Anda di halaman 1dari 17

Hakikat Filsafat dan Filsafat Ilmu dan Perbedaan dan Persamaan Keduanya

I. Pendahuluan
A.Latar Belakang
Filsafat sebagai suatu ilmu pengetahuan yang berusaha mencari kebenaran telah memberikan banyak pelajaran,
misalnya tentang kesadaran, kemauan, dan kemampuan manusia sesuai dengan posisinya sebagai makhluk Tuhan untuk
dipublikasikan dalam kehidupan.Manusia dianugrahi oleh Allah swt berupa akal, daya pikir, yang tidak diberikan kepada
makhluk lain, maka sudah sepantasnya akal ini dipergunakan semaksimal mungkin untuk kemampuan berpikir tersebut,
dan kemampuan berpikir inilah yang membedakan manusia dengan hewan.
Allah swt sangat menganjurkan hambanya untuk senantiasa berpikir.Ada begitu banyak ayat-ayat yang
menyatakan tentang pentingnya berpikir, misalnya dengan kata ‘afala ta’qilun, apala tatafakkarun, la ayatin liulil albab, dan
lain sebagainya. Dari perintah-perintah Allah swt yang tersurat tersebut mengisyaratkan agar manusia mengoptimalkan
proses berpikirnya, sehingga memungkinkan manusia bias memperoleh banyak pengetahuan yang berguna bagi
kehidupannya.
Setelah menyadari betapa pentingnya berpikir, rasanya mempelajari filsafat menjadi sangat perlu adanya. Filsafat
merupakan sarana yang baik untuk memahami bagaimana cara berpikir tersebut. Dalam makalah ini akan difokuskan
membahas tentang hakekat filsafat, hakekat filsafat ilmu, dan juga menjelaskan mengenai perbedaan dan persamaan
antara filsafat dengan filsafat ilmu.

II. Isi pembahasan


A. Filsafat
1. Pengertian Filsafat
Kata filsafat berasal dari kata ‘philosophia’ (bahasa yunani), diartikan dengan ‘mencintai kebijaksanaan’.
Sedangkan dalam bahasa inggris kata filsafat disebut dengan istilah ‘philosohy’, dan dalam bahasa arab disebut dengan
istilah ‘falsafah’, yang biasa diterjemahkan dengan ‘cinta kearifan’.Istiah philoshofia memiliki akar kata philien yang berarti
mencintai dan shopos yang berarti bijaksana. Jadi istilah philosophia berarti mencintai akan hal-hal yang bersifat bijaksana.
Berdasarkan uraian di atas dapat dipahami bahwa filsafat berarti cinta kebijaksanaan.Sedangkan orang yang berusaha
mencari kebijaksanaan atau pecinta pengetahuan disebut dengan filsuf atau filosof.Sumber dari filsafat adalah manusia,
dalam hal ini akal dan kalbu manusia yang sehat dan berusaha keras dengan sungguh-sungguh untuk mencari kebenaran
dan akhirnya memperoleh kebenaran.
Untuk memahami apa sebenarnya filsafat itu, tentu saja tidak cukup hanya dengan mengetahui asal usul dan arti
istilah yang digunakan, melainkan juga harus memperhatikan konsep dan devinisi yang diberikan oleh para filsuf menurut
pemahaman meraka masing-masing dan konsep beserta divinisi yang diberikan para filsuf tersebut bias dikatakan tidak
sama. Bahkan, setiap filsuf memiliki konsep dan membuat definisi yang berbeda dengan filsuf lainnya.
Berikut ini akan dipaparkan beberapa konsep dan definisi yang bisa memberikan gambaran yang lebih jelas
tentang apakah filsafat itu.
Pythagoras (572-497 SM). Dalam tradisi filsafat zaman yunani kuno Pythagoras adalah orang yang pertama-tama
memperkenalkan istilah phylosophia, yang kemudian dikenal dengan istilah filsafat.Pythagoras memberikan definisi filsafat
sebagai the love of wisdom.Menurutnya, manusia yang paling tinggi nilainya adalah manusia pecinta kebijakan (lover of
wisdom), sedangkan yang dimaksud dengan wisdom adalah kegiatan melakukan perenungan tentang Tuhan.Pythagoras
sendiri menganggap kebijakan yang sesungguhnya hanya dimiliki Tuhan semata-mata.
Socrates (469-399 SM).Ia adalah seorang filosof dalam bidang moral yang terkemuka setelah Thales pada zaman
Yunani Kuno. Socrates memahami bahwa filsafat adalah suatu peninjauan diri yang bersifat reflektif atau perenungan
terhadap asas-asas dari kehidupan yang adil dan bahagia (principles of the just and happy life).
Plato (427-347 SM). Seorang sahabat dan murid Socrates ini telah mengubah pengertian kearifan (sophia) yang
semula berkaitan dengan soal-soal praktis dalam kehidupan menjadi pemahaman intelektual. Menurutnya, filsafat adalah
pengetahuan yang berminat mencapai kebenaran yang asli. Dalam Republika, Plato menegaskan bahwa para filosof adalah
pecinta pandangan tentang kebenaran (vision of the truth). Dalam pencarian terhadap kebenaran tersebut, filosof yang
dapat menemukan dan menangkap pengetahuan mengenai ide yang abadi dan tak pernah berubah.Dalam konsepsi Plato,
filsafat merupakan pencarian yang bersifat spekulatif atau perekaan terhadap keseluruhan kebenaran. Maka filsafat Plato
kemudian dikenal dengan nama Filsafat spekulatif.
Aristoteles (384-332 SM).Aristoteles adalah seorang murid Plato yang terkemuka.Dalam pandangannya, seringkali
Aristoteles bersebrangan dengan pendapat gurunya, namun pada prinsipnya, Aristoteles mengembalikan paham-paham
yang dikemukakan oleh gurunya tersebut. Berkenaan dengan pengertian filsafat, Aristoteles mengemukakan bahwa sophia
(kearifan) merupakan kebajikan intelektual tertinggi. Sedangkan philosophia merupakan padanan kata dari episteme dalam
arti suatu kumpulan teratur pengetahuan rasional mengenai sesuatu objek yang sesuai.Adapun pengertian filsafat menurut
Aristoteles, adalah ilmupengetahuan yang meliputi kebenaran yang terkandung di dalamnya ilmu metafisika, logika, retorika,
etika, ekonomi, politik dan estetika.
Al-Kindi (801-873 M). ia adalah seorang filosof muslim pertama. Menurutnya filsafat adalah pengetahuan tentang
hakikat segala sesuatu dalam batas-batas kemampuan manusia, karena tujuan para filosif dalam berteori adalah mencari
kebenaran, maka dalam praktiknya pun harus menyesuaikan dengan kebenaran pula..
Al-Farabi (870-890 M) menurutnya filsafat adalah ilmu yang menyelididki hakikat yang sebenarnya dari segala
yang ada (al-maujuda).
Sebenarnya masih banyak definisi, konsepsi, dan interpretasi mengenai filsafat dari berbagai ahli yang
merumuskan bahwa filsafat berhubungan dengan bentuk kalimat yang logis dari bahasa keilmuan, dengan penilaian,
dengan perbincangan kritis, pra anggapan ilmu, atau dengan ukuran baku tindakan. Setiap filosof dari suatu aliran filsafat
membuat perumusannya masing-masing agar cocok dengan kesimpulannya sendiri dan dari berbagai perumusan itu tidak
dapat dikatakan bahwa yang satu salah dan lainnya benar. Nampaknya semua perumusan itu sama benarnya karena
masing-masing melihat dari salah satu pokok persoalan, permasalahan, titik berat. Segi, tujuan atau metode yang dianut
oleh seorang filosof atau suatu filsafat.Perbedaan definisi dan rumusan tentang filsafat itu disebabkan oleh berbedanya
konotasi filsafat para tokoh-tokoh itu sendiri, karena perbedaan keyakinan hidup yang dianut oleh mereka pun berbeda-
beda.Perbedaan itu dapat juga muncul karena perkembangan filsafat itu sendiri menyebabkan beberapa pengetahuan
khusus memisahkan diri dari filsafat. (Abu Bakar Atceh dan ahmad tafsir 2002:11)
Menurut susanto filsafat adalah ilmu pengetahuan yang berupaya mengkaji tentang masalah-masalah yang muncul
dan berkenaan dengan segala sesuatu , baik yang sifatnya materi maupun immateri secara sungguh-sungguh guna
menemukan hakikat sesuatu yang sebenarnya, mencari prinsip-prinsip kebenaran, serta berpikir secara rasional logis,
mendalam dan bebas, sehingga dapat dimanfaatkan untuk membantu menyelesaikan masalah-masalah dalam kehidupan
manusia. Dengan kata lain, filsafat tersebut bukan hanya sebuah kajian sebatas pada ilmu saja (science for science), tetapi
filsafat dapat dipergunakan untuk memberikan inspirasi dan aspirasi dalam mencari solusi pemecahan masalah yang
dihadapi manusia. Dengan bantuan ilmu filsafat akan ditemukan cara atau solusi yang paling elegan guna dapat
memecahkan persoalan yang rumit, yang mungkin tidak bisa diselesaikan dengan bantuan disiplin lain.
Banyak persoalan yang bisa didekati melalui bantuan ilmu filsafat ini, terutama berkaitan dengan hal-hal yang
bersifat teoritis, paradigma, dan pandang (view), perkembangan ilmu pengetahuan (knowledge), perkembangan pemikiran
(ratio), kajian ilmiah (scientific), masalah-masalah yang berkaitan dengan kebijakan (policy), peraturan (rules), keputusan
(judgement), perundang-undangan, dan lain-lain. Kesemuanya sangat membutuhkan pandangan dan bantuan dari ilmu
filsafat. Dengan bantuan ilmu filsafat, segala persoalan yang muncul dapat dikaji lebih mendalam, utuh, sistematis, dan
fleksibel, karena memang pada dasarnya filsafat ingin menyelesaikan permasalahan secara lebih mendalam, kritis, rasional,
logis, dan tuntas sampai ke akar-akarnya (radikal).
2. Kegunaan filsafat
Kegunaan belajar filsafat pada peradaban dunia mutakhir adalah karena dunia sedang dilanda krisis pradaban dan
krisis ilmu pengetahuan.Dengan belajar filsafat semakin menjadikan orang mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan
mendasar manusia yang tidak terletak dalam wewenang metode-metode ilmu khusus.Jadi filsafat membantu manusia
mendalami pertanyaan asasi manusia tentang makna realitas dan ruang lingkupnya.Kemampuan itu dipelajari melalui dua
jalur, yaitu secara sistematik dan secara historis.
Menurut A. Susanto dalam bukunya filsafat ilmu, ada tiga hal yang dapat diambil pelajaran dari filsafat.Pertama,
filsafat telah mengajarkan seseorang untuk lebih mengenal diri sendiri secara totalitas, sehingga dengan pemahaman
tersebut dapat dicapai hakikat manusia itu sendiri dan bagaimana sikap manusia itu seharusnya.Filsafat mengajarkan
seseorang agar terlatih untuk berpikir serius, berpikir secara radikal, mengkaji sesuatu sampai ke akar-akarnya.Kedua,
filsafat mengajarkan tentang hakikat alam semesta.Pada dasarnya berpikir filsafat ialah berusaha untuk menyusun suatu
system pengetahuan yang rasional dalam rangka memahami segala sesuatu, termasuk dari diri manusia itu sendiri.Ketiga,
filsafat mengajarkan tentang hakikat Tuhan.Studi filsafat seyogyanya dapat membantu manusia untuk membangun
keyakinan keagamaan atas dasar yang matang secara intelektual. Dengan pemahaman yang mendalam dan dengan daya
nalar yang tajam, maka akan sampailah pada kekuasaan mutlak, yaitu Yuhan. Maka dengan filsafat, nash atau ajaran-
ajaran agama dapat dijadikan sebagai bukti untuk membenarkan akal.
3. Objek filsafat
Isi filsafat ditentukan oleh objek yang dipikirkan.Objek adalah sesuatu yang menjadi bahan dari kajian dari suatu
penelaahan atau penelitian tentang pengetahuan.Dan setiap ilmu pengetahuan pasti mempunyai objek, baik yang bersifat
materiil maupun objek formal.Objek yang dipikirkan oleh filosof adalah segala sesuatu yang ada dan yang mungkin
ada.Objek yang diselidiki oleh filsafat ini meliputi objek materiil dan objek formal.Objek materiil dari filsafat ini adalah suatu
kajian penelaahan atau pembentukan pengetahuan itu, yaitu segala sesuatu yang ada dan yang mungkin ada.Objek materil
filsafat ini mencakup segala hal, baik hal-hal yang abstrak atau tidak tampak.
Objek materiil filsafat ini banyak yang sama dengan objek materiil sains, namun bedanya dalam dua hal, yaitu
pertama, sains menyelidiki objek materil yang empiris, sementara filsafat menyelidiki bagian objek yang abstraknya. Kedua,
ada objek materiil filsafat yang memang tidak dapat diteliti oleh sains, seperti Tuhan, hari akhir, yaitu objek materiil yang
selamanya tidak empiris.
Adapun objek formal filsafat yaitu bersifat penelitian.Objek formal adalah penyelidikan yang mendalam.Kata
mendalam berarti ingin tahu tentang objek yang tidak empiris. Penyelidikan sains tidak mendalam karena ia hanya ingin
tahu sampai batas objek itu dapat diteliti secara empiris. Objek penelitian sains adalah pada batas yang dapat diriset,
sedangkan objek penelitian filsafat ada pada daerah yang tidak dapat diriset, tetapi dapat dipikirkan secara logis.
4. Ciri berfikir filsafat
Ciri berpikir filsafat memiliki karakteristik tersendiri yang dapat dibedakan dari bidang ilmu lain. Diantaranya adalah:
1. Radikal, artinya berpikir sampai ke akar-akarnya, hingga sampai pada hakikat atau substansi yang dipikirkan.
2. Universal, artinya pemikiran filsafat menyangkut pengalaman umum manusia. Kekhususan berfikir kefilsafatan
menurut Jaspers terletak pada aspek keumumannya.
3. Konseptual, artinya merupakan hasil dari generalisasi dan abstraksi pengalaman manusia. Misalnya: apakah
kebebasan itu?
4. Koheren dan konsisten (runtut). Koheren artinya sesuai dengan kaidah-kaidah berpikir logis. Konsisten artinya
tidak mengandung kontradiksi.
5. Sistematik, artinya pendapat yang merupakan uraian kefilsafatan itu harus saling berhubungan secara teratur dan
terkandung adanya maksud atau tujuan tertentu.
6. Komprehenshif, artinya mencakup atau menyeluruh. Berpikir secara kefilsafatan merupakan usaha menjelaskan
alam semesta secara keseluruhan.
7. Bebas, sampai batas-batas yang luas, pemikiran filsafati boleh dikatakan merupakan hasil pemikiran yang bebas,
yakni bebas dari prasangka-prasangka sosial, historis, kultural, bahkan relijius.
8. Bertanggung jawab, artinya orang yang berpikir filsafat adalah orang yang berpikir sekaligus bertanggung jawab
terhadap hasil pemikirannya, paling tidak terhadap hati nuraninya sendiri.
Kedelapan ciri berpikir tersebut menjadikan filsafat cenderung berbeda dengan ciri berpikir ilmu-ilu lainnya,
sekaligus menempatkan kedudukan filsafat sebagai bidang keilmuan yang netral, terutama ciri ketujuh.
5. Sistematika Filsafat
Sebagaimana pengetahuan yang lain, filsafat telah mengalami perkembangan yang pesat yang ditandai dengan
bermacam-macam aliran dan cabang.
a. Cabang-cabang filsafat.
Filsafat merupakan induk dari segala ilmu pengetahuan, sehingga ilmu-ilmu yang lain merupakan anak dari filsafat itu
sendiri. Filsafat merupakan bidang studi yang memiliki cakupan yag sangat luas, sehingga diperlukan pembagian yang
kecil lagi. Meskipun demikian dalam hal pembagian lapangan-lapangan atau cabang-cabang filsafat ini masing-masing
tokoh memiliki metode yang berbeda dalam melakukan penghimpunan terhadap lapangan-lapangan pembicaraan
kefilsafatan.
Plato membagi lapangan filsafat ke dalam tiga macam yaitu dialektika, fisika dan etika.Dialektika adalah cabang filsafat
yang membicarakan persoalan ide-ide atau pengertian umum.Adapun fisika merupakan cabang filsafat yang didalamnya
mengandung atau membicarakan persoalan materi.Sedangkan etika adalah cabang filsafat yang di dalamnya
mengandung atau membicarakan persoalan baik dan buruk.
Adapun menurut aristoteles, pembagian filsafat dibagi kedalam empat cabang, yaitu logika, filsafat teorotis, filsafat
praktis, dan filsafat poetika.
1. Logika adalah ilmu pendahuluan bagi filsafat, atau ilmu yang mendasari dalam memahami filsafat.
2. Filsafat teoritis atau filsafat nazariah, di dalamnya tercakup ilmu-ilmu lainyang sangat penting seperti ilmu fisika,
ilmu matematika, dan ilmu metafisika. Bagi aristotelesilmu matematika inilah yang menjadi inti atau menjadi bagian
yang paling utama dalam filsafat.
3. Filsafat praktis atau filsafat alamiah, di dalamnya tercakup tiga macam ilmu yang tidak kalah pentingnya, yaitu ilmu
etika yang mengatur kesusilaan dan kebahagiaan dalam perorangan. Ilmu ekonomi yang mengatur kesusilaan dan
kemakmuran dalam keluarga (rumah tangga). Ilmu politik, yang mengatur kesusilaan dan kemakmuran dalam
Negara.
4. Filsafat poetika, merupakan filsafat kesenian, yakni filsafat yang membicarakan tentang keindahan, pengertian
seni, penggolongan seni, nilai seni, aliran dalam seni, dan teori penciptaan dalam seni.
Berbeda dengan Plato dan Aristoteles, Louis O. Kattsoff (1996:73) menggolongkan cabang-cabang filsafat ini secara
lebih terperinci, sehingga bagian cabang ini dapat dikategorikan ke dalam urutan-urutan yang umum menjadi semakin
menurun kepada yang lebih khusus.Diantaranya adalah 1).Logika. 2). Metodologi. 3). Metafisika. 4). Ontology dan
Kosmologi. 5). Epietemologi. 6). Biologi kefilsafatan. 7). Psikologi kefilsafatan. 8). Antropologi kefilsafatan. 9). Sosiologi
kefilsafatan. 10). Etika. 11) estetika. 12). Filsafat agama.
Ahmad Tafsir di dalam buku filsafat ilmu menguraikan bahwa ada tiga cabang besar dari filsafat yaitu: ontology,
epistemology, dan aksiologi. Ketiga cabang itu sebenarnya merupakan satu kesatuan.Ontologi membicarakan hakikat
(segala sesuatu) yang berupa pengetahuan tentang hakikat segala sesuatu.Ontology mencakup banyak sekali filsafat,
mungkin semua filsafat masuk di sini, misalnya logika, metafisika, kosmologi, teologi, antropologi, etika, estetika, filsafat
pendidikan, filsafat hukum dan lain-lainnya. Adapun epistemologi adalah cara memperoleh pengetahuan itu,
epistemologi hanya mencakup satu bidang saja yaitu epistemologi, ini berlaku bagi setiap cabang filsafat. Sedangkan
aksiologi hanya mencakup satu cabang filsafat yaitu aksiologi yang membicarakan guna pengetahuan filsafat dan inipun
berlaku bagi semua cabang filsafat.
b. Aliran-aliran dalam filsafat
Menurut pengkajian Juhaya S. Praja (2003), aliran-aliran filsafat yang cukup berpengaruh diantaranya adalah:
1. Rasionalisme, aliran rasional ini sangat mementingkan rasio dalam memutuskan atau menyelesaikan suatu
masalah. Dalam aliran rasional ini sangat mendamba-dambakan otak atau rasio sebagai satu-satunya yag menjadi
alat untuk menyelesaikan masalah.
2. Empirisme, yaitu aliran yang memberikan tekanan pada empiris atau pengalaman sebagai sumber pengetahuan.
3. Kritisisme, yaitu aliran yang memadukan atau mendamaikan rasionalisme dan empirisme. Menurut aliran ini, baik
rasionalisme maupun empirisme keduanya berat sebelah. Pengalaman manusia merupakan paduan antara
sintesa unsur-unsur apriori (terlepas dari pengalaman) dengan unsur-unsur aposteriori (berasal dari pengalaman).
4. Materialisme, yaitu aliran yang mengutamakan materi. Di dalam aliran ini dikatakan bahwa materi itu ada sebelum
jiwa (self), dan duia materi adalah yang pertama, sedangkan pemikiran tentang dunia ini adalah nomor dua.
5. Idealisme, yaitu aliran yang menekankan pada akal (mind) sebagai hal yang lebih dahulu (primer) daripada materi,
bahwa akal itulah yang riil dan materi hanyalah merupakan produk sampingan.
6. Positivisme, yaitu berasal dari kata “positif” yang berarti faktual, yaitu apa yang berdasarkan fakta. Menurut
positivisme, pengetahuan manusia tidak boleh melebihi fakta-fakta.
7. Pragmatisme, yaitu aliran yag mengajarkan bahwa yang benar adalah apa yang membuktikan dirinya sebagai
benar dengan perantaraan akibat-akibatnya yang bermanfaat secara praktis.
8. Sekularisme, yaitu system etika plus filsafat yang bertujuan memberi interpretasi atau pengertian terhadap
kehidupan mausia tanpa percaya kepada Tuhan, kitab suci, dan hari kemudian.
9. Filsafat Islam, yaitu perkembangan pemikiran umat Islam dalam masalah ketuhanan, kenabian, manusia, dan alam
semesta yang disinari ajaran Islam. Filsafat Islam cakupannya sangat luas, bukan hanya masalah alam semesta
dan isinya saja, tapi juga yang berkaitan dengan masalah-masalah ketuhanan dan kenabian.
B. Filsafat ilmu
1. Pengertian filsafat ilmu
Ada berbagai definisi filsafat ilmu yang dihipun oleh The Liang Gie, di sini hanya akan dikemukakan empat pendapat
yang dianggap paling reprsentatif, diantaranya adalah:
1. Robert Ackermann, filsafat ilmu adalah sebuah tinjauan kritis tentang pendapat-pendapat ilmiah dewasa ini yang
dibandingkan dengan pendapat-pendapat terdahulu yag telah dibuktikan.
2. Lewis White Beck, filsafat ilmu itu mempertanyakan dan menilai metode-metode pemikiran ilmiah serta mencoba
menetapkan nilai dan pentingnya usaha ilmiah sebagai suatu keseluruhan.
3. Cornelius Benjamin, filsafat ilmu merupakan cabang pengetahuan filsafati yang menelaah sistematis mengenai
sifat dasar ilmu, metode-metodenya, konsep-konsepnya, dan peranggapan-peranggapannya, serta letaknya dalam
kerangka umum dari cabang pengetahuan intelektual.
4. May Brodbeck, filsafat ilmu itu sebagai analisis yang netral secara etis dan filsafati, pelukisan, dan penjelasan
mengenai andasan-landasan ilmu.
Kempat definisi tersebut memperlihatkan ruang lingkup dan cakupan yang dibahas dalam filsafat ilmu, meliputi antara
lain: (1) komparasi kritis sejarah perkembangan ilmu, (2) sifat dasar ilmu pengetahuan, (3) metode ilmiah, (4)
peranggapan-peranggapan ilmiah, (5) sikap etis dalam pengembangan ilmu pengetahuan.
Adapun yang paling banyak dibicarakan terutama adalah sejarah perkembangan ilmu, metode ilmiah, dan sikap etis
dalam pengembangan ilmu pengetahuan.
2. Objek filsafat ilmu
Menurut jujun S. Suriasumantri (1986:2) tiap-tiap pengetahuan memiliki tiga komponen yang merupakan tiang
penyangga tubuh pengetahuan yang disusunnya.Komponen tersebut adalah ontology, epistemology, dan aksiologi.
Ontology menjelaskan atau untuk menjawab mengenai pertanyaan apa, epistemology menjelaskan dan menjawab
mengenai pertanyaan bagaimana, dan aksiologi menjelakan dan menjawab mengenai pertanyaan untuk apa?
Filsafat ilmu sebagaimana dengan halnya dengan bidang ilmu yang lain, juga memiliki objek material dan objek formal
tersendiri. Objek material atau pokok bahasan filsafat ilmu adalah ilmu pengetahuan itu sendiri, yaitu pengetahuan yang
telah disusun secara sistematis dengan metode ilmiah tertentu sehingga dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya
secara umum. Di sini terlihat jelas perbedaan yang hakiki antara pengetahuan dengan ilmu pengetahuan. Pengetahuan
itu lebih bersifat umum dan didasarkan atas pengalaman sehari-hari, sedangkan ilmu pengetahuan adalah pengetahuan
yang bersifat khusus dengan ciri-ciri sistematis, metode ilmiah tertentu, serta dapat diuji kebenarannya.
Adapun objek formal filsafat ilmu adalah hakikat (esensi) ilmu pengetahuan, artinya filsafat ilmu lebih menaruh perhatian
terhadap problem-problem mendasar ilmu pengetahuan, seperti apahakikat imu itu sesungguhnya? Bagaimana cara
memperoleh kebenaran yang ilmiah? Apa fungsi ilmu pengetahuan itu bagi manusia? Problem-problem inilah yang
dibicarakan dalam landasan pengembangan ilmu pengetahuan yakni landasan ontologis, epistemologis, dan aksiologis.
3. Pendekatan Dalam Filsafat Ilmu
Beberapa penulis yang mengomentari tentang pendekatan filsafat ilmu ini seperti dikemukakan oleh Muhadjir dan
PParson. Muhadjir dalam Ismaun (2004) menjelaskan tentang pendekatan filsafat ilmu sebagai berikut: pendekatan
sistematis agar mencapai materi yang sahih dan valid sebagai filsafat ilmu, pendekatan mutakhir dam fungsional dalam
pengembangan teori. Mutakhir dalam arti identic dengan kontemporer dan identic dengan hasil pengujian lebih akhir dan
valid bagi suatu aliran atau pendekatan ataupun model disajikan sedemikian rupa agar kita dapat membuat komparasi
untuk akhirnya mau memilih.
Sedangkan Parsons (Ismaun :2004) dalam studinya melakukan lima pendekatan sebagai berikut:
1. Pendekatan received view yang secara klasik bertumpu pada aliran positivism yang berdasar kepada fakta-fakta.
2. Pendekatan menampilkan diri dari sosok rasionality yang membuat kombinasi antara berpikir empiris dengan
berpikir structural dalam matematika.
3. Pendekatan fenomenologik yang tidak hanya sekedar pengalaman lansung, melainkan pengalaman yang
mengimplikasikan penafsiran dan klasifikasi.
4. Pendekatan metafisik yang bersifat intrasenden. Moral berupa sesuatu yag objektif universal.
5. Pragmmatisme, walaupun memang bukan pendekatan tetapi menarik disajikan, karena dapat menyatukan antara
teori dan praktik.
Dengan memahami pendekatan-pendekatan sebagaimana yang disebutkan dalam kutipan di atas untuk melakukan
studi filsafat dalam memilih salah satu pendekatan yang tepat sehingga dalam melakukan generalisasinya dapat
dipertanggung jawabkan secara ilmiah.Cara untuk mendapatkan pengetahuan ilmiah, yaitu dengan menggunakan
metode ilmiah, berpikir secara rasional dan bertumpu pada data empiris.
4. Tujuan dan implikasi filsafat ilmu
a. Tujuan filsafat ilmu
Filsafat ilmu sebagai cabang khusus filsafat yang membicarakan tentang sejarah perkembangan ilmu, metode-metode
ilmiah, sikap etis yang harus dikembangkan para ilmuan secara umum mengandung tujuan-tujuan sebagai berikut:
1. Filsafat ilmu sebagai sarana pengujian penalaran ilmiah, sehingga orang menjadi kritis terhadap kegiatan ilmiah.
2. Filsafat ilmu merupakan usaha merefleksi, menguji, mengkritik asumsi dan metode keilmuan. Sebab kecendrungan
yang terjadi dikalangan para ilmuan modern adalah menerapkan suatu metode ilmiah tanpa memperhatikan
struktur ilmu pengetahuan itu sendiri.
3. Filsafat ilmu memberikan pendasaran logis terhadap metode keilmuan. Setiap metode ilmiah yang dikembangkan
harus dapat dipertanggungjawabkan secara logis rasional, agar dapat dipahami dan dipergunakan secara umum.
b. Implikasi memperlajari filsafat ilmu.
1. Bagi seseorang yang mempelajari filsafat ilmu diperlukan pengetahuan dasar yang memadai tentang ilmu, baik
ilmu alam mapun ilmu social. Supaya para ilmuan memiliki landasan berpijak yang kuat.
2. Menyadarkan seorang ilmuan agar tidak terjebak ke dalam pola piker “menara gading”, yakni hanya berpikir murni
dalam bidangnya tanpa mengaitkannya dengan kenyataan yang ada diluar dirinya.
5. Ruang lingkup filsafat ilmu
Seteleah memperhatikan beberapa pendapat para ahli diantaranya (Peter Angeles, A. Cornelius Benjamin, Edward
Madden, dan Ernest Nagel), maka ruang lingkup filsafat ilmu pada dasarnya mencakup dua pokok bahasan utama, yaitu
membahas sifat-sifat pengetahuan ilmiah (epistemologi) dan menelaah cara-cara mengusahakan pengetahuan ilmiah
(metodologi). Sehingga filsafat ilmu pada akhirnya dapat dikelompokkan menjadi dua bagian besar, yaitu sebagai berikut:
1. Filsafat ilmu umum, yang mencakup kajian tentang persoalan kesatuan, keseragaman, serta hubugan di antara
segenap ilmu. Kajian ini terkait dengan masalah hubungan antara ilmu dengan kenyataan, kesatuan
perjenjangan,susunan kenyataan, dan sebagainya.
2. Filsafat ilmu khusus, yaitu kajian filsafat ilmu yang mmbicarakan kategori-kategori serta metode-metode yang
digunakan dalam ilmu-ilmu tertentu atau dalam kelompok-kelompok ilmu tertentu, seperti dalam kelompok ilmu
alam, serta kelompok ilmu kemasyarakatan, kelompok ilmu teknik dan lain sebagainya.

III. Penutup /Kesimpulan


1. Hakekat filsafat
Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang berupaya mengkaji tentang masalah-masalah yang muncul dan
berkenaan dengan segala sesuatu , baik yang sifatnya materi maupun immateri secara sungguh-sungguh guna
1 menemukan hakikat sesuatu yang sebenarnya, mencari prinsip-prinsip kebenaran, serta berpikir secara
rasional logis, mendalam dan bebas, sehingga dapat dimanfaatkan untuk membantu menyelesaikan masalah-
masalah dalam kehidupan manusia.
Objek filsafat adalah segala sesuatu yang ada dan mungkin ada.
2. Hakekat filsafat ilmu
Merupakan cabang dari filsafat yang secara sistematis menelaah sifat dasar ilmu, khususnya mengenai metode,
konsep-konsep, dan peranggapan-peranggapannya, serta letaknya dalam kerangka umum dari cabang-cabang
1 pengetahuan intelektual.
Filsafat ilmu pada dasarnya adalah ilmu yang berbicara tentang ilmu pengetahuan yang kedudukannya di atas
ilmu lainnya.Dalam menyelesaikan kajiannya pada konsep ontologis, secara epistemologis, dan tinjauan ilmu
secara aksiologis.
3. Perbedaan dan Persamaan antara filsafat, Ilmu, dan filsafat ilmu.
Hubungan filsafat dengan ilmu
Dilihat dari hasilnya, filsafat dan ilmu merupakan hasil dari berpikir berpikir manusia secara sadar, sedangkan dilihat dari
segi prosesnya, filsafat dan ilmu menuunjukkan suatu kegiatan yang berusaha untuk memecahkan masalah-masalah
dalam kehidupan manusia (untuk memperoleh kebenaran dan pengertahuan, dengan menggunakan metode-metode
atau prosedur-prosedur tertentu secara sistematis dan kritis.
Filsafat dan ilmu memiliki hubungan saling melengkapi satu sama lain. Perbedaan antara kedua kegiatan manusia itu,
bukan untuk mempertentangkan, melainkan untuk saling mengisi, saling melengkapi, karena pada hakikatnya,
perbedaan itu terjadi disebabkan cara pendekatan yang berbeda. Handerson memberikan gambaran hubungan (dalam
hal ini perbedaan) antara filsafat dan filsafat ilmu sebagai berikut:
Ilmu (science)
Anak filsafat
1. Analitis: memriksa semua gejala melalui unsur terkecilnya untuk memperoleh gambaran senyatanya menurut
bagaian-bagiannya.
2. Menekankan fakta-fakta untuk melukiskan objeknya, netral dan mengabstrakkan factor keinginan dari penilaian
manusia.
3. Memulai sesuatu dengan memakai asumsi-asumsi.
4. Menggunakan metode eksperimen yang terkontrol sebagai cara kerja dan sifat terpenting, menguji sesuatu dengan
menggunakan pengindraan.
Filsafat
Induk Ilmu
1. Sinoptis, memandang dunia dan alam semesta sebagai keseluruhan, untuk dapat menerangkannya,
menafsirkannya dan memahaminya secara keseluruhan.
2. Bukan saja menekankan keadaan yang sebenarnya dari objek itu. Manusia dan Nilai merupakan faktor penting.
3. Memeriksa dan meragukan segala asumsi-asumsi.
4. Menggunakan semua penemuan ilmu pengetahuan, menguji sesuatu berdasarkan pengalaman dengan memakai
pikiran.
Selanjutnya Prof Sikun Pribadi yang dikutip oleh Burhanuddin salam mengemukakan perbedaan antara filsafat dan ilmu
pengetahuan sebagai berikut: jelaslah bahwa perbedaan antara filsafat dan ilmu pengetahuan, ialah bahwa ilmu
pengetahuan bertolak dari dunia fakta, sedangkan filsafat bertolak dari dunia nilai, artinya selalu menghubungkan
masalah dengan makna keseluruhan hidup, walaupun kedua bidang aktivitas manusia itu bersifat kognitif.
Ilmu berhubungan dengan mempersoalkan fakta-fakta yang factual, yang diperoleh dengan eksperimen, observasi, dan
verifikasi, hanya berhubungan sebagian dari aspek kehidupan atau kejadian yang ada di dunia ini, sedangkan
keseluruhan yang bermana mengemukakan perbedaan antara filsafat dan ilmu sebagai berikut.
1. Ilmu berhubungan dengan lapangan yang terbatas, filsafat mencoba menghubungkan dengan keseluruhan
pengalaman, untuk memperoleh suatu pandangan yang lebih komprehenshif tentang sesuatu.
2. Ilmu menggunakan pendeatan analitis dan deskriptip, sedangkan filsafat sintesis dan sinoptis, berhubungan
dengan sifat-sifat dan kualitas alam dan hidup secara keseluruhan.
3. Ilmu menganalisis keseluruhan menjadi bagian-bagian dari organisme yang menjadi organ-orgn. Filsafat mencoba
membedakan sesuatu dalam bentuk sintetis yang menjelaskan dan mencari makna sesuatu secara keseluruhan.
4. Ilmu menghilangkan faktor-faktor pribadi yang subyektif, sedangkan filsafat tertarik kepada personalitas, nilai-nilai
dan semua pengalaman.
5. Ilmu tertarik pada hakikat sesuatu sebagaimana adanya, sedangkan filsafat tidak hanya tertarik pada bagian-
bagian yang nyata melainkan juga kepada kemungkinannya yang ideal dari suatu benda, dan nilai dan maknanya.
6. Ilmu meneliti alam, mengontrol proses alam sedangkan tugas filsafat mengadakan kritik, menilai, dan
mengkoordinasikan tujaun.
7. Ilmu lebih menekankan pada deskripsi hukun-hukum fenomenal dan hubungan kausal. Felsafat tertarik dengan
hal-hal yang berhubungan dengan pertanyaan “why” dan “how”
Titik temu filsafat dan ilmu (persamaan)
1. Banyak ahli filsafat yang termasyhur, telah memberikan sumbangannya dalam pengembangan ilmu pengetahuan,
misalnya Leibniz menemukan “Diferensial Kalkulus”, White head dan Bertrand Russel dengan teori matematikanya
yang terkenal.
2. Filsafat dan ilmu pengetahuan keduanya menggunakan metode-metode reflective thinking didalam menghadapi
fakta-fakta dunia dan hidup ini.
3. Filsafat dan ilmu keduanya menunjukkan sikap kritis dan terbuka, dan memberikan perhatian yang tidak berat
sebelah terhadap kebenaran.
4. Keduanya tertarik terhadap pengetahuan yang terorganisir dan tersusun secara sistematis.
5. Ilmu memberi filsafat sejumlah bahan-bahan deskriptif dan factual serta esensial bagi pemikiran filsafat.
6. Ilmu mengoreksi filsafat dengan jalan menghilangkan sejumlah ide-ide yang bertentangan dengan pengetahuan
yang ilmiah.
7. Filsafat merangkum pengetahuan yang terpotong-potong yang menjadikan bermacam-macam ilmu yang berbeda-
beda, dan menyusun bahan-bahan tersebut ke dalam suatu pandangan tentang hidup dan dunia yang lebih
menyeluruh dan terpadu.
Perbedaan dan persamaan filsafat dengan filsafat ilmu
Filsafat ilmu adalah bagian dari epistemologi (filsafat pengetahuan yang secara spesifik mengkaji hakikat ilmu
(pengetahuan ilmiah), biasa juga dikatakan filsafat ilmu merupakan penerusan pengembangan filsafat pengetahuan.
Hakikat filsafat ilmu dapat dibedakan dengan filsafat, antara lain dapat dibedakan dari tujuannya, filsafat ilmu melakukan
analisis mengenai ilmu pengetahuan dan cara bagaimana ilmu pengetahuan ilmiah itu diperoleh, dan di sisi lain filsafat
bertugas sebagai peletak dasar utama pada setiap ilmu. Dengan memperhatikan batasan-batasan yang tentunya yang
masih banyak belum dicantumkan pada tulisan ini, dapat ditarik benang merah antara filsafat dan filsafat ilmu sebagai
berikut:
1. Filsafat adalah proses berpikir dalam melakukan penyelidikan tentang ciri-ciri pengetahuan ilmiah dan cara-cara
untuk memperolehnya secara benar sampai pada hakikatnya.
2. Filsafat ilmu bukan hanya mempersoalkan gejala-gejala atau fenomena, tetapi yang dicari adalah hakikat dari
suatu fenomena.

Daftar Pustaka
Hasan, Erliana, Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian Ilmu Pemerintahan, (Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia, 2011)
Rizal Mustansyir & Misnal Munir, Filsafat Ilmu, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013)
Salam, Burhanuddin, Pengantar Filsafat, (Jakarta: Bumi Aksara, 2003)
Susanto, A, Filsafat Ilmu, Suatu kajian dalam Dimensi Ontologis Epistemologis, dan Aksiologis, (Jakarta: Bumi Aksara,
2011)
Tafsir , Ahmad, Filsafat Ilmu, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009)

http://eurekaislam.blogspot.com/2016/05/hakikat-filsafat-dan-filsafat-ilmu-dan.html
ASPEK FILSAFAT ILMU
Dosen Pengampu : Prof. Dr. Kasidi Hadiprayitno, M.Hum
Dr. Hari Bakti Mardikantoro, M.Hum.

Makalah ini disusun mahasiswa Pascasarjana Universitas Negeri Semarang


BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perkembangan dan kemajuan peradaban manusia dewasa ini tidak terlepas dari peran ilmu. Bahkan perubahan pola
hidup manusia dari waktu ke waktu sesungguhnya berjalan seiring dengan sejarah kemajuan dan perkembangan ilmu.
Tahap-tahap itu kita menyebut dalam konteks ini sebagai priodesasi sejarah perkembangan ilmu; sejak dari zaman klasik,
zaman pertengahan, zaman modern dan zaman kontemporer.
Pengetahuan (knowlodge atau ilmu) adalah bagian yang esensial-aksiden manusia, karena pengetahuan adalah buah
dari “berfikir”.
Berfikir (atau natiqiyyah) adalah sebagai differentia (atau fashl) yang memisahkan manusia dari sesama genus-nya,
yaitu hewan. Dan sebenarnya kehebatan manusia dan “barangkali” keunggulannya dari spesies-spesies lainnya karena
pengetahuannya. Kemajuan manusia dewasa ini tidak lain karena pengetahuan yang dimilikinya. Lalu apa yang telah dan
ingin diketahui oleh manusia? Bagaimana manusia berpengetahuan? Apa yang ia lakukan dan dengan apa agar memiliki
pengetahuan? Kemudian apakah yang diketahui itu benar? Dan apa yang menjadi tolak ukur kebenaran? Bagaimana
kebenaran itu diaplikasikan?
Sederetan pertanyaan-pertanyaan di atas sebenarnya sederhana sekali karena pertanyaan ini sudah terjawab dengan
sendirinya ketika manusia sudah masuk ke alam realita. Namun ketika masalah-masalah itu diangkat dan dibedah dengan
pisau ilmu, maka akan ada aturan yang harus diperhatiakan dalam mengkajinya melalui landasan-landasan atau dasar-
dasar ilmu, yaitu landasan ontologi, landasan epistemologi, dan landasan aksiologi.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang dapat diajukan adalah sebagai berikut.
Rumusan Masalah
 Apa saja aspek-aspek dalam filsafat ilmu?
 Bagaimana hubungan antar aspek-aspek dalam filsafat ilmu?

BAB II
PEMBAHASAN
2 ASPEK-ASPEK DALAM FILSAFAT ILMU
1. Ontologi
Ontologi merupakan cabang teori hakikat yang membicarakan hakikat sesuatu yang ada. Dari aliran ini muncul
empat macam aliran filsafat, yaitu : (1) aliran Materialisme; (2) aliran Idealisme; (3) aliran Dualisme; (4) aliran Agnoticisme.
Ontologi merupakan salah satu di antara lapangan penyelidikan kefilsafatan yang paling kuno. Awal mula alam pikiran
Yunani telah menunjukan munculnya perenungan di bidang ontologi. Dalam persolan ontologi orang menghadapi persoalan
bagaimanakah kita menerangkan hakikat dari segala yang ada ini? Pertama kali orang dihadapkan pada adanya dua
macam kenyataan. Yang pertama, kenyataan yang berupa materi (kebenaran) dan kedua, kenyataan yang berupa rohani
(kejiwaan).
Pembicaraan tentang hakikat sangatlah luas sekali, yaitu segala yang ada dan yang mungkin adalah realitas; realita adalah
ke-real-an, riil artinya kenyataan yang sebenarnya. Jadi hakikat adalah kenyataan sebenarnya sesuatu, bukan kenyataan
sementara atau keadaan yang menipu, juga bukan kenyataan yang berubah.Pembahasan tentang ontologi sebagai dasar
ilmu berusaha untuk menjawab “apa” yang menurut Aristoteles merupakan The First Philosophy dan merupakan ilmu
mengenai esensi benda. Kata ontologis berasal dari perkataan Yunani; On = being, dan logos = logic. Jadi ontologi adalah
the theory of being qua being ( teori tentang keberadaan sebagai keberadaan). Sedangkan pengertian ontologis menurut
istilah , sebagaimana dikemukakan oleh S. Suriasumantri dalam Pengantar Ilmu dalam Prespektif mengatakan, ontologi
membahas apa yang ingin kita ketahui, seberapa jauh kita ingin tahu, atau dengan perkataan lain, suatu pengkajian
mengenai teori tentang “ada”. Sementara itu, A. Dardiri dalam bukunya Humaniora, filsafat, dan logika mengatakan, ontologi
adalah menyelidiki sifat dasar dari apa yang nyata secara fundamental dan cara yang berbeda di mana entitas dari kategori-
kategori yang logis yang berlainan (objek-objek fisis, hal universal, abstraksi) dapat dikatakan ada; dalam kerangka
tradisional ontologi dianggap sebagai teori mengenai prinsip-prinsip umum dari hal ada, sedangkan dalam hal
pemakaiannya akhir-akhir ini ontologi dipandang sebagai teori mengenai apa yang ada.
Ontologi pertama kali diperkenalkan oleh Rudolf Goclenius pada tahun 1636 M. Untuk menamai teori tentang hakikat yang
ada yang bersifat metafisis. Dalam perkembangannya Christian Wolff (1679-1754 M) membagi metafisika menjadi dua,
yaitu metafisika umum dan metafisika khusus. Metrafisika umum dimaksudkan sebagai istilah lain dari ontologi.
Dengan demikian, metafisika umum atau ontologi adalah cabang filsafat yang membicarakan prinsip paling dasar atau
paling dalam dari segala sesuatu yang ada. Sedang metafisika khusus masih dibagi lagi menjadi kosmologi, psikologi, dan
teologi. Kosmologi adalah cabang filsafat yang secara khusus membicarakan tentang alam semesta. Psikologi adalah
cabang filsafat yang secara khusus membicarakan tentang jiwa manusia. Teologi adalah cabang filsafat yang secara
khusus membicarakan Tuhan.
2. Epistemologi
Epistemologi juga disebut teori pengetahuan (theori of knowledge). Secara etomologi, istilah etomologi berasal dari kata
Yunani episteme = pengetahuan dan logos = teori. Epistemologi dapat didefinisikan sebagai cabang filsafat yang
mempelajari asal mula atau sumber, struktur, metode dan syahnya (validitas) pengetahuan. Dalam metafisika,
pertanyaan pokoknya adalah “apakah ada itu?”, sedangkan dalam epistemologi pertanyaan pokoknya adalah “apa yang
dapat saya ketahui?”
Persoalan-persoalan dalam epistemologi adalah:
 Bagaimanakah manusia dapat mengetahui sesuatu?
 Dari mana pengtahuan itu dapat diperoleh?
 Bagaimanakah validitas pengetahuan itu dapat dinilai?
Apa perbedaan antara pengetahuan a priori (pengetahuan pra pengalaman) dengan pengetahuan a posteriori
(pengetahuan purna pengalaman).
Epistemologi meliputi sumber, sarana, dan tatacara menggunakan sarana tersebut untuk mencapai pengetahuan (ilmiah).
Perbedaan mengenai pilihan landasan ontologik akan dengan sendirinya mengakibatkan perbedaan dalam menentukan
sarana yang akan kita pilih. Akal (Verstand), akal budi (Vernunft), pengalaman, atau kombinasi antara akal dan
pengalaman, intuisi, merupakan sarana yang dimaksud dengan epistemologik, sehingga dikenal dengan adanya model-
model epiostemologik seperti: rasionalisme, empirisme, kritisisme atau rasinalisme kritis, positivisme, fenomonologis
dengan berbagai variasinya. Pengetahuan yang diperoleh oleh manusia melalui akal, indera, dan lain-lain mempunyai
metode tersendiri dalam teori pengetahuan, di antaranya adalah:
Metode Induktif
Induksi yaitu suatu metode yang menyimpulkan pernyataan-pernyatan hasil observasi disimpulkan dalam suatu pernyataan
yang lebih umum. Yang bertolak dari pernyataan-pernyataan tunggal sampai pada pernyataan-pernyataan universal.Dalam
induksi, setelah diperoleh pengetahuan, maka akan dipergunakan hal-hal lain, seperti ilmu mengajarkan kita bahwa kalau
logam dipanasi, ia mengembang, bertolak dari teori ini kita akan tahu bahwa logam lain yang kalau dipanasi juga akan
mengembang.
Metode Deduktif
Deduksi ialah suatu metode yang menyimpulkan bahwa data-data empirik diolah lebih lanjut dalam suatu sistem pernyataan
yang runtut. Hal-hal yang harus ada dalam metode deduktif ialah adanya perbandingan logis antara kesimpulan-kesimpulan
itu sendiri. Ada penyelidikan bentuk logis teori itu dengan tujuan apakah teori tersebut mempunyai sifat empiris atau ilmiah,
ada perbandingan dengan teori-teori lain dan ada pengujian teori dengan jalan menerapkan secara empiris kesimpulan-
kesimpulan yang bisa ditarik dari teori tersebut.
Metode Positivisme
Metode ini dikeluarkan oleh August Comte (1798-1857). Metode ini berpangkal dari apa yang telah diketahui, yang faktual,
yang positif. Ia mengenyampingkan segala uraian/persoalan di luar yang ada sebagai fakta. Oleh karena itu, iamenolak
metafisika. Apa yang diketahui secara positif, adalah segala yang tampak dan segala gejala. Dengan demikian metode ini
dalam bidang filsafat dan ilmu pengetahuan dibatasi kepada bidang gejala-gejala saja.
Metode Kontemplatif
Metode ini mengatakan adanya keterbatasan indera dan akal manusia untuk memperoleh pengetahuan, sehingga objek
yang dihasilkan pun akan berbeda-beda harusnya dikembangkan sutu kemampuanakal yang disebut dengan intuisi.
Pengetahuan yang diperoleh lewat intuisi ini bisa diperoleh dengan cara berkontemplasi seperti yang dilakukan oleh Al-
Ghazali.
Metode Dialektis
Dalam filsafat, dialektika mula-mula berarti metode tanya jawab untuk mencapai kejernihan filsafat. Metode ini diajarkan
oleh Socrates. Namun Plato mengartikannya diskusi logika. Kini dialektika berarti tahap logika, yang mengajarkan kaidah-
kaidah dan metode-metode penuturan, juga analisis sistematik tentang ide-ide untuk mencapai apa yang terkandung dalam
pandangan.
Dalam aspek epistemologi ini terdapat beberapa logika, yaitu: analogi, silogisme, premis mayor, dan premis minor.
Analogi, analogi dalam ilmu bahasa adalah persamaan antar bentuk yang menjadi dasar terjadinya bentuk-bentuk yang lain.
Silogisme, silogisme adalah penarikan kesimpulan konklusi secara deduktif tidak langsung, yang konklusinya ditarik dari
premis yang disediakan sekaligus.
Premis Mayor, premis mayor bersifat umum yang berisi tentang pengetahuan, kebenaran, dan kepastian.
Premis Minor, premis minor bersifat spesifik yang berisi sebuah struktur berpikir dan dalil-dalilnya.
3. Aksiologi
Pengertian aksiologi berasal dari perkataan axios (Yunani) yang berarti nilai dan logos yang berarti teori. Jadi aksiologi
adalah “Teori tentang nilai”. Nilai yang dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai
pertimbangan tentang apa yang dinilai. Teori tentang nilai yang dalam filsafat mengacu pada permasalahan etika dan
estetika.
Makna “etika” dipakai dalam dua bentuk arti, pertama, etika merupakan suatu kumpulan pengetahuan mengenai penilaian
terhadap perbuatan-perbuatan manusia. Arti kedua, merupakan suatu predikat yang dipakai untuk membedakan hal-hal,
perbuatan-perbuatan, atau manusia-manusia lain. Objek formal etika meliputi norma-norma kesusilaan manusia, dan
mempelajari tingkah laku manusia baik buruk. Sedangkan estetika berkaitan denganj nilai tentang pengalaman keindahan
yang dimiliki oleh manusia terhadap lingkungan dan fenomena di sekelilingnya. Nilai itu objektif ataukah subjektif adalah
sangat tergantung dari hasil pandangan yang muncul dari filsafat. Nilai akan menjadi subjektif, apabila subjek sangat
berperan dalam segala hal, kesadaran manusia menjadi tolak ukur segalanya; atau eksistensinya, maknanya dan
validitasnya tergantung pada reaksi subjek yang melakukan penilaian tanpa mempertimbangkan apakah ini bersifat psikis
atau fisis. Dengan demikian, nilai subjektif akan selalu memperhatikan berbagai pandangan yang dimilki akal budi manusia,
seperti perasaan, intelektualitas, dan hasil nilai subjektif selalu akan mengarah kepada suka atau tidak suka, senang atau
tidak senang. Nilai itu objektif, jika ia tidak tergantung pada subjek atau kesadaran yang menilai. Nilai objektif muncul
karena adanya pandangan dalam filsafat tentang objektivisme. Objektivisme ini beranggapan pada tolak ukur suatu
gagasan berada pada objeknya, sesuatu yang memiliki kadar secara realitas benar-benar ada.
Nilai dalam ilmu pengetahuan. Seorang ilmuwan harus bebas dalam menentukan topik penelitiannya, bebas melakukan
eksperimen-eksperimen. Kebebasan inilah yang nantinya akan dapat mengukur kualitas kemampuannya. Ketika seorang
ilmuwan bekerja, dia hanya tertuju pada kerja proses ilmiah dan tujuan agar penelitiannya berhasil dengan baik. Nilai
objektif hanya menjadi tujuan utamanya, dia tidak mau terikat dengan nilai-nilai subjektif, seperti; agama, adat istiadat.
Tetapi perlu disadari setiap penemuan ilmu pengetahuan bisa berdampak positif dan negatif. Dalam hal ini ilmuwan terbagi
dua golongan pendapat. Golongan pertama berpendapat mengenai kenetralan ilmu. Ilmuwan hanyalah menemukan
pengetahuan dan terserah kepada orang lain untuk menggunakannya. Golongan kedua berpendapat bahwa netralitas ilmu
terhadap nilai-nilai hanyalah terbatas pada metafisik keilmuan, sedangkan dalam penggunaannya haruslah berlandaskan
nilai-nilai moral, sebagai ukuran kepatutannya.

Hubungan Antara Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi Dalam Filsafat Ilmu


Istilah ilmu sudah sangat populer, tetapi seringkali banyak orang memberikan gambaran yang tidak tepat mengenai hakikat
ilmu. Terlebih lagi bila pengertian ini dikaitkan dengan berbagai aspek dalam suatu kegiatan keilmuan, misalnya
matematika, logika, penelitian dan sebagainya. Apakah bedanya ilmu pengetahuan [science] dengan pengetahuan
[knowledge] ? Apakah karakter ilmu ? apakah keguanaan ilmu ? Apakah perbedaan ilmu alam dengan ilmu sosial ? apakah
peranan logika ? Dimanakah letak pentingnya penelitian ? apakah yang disebut metode penelitian? Apakah fungsi bahasa ?
Apakah hubungan etika dengan ilmu. Manusia berfikir karena sedang menghadapi masalah, masalah inilah yang
menyebabkan manusia memusatkan perhatian dan tenggelam dalam berpikir untuk dapat menjawab dan mengatasi
masalah tersebut, dari masalah yang paling sumir/ringan hingga masalah yang sangat "Sophisticated"/sangat muskil.

BAB III
PENUTUP
SIMPULAN
Kegiatan berpikir manusia merupakan serangkaian gerak pemikiran tertentu yang akhirnya sampai pada sebuah
kesimpulan yang berupa pengetahuan [knowledge]. Manusia dalam berpikir mempergunakan lambang yang merupakan
abstraksi dari obyek. Lambang-lambang yang dimaksud adalah "Bahasa" dan "Matematika". Meskipun nampak banyaknya
serta aneka ragamnya buah pemikiran itu namun pada hakikatnya upaya manusia untuk memperoleh pengetahuan
didasarkan pada tiga landasan pokok yakni : Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi.

DAFTAR PUSTAKA
Hakim, Atang. A., dan Beni Ahmad Saebani. 2008. Filsafat Umum dari Mitologi Sampai Teofilosofi Cetakan Pertama.
Bandung: CV Pustaka Setia.
Suriasumantri, Jujun. S. 2010. Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer Cetakan Kedua Puluh Dua. Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan.
http://saranghaeindonesia.wordpress.com/2012/03/29/filsafat-aspek-ontologi-epistemologi-dan-aksiologi-
ilmu/ http://yoroelz09.blogspot.com/2013/06/filsafat-aspek-ontologi-epistemologi.html
http://histudycentre.blogspot.com/2014/05/aspek-filsafat-ilmu.html

Inti dari kajian filsafat ilmu adalah membahas tiga aspek yaitu ontologi, epistimologi, dan aksiologi. Berikut ini
2 penjelasan singkat dari tiga aspek tersebut beserta contohnya dalam mata pelajaran pendidikan agama islam.
Ontologi antara lain membahas objek sains, macam-macam pengetahuan, dan struktur sains. Ontologi merupakan
ilmu yang membahas tentang hakikat yang ada dengan berdasarkan logika semata.
Contoh: dalam pelajaran pendidikan agama islam, membahas tentang berbagai macam pengetahuan, diantaranya adalah
bagaimana sikap murid terhadap guru, sikap guru terhadap murid, sikap murid dan guru terhadap ilmu pengetahuan,
perkembangan Tarekat, Qadariyah wa Naqsabandiyah, dan lain-lain.
Epistimologi antara lain membahas sumber pengetahuan manusia, metode memperoleh pengetahuan, dan ukuran
kebenaran dalam sains.
contoh: pembahasan dalam mata pelajaran pendidikan agama islam merupakan pelajaran yang di ambil dari Al-Qur'an dan
kitab-kitab lainnya sesuai pengetahuan yang ada. Sebagaimana pada pembahasan sikap terhadap guru, itu juga sudah
banyak di terangkan pada kitab ta'limul muta'alim dan kitab-kitab lain mengenai adab (sopan santun).
Aksiologi membahas soal nilai dalam sains, dalam arti apakah sains itu harus netral (bebas nilai) atau harus terikat
oleh norma baik agama ataupun filsafat.
Contoh: dalam mata pelajaran pendidikan agama islam membahas tentang sesuatu hal yang dilakukan dalam kehidupan
sehari-hari, seperti halnya bagaimana kita harus bersikap baik terhadap lingkungan, bagaimana sikap kita (murid) terhadap
guru, semua itu termasuk etika yang harus dijaga dengan baik, juga merupakan norma kesusilaan dan norma agama.
https://www.kompasiana.com/dellaadzakia/5a537033cf01b4124367c072/tiga-aspek-kajian-filsafat
Syarat Pengetahuan menjadi Ilmu pengetahuan
3 Pengetahuan adalah segala sesuatu yang dialami atau yang terjadi dalam kehidupan sehari - hari seseorang. Misalnya
,kelaparan ,kedinginan ,kekeringan. Itulah yang disebut sebagai pengetahuan, syarat syarat pengetahuan untuk disebut
sebagai ilmu pengetahuan :
1. Sistematis
Sistematis maksudnya adalah mempunyai bentuk susunan dan aturan permainan yang jelas secara berurutan antara satu
dengan yang lain.
Misalnya suatu susunan coordinator suatu acara pernikahan atau suatu susunan struktur organisasi.
2. Logis
Logis adalah suatu cara penjelasan yang dapat dicerna oleh akal sehat atau masuk akal dan mungkin ada. Misalnya
“mengapa air di sungai mengering?” “karena musim kemarau” penjelasan tersebut masih bisa masuk akal dan logis, tetapi
jika jawabannya “karena setan yang meminumnya” maka penjelasan tersebut akan sangat sulit untuk diterima akal sehat,
sehingga penjelasan tersebut tidak logis.
3. Objektif
Objektif diberi pengertian bahwa kebenaran melekat pada bendanya dan bukan pada orang yang menilainya. Misalnya,
seseorang mengukur berat 1 ember air seberat 1 kg, sedangkan jika orang lain mengukur benda tadi juga maka akan
didapatkan hasil yang sama. Kebenaran tersebutlah yang disebut sebagai Kebenaran yang objektif.
Berbeda dengan subjektif ,yang kebenarannya berdasarkan penilaian seseorang. Misalnya Ani menilai Bani sangat tampan
tetapi Cindy menilai Bani tidak terlalu tampan. Sehingga penilaian tentang Bani bersifat subjektif, karena semua
kebenarannya tegantung orang yang menilainya.
4. Prediktif
Berarti memiliki kemampunan untuk memperkirakan atau memprediksi kejadian yang akan datang di kemudian hari.
Prediksi didalam ilmu pengetahuan adalah prediksi yang di dasarka data yang dapat di percaya kebenarannya. Ilmu
pengetahuan mempunyai kemampuan untuk memprediksi waktu yang akan datang. Misalnya, prakiraan cuaca dari BMKG
untuk wilayah Indonesia.

KUIS FILSAFAT ILMU


Drs. SUHARI, M.Pd:
4 1.Dalam rangka pengembangan ilmu, sebaiknya ilmu itu ‘terikat nilai’ atau ‘bebas nilai’ ? Berikan alasan Saudara.
Filsafat ilmu adalah sejarah perkembangan ilmu dan teknologi, hakekat dan sumber pengetahuan serta kreteria
kebenaran. Disamping itu, filsafat ilmu juga membahas persoalan objek, metode dan tujuan ilmu yang tidak kala pentingnya
adalah sarana ilmiah. Filsafat ilmu memberi spirit bagi perkembangan dan kemajuan ilmu dan sekaligus nilai-nilai moral
yang terkandung pada setiap ilmu, baik pada tatanan ontologis, epistimologis, maupun aksiologis yang dalam hal ini penulis
menempatkan filsafat ilmu dalam Islamisasi ilmu pengetahuan terletak pada dataran aksiologinya. Yaitu agama sebagai
pemberi nilai terhadap ilmu pengetahuan.
Filsafat ilmu dan Islamisasi ilmu pengetahuan memberikan wawasan yang lebih luas bagi penuntut ilmu untuk melihat
sesuatu itu tidak hanya dari jendela ilmu masing-masing. Ada banyak jendela yang tersedia, ketika melihat sudut pandang
sesuatu, karena itu, tidak boleh arogansi dalam sebuah disiplin ilmu karena arogansi adalah pertanda bahwa tidak kreatif
lagi dan cepat merasa puas.
Diharapkan perkembangan ilmu yang begitu sepektakuler di satu sisi dan nilai-nilai agama yang statis dan
universal disisi lain dapat dijadikan arah dalam menentukan perkembangan ilmu selanjutnya. Sebab, tanpa adanya
bimbingan agama terhadap ilmu dikhawatirkan kehebatan ilmu dan teknologi tidak semakin mensejahterahkan
manusia, tetapi justru merusak dan bahkan menghancurkan kehidupan mereka.
Demikianlah pembahasan kedudukan filsafat ilmu dalam Islamisasi ilmu pengetahuan yang dapat penulis sajikan, mudah-
mudahan mampu mengguga kita untuk terus mencari, bertualang di dunia ilmu.
http://klastertimur.blogspot.com/2013/04/latihan-soal-dan-jawaban-filsafat-ilmu.html
PENGERTIAN PENALARAN, DEDUKTIF, DAN INDUKTIF BESERTA CONTOH DAN CIRI-CIRINYA

1. Pengertian Penalaran
Penalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera(pengamatan empirik) yang menghasilkan sejumlah
konsep dan pengertian. Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga akan terbentuk proposisi – proposisi yang sejenis,
berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau dianggap benar, orang menyimpulkan sebuah proposisi baru yang
sebelumnya tidak diketahui. Proses inilah yang disebut menalar. Ada dua jenis metode dalam menalar
yaitu deduktif dan induktif.
6 2. Penalaran Deduktif
adalah proses penalaran untuk menarik kesimpulan berupa prinsip atau sikap yang berlaku khusus berdasarkan atas fakta-
fakta yang bersifat umum. Proses penalaran ini disebut Deduksi. Kesimpulan deduktif dibentuk dengan cara deduksi. Yakni
dimulai dari hal-hal umum, menuku kepada hal-hal yang khusus atau hal-hal yang lebih rendah proses pembentukan
kesimpulan deduktif tersebut dapat dimulai dari suatu dalil atau hukum menuju kepada hal-hal yang kongkrit. Contoh :
Masyarakat Indonesia konsumtif (umum) dikarenakan adanya perubahan arti sebuah kesuksesan (khusus) dan kegiatan
imitasi (khusus) dari media-media hiburan yang menampilkan gaya hidup konsumtif sebagai prestasi sosial dan penanda
status social.
· Macam-macam Penalaran Deduktif
Macam-macam penalaran deduktif diantaranya :
a. Silogisme
Silogisme adalah suatu proses penarikan kesimpulan secara deduktif. Silogisme disusun dari dua proposi (pernyataan) dan
sebuah konklusi (kesimpulan). Dengan fakta lain bahwa silogisme adalah rangkaian 3 buah pendapat, yang terdiri dari 2
pendapat dan 1 kesimpulan.
b. Entimen
Entimen adalah penalaran deduksi secara langsung. Dan dapat dikatakan pula silogisme premisnya dihilangkan atau tidak
diucapkan karena sudah sama-sama diketahui.
3. Penalaran Induktif
6 · Pengertian Penalaran Induktif
Penalaran induktif adalah proses penalaran untuk menarik kesimpulan berupa prinsip atau sikap yang berlaku umum
berdasarkan fakta – fakta yang bersifat khusus, prosesnya disebut Induksi. Penalaran induktif tekait dengan empirisme.
Secara impirisme, ilmu memisahkan antara semua pengetahuan yang sesuai fakta dan yang tidak. Sebelum teruji secara
empiris, semua penjelasan yang diajukan hanyalah bersifat sementara. Penalaran induktif ini berpangkal pada empiris
untuk menyusun suatu penjelasan umum, teori atau kaedah yang berlaku umum.
Contoh :
Sejak suaminya meninggal dunia dua tahun yang lalu, Ny. Ahmad sering sakit. Setiap bulan ia pergi ke dokter
memeriksakan sakitnya. Harta peninggalan suaminya semakin menipis untuk membeli obat dan biaya
pemeriksaan, serta untuk biya hidup sehari-hari bersama tiga orang anaknya yang masih sekolah. Anaknya yang
tertua dan adiknya masih kuliah di sebuah perguruan tinggi swasta, sedangkan yang nomor tiga masih duduk di
bangku SMA. Sungguh (kata kunci) berat beban hidupnya. (Ide pokok)
· Macam-macam Penalaran Induktif
Macam-macam penalaran induktif diantaranya :
1. Generalisasi
Generalisasi adalah pernyataan yang berlaku umum untuk semua atau sebagian besar gejala yang diminati generalisasi
mencakup ciri – ciri esensial, bukan rincian. Dalam pengembangan karangan, generalisasi dibuktikan dengan fakta, contoh,
data statistik, dan lain-lain.
Contoh generalisasi adalah setelah di adakan peninjauan dan penelitian lebih seksama, ternyata di kawasan bandung
terdapat sekurang – kurangnya lima buah obyek wisata. Di kawasan Garu tempat obyek wisata, di kawasan tasikmalaya
dan ciamis terdapat sekurang – kurangnya enam buah obyek wisata. Di daerah lain seperti suka bumi, banten, danyang
lainnya juga terdapat obyek wisata. Dapat di katakan bahwa daerah jawa baratmemang kaya dengan obyek wisata.
Macam-macam generalisasi:
a. Generalisasi sempurna
Adalah generalisasi dimana seluruh fenomena yang menjadi dasar penimpulan diselidiki. Generalisasi macam ini
memberikan kesimpilan amat kuat dan tidak dapat diserang. Tetapi tetap saja yang belum diselidiki.
b. Generalisasi tidak sempurna
Adalah generalisasi berdasarkan sebagian fenomena untuk mendapatkan kesimpulan yang berlaku bagi fenomena sejenis
yang belum diselidiki.
A.Ciri-ciri paragraf berpola deduktif
Penalaran deduktif adalah proses penalaran yang bertolak dari peristiwa-peristiwa yang sifatnya umum menuju pernyataan
khusus. Apabila diidentifikasisecara terperinci, paragraf berpola deduktif memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1) Letak kalimat utama di awal paragraf
2) Diawali dengan pernyataan umum disusul dengan uraian atau penjelasan khusus
3) Diakhiri dengan penjelasan
Contohnya:
Setiap individu bersifat unik. Artinya, ia memiliki perbedaandengan yang lain. Perbedaan itu bermacam-macam,
mulaidari perbedaan fisik, pola berpikir, dan cara merespons ataumempelajari hal yang baru. Dalam hal ini,
misalnya dalammenyerap pelajaran, ada individu yang cepat dan ada yanglambat.
B. Ciri-ciri paragraf berpola induktif
Penalaran induktif adalah proses penalaran yang bertolak dari peristiwa-peristiwa yang sifatnya khusus menuju pernyataan
umum. Apabila diidentifikasi secara terperinci, paragraf berpola induktif memiliki ciri-cirisebagai berikut :
1) Letak kalimat utama di akhir paragraf
2) Diawali dengan uraian/penjelasan bersifat khusus dan diakhiri denganpernyataan umum
3) Paragraf induktif diakhiri dengan kesimpulan
Contoh:
Tidak sedikit para pelajar yang memiliki penyakit malasmembaca. Banyak ilmu yang tidak tergali oleh mereka.
Merekahanya mengandalkan peran guru dalam menerima ilmu. Kondisitersebut sungguh memprihatinkan. Minat
baca buku di kalanganpelajar masih rendah.Berdasarkan paragraf tersebut, dapat dijelaskan sebagai berikut.

http://lullymemangiseng.blogspot.com/2013/03/pengertian-penalaran-deduktif-dan.html

DEFINISI PENALARAN DAN CONTOHNYA


PENALARAN
Penalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (pengamatan empirik) yang menghasilkan
sejumlah konsep dan pengertian. Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga akan terbentuk proposisi – proposisi yang
sejenis, berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau dianggap benar, orang menyimpulkan sebuah proposisi baru
yang sebelumnya tidak diketahui. Proses inilah yang disebut menalar. Dalam penalaran, proposisi yang dijadikan dasar
penyimpulan disebut dengan premis (antesedens) dan hasil kesimpulannya disebut dengan konklusi (consequence).
Macam-macam Penalaran, Penalaran ada dua jenis yaitu :
INDUKTIF
6 induktif adalah hal khusus menuju hal umum. Ya itu kuncinya “dari yang khusus menuju yang umum. Bila diuraikan, jangan
terpatok pada gaya definisi seseorang, coba uraikan sendiri definisi paragraf induktif dengan kata kunci “dari khusus ke
umum” tadi. Atau kalau memang malas menguraikan, mari lihat definisi berikut;
Paragraf Induktif adalah paragraf yang dimulai dengan menyebutkan peristiwa-peristiwa yang khusus, untuk menuju kepada
kesimpulan umum, yang mencakup semua peristiwa khusus di atas.
Masih kurang puas dengan definisi tersebut? Baiklah karena definisi yang baik disertai dengan batasan dan ciri-cirinya. Kita
uraikan ciri-cirinya. Ciri-ciri paragraf induktif dapat diketahui dengan melihat atau membuat sebuah paragraf. Apabila dalam
paragraf itu mula-mula menyebutkan peristiwa khusus dan diakhiri dengan kesimpulan berdasar peristiwa khusus tersebut,
maka bisa dipastikan anda sedang membaca atau membuat paragraf induktif.
Ingin paragraf diatas dibuat terpisah dalam bentuk item ciri-ciri, agar lebih mudah difahami? Oke, berikut ciri-ciri paragrad
induktif dalam bentuk list:
Ciri-ciri Paragraf Induktif
 Terlebih dahulu menyebutkan peristiwa-peristiwa khusus
 Kemudian, menarik kesimpulan berdasarkan peristiwa-peristiwa khusus
 Kesimpulan terdapat di akhir paragraf
 Menemukan Kalimat Utama, Gagasan Utama, Kalimat Penjelas
 Kalimat utama paragraf induktif terletak di akhir paragraf
 Gagasan Utama terdapat pada kalimat utama
 Kalimat penjelas terletak sebelum kalimat utama, yakni yang mengungkapkan peristiwa-peristiwa khusus
 Kalimat penjelas merupakan kalimat yang mendukung gagasa utama
CONTOH :
-Harimau berdaun telinga berkembang biak dengan melahirkan
-Ikan Paus berdaun telinga berkembang biak dengan melahirkan
kesimpulan —> Semua hewan yang berdaun telinga berkembang biak dengan melahirkan
DEDUKTIF
6 deduktif adalah contoh suatu paragraf yang dibentuk dari suatu masalah yang bersifat umum, lebih luas. Setelah itu ditarik
kesimpulan menjadi suatu masalah yang bersifat khusus atau lebih spesifik. Atau juga dapat diartikan, suatu paragraf yang
kalimat utamanya berada di depan paragraf kemudian diikuti oleh kalimat penjelas.
Contoh :
Beberapa tips belajar menjelang Ujian Akhir Nasional. Jangan pernah belajar “dadakan”. Artinya belajar sehari sebelum
ujian. Belajarlah muai dari sekarang. Belajar akan efektif kalau belajar kumpulan soal. Hal ini dapat dilakukan dengan cara
menjawab soal-soal di buku kumpulan soal. Mencocokannya, lalu menilainya. Barulah materi yang tidak dikuasai dicari di
buku.
Kalimat utama dari paragraph adalah kalimat yang di garis bawahi, dan kalimat itu berada depan paragraf sesuai dengan
ciri-ciri dari paragraph deduktif
KESESATAN PENALARAN (FALLACY)
A. Pengertian
Kesesatan adalah kesalahan yang terjadi dalam aktivitas berpikir karena penyalahgunaan bahasa (verbal) dan/atau
relevansi (materi). Kesesatan (fallacia, fallacy) merupakan bagian dari logika yang mempelajari beberapa jenis kesesatan
penalaran sebagai lawan dari argumentasi logis. Kesesatan karena ketidaktepatan bahasa antara lain disebabkan oleh
pemilihan terminologi yang salah sedangkan ketidaktepatan relevansi bisa disebabkan oleh (1) pemilihan premis yang tidak
tepat (membuat premis dari proposisi yang salah), atau (2) proses penyimpulan premis yang tidak tepat (premisnya tidak
berhubungan dengan kesimpulan yang akan dicari).
Perlu diperhatikan bahwa pelanggaran terhadap prinsip-prinsip logis menyebabkan terjadinya kesesatan atau kesalahan
dalam penalaran. Kesesatan adalah suatu penalaran yang salah yang kelihahtan memiliki kebenaran. Kesesatan adalah
suatu argumen yang tidak logis, yang menyesatkan, yang memperdaya.
Suatu kesesatan yang dilakukan dengan maksud memperdayai disebut sofism (sophism). Jika kesesatan dipakai karena
ketidaktahuan tentang peraturan-peraturan penalaran, hal itu disebut paralogisme.
Logika lahir salah satunya berusaha mencoba membantah pikiran-pikiran lain dengan cara menunjukan kesesatan
penalarannya. Kesesatan penalaran ini ada yang disengaja ada pula yang tidak disengaja. Kesesatan yang tidak disengaja
muncul sebagai bukti bahwa kemampuan berpikir manusia terbatas, atau karena ketidaksadaran pelaku itu. Istilah
kesesatan merupakan terjemahan dari fallacia atau fallacy.
Dalam percakapan sehari-hari, kita sering mendengar ujaran – yang kalau dihayati secara logis – ternyata tidak benar atau
menyesatkan. Kesesatan berlogika ini bukan disebabkan oleh kesalahan data atau fakta, melainkan kesalahan dalam
mengambil konklusi. Konklusi yang diambil bukan atas dasar logika atau penalaran yang sehat. Contoh pernyataan yang
menyesatkan, “Bertani itu menyehatkan, oleh karena itu, setiap petani pasti sehat”.
Berdasarkan paparan di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa kesesatan merpakan suatu akibat pengambilan konklusi
yang bertentangan dengan pikiran yang logis. Soekadijo menyebutkan bahwa kesesatan dalam penalaran dapat terjadi
karena yang sesat itu disebabkan oleh beberapa hal yang tampaknya masuk akal. Jika seeorang mengemukakan sebuah
penalaran yang sesat dan dia sendiri tidak melihatnya sebagai sesuatu kesesatan, maka penalaran sasat seperti itu disebut
paralogis. Sebaliknya, jika penalaran yang sesat itu sengaja dilakukan untuk menyesatkan orang lain disebut sofisme.
Ada dua macam kesesatan, yaitu kesesatan formal dan kesesatan informal. Kesesatan formal adalah kesalah yang terjadi
akibat pelanggaran terhadap peraturan-peraturan definisi, pembagian, konversi, obversi, silogisme kategoris dan silogisme
hipotetis. Adapun kesesatan informal atau kesesatan material adalah kesesatan yang terjadi akibat kekacauan konotasi
atau denotasi term-term yang dipakai karena asumsi-asumsi yang salah tentang fakta, atau karena ketidaktahuan tentang
masalah yang ada.
B. Kesesatan karena Bahasa
Bahasa pada dasarnya merupakan seperangkat kaidah atau sistem. Sebuah bahasa pada hakikatnya unik. Tidak ada
dua bahasa yang memiliki sistem yang persis, betapa pun dekatnya rumpun atau kerabat bahasa tersebut. Namun,
kesamaan yang utama adalah bahwa bahasa pada prinsipnya sebagai alat komunikasi yang terdiri atas lapisan fonem,
morfem, kata, frasa, klausa, kalimat dan terbesar wacana. Satuan terkecil bahasa yang mampu mewadahi konsep secara
lengkap sebenarnya kalimat. Dengan kalimatlah kita dapat menuangkan ide, pikiran, perasaan, kehendak atau hayal
sehingga dapat dipahami oleh orang lain. Namun satuan kita dapat dijadikan lambang sebuah konsep.
Kata-kata dalam bahasa dapat mempunyai makna yang berbeda-beda. Sebuah kata dapat saja mempunyai makna
sebanyak lima buah jika digunakan dalam lima kalimat. Oleh karena itu, makna sebuah kata yang sebenarnya terdapat
dalam sebuah kalimat. Namun dalam kalimat sendiri, kadang-kadang kita dapat menginterpretasikan makna lebih dari satu.
Tentu saja, semua ini akan dapat menimbulkan kesesatan.
Dalam buku Drs. Surajiyo, dkk. Dasar-Dasar Logika, kesesatan karena bahasa dapat dibedakan atas: 1) kesesatan
karena term ekuivokal, 2) kesesatan karena aksen atau tekanan, 3) kesesatan karena arti kiasan, dan 4) kesesatan karena
amfiboli .Sedangkan dalam buku Drs.Munduri dan Rafael Raga Maran, kesesatan karena bahasa dapat dibedakan atas: 1)
kesesatan karena term ekuivokal, 2) kesesatan karena tekanan, 3) kesesatan karena komposisi, 4) kesesatan
divisi/pembagian, dan 5) kesesatan karena amfiboli.
1) Kesesatan karena term ekuivokal (Fallacy of Equivocation )
Term ekuivokal yaitu term yang dialmbangkan oleh kata yang memiliki struktur fonologis yang sama tetapi mempunyai
makna yang berbeda. Jika dalam suatu penalaran terjadi pergantian makna dari term yang sama, maka akan menimbulkan
kesesatan penalaran.
Contoh: (1) Abadi adalah sifat Allah
(2) Adam adalah mahasiswa abadi
Jadi Adam adalah mahasiswa yang memiliki sifat Allah.
2) Kesesatan karena tekanan (Fallacy of Accent)
Maksudnya, sebuah term apabila diucapkan dengan tekanan yang berbeda, maka maknanya pun akan berbeda. Hal seperti
ini dapat dilihat dalam bebebrapa bahasa Barat, misalnya bahasa Inggris dan Belanda. Apabila tekanan keras pada suatu
bagian (segmen) sebah kata dipindahkan ke bagian lain, maka makna kata itu akan berubah.
Contohnya:
refuse = sampah
refuse = menolak (Inggris)
doorlopen = berjalan terus
doorlopen = menjalani (belanda)
Dalam bahasa Indonesia tidak ada tekanan yang berfungsi untuk membedakan makna. Namun ada pula bentuk-bentuk
yang memiliki struktur fonologis yang sama tetapi merupakan dua buah kata yang berbeda.
Contoh: (1a) Dia itu beruang (ber-u-ang)
(1b) Dia itu beruang (be-ru-ang)
(2a) Amir sedang memetik jambu monyet
(2b) Amir sedang memetik jambu/monyet (tanda / sebagai jeda)
3) Kesesatan karena komposisi (Fallacy of Composition)
Kekeliruan berfikir karena menetapkan sifat yang ada pada bagian untuk menyifati keseluruhannya.
Contoh:
*Setiap kapal perang telah siap tempur, maka keseluruhan angkatan laut negara itu sudah siap tempur.
*Mur ini sangat ringan, karena itu mesinnya tentu ringan juga.
4) Kesesatan karena pembagian (Fallacy of Division)
Kekeliruan berfikir karena menetapkan sifat yang ada pada keseluruhannya, maka demikian juga setiap bagiannya.
Contoh: *Kompleks ini dibangun di atas tanah yang luas, tentulah kamar-kamar tidurnya juga luas.
*Di perguruan tinggi para mahasiswa belajar hukum, ekonomi, filsafat, sastra, teknik, kedokteran, karena itu setiap
mahasiwa tentulah mempelajari semua ilmu-ilmu tersebut.
5) Kesesatan karena Amfiboli (Fallacy of Amphiboly)
Amfiboli akan terjadi jika sebuah struktur kalimat mempunyai makna ganda atau bercabang. Perbedaan penfsiran itu karena
aksen atau jeda, tetapi karena pembicara atau penulis membuat kalimat yang memang sedemikian rupa sehingga
maknanya bercabang.
Contohnya:
Mahasiswa yang duduk di atas kursi yang paling belakang itu putra Pak Camat.
Membaca kalimat tersebut kita mungkin akan menafsirkan apa yang paling belakang itu? Mahasiswanya atau mejanya.
Soekadijo memberikan contoh kalimat bahasa Inggris yang beliau kutip dar tulisan Shakespeare, The duke yet lives that
Henry shall depose. Apakah the duke yang akan menjatukan Raja Henry atau sebaliknya Raja Henry yang akan
menjatuhkan the duke?
Jika dalam sebuah penalaran kalimat amfiboli di dalam premis digunakan untuk arti yang satu, sedangkan di dalam konklusi
artinya berbeda, maka terjadilah kesesatan karena amfiboli. Disini dituntut kehati-hatian pembicara atau penulis untuk
menggunakan kalimat-kalimat sejenis itu.
C. Kesesatan Relevansi
Kesesatan relevansi timbul kalau orang menurunkan suatu kesimpulan yang tidak relevan dengan premisnya, artinya
secara logis kesimpulan tidak terkandung atau tidak merupakan implikasi dari premisnya. Kesesatan Relevansi adalah
sesat pikir yang terjadi karena argumentasi yang diberikan tidak tertuju kepada persoalan yang sesungguhnya tetapi terarah
kepada kondisi pribadi dan karakteristik personal seseorang (lawan bicara) yang sebenarnya tidak relevan untuk kebenaran
atau kekeliruan isi argumennya. Kesesatan ini timbul apabila orang menarik kesimpulan yang tidak relevan dengan premis
nya. Artinya secara logis kesimpulan tersebut tidak terkandung dalam/ atau tidak merupakan implikasi dari premisnya.
Jadi penalaran yang mengandung kesesatan relevansi tidak menampakkan adanya hubungan logis antara premis dan
kesimpulan, walaupun secara psikologis menampakkan adanya hubungan - namun kesan akan adannya hubungan secara
psikologis ini sering kali membuat orang terkecoh.
Kesesatan relevansi timbul jika orang menurunkan suatu konklusi yang tidak relevan dengan premisnya. Maksudnya,
secara logis konklusi tidak terkandung atau tidak merupakan imflikasi dari premisnya. Soekadijo (1997), selanjutnya
memaparkan bentuk-bentuk kesesatan relevansi yang banyak terjadi seperti berikut ini.
1) Argumentum ad hominem
Kesesatan ini terjadi jika kita berusaha agar orang lain menerima atau menolak sesuatu usulan, tidak berdasarkan alasan
penalaran, akan tetapi karena alasan yang berhubungan dengan kepentingan si pembuat usul.
2) Argumentum ad Verecundiam atau Argumentum Auctoritatis
Kesesatan ini juga disebabkan oleh penolakan terhadap sesuatu tidak berdasarkan nilai penalarannya, akan tetapi karena
disebabkan oleh orang yang mengemukakannya adalah orang yang berwibawa, dapat dipercaya, seorang pakar. Secara
logis tentu dalam menerima atau menolak sesuatu tidak bergantung kepada orang yang dianggap pakar. Kepakaran,
kepandaian, atau kebenaran justru harus dibuktikan dengan penalaran yang tepat. Pepatah latin berbunyi, “Tantum valet
auctoritas, quantum valet argumentation” ; yang maknanya, ‘Nilai wibawa itu hanya setinggi nilai argumentasinya’.
Contoh: *Apa yang dikatakan ulama A pada kampanye itu pasti benar.
*"Saya yakin apa yang dikatakan beliau adalah baik dan benar karena beliau adalah seorang pemimpin yang brilian,
seorang tokoh yang sangat dihormati, dan seorang dokter yang jenius"
3) Argumentum ad baculum
Baculum artinya ‘tongkat’. Maksudnya, kesesatan ini timbul kalau penerimaan atau penolakan suatu penalaran didasarkan
atas adanya ancaman hukuman. Jika, kita tidak menyetujui sesuatu maka dampaknya kita akan kena sanksi.kita menrima
sesuatu itu karena terpaksa, karena takut bukan karena logis.
Contoh:
Seorang anak yang belajar bukan karena ia ingin lebih pintar tapi karena kalau ia tidak terlihat sedang belajar, ibunya akan
datang dan mencubitnya.
4) Argumentum ad misericordiam
Penalaran ini disebabkan oleh adanya belas kasihan. Maksudnya, penalaran ini ditujukan untuk menimbulkan belas kasihan
sehingga pernyataan dapat diterima. Argumen ini biasanya berhubungan dengan usaha agar sesuatu perbuatan dimaafkan.
Misalnya, seorang pencuri yang tertangkap basah mengatakan bahwa ia mencuri karena lapar dan tidak mempunyai biaya
untuk menembus bayinya di rumah sakit, oleh karena itu ia meminta hakim membebaskannya.
5) Argumentum ad populum
Argumentum populum ditujukan untuk massa. Pembuktian sesuatu secara logis tidak perlu. Yang diutamakan ialah
menggugah perasaaan massa sehingga emosinya terbakar dan akhirnya akan menerima sesuatu konklusi tertentu. Yang
seperti ini biasanya terdapat pada pidato politik, demonstrasi, kampanye, propaganda dan sebagainya.
Contoh:
• Satu juta orang Indonesia menggunakan jasa layanan seluler X, maka sudah pasti itu layanan yang bagus.
• Semua orang yang saya kenal bersikap pro Presiden. Maka saya juga tidak akan mengkritik Presiden.
• Mana mungkin agama yang saya anut salah, lihat saja jumlah penganutnya paling banyak di muka bumi.
6) Kesesatan non cause pro cause
Kesesatan ini terjadi jika kita menganggap sesuatu sebagai sebab, padahal sebenarnya bukan sebab, atau bukan sebab
yang lengkap. Contohnya yaitu suatu peristiwa yakni Amir jatuh dari sepeda dan meninggal dunia. Orang menyebutnya
bahwa Amir meninggal dunia karena jatuh dari sepeda. Akan tetapi menurut visum et repertum dokter, Amir meninggal
dunia karena serangan penyakit jantung.
7) Kesesatan aksidensi
Kesesatan ini terjadi jika kita menerapkan prinsip-prinsip umum atau pernyataan umu kepada peristiwa-peristiwa tertentu
yang karena keadaanya yang bersifat aksedential menyebabkan penerapan itu tidak cocok. Contohnya, seseorang member
susu dan buah-buahan kepada bayinya meskipun bayi itu sakit, dengan pengrtian bahwa susu dan buah-buahan itu baik
bagi bayi, maka si ibu itu melakukan penalaran yang sesat karena aksidensinya. Contoh lain, yaitu makan itu pekerjaan
yang baik. Akan tetapi jika kita makan ketika berpuasa, maka penalaran kita sesat karena aksidensi.
8) Kesesatan karena komposisi dan devisi
Ada predikat-predikat yang hanaya mengenai individu-individu suatu kelompok kolektif. Kalau kita menyimpulkan bahwa
predikat itu juga berlaku untuk kelompok kolektif seluruhnya, maka penlaran kita sesat karena komposisi. Misalnya, ada
beberapa anggota-anggota polisi yang menggunakan senjatanya untuk menodong, kita simpulkan bahwa korps kepolisian
itu terdiri atas penjahat. Sebaliknya, jika ada predikat yang berlaku untuk kelompok kolektif dan berdasarkan hal itu
disimpulkan bahwa setiap anggota dari kelompok kolektif itu tentu juga menyandang predikat itu, maka penalaran itu sesat
karena devisi.
9) Kesesatan karena pertanyaan yang kompleks
Sebuah pertanyaan atau perintah, sering kali bersifat kompleks yang dapat dijawab oleh lebih dari satu pernyataan,
meskipun kalimatnya sendiri tunggal. Contohnya, jika ada pertanyaan, “Coba sebutkan macam-macam kalimat!”, maka
jawabannya anatara lain: Kalimat tunggal dan kompleks ; kalimat berita, perintah, dan pertanyaan ; kalimat aktif dan pasif ;
kalimat susun normal dan inversi.
10) Argumentum ad ignorantum
Argumentum ad ignorantum adalah penalaran yang menyimpulkan suatu konklusi atas dasar bahwa negasinya tidak
terbukti salah, atau yang menyimpulkan bahwa sesuatu konklusi itu salah karena negasinya tidak terbukti benar.
Contohnya, jika kita menyimpulkan bahwa mahluk “berbadan halus” itu tidak ada karena tidak dapat kita lihat, hal ini sama
saja dengan pernyataan bahwa di Kepulauan Paskah tidak ada piramida karena kita tidak mengetahui adanya piramida di
sana.
Banyak dari kesesatan-kesesatan relevansi diidentifikasikan oleh para pakar logika abad pertengahan dan renaisans. Oleh
karena itu, tidak mengherankan kalau nama-nama Latin dipakai untuk kesesatan-kesesatan yang dimaksud.
D. Rasionalitas Kesesatan
Istilah “fallacy” uang kita Indonesiakan dengan “kesesatan” adalah istilah yang sudah mapan dalam logika, akan tetapi
sebenarnya dapat menyesatkan. Dalam hal ini harus diperhatikan bahwa ada implikasi logis, implikasi definisional, kausal
atau empirik, dan intensional. Penalaran yang berdasarkan implikasi logis tidak sahih, mungkin dapat di susun demikian
rupa sehingga mengandung implikasi kausal, misalnya. Dan berdasarkan implikasi kausal ini mungkin penalaran itu sahih.

http://bisril-corner.blogspot.com/2011/07/kesesatan-penalaran-fallacy.html

7 Apakah kesesatan penalaran itu?


Kesesatan penalaran adalah argumen yang sepertinya tampak benar, tapi setelah dibuktikan dengan pemeriksaan,
ternyata tidak benar.• Empat jenis utama kesesatan penalaran, yaitu: kesesatan relevansi, Kesesatan karena
induksi yang lemah, kesesatan praduga, dan kesesatan ambiguitas.
https://www.slideshare.net/nur2008/presentasi-23-kesesatan-penalaran
Fallacy berasal dari bahasa Yunani dan Latin yang berarti ‘sesat pikir’. Fallacy didefinisikan secara akademis sebagai
kerancuan pikir yang di akibatkan oleh ketidak disiplinan pelaku nalar dalam menyusun data dan konsep, secara
sengaja maupun tidak sengaja. Ia juga bisa diterjemahkan dalam bahasa sederhana dengan ‘ngawur’. Dalam
pembahasan terkait kesesatan berpikir (fallacy), Ada dua pelaku, yaitu Sofisme dan Paralogisme. secara sederhana
kesesatan dapat dibedakan dalam dua kategori, yaitu kesesatan formal dan kesesatan material. Kesesatan formal terbagi
menjadi 4 : definisi, klasifikasi, perlawanan dan proposisi majemuk. Sedangkan kesesatan informal terbagi menjadi 2 :
kesesatan bahasa dan kesesatan relevansi. Kesesatan bahasa terbagi menjadi 4 : aksentuasi, ekuivokasi, amfiboli dan
metaforis. Kesesatan relevansi terbagi menjadi 10 : Argumentum ad hominem, Argumentum ad Verecundiam, Argumentum
ad baculum, Argumentum ad misericordiam, Argumentum ad populum, Kesesatan non cause pro cause, Kesesatan
aksidensi, Kesesatan karena komposisi dan devisi, Kesesatan karena pertanyaan yang kompleks, dan Argumentum ad
ignorantum.
http://aryaranggasatya.blogspot.com/2014/12/logika-kesesatan-berpikir-fallacy.html
Teori Kebenaran dalam Ilmu Pengetahuan
a) Teori Korespondensi
Teori kebenaran korespondensi adalah teori yang berpandangan bahwa pernyataan-pernyataan adalah benar jika
berkorespondensi (berhubungan) terhadap fakta yang ada. Kebenaran atau suatu keadaan dikatakan benar jika ada
kesesuaian antara arti yang dimaksud oleh suatu pendapat dengan fakta. Suatu proposisi (ungkapan atau keputusan)
adalah benar apabila terdapat suatu fakta yang sesuai dan menyatakan apa adanya. Teori ini sering diasosiasikan dengan
teori-teori empiris pengetahuan.
b) Teori Koherensi atau Konsistensi
Teori kebenaran koherensi adalah teori kebenaran yang didasarkan kepada kriteria koheren atau konsistensi.
Pernyataan-pernyataan ini mengikuti atau membawakepada pernyataan yang lain. Berdasarkan teori ini suatu pernyataan
dianggap benar bila pernyataan itu bersifat koheren atau konsisten denganpernyataan-pernyataan sebelumnya yang
dianggap benar (Jujun, 1990:55)., artinyapertimbangan adalah benar jika pertimbangan itu bersifat konsisten dengan
pertimbangan lain yang telah diterima kebenarannya, yaitu yang koheren menurut logika.
c. Teori Pragmatik
Teori kebenaran pragmatis adalah teori yang berpandangan bahwa arti dari ide dibatasi oleh referensi pada konsekuensi
ilmiah, personal atau sosial. Benar tidaknya suatu dalil atau teori tergantung kepada peran fungsi dalil atau teori tersebut
bagi manusia untuk kehidupannya dalam lingkup ruang dan waktu tertentu. Teori ini juga dikenal dengan teori problem
solving, artinya teori yang dengan itu dapat memecahkan segala aspek permasalahan.
d) Teori Performatif
Teori ini menyatakan bahwa kebenaran diputuskan atau dikemukakan oleh pemegang otoritas tertentu. Contohnya
mengenai penetapan 1 Syawal. Sebagian muslim diIndonesia mengikuti fatwa atau keputusan MUI atau pemerintah,
sedangkan sebagian yang lain mengikuti fatwa ulama tertentu atau organisasi tertentu. Masyarakat menganggap hal yang
benar adalah apa-apa yang diputuskan oleh pemegang otoritas tertentu walaupun tak jarang keputusan tersebut
bertentangan dengan bukti-bukti empiris.
http://majelispenulis.blogspot.com/2016/07/teori-kebenaran-dalam-ilmu-pengetahuan.html

Kebenaran ilmu pengetahuan (lazimnya disebut kebenaran keilmuan atau kebenaran ilmiah) adalah
pengetahuan yang jelas dari suatu objek materi yang dicapai menurut objek forma (cara pandang) tertentu
dengan metode yang sesuai dan di tunjang oleh suatu sistem yang relevan.
http://nengindriyani.blogspot.com/2016/12/apa-itu-kebenaran-ilmu-pengetahuan.html

https://ikhwanmr.blogspot.com/2016/02/kriteria-kebenaran-dalam-ilmu.html
 Sosiologi dapat dikatakan mengandung kebenaran ilmiah karena merupakan ilmu yang bersifat
empirik.  Kebenaran ilmiah dalam sosiologi disesuaikan dengan waktu dan ruang (konteks).
http://catatanhariankuliah.blogspot.com/2015/11/kebenaran-ilmiah-dalam-sosiologi.html

Anda mungkin juga menyukai