Anda di halaman 1dari 13

FI

BAB I
PEMBUKAAN
A. Latar Belakang
Bagi manusia modern kata dan makna filsafat mungkin sudah dianggap tidak
lagi penting, karena tidak praktis dan terlalu rumit. Ciri manusia modern
adalah selalu mengacu pada apa manfaatnya bagi ku?. Praktis, efisien dan
memgarah pada pragmatisme, suatu paham berfikir yang selalu menekankan
pada kepentingan dan manfaat bagi dirinya.
Filsafat sebagai ilmu alat yang lebih menekankan pada logika, acapkali
disebuat sebagai kegiatan ilmu yang tidak bermanfaat. Bahkan kalangan
agama seringkali menyebutkan filsafat sebagai jalan menuju pada kesesatan.
Namun benarkah Filsafat harus ditinggalkan oleh orang modern dan diganti
dengan ilmu pengetahuan.
Sementara di sisi lain ilmu pengetahuan yang menekankan aspek empirisme
dan logika dianggap sudah mampu menjawab berbagai rasa ingin tahu
manusia atas berbagai problem yang dialaminya.
B. Perumusan masalah
Rumusan masalah dari paper ini adalah:
1. Benarkah Filsafat sudah tidak lagi penting bagi manusia modern?
2. Bagaimanakah hubungan antara Ilmu pengetahuan Alam dan filsafat?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan ini adalah:
a. Sebagai pemenuhan tugas kuliah Konsep-Konsep MIPA
b. Sebagai bahan renungan bagi insan pendidikan di Indonesia bagaimana
hubungan dan karakteritistik Filsafat dan Ilmu Pengetahuan Alam
c. Memahami lebih medalam Filsafat
d. Memahami lebih mendalam konsep kemipaan.

BAB II
PEMBAHASAN

a. Hakikat Fisafat
Hatta mengatakan bahwa pengertian filsafat lebih baik tidak dibicarakan lebih dulu,
nanti bila orang telah banyak mempelajari filsafat orang itu akan mengerti dengan
sendirinya apa filsafat itu ( Hatta, Alam Pikiran Yunani, 1966, 1:3 ). Sedangkan
menurut kamus besar bahasa Indonesia pengetahuan dan penyelidikan dengan

akal budi mengenai hakikat segala yg ada, sebabnya, asalnya, hukumnya; 1

Langeveld juga berpendapat seperti itu. Katanya, setelah orang berfilsafat sendiri,
barulah ia maklum apa filsafat itu, maka dalam ia berfilsafat akan semakin mengerti
ia apa filsafat itu ( Langeveld, Menudju ke Pemikiran Filsafat, 1961:9 ).
Poedjawijatna ( Pembimbing ke Alam Filsafat, 1974: 11) mendefinisikan
filsafat sebagai sejenis pengetahuan yang berusaha mencari sebab yang sedalamdalamnya bagi segala sesuatu berdasarkan akal pikiran belaka. Hasbullah Bkry (
Sistematik Filsafat, 1971:11) mengatakan bahwa filsafat sejenis pengetahuan yang
menyelidiki segala sesuatu dengan mendalam mengenai ketuhanan, alam semesta,
dan manusia, sehingga dapat menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana
hakikatnya sejauh yang dapat dicapai akal manusia dan bagaimana sikap manusia
itu seharusnya mencapai pengetahuan itu.
Apa yang diingatkan oleh Hatta dan Langeveld memang ada benarnya. Kita
sebenarnya tidak cukup hanya dengan mengatakan filsafat ialah hasil pemikiran
yang tidak empiris, karena pernyataan itu memang belum lengkap. Bertnard Russel
menyatakan bahwa filsafat adalah the attempt to answer ultimate question critically
( Joe Park, Selected Reading in the Philosophy of Education, 1960:3 ). D.C. Mulder
( Pembimbing ke Dalam Ilmu Filsafat, 1966: 10 ) mendefinisikan filsafat sebagai
pemikiran teorirtis tentang susunan kenyataan sebagai keseluruhan. 2
Sedangkan filsafat menurut arti kata, terdiri atas kata philein yang artinya
cinta dan sophia yang artinya kebijaksanaan. Filsafat berarti cinta kebijaksanaan.
Cinta artinya hasrat yang besar, atau yang berkobar-kobar, atau yang sungguhsungguh. Kebijaksanaan artinya kebenaran sejati atau kenenaran yang
sesungguhnya. Jadi filsafat artinya hasrat atau keinginan yang sungguh akan
kebenaran sejati. Pengertian umum filsafat adalah ilmu pengetahan yang
menyelidiki hakikat segala sesuatu untuk memperoleh kebenaran. Filsafat adalah
ilmu pengetahuan tentang hakikat. Ilmu pengetahuan tentang hakikat menanyakan
tentang apa hakikat atau sari atau inti atau esensi segala sesuatu. Dengan cara ini,
jawaban yang akan diberikan berupa kebenaran yang hakiki. Ini sesuai dengan arti
filsafat menurut kata-katanya. Sementara itu pengertian khusus filsafat telah
mengalami perkembangan yang cukup lama dan dipengaruhi oleh faktor-faktor
yang kompleks sehingga menimbulkan berbagai pendapat tentang arti filsafat
dengan kekhususan masing-masing. Berbagai pendapat khusus tentang filsafat
antara lain:
a.
Rasionalisme yang mengagungkan akal
b.
Materialisme yang mengagungkan materi
c.
Idealisme yang mengagungkan idea
d.
Hedonisme yang mengagungkan kesenangan
e.
Stoikisme yang mengagungkan tabiat saleh
Aliran-aliran tersebut mempunyai kekhususan masing-masing, menekankan
kepada sesuatu yang dianggap merupakan inti dan harus di beri tempat yang tinggi
misalnya ketenangan, kesalehan, kebendaan, akal dan idea.
Dari beberapa pendapat tersebut, pengertian filsafat dapat dirangkum menjadi
seperti berikut:
a. Filsafat adalah hasil yang kritis dan dinyatakan dalam bentuk yang sistematis
b. Filsafat adalah hasil fikiran manusia yang paling dalam
1 Pusat Bahasa Departemen pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Jakarta, 2008, Versi Pdf hlm. 414
2 Prof. Dr. Ahmad Tafsir, Filsafat Ilmu, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2004, Cet Pertama,

hlm., 66-68

c. Filsafat adalah refleksi lebih lanjut dari pada ilmu pengetahuan atau
pendalaman lebih lanjut ilmu pengetahuan
d. Filsafat adalah hasil analisia dan abstraksi
e. Filsafat adalah pandangan hidup
f. Filsafat adalah hasil perenungan jiwa manusia yang mendalam, mendasar,
dan menyeluruh.3
i. Struktur Filsafat
Hasil berfikir tentang yang ada dan mungkin ada itu tadi telah berkumpul
banyak sekali, dalam buku tepal maupun tipis. Setelah disusun secara
sistematis, itulah yang disebut sistematika filsafat. Filsafat terdiri atas tiga
cabang besar, yaitu: ontologi, epistemologi, dan aksiologi. Ketiga cabang itu
sebenarnya merupakan satu kesatuan:
a. Ontologi, membicarakan hakikat ( segala sesuatu ) ini berupa
pengetahuan tentang hakikat segala sesuatu
b. Epistemologi cara memperoleh pengetahuan itu
c. Aksiologi membicarakan guna pengetahuan itu.
Ontologi mencakupi banyak sekali filsafat, mungkin semua filsafat masuk
disini, misalnya Logika, Metafisika, Kosmologi, Teologi, Antropologi, Etika,
Estetika, Filsafat Pendidikan, Filsafat Hukum dan lain-lain. Epistimologi hanya
mencakup satu bidang saja yang disebut Epistemologi yang membicarakan cara
memperoleh pengetahuan filsafat. Ini berlaku bagi setiap cabang filsafat yaitu
Aksiologi yang membicarakan guna pengetahuan filsafat. Ini pun berlaku bagi
semua cabang filsafat. Inilah kerangka struktur filsafat. 4

ii.

Karakteristik Berfikir Filsafati


1.

Berfilsafat
Agustinus dan Descartes memulai berfilsafat dari keraguan atau
kesangsian. Manusia heran, tetapi kemudian ragu-ragu, apakah ia tidak
ditipu oleh panca indranya yang sedang heran? Rasa heran dan meragukan
ini mendorong manusia untuk memperoleh kepastian dan kebenaran yang
hakiki. Berfikir secara mendalam, menyeluruh, dan kritis inilah yang
kemudian disebut berfilsafat.
Berfilsafat dapat juga bermula dari adanya suatu kesadaran akan
keterbatasan pada diri manusia. Berfilsafat kadang-kadang dimulai apabila
manusia menyadari bahwa dirinya sangat kecil dan lemah, terutama dalam
menghadapi kejadian-kejadian alam. Apabila seseoarang merasa bahwa ia
sangat terbatas dan terikat terutama pada waktu mengalami penderitaan
atau kegagalan, maka dengan adanya kesadran akan keterbatasan dirinya
tadi manusia mulai berfilsafat. Ia akan memikirkan bahwa diluar manusia
yang terbatas pasti ada sesuatu yang tidak terbatas yang dijadikan bahan
kemajuan untuk menemukan kebenaran hakiki.
Pengetahuan dimulai dari rasa ingin tahu. Kepastian dimulai dari rasa
ragu-ragu. Filsafat dimulai dari rasa ingin tahu dan keragu-raguan.
Berfilsafat didorong untuk mengetahui apa yang telah diketahui dan apa
yang belum diketahui. Berfilsafat berarti berendah hati bahwa tidak
semuanya akan pernah diketahui dalam kesemestaan yang seakan tidak
terbatas ini. Berfilsafat berarti mengoreksi diri, semacam keberanian untuk
beretrusterang, seberapa jauh sebenarnya kebenaran yang dicari telah
dijangkau.

2.

Sifat Menyeluruh Berfikir Filsafat

3 Prof. Dr. Ir. Soetriono, MP, Dr. Ir. SDm Rita Hanarief, Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian, CV Andi
Offset, Yogyakarta, 2007, hlmn., 52

4 Prof. Dr. Ahmad Tafsir, Op.cit, hlmn., 68

Seorang yang berfilsafat dapat diumpamakan sebagai seseorang yang


berpijak dibumi sedang tengadah kebintang-bintang, atau seseorang yang
berdiri di puncak tinggi, memandang ke ngarai dan lembah dibawahnya,
masing-masing ingin mengetahui hakikat dirinya atau menyimak
kehadirannya dalam kesemestaan alam yang ditatapnya.
Seorang ilmuan tidak akan pernah puas mengenal ilmu hanya dari sisi
pandang ilmu itu sendiri. Dia ingin melihat hakikat ilmu dalam konstelasi
pengetahuan lainnya. Apa kaitan ilmu dengan moral, dengan agama, dan
apakah ilmu itu membawa kebahagiaan pada dirinya.

iii.

3.

Sifat Mendasar Berfikir Filsafat


Selain tengadah kebintang, orang yang berfikir filsafati juga membongkar
tempat berpijak secara fundamental. Dia tidak lagi percaya begitu saja
bahwa ilmu itu benar. Mengapa ilmu dapat disebut benar? Bagaimana
proses penilaian berdasarkan kriteria tersebut dilakukan? Lalu benar itu
apa? Pertanyaan itu melingkar sebagai sebuah lingkaran, yang untuk
menyusunnya, harus dimulai dari sebuah titik, sebagai awal sekaligus
sebagai akhir. Lalu bagaimana menentukan titik awal yang benar?

4.

Sikap Spekulatif Berfikir Filsafat


Tidakkah mungkin manusia menangguk pengetahuan secara
keseluruhan, bahkan manusia pun tidak yakin pada titik awal yang menjadi
jangkar pemikiran yang mendasar. Itu hanya sebuah spekulasi. Menyusun
sebuah lingkaran memang harus dimulai dari sebuah titik, bagaimana pun
spekulasinya. Yang penting, dalam prosesnya nanti, dalam analisis maupun
pembuktiannya, manusia harus dapat memisahkan spekulasi mana yang
paling dapat diandalkan. Tugas utama filsafat adalah menetapkan dasardasar yang dapat diandalkan. Apakah yang disebut logis? Apakah yang
disebut benar? Apakah yang disebut sahih? Apakah alam ini teratur atau
kacau? Apakah hidup ini ada tujuan?
Semua pengetahuan yang ada, dimulai dari spekulasi. Dari
serangkaian spekulasi dapat dipilih buah pikiran yang paling dapat
diandalkan, yang merupakan titik awal dari penjelajahan pengetahuan.
Tanpa menerapkan kriteria tentang apa yang disebut benar maka tidak
mungkin pengetahuan lain berkembang atas dasar kebenaran. Tanpa
menetapkan apa yang disebut baik dan buruk, tidak mungkin bicara tentang
moral. Tanpa wawasan apa yang disebut indah atau jelek, tidak mungkin
berbicara tentang kesenian.5

Epistemologi Filsafat
Epistemologi membicarakan tiga hal, yaitu objek filsafat ( yaitu yang
difikirkan ), cara memperoleh pengetahuan filsafat dan ukuran kebenaran
( pengetahuan ) filsafat.
1.
Objek Filsafat
Tujuan berfilsafat adalah menemukan kebenaran yang sebenarnya,
yang terdalam. Jika hasil pemikiran itu disusun, maka susunan itulah yang
kita sebut sistematika filsafat. Sistematika atau struktur filsafat dalam garis
besar terdiri atas ontologi, epistemologi, dan aksiologi.
Isi setiap cabang filsafat ditentukan oleh objek apa yang diteliti
( dipikirkan)-nya. Jika ia memikirkan pendidikan maka jadilah Filsafat
Pendidikan. Jiak yang difikirkannya hukum maka hasilnya tentulah Filsafat
Hukum, dan seterusnya. Seberapa luas yang mungkin dapat dif\ikirkan?
Luas sekali. Yaitu semua yang ada dan mungkin ada. Inilah objek filsafat.
Jika ia memikirkan pengetahuan jadilah ia Flisafat Ilmu, jika memikirkan
etika jadilah Filsafat Etika, dan seterusnya.
Objek penelitian filsafat lebih luas dari objek penelitian sains. Sains
hanya meneliti objek yang ada dan mungkin ada. Sebenarnya masih ada
objek lain yang disebut objek formal yang menjelaskan sifat kemendalaman
penelitian filsafat. Ini dibicarakan pada epistemologi filsafat.
5 Prof. Dr. Ir. Soeratim, MP, Dr.ir. SRDm Rita Hanafie, MP, Op.cit, hlm., 53

Perlu juga ditegaskan bahwa sains meneliti objek-objek yang ada dan
empiris, yang ada tetapi abstrak ( tidak empiris ) tidak dapat diteliti oleh
sains. Sedangkan filsafat meneliti objek yang ada tetapi abstrak, adapun
yang mungkin ada, sudah jelas abstrak, itu pun jika ada.
2.

Cara Memperoleh Pengetahuan Filsafat


Pertama-tama filosof harus membicarakan ( mempertanggung
jawabkan ) cara mereka memperoleh pengetahuan filsafat. Yang
menyebabkan kita hormat kepada para filosof antara lain ialah karena
ketelitian mereka, sebelum mencari pengetahuan mereka membicarakan
lebih dahulu ( dan mempertanggung jawabkan cara memperoleh
pengetahuan tersebut.
Berfislafat ialah berfikir. Berfikir itu tentu menggunakan akal. Menjadi
persoalan, apa sebenarnya akal itu. John Locke ( Sidi Gazalba, Sistematika
Filsafat, 11, 1973:111) mempersoalkan hal ini. Ia melihat, pada zamannya
akal telah digunakan secara terlalu bebas, telah digunakan sampai diluar
batas kemampuan akal. Hasilnya adalah kekacauan pikiran pada masa itu.
Bagaimana manusia memperoleh pengetahuan filsafat? Dengan berfikir
secara mendalam, tentang sesuatu yang abstrak. Mungkin juga objek
pemikirannya sesuatu yang konkret, tetapi yang hendak diketahuinya ialah
bagian dibelakang objek konkret itu.
Secara mendalam artinya ia hendak mengetahui bagian yang abstrak
sesuatu itu, ia mengetahui sedalam-dalamnya. Kapan pengetahuannya itu
dikatakan mendalam? Dikatakan mendalam tatkala ia sudah berhenti
sampai tanda tanya. Dia tidak dapat maju lagi, disitulah orang berhenti, dan
ia telah mengetahui sesuatu itu secara mendalam. Jadi jelas, mendalam
bagi seseorang belum tentu mendalam bagi orang lain.
Seperti telah disebut dimuka, sains mengetahui sebatas fakta empiris.
Ini tidak mendalam. Filsafat ingin mengetahui dibelakang sesuatu yang
empiris itu. Ini lah yang disebut mendalam. Tetapi itu pun mempunyai
rentangan. Sejauh mana hal abstrak dibelakang fakta empiris itu dapat
diketahui oleh seseorang, akan banyak tergantung pada kemampuan
berfikir seseorang. Saya misalnya mengetahui bahwa gula rasanya manis
( ini pengetahuan empirik ) dibelakangnya saya mengetahui bahwa itu
disebabkan oleh adanya hukum yang mengatur demikian. Ini pengetahuan
filsafat, abstrak, tetapi baru satu langkah orang lain dapat mengetahui
bahwa hukum itu dibuat yang maha pintar. Ini sudah langkah kedua, lebih
mendalam dari pada sekedar mengetahui adanya hukum. Orang lain masih
dapat melangkah kelangkah ketiga, misalnya ia mengetahui sebagian
hakikat tuhan. Demikianlah pengetahuan dibelakang fakta empiris itu dapat
bertingkat-tingkat, dan itu menjelaskan kemendalaman pengetahuan filsafat
seseorang. Untuk mudahnya mungkin dapat dikatakan begini: berfikir
mendalam ialah berfikir tanpa bukti empirik.

3.

Ukuran Kebenaran Pengetahuan Filsafat


Pengetahuan filsafat adalah pengetahuan yang logis tidak empiris.
Pernyataan ini menjelaskan bahwa ukuran kebenaran filsafat ialah logis
tidaknya pengetahuan itu. Kebenaran teori filsafat ditentukan oleh logis
tidaknya teori itu. Ukuran logis atau tidaknya tersebut akan terlihat pada
argumen yang menghasilkan kesimpulan teori itu. Fungsi argumen dalam
filsafat sangatlah penting, sama dengan fungsi data pada pengetahaun
sains. Argumen itu menjadi satu kesatuan dengan konklusi, konklusi itulah
yang disebut teori filsafat. Bobot teori filsafat justru terletak pada kekuatan
argumen, bukan pada kehebatan konklusi. Karena argumenitu menjadi
kesatuan dengan konklusi, maka boleh juga diterima pendapat yang
mengatakan bahwa filsafat itu argumen. Kebenaran konklusi ditentukan
100% oleh argumennya.6

4.

Persoalan Filsafat

6 Prof. Dr. Ahmad Tafsir, Op.cit, hlm., 80-88

Ada enam persoalan yang selalu menjadi perhatian para filsuf, yaitu
ada, pengetahuan, metode, penyimpulan, moralitas, dan keindahan.
Keenam persoalan tersebut memerlukan jawaban secara radikal dan tiaptiap persoalan menjadi salah satu cabang filsafat.
1.
Persoalan Ada
Persoalan tentang ada (being) menghasilkan cabang filsafat metafisika.
Meta berarti dibalik dan physika berarti benda-benda fisik. Pengertian
sederhana dari metafisika yaitu kajian tentang sifat paling dalam dalam
dan radiakal dari kenyataan. Dalam kajian ini para filusuf tidak mengacu
kepada ciri-ciri khsus dari benda-benda tertentu, akan tetapi mengacu
kepadaciri-ciri universal dari semua benda. Metafisika sebagai salah satu
cabang filsafat mencakup persoalan ontologis, kosmologis, dan
antropologis. Ketiga hal tersebut memiliki titik sentral kajian tersendiri.
Ontologis merupakan teori tentang sifat dasar dari kenyataan yang
radikal dan sedalam-dalamnya. Kosmologi merupakan teori tentang
perkembangan kosmos ( alam semesta ) sebagai suatu sistem yang
teratur.
2.
Persoalan tentang pengetahuan ( knowledge )
Persoalan tentang pengetahuan ( knowledge ) menghasilkan cabang
filsafat epistemologi, yaitu filsafat pengetahuan. Istilah epistemologi
berasal dari akar kata episteme yang berarti pengetahuan dan logos
yang berarti teori. Dalam rumusan yang lebih rinci disebutkan bahwa
epistemologi merupakan salah satu cabang fislsafat yang mengkaji
secara mendalam dan radikal tentang asal mula pengetahuan, struktur,
metode, dan validitas pengetahuan.
3.
Persoalan tentang metode
Persoalan tentang metode menghasilkan cabang filsafat metodologi.
Istilah ini berasal dari metos dengan unsur meta yang berarti cara,
perjalanan, sesudah, dan hodos yang berarti cara perjalanan, arah.
Pengertian metodologi secara umum ialah kajian atau telaah
penyusunan secara sistematis dari beberapa proses dan asas-asas logis
dan percobaan yang sistematis yang menuntun suatu penelitian dan
kajian ilmiah, atau sebagai penysusun struktur ilmu-ilmu fak.
4.
Persoalan tentang penyimpulan
Persoalan tentang penyimpulan menghasilkan cabang filsafat logika
( logis ). Logika berasal dari kata logos ang berarti uraian, nalar. Secara
umum, pengertian logika adalah telaah mengenai aturan-aturan
penalaran yang benar. Logika adalah ilmu pengetahuan dan kecakapan
untuk berfikir tepat dan benar. Berfikir adalah kegiatan pikiran atau akal
budi manusia. Dengan berfikir manusia telah mengerjakan pengolahan
pengetahuan yang telah didapat. Dengan mengerjakan, mengelola
pengetahuan yang telah didapat maka ia dapat memperoleh kebenaran.
Apabila seseorang mengelola, mengerjakan, berarti ia telah
mempertimbangkan,
membandingkan,
menguraikan,
serta
menghubungkan pengertian yang satu dengan lainya. Logika dapat
dibagi menjadi logika ilmiah dan logika kodrati. Logika merupakan suatu
upaya untuk menjawab pertanyaan.
5.
Persoalan tentang moralitas ( morality )
Persoalan tentang moralitas menghasilkan cabang filsafat etika
( ethics ). Istilah etika berasal dari kata ethos yang berati adat
kebiasaan. Etika sebagai salah satu cabang filsafat menghendaki
adanya ukuran yang bersifat universal. Dalam hal ini berarti berlaku
untuk semua orang dan setiap saat. Jadi tidak dibatasi dengan ruang
dan waktu.
6.
Persoalan tentang keindahan
Persoalan tentang keindahan menghasilkan cabang filsafat estetika
(aesthetics). Estetika berasal dari kata aesthetikos yang maknanya
berhubungan dengan pecerapan indra. Estetika merupakan kajian
kefilsafatan mengenai keindahan dan ketidak indahan. Faham
pengertian yang lebih luas, estetika merupakan cabang filsafat yang

menyangkut bidang keindahan atau sesuatu yang indah terutama dalam


masalah seni dan rasa, norma-norma nilai dalam seni. 7
B. Hakikat Pengetahuan, Ilmu dan Ilmu Pengetahuan
Menurut kamus Besar Bahasa Indonesia Pengetahuan berasal dari kata Tahu
yang maknanya mengerti sesudah melihat, mendengar dan mengalami. 8
Sedangkan menurut Andi Hakim Nasution pengetahuan berarti saat seseorang
hanya mengetahui sesuatu berdasarkan naluri keingintahuan manusia saja, tidak
berusaha mencari tahu lebih mendalam kenapa hal-hal itu terjadi. 9 Pengetahuan
yang seperti itu dimaknai sebagai pengetahuan saja (knowledge).
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Ilmu dimaknai sebagai

pengetahuan tentang suatu bidang yg disusun secara sistematis menurut


metode-metode tertentu yang dapat dipergunakan untuk menerangkan
gejala-gejala tertentu dalam bidang (pengetahuan) itu;10
Dalam
pemaknaan akhirnya Ilmu berkembang menjadi ilmu pengetahuan (sains),
meskipun terkadang sains direduksi lagi di masyarakat hanya sebagai Ilmu
pengetahuan alam.
Menurut Mohr (1977) sebagaimana yang tertulis dalam buku Andi
Hakim Nasoetion dalam Pengantar ke filsafat Sains, Mohr mengungkapkan
bahwa Sains secara operasional sebagai suatu usaha akal manusia yang
teratur dan taat azaz menuju penemuan keterangan tentang pengetahuan
yang benar.11 Berdasarkan pemaknaan tersebut maka Ilmu yang
selanjutnya disebut sebagai Ilmu pengetahhuan merupakan pengetahuan
yang diorganisir dengan kaidah tertentu sehingga bersifat objektif.
C. Hakikat Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
Istilah Ilmu Pengetahuan Alam atau IPA dikenal juga dengan Sains . Kata
Sains ini berasal dari bahasa Latin yaitu scientia yang berasal dari saya tahu.
Dalam bahasa Inggris, kata sains barasal dari kata science yang berati
pengetahuan. Kata science sebenarnya semula berarti ilmu pengetahuan
yang meliputi Ilmu Pengetahuan Sosial (Social Science) dan Ilmu Pengetahuan
Alam (natural science). Lama kelamaan , bila sesesorang mengatakan science
maka yang dimaksud adalah natural science atau dalam bahasa Indonesia
disebut Ilmu Pengetahuan Alam dan disingkat IPA. Sedangkan IPA sendiri terdiri
dari ilmu-ilmu fisik (Physical Science) yang antara lain Kimia, Fisika, Astronomi
dan Geofisika, serta Ilmu-ilmu Biologi(Life Science).
Definisi IPA menurut para ahli
a. James B. Conant, mendeskripsikan IPA sebagai rangkaian konsep dan pola
konseptual yang saling berkaitan yang dihasilkan dari eksperimen dan observasi.
Hasil-hasil eksperimen dan observasi yang diperoleh sebelumnya menjadi bekal
bagi eksperimen dan observasi selanjutnya, sehingga memungkinkan ilmu
pengetahuan tersebut terus berkembang.
b. Carin & Sound (1989) adalah suatu sistem untuk memahami alam semesta melalui
observasi dan eksperimen yang terkontrol
7 Prof. Dr. Ir. Soeratim, MP, Dr.ir. SRDm Rita Hanafie, MP, Op.cit, hlm., 58
8 Kmus Besar Bahasa Indonesia, Op.cit., hlm., 1590
9 Andi Hakim Nasoetion, Pengantar ke Filsafat Sains, Lentera Nusantara, Jakarta,
1999, hlm.,27
10 Kamus besar Bahasa Indonesia, Op.cit. hlm., 574
11 Andi Hakim Nasoetion, ibid

c. Abruscato (1996) dalam bukunya yang berjudul Teaching Children Science


mendefinisikan tentang IPA sebagai pengetahuan yang diperoleh lewat serangkaian
proses yang sistematik guna mengungkap segala sesuatu yang berkaitan dengan
alam semesta.
d. The harper Encyclopedia of Science mendefinisikan IPA sebgai suatu pengetahuan
dan pendapat yang tersusun dan didukung secara sistematis oleh bukti-bukti yang
dapat diamati.
i.

Hakikat IPA
Untuk mempelajari hakikat IPA perlu kita kaji kembali ketiga contoh definisi
IPA. IPA pada hakikatnya merupakan suatu produk, proses dan IPA sikap ilmiah
yang tak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya, dengan penjelasan
sebagai berikut:
a. IPA sebagai suatu produk atau hasil.
IPA merupakan sekumpulan hasil kegiatan empirik dan analitik yang
dilakukan oleh para ilmuwan selama berabad-abad. Bentuk IPA sebagai
produk adalah fakta , konsep, prinsip, hukum dan teori IPA. Jika ditelaah lebih
lanjut , fakta-fakta merupakan hasil kegiatan empirik dalam IPA , sedangkan
konsep, prinsip, hukum dan teori-teori dalam IPA merupakan kegiatan
analitik.
Contoh Fakta: merkurius adalah planet teredekat dengan matahari.
Konsep IPA : Makhluk hidup dipengaruhi oleh lingkungan.
b. IPA sebagai suatu proses.
Memahami IPA bukan hanya memahami fakta-fakta dalam IPA. Tetapi
memahami proses bagaimana mengumpulkan fakta dan memahami
bagaimana menghubungkan fakta untuk menginterpretasikannya. Para
ilmuwan mempergunakan berbagai prosedur empirik dan prosedur analitik
dalam usaha memahami alam semesta ini. Prosedur-prosedur teresebut
disebut proses ilmiah atau proses sains. Proses ilmiah yang dilakukan para
ilmuwan diantaranya adalah: Mengamati, mengukur, menarik kesimpulan,
mengendalikan variabel, merumuskan hipotesa, membuat grafik, membuat
tabel data, membuat definisi operasional dan melakukan eksperimen.

c. IPA sebagai sikap ilmiah.


Dalam memecahkan masalah seorang ilmuwan menggunakan cara khusus
untuk memecahkan masalah yang dihadapinya. Cara itu dinamakan metode
ilmiah yang secara garis besar terdiri dari dua kegiatan utama yaitu observasi
dan eksperimen. Selain cara khusus di atas. Dalam memecahkan masalah
seorang ilmuwan bersikap ilmiah yaitu berusaha mengambil sikap tertentu
yang memungkinkan untuk mencapai hasil yang diharapkan . Sikap yang
dimaksud antara lain:
1) Obyektif terhadap fakta
2) Tidak tergesa-gesa mengambil kesimpulan bila belum cukup data yang mendukung
3) Berhati terbuka
4) Tidak mencampurkan fakta dengan pendapat
5) Bersifat hati-hati
6) Ingin menyelidiki
ii.

Ciri-ciri IPA
Sebagai Ilmu Pengetahuan, IPA juga mempunyai ciri khusus sebagaimana ilmu
pengetahuan yang lain.
a. Ciri-ciri khusus tersebut dipaparkan berikut ini:
IPA mempunyai nilai ilmiah artinya kebenaran dalam IPA dapat dibuktikan lagi
oleh semua orang dengan menggunakan metode ilmiah dan prosedur seperti
yang dilakukan terdahulu oleh penemunya.
b. IPA merupakan suatu kumpulan pengetahuan yang tersusun secara
sistematis, dan dalam penggunaannya secara umum terbatas pada gejalagejala alam. Perkembangan IPA selanjutnya tidak hanya ditandai oleh adanya
kumpulan fakta saja, tetapi juga ditandai oleh munculnya metode

ilmiah(scientific methods)yang terwujud melalui suatu rangkaian kerja ilmiah


(working scientifically), nilai dan sikap ilmiah (scietific attitudes)
c. Konsep dari teori IPA bersifat tentatif yang berarti kemungkinan dapat diubah
bila ditemukan fakta baru yang tidak sesuai dengan konsep dan teori
tersebut
d. Pengetahuan dalam IPA bersifat universal. Ini berarti konsep-konsep dan teori
IPA tetap konsisiten dan berlaku dimana-mana .Hal ini anatara lain karena IPA
tidak membahas nilai-nilai keindahan dan seni budaya yang nilainya
dipengaruhi oleh kebudayaan masing-masing tempat.
iii. Nilai-nilai Guna IPA
Nilai nilai guna IPA disini mengandung pengertian nilai-nilai tertentu yang
berguna bagi masyarakat. Nilai-nilai tersebut dianggap berharga yang terdapat
dalam IPA dan menjadi tujuan yang akan dicapai.
Adapun nilai-nilai IPA tersebut adalah:
1. Nilai Praktis
Penerapan dari penemuan-penemuan IPA telah melahirkan teknologi yang
secara langsung dapat dimanfaatkan oleh masyarakat. Sebaliknya teknologi
telah membantu mengembangkan penemuan-penemuan baru yang secara
tidak langsung juga bermanfaat bagi kehidupan. Oleh karena itu, IPA telah
membuka jalan ke arah penemuan-penemuan yang secara langsung dan
tidak langsung dapat bermanfaat. Dengan demikian IPA mempunyai nilai
praktis yaitu sesuatu yang bermanfaat dan berharga dalam kehidupan
sehari-hari.
Contoh:
Penemuan listrik oleh Faraday telah diterapkan dalam teknologi hingga
melahirkan berbagai alat listrik yang bermanfaat bagi kehidupan masyarakat
sehari-hari
2. Nilai Intelektual
Metode ilmiah yang digunakan dalam IPA banyak dimanfaatkan manusia
untuk memecahkan masalah . Tidak saja masalah-masalah alamiah tetapi
juga masalah-masalah sosial , ekonomi dan lain-lain.
Metode ilmiah ini telah melatih keterampilan dan ketekunan,serta melatih
pengambilan keputusan-keputusan dengan pertimbangan yang rasional
bagi penggunaannya. Kecuali itu agar pemecahan masalah berhasil dengan
baik , maka metode ilmiah menuntut sifat ilmiah bagi penggunanya.
Keberhasilan memecahkan masalah-masalah ini akan memberikan
kepuasan intelelektual. Dengan demikian yang dimaksud dengan nilai
intelektual adalah sesuatu yang memberikan kepuasan seseorang karena
dia telah mampu menyelesaikan atau memecahkan masalah. Bedakanlah
seseorang pedagang yang memperoleh untung besar dengan seorang
politikus yang bangga karena mengalahkan lawan politiknya.
3. Nilai-nilai sosial ekonomi dan politik
IPA mempunyai nilai-nilai sosial ekonomi dan politik berarti kemajuan IPA
dan teknologi suatu negara menyebabkan negara tersebut memperoleh
kedudukan yang kuat dalam percaturan sosial ekonomi politik internasional.
Prestasi-prestasi tinggi yang dapat dicapai oleh suatu negara dalam bidang
IPA dan teknologi yang dapat dicapai oleh suatu negara dalam bidang IPA
dan teknologi memberikan rasa bangga akan bangsanya , rasa bangga akan
kemampuan atau potensi nasional.
Contoh:
Negara-negara yang telah maju misalnya: Amerika, mereka sadar dan
bangga terhadap kemapuan atau potensi bangsanya dalam bidang politik
Produk IPA dan teknologi dapat membuka jalan ke arah industrialisasi dan
mekanisasi pertanian yang dapat meningkatkan ekonomi dan neraca

perdagangan suatu negara . Sekalipun memiliki kemampuan IPA dan


teknologi tinggi, tidak dapat menggali sumberdaya alam negaranya kepada
bangsa lain yang hanya memikirkan keuntungan sebanyak-banyaknya, tapa
memperhatikan alamnya. Dalam hal ini maka IPA dan teknologi memiliki
sifat sosial dan ekonomi.
Contoh:
Negara Jepang dan China yang memiliki kemampuan IPA dan Teknologi
tinggi , hingga banyak haisl industrinya merebut pasar dunia , maka
kedudukannya di dunia internasional makin kuat.
4. Nilai Keagamaan Dari IPA
Banyak orang berprasangka dengan mempelajari IPA dan teknologi secara
mendalam akan mengurangi kepercayaan manusia kepada tuhan. Prasangka
tersebut didasarkan pada lasan bahwa IPA hanya mempelajari benda dan
gejala-gejala kebendaan. Prasangka ini tidak benar makin mendalam orang
mempelajari IPA, makin sadarlah orang itu akan adanya kebenarankebenaran hukum-hukum alam, sadar akan adanya sesuatu ketertiban
aturan di alam raya ini dengan Maha Pengaturnya. Walau bagaimanapun
manusia telah berusaha untyk membaca mempelajari dan menterjemahkan
alam, manusia makin sadar akan keterbatasannya ilmunya manusia belum
dan tidak akan pernah mengetahui asal mula dan akhir dari alam raya
dengan pasti.
Contoh:
Dengan mempergunakan mikroskop manusia mampu mempelajari
kehidupan mikroorganisme , keindahan dengan protoplasma serta
kerumitan dan keteraturan reaksi-reaksi didalamnya , semua pengamatan
ini akan mempertebal kesadaran kita tentang kekuasaan Allah SWT.
Dari uraian-uraian ini jelaslah bahwa IPA mempunyai nilai nilai keagamaan
yang sejalan dengan pandangan agama . Tentang hubungan ini , ilmuwan
terkenal Albert Einstein menggambarkan dalam ungkapan sebagai berikut
Ilmu pengetahuan tanpa agama adalah buta dan agama tanpa ilmu
pengetahuan adalah lumpuh.
D. Bagaimana Mendamaikan Filsafat dan Ilmu Pengetahuan Alam
Sebagaimana uraian di atas, bahwa Ilmu Pengetahuan lahir dari rahim
Filsafat, maka hubungan filsafat dan ilmu pengetahuan sangatlah dekat.
Namun, saat manusia modern menuntut segala kepraktisan dalam menjawab
berbagai persoalan yang melingkupinya seringkali menjadi alasan
pembenaran bahwa orang modern tidak memerlukan filsafat.
Terlebih filsafat harus menggunakan cara berfikir radikal dan harus
mempertanyakan segala sesuatu yang ada, memberikan penguatan bahwa
filsafat tidaklah praktis. Karena dengan berfilsafat seringkali kita harus
meruntuhkan bangunan pengetahuan yang sudah ada. Demikian juga
berfilsafat berbarti juga butuh waktu untuk merenung hakikat kebenaran,
suatu hal yang teramat sulit bagi manusia modern yang sudah bergerak
seperti mesin dengan jadwal dan tekhnologi yang melingkupinya.
Dengan merujuk pada uraian tentang Filsafat dan Ilmu Pengetahaun
Alam, maka dapat digaris bawahi hal-hal yang bisa menjadikan filsafat masih
diperlukan:
1. Ilmu pengetahuan hanya bersandar pada logika dan data empiris dan
masih gagal menangkap kenapa hal ini terjadi.
2. Filsafat sebagai ilmu alat berfikir hanya dalam tataran ide, namun
miskin akan pembuktian secara empiris guna menjawab berbagai
permasalahan yang dihadapi manusia. Namun walau begitu Filsafat
memberikan kepuasan batin atas pertanyaan yang tidak bisa dijawab
oleh ilmu pengetahuan.
3. Untuk itu, filsafat bisa menjadi jembatan bagi ilmu-ilmu pengetahuan
yang cenderung fokus pada titik-titik objek kajian tertentu dan
mengabaikan hal-hal lain di luar objek kajiannya. Dengan berfilsafat

maka ditemukan kearifan ilmu sehingga ilmu tidak lagi berdiri sendiri,
melainkan terpaut dengan ilmu yang lainnya sehingga bisa melihat
dengan jernih dan memberikan ruh bagi perkembangan ilmu
pengatahuan alam.

BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Kesimpulan dari makalah ini adalah:
a. Filsafat sebagai ilmu untuk mengetahui lebih mendalam mencoba mencari
kebenaran bukan hanya dari objeknya saja melainkan juga dibalik
objeknya.
Berfikir filsafat berarti berfikir secara mendasar(radikal), menyeluruh dan
spekulatif, namun meski begitu dapat digunakan untuk menguji suatu
kebenaran pengetahuan dengan serangkaian argumentasinya.
b. Ilmu pengetahuan lahir dari Rasa ingin tahu manusia dan keinginan untuk
menyelesaikan permasalahan yang dihadapi manusia.
c. Sains merupakan ilmu yang berhubungan dengan gejala-gejala alam dan
kebendaan yang sistematis yang tersusun secara teratur, berlaku umum
yang berupa kumpulan dan hasil observasi dan eksperimen, sehingga IPA
(Sains) merupakan:
a. IPA sebagai suatu produk atau hasil.
b. IPA sebagai suatu proses.
c. IPA sebagai sikap ilmiah.
d. Sains juga memberikn nili bagi manusia yakni:
a. Nilai Praktis
b. Nilai Intelektual
c. Nilai-nilai sosial ekonomi dan politik
d. Nilai Keagamaan Dari IPA
B. Saran
Saran dari kami untuk penyaji dan penikmat makalah ini adalah:
1. Semakin mendalam kita dalam berfikir dan belajar menganai objek, maka
semakin kita tidak memahami hakikat yang lebih mendalam, karena
pemahaman manusia yang dibatasi oleh keadaan dirinya, lingkungan
ataupun budaya.
2. Dalam menemukan suatu pengetahuan keilmuan selalulah dimulai
dengan ragu-ragu, dilanjutkan dengan proses berfikir dan diakhiri dengan
jawaban sementara yang seringkali harus dikoreksi jika ada pengetahuan
yang terbaru dan memiliki kebanran lebih tinggi.
3. Jadikan berifikir sebagai kegiatan yang selalu dilakukan supaya selalu
memperoleh jalan kebenaran atas berbagai mmasalah yng mungkin ada.

DAFTAR PUSTAKA

Asyari, Muslichach. 2006. Penerapan Pendekatan Sains-TeknologiMasyarakat Dalam Pembelajaran Sains di Sekolah
Dasar. Jakarta: Depdiknas
Nasoetion, Hakim, Andi. 1999. Pengantar ke Filsafat Sains, Bandung: Litera
Antarnusa
Bundu, Patta. 2006. Penilaian Keterampilan Proses dan Sikap
Ilmiah. Jakarta: Depdiknas
Tafsir, Ahmad. 2004.Filsafat Ilmu. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Soetriono, Hanarief, Rita. 2007. Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian.
Yogyakarta: CV Andi Offset
Iskandar,Srini M. 2001. Pendidikan IPA . Bandung: CV. Maulana
Samatowa, Usman. 2006. Bagaimana Membelajarkan IPA di Sekolah
Dasar. Jakarta: Depdiknas
Kartono.2011.Keterampilan Proses Sains SD,
http://kartono.staff.fkip.uns.ac.id/2011/10/21/keterampil
an-proses-sains-sd/ (23 September 2014)
http://Soekamajoe.blogspot.com/2012/10/contoh-artikel-tentang-hakikatipa-sd.html
http:rian-priyadi.blogspot.com/2013/03/hakikat-ipa-a_17.html
http:utakatikituk.blogspot.com/2013/10/nilai-nilai-ipa.html
Nasioanal,Pendidikan,Departemen.2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia
(Versi Pdf). Jakarta: Depdiknas

Anda mungkin juga menyukai