutu yang standar.
Dapat juga disebut universal, karena dapat dikomunikasikan kapan dan
dimanapun, paling tidak di bumi ini. Semisal hukum-hukum fisika yang
berlaku di Amerika, maka berlaku juga di Indonesia, Inggris, Belanda, dan
Afrika. Baik untuk saat sekarang maupun yang akan datang, dengan catatan
kondisi-kondisi yang relevan (tempat dan waktu) sama. Akan tetapi, mungkin
saja tidak berlaku di planet lain apalagi di luar tata surya kita.
c. Rasional, maksudnya adalah bahwa ilmu sebagai pengetahuan ilmiah
bersumber pada pemikiran rasional yang mematuhi kaidah-kaidah logika.
Pengujian atas pengetahuan ilmiah adalah penalaran yang betul-betul dan
perbincangan yang logis tanpa melibatkan faktor-faktor nonrasional, seperti
emosi sesaat dan kesenangan pribadi. Dengan demikian, ilmu pengetahuan
merupakan hasil pemikiran yang rasional dan memenuhi kaidah-kaidah logika.
Kaum rasional berpandangan bahwa pengetahuan yang dapat diandalkan
bukanlah yang diturunkan dari dunia pengalaman melainkan melalui dunia
pikiran, dunia yang kita ketahui dengan metode intuisi rasional dan dunia
nyata.
d. Objekltif, adalah apa adanya mengungkap realitas yang sahih bagi siapa saja.
Sesuatu sebagai sasaran yang dijadikan objek untuk diketahui. Suatu
pengetahuan disebut objektif bila pengetahuan itu dibimbing, baik pada tahap
proses pembentukannya maupun pada tahap sesudah selesai sebagai produk
pengetahuan, oleh objek kajian atau penelitian, dan bukan oleh berbagai tipe
prasangka dari subjeksubjek tertentu termasuk yang melaksanakan pengkajian
atau penelitian. Meskipun kita sadari hampir semua yang ada di alam ini
merupakan hasil kesepakatan, yang dipelopori oleh individu-individu atau
kelompok-kelompok yang dipandang memiliki otoritas dalam suatu bidang
tertentu, yang kemudian diikuti oleh masyarakat secara luas. Terutama pada
hasil penelitian kualitatif, subjektivitas peneliti cukup berpengaruh, sehingga
hasilnya sering diragukan.
e. Menggunakan metode tertentu dalam mempertanyakan objek tertentu, mencari
dan menemukan sesuatu sebagai kebenaran, dan secara terus menerus. Karena
ilmu pengetahuan akan terus berkembang ketika ditemukan jawaban sekaligus
memunculkan pertanyaan susulan, dan terus dicari jawabannya lagi. Demikian
seterusnya.
f. Dapat dipertanggungjawabkan dengan menggunakan argumentasi logis
rasional, apalagi jika telah melalui eksperimen yang berulang kali.
4. Ruang Lingkup Filsafat Ilmu
Filsafat merupakan induk dari segala ilmu yang mencakup ilmu-ilmu khusus. Dalam
perkembangannya ilmu-ilmu khusus itu memisahkan diri dari induknya yakni filsafat.
Dalam sejarah ilmu, ilmu khusus yang pertama kali memisahkan diri dari filsafat
adalah matematika yaitu pada zaman Renaissance (abad XVI.M) yang kemudian diikuti
oleh ilmu-ilmu lainnya.
Filsafat sebagai induk ilmu-ilmu lainnya masih terasa pengaruhnya. Setelah ilmu
filsafat ditinggalkan oleh ilmu-ilmu lainnya, ternyata filsafat tidak mati tetapi hidup
dengan corak tersendiri yakni sebagai ilmu yang memecahkan masalah yang tidak
terpecahkan oleh ilmu-ilmu khusus.
Ruang lingkup fisafat adalah segala sesuatu lapangan pemikiran manusia yang amat
luas (komprehensif). Segala sesuatu yang mungkin ada dan benar-benar ada (nyata), baik
material konkrit maupun material abstrak (tidak terlihat). Jadi obyek filsafat itu tidak
terbatas.
Ruang lingkup filsafat ilmu meliputi beberapa bidang, antara lain seperti yang
dikemukakan para ahli di bawah ini:
a. Peter Angeles, yang merumuskan filsafat ilmu terbagi ke dalam empat bidang
kajian, yaitu:
1) telaah mengenai berbagai konsep, pra anggapan dan metode ilmu,
berikut analisis, perluasan, dan penyusunannya untuk memperoleh
pengetahuan yang lebih ajeg dan cermat;
2) telaah dan pembenaran mengenai proses penalaran dalam ilmu,
berikut struktur perlambangannya;
3) telaah mengenai saling kaitan diantara berbagai ilmu;
4) telaah mengenai akibat-akibat pengetahuan ilmiah bagi hal-hal yang
berkaitan dengan penerapan dan pemahaman manusia terhadap
realitas, hubungan logika dan matematika dengan realitas, entitas
teoretis, sumber dan keabsahan pengetahuan, serta sifat dasar
kemanusiaan.
b. A. Cornelius Benjamin, merumuskan filsafat ilmu ke dalam tiga bidang kajian,
yaitu:
1) telaah mengenai metode ilmu, lambang ilmiah dan struktur logis dari
perlambangan ilmiah. Telaah ini banyak menyangkut logika dan teori
pengetahuan dan teori umum tentang tanda;
2) penjelasan mengenai konsep dasar, pra anggapan dan pangkal
pendirian ilmu, berikut landasan-landasan empiris, rasional atau
pragmatis yang menjadi tempat tumpuannya. Segi ini banyak hal yang
berkaitan dengan metafisika, karena mencakup telaah terhadap
berbagai keyakinan mengenai dunia kenyataan, keragaman alam dan
rasionalitas dari proses alamiah;
3) aneka telaah mengenai saling kait diantara berbagai ilmu dan
implikasinya bagi suatu teori alam semesta, seperti idealism,
materialism, monism, atau pluralism.
c. Edward Madden, merumuskan lingkup filsafat ilmu ke dalam tiga bidang
kajian, yaitu: (1) probabilitas; (2) induksi dan; (3) hipotesis.
d. Ernest Nagel, memberikan rumusan luang lingkup filsafat ilmu ke dalam tiga
bidang kajian, yaitu: (1) pola logis yang ditunjukkan oleh penjelasan dalam
ilmu ; logical pattern exhibited by explanations in the sciences; (2)
pembentukan konsep ilmiah; construction of scientific concepst; (3)
pembuktian keabsahan kesimpulan ilmiah; validation of scientific conclusions.
Dengan memerhatikan beberapa pendapat ahli, seperti yang dikemukakan di atas,
maka ruang lingkup filsafat ilmu pada dasarnya mencakup dua pokok bahasan utama,
yaitu membahas sifat-sifat pengetahuan ilmiah (epistimologi), dan menelaah cara-cara
mengusahakan pengetahuan ilmiah (metodologi).
Sehingga filsafat ilmu ini pada akhirnya dapat dikelompokkan menjadi dua bagian
besar yaitu sebagai berikut: (1) filsafat ilmu umum, yang mencakup kajian tentang
persoalan kesatuan, keseragaman, serta hubungan diantara segenap ilmu. Kajian ini
terkait dengan masalah hubungan antara ilmu dengan kenyataan, kesatuan,
perjenjangan, susunan kenyataan, dan sebagainya; (2) filsafat ilmu khusus, yaitu kajian
filsafat ilmu yang membicarakan kategori-kategori serta metode-metode yang
digunakan dalam ilmu-ilmu tertentu atau dalam kelompok-kelompok ilmu tertentu,
seperti dalam kelompok ilmu alam, kelompok ilmu kemasyarakatan, kelompok ilmu
tehnik dan sebagainya.

A. Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan pada bab sebelumnya terkait pengertian filsafat, filsafat ilmu
dan ruang lingkupnya, maka penulis memberikan simpulan sebagai berikut:
1. Filsafat merupakan fikiran manusia, yang radikal, artinya yang dengan
mengesampingkan pendirian-pendirian dan pendapat-pendapat ‘yang diterima
saja’ mencoba memperlihatkan pandangan yang merupakan akar dari lain-lain
pandangan dan sikap praktis. Sedangkan filsafat ilmu mencakup permasalahan
yang menyangkut berbagai hubungan ke luar dari kegiatan ilmiah seperti
implikasi ontologik-metafisik dan citra dunia yang bersifat ilmiah, tata susila
yang menjadi patokan dalam penyelenggaraan ilmu dan konsekuensi
pragmatik-etik penyelenggara ilmu.
2. Ruang lingkup filsafat ilmu dikelompokkan menjadi dua bagian besar yaitu:
(1) filsafat ilmu umum, yang mencakup kajian tentang persoalan kesatuan,
keseragaman, serta hubungan diantara segenap ilmu. Kajian ini terkait dengan
masalah hubungan antara ilmu dengan kenyataan, kesatuan, perjenjangan,
susunan kenyataan, dan sebagainya; (2) filsafat ilmu khusus, yaitu kajian
filsafat ilmu yang membicarakan kategori-kategori serta metode-metode yang
digunakan dalam ilmu-ilmu tertentu atau dalam kelompok-kelompok ilmu
tertentu, seperti dalam kelompok ilmu alam, kelompok ilmu kemasyarakatan,
kelompok ilmu tehnik dan sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA
Anshari, Endang Saifuddin. 1985. Ilmu, Filsafat dan Agama. Surabaya: PT. Bina Ilmu.
Arifin, M. 2003. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
Atjeh, Abubakar. 1970. Sejarah Filsafat Islam. Semarang.
Badudu, JS. 1996. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Cet. III. Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan.
Beni Ahmad. 2009. Filsafat Ilmu, Kontemplasi Filosofis tentang Seluk-beluk Sumber dan
Tujuan Ilmu Pengetahuan. Cetakan I. Bandung: Pustaka Setia. Salam,
Burhanuddin. 1997. Logika Materiil. Jakarta: Rineka Cipta.
Lasiyo dan Yuwono. 1985. Pengantar Ilmu Filsafat. Yogyakarta: Liberty.
Maufur. 2008. Filsafat Ilmu. Bandung: CV. Bintang Warli Artika.
Poedjawijatna. 2002. Pembimbig ke Arah Alam Filsafat. Cetakan XI. Jakarta: Rineka
Cipta.
Poedjiadi, A. 1987. Sejarah dan Filsafat Sains. Jakarta: Debdikbud. Saebani,
Semiawan, Conny, dkk. 2005. Panorama Filsafat Ilmu Landasan Perkembangan Ilmu
Sepanjang Zaman. Bandung: Teraju.
Siagian, Sondang P. 2003. Filsafat Administrasi. Edisi Revisi. Jakarta: Bumi Aksara.
Suhartono, Suparlan. 2008. Filsafat Ilmu Pengetahuan : Persoalan Eksistensi dan Hakikat
Ilmu Pengetahuan. Yogyakarta: Ar Ruz Media.
Suriasumantri, Jujun S. 1999. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka
Sinar Harapan.
Suriasumantri, Jujun S. 1999. Ilmu dan Perspektif Sebuah Kumpulan Karangan tentang
Hakekat Ilmu. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Susanto, A. 2014. Filsafat Ilmu : Suatu Kajian dalam Ontologis, Epistimologis, dan
Aksiologis. Jakarta: Bumi Aksara.

Anda mungkin juga menyukai