I. Pendahuluan
A.Latar Belakang
Filsafat sebagai suatu ilmu pengetahuan yang berusaha mencari kebenaran telah memberikan banyak pelajaran,
misalnya tentang kesadaran, kemauan, dan kemampuan manusia sesuai dengan posisinya sebagai makhluk Tuhan untuk
dipublikasikan dalam kehidupan.Manusia dianugrahi oleh Allah swt berupa akal, daya pikir, yang tidak diberikan kepada
makhluk lain, maka sudah sepantasnya akal ini dipergunakan semaksimal mungkin untuk kemampuan berpikir tersebut,
dan kemampuan berpikir inilah yang membedakan manusia dengan hewan.
Allah swt sangat menganjurkan hambanya untuk senantiasa berpikir.Ada begitu banyak ayat-ayat yang
menyatakan tentang pentingnya berpikir, misalnya dengan kata ‘afala ta’qilun, apala tatafakkarun, la ayatin liulil albab, dan
lain sebagainya. Dari perintah-perintah Allah swt yang tersurat tersebut mengisyaratkan agar manusia mengoptimalkan
proses berpikirnya, sehingga memungkinkan manusia bias memperoleh banyak pengetahuan yang berguna bagi
kehidupannya.
Setelah menyadari betapa pentingnya berpikir, rasanya mempelajari filsafat menjadi sangat perlu adanya. Filsafat
merupakan sarana yang baik untuk memahami bagaimana cara berpikir tersebut. Dalam makalah ini akan difokuskan
membahas tentang hakekat filsafat, hakekat filsafat ilmu, dan juga menjelaskan mengenai perbedaan dan persamaan
antara filsafat dengan filsafat ilmu.
Daftar Pustaka
Hasan, Erliana, Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian Ilmu Pemerintahan, (Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia, 2011)
Rizal Mustansyir & Misnal Munir, Filsafat Ilmu, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013)
Salam, Burhanuddin, Pengantar Filsafat, (Jakarta: Bumi Aksara, 2003)
Susanto, A, Filsafat Ilmu, Suatu kajian dalam Dimensi Ontologis Epistemologis, dan Aksiologis, (Jakarta: Bumi Aksara,
2011)
Tafsir , Ahmad, Filsafat Ilmu, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009)
http://eurekaislam.blogspot.com/2016/05/hakikat-filsafat-dan-filsafat-ilmu-dan.html
ASPEK FILSAFAT ILMU
Dosen Pengampu : Prof. Dr. Kasidi Hadiprayitno, M.Hum
Dr. Hari Bakti Mardikantoro, M.Hum.
BAB II
PEMBAHASAN
2 ASPEK-ASPEK DALAM FILSAFAT ILMU
1. Ontologi
Ontologi merupakan cabang teori hakikat yang membicarakan hakikat sesuatu yang ada. Dari aliran ini muncul
empat macam aliran filsafat, yaitu : (1) aliran Materialisme; (2) aliran Idealisme; (3) aliran Dualisme; (4) aliran Agnoticisme.
Ontologi merupakan salah satu di antara lapangan penyelidikan kefilsafatan yang paling kuno. Awal mula alam pikiran
Yunani telah menunjukan munculnya perenungan di bidang ontologi. Dalam persolan ontologi orang menghadapi persoalan
bagaimanakah kita menerangkan hakikat dari segala yang ada ini? Pertama kali orang dihadapkan pada adanya dua
macam kenyataan. Yang pertama, kenyataan yang berupa materi (kebenaran) dan kedua, kenyataan yang berupa rohani
(kejiwaan).
Pembicaraan tentang hakikat sangatlah luas sekali, yaitu segala yang ada dan yang mungkin adalah realitas; realita adalah
ke-real-an, riil artinya kenyataan yang sebenarnya. Jadi hakikat adalah kenyataan sebenarnya sesuatu, bukan kenyataan
sementara atau keadaan yang menipu, juga bukan kenyataan yang berubah.Pembahasan tentang ontologi sebagai dasar
ilmu berusaha untuk menjawab “apa” yang menurut Aristoteles merupakan The First Philosophy dan merupakan ilmu
mengenai esensi benda. Kata ontologis berasal dari perkataan Yunani; On = being, dan logos = logic. Jadi ontologi adalah
the theory of being qua being ( teori tentang keberadaan sebagai keberadaan). Sedangkan pengertian ontologis menurut
istilah , sebagaimana dikemukakan oleh S. Suriasumantri dalam Pengantar Ilmu dalam Prespektif mengatakan, ontologi
membahas apa yang ingin kita ketahui, seberapa jauh kita ingin tahu, atau dengan perkataan lain, suatu pengkajian
mengenai teori tentang “ada”. Sementara itu, A. Dardiri dalam bukunya Humaniora, filsafat, dan logika mengatakan, ontologi
adalah menyelidiki sifat dasar dari apa yang nyata secara fundamental dan cara yang berbeda di mana entitas dari kategori-
kategori yang logis yang berlainan (objek-objek fisis, hal universal, abstraksi) dapat dikatakan ada; dalam kerangka
tradisional ontologi dianggap sebagai teori mengenai prinsip-prinsip umum dari hal ada, sedangkan dalam hal
pemakaiannya akhir-akhir ini ontologi dipandang sebagai teori mengenai apa yang ada.
Ontologi pertama kali diperkenalkan oleh Rudolf Goclenius pada tahun 1636 M. Untuk menamai teori tentang hakikat yang
ada yang bersifat metafisis. Dalam perkembangannya Christian Wolff (1679-1754 M) membagi metafisika menjadi dua,
yaitu metafisika umum dan metafisika khusus. Metrafisika umum dimaksudkan sebagai istilah lain dari ontologi.
Dengan demikian, metafisika umum atau ontologi adalah cabang filsafat yang membicarakan prinsip paling dasar atau
paling dalam dari segala sesuatu yang ada. Sedang metafisika khusus masih dibagi lagi menjadi kosmologi, psikologi, dan
teologi. Kosmologi adalah cabang filsafat yang secara khusus membicarakan tentang alam semesta. Psikologi adalah
cabang filsafat yang secara khusus membicarakan tentang jiwa manusia. Teologi adalah cabang filsafat yang secara
khusus membicarakan Tuhan.
2. Epistemologi
Epistemologi juga disebut teori pengetahuan (theori of knowledge). Secara etomologi, istilah etomologi berasal dari kata
Yunani episteme = pengetahuan dan logos = teori. Epistemologi dapat didefinisikan sebagai cabang filsafat yang
mempelajari asal mula atau sumber, struktur, metode dan syahnya (validitas) pengetahuan. Dalam metafisika,
pertanyaan pokoknya adalah “apakah ada itu?”, sedangkan dalam epistemologi pertanyaan pokoknya adalah “apa yang
dapat saya ketahui?”
Persoalan-persoalan dalam epistemologi adalah:
Bagaimanakah manusia dapat mengetahui sesuatu?
Dari mana pengtahuan itu dapat diperoleh?
Bagaimanakah validitas pengetahuan itu dapat dinilai?
Apa perbedaan antara pengetahuan a priori (pengetahuan pra pengalaman) dengan pengetahuan a posteriori
(pengetahuan purna pengalaman).
Epistemologi meliputi sumber, sarana, dan tatacara menggunakan sarana tersebut untuk mencapai pengetahuan (ilmiah).
Perbedaan mengenai pilihan landasan ontologik akan dengan sendirinya mengakibatkan perbedaan dalam menentukan
sarana yang akan kita pilih. Akal (Verstand), akal budi (Vernunft), pengalaman, atau kombinasi antara akal dan
pengalaman, intuisi, merupakan sarana yang dimaksud dengan epistemologik, sehingga dikenal dengan adanya model-
model epiostemologik seperti: rasionalisme, empirisme, kritisisme atau rasinalisme kritis, positivisme, fenomonologis
dengan berbagai variasinya. Pengetahuan yang diperoleh oleh manusia melalui akal, indera, dan lain-lain mempunyai
metode tersendiri dalam teori pengetahuan, di antaranya adalah:
Metode Induktif
Induksi yaitu suatu metode yang menyimpulkan pernyataan-pernyatan hasil observasi disimpulkan dalam suatu pernyataan
yang lebih umum. Yang bertolak dari pernyataan-pernyataan tunggal sampai pada pernyataan-pernyataan universal.Dalam
induksi, setelah diperoleh pengetahuan, maka akan dipergunakan hal-hal lain, seperti ilmu mengajarkan kita bahwa kalau
logam dipanasi, ia mengembang, bertolak dari teori ini kita akan tahu bahwa logam lain yang kalau dipanasi juga akan
mengembang.
Metode Deduktif
Deduksi ialah suatu metode yang menyimpulkan bahwa data-data empirik diolah lebih lanjut dalam suatu sistem pernyataan
yang runtut. Hal-hal yang harus ada dalam metode deduktif ialah adanya perbandingan logis antara kesimpulan-kesimpulan
itu sendiri. Ada penyelidikan bentuk logis teori itu dengan tujuan apakah teori tersebut mempunyai sifat empiris atau ilmiah,
ada perbandingan dengan teori-teori lain dan ada pengujian teori dengan jalan menerapkan secara empiris kesimpulan-
kesimpulan yang bisa ditarik dari teori tersebut.
Metode Positivisme
Metode ini dikeluarkan oleh August Comte (1798-1857). Metode ini berpangkal dari apa yang telah diketahui, yang faktual,
yang positif. Ia mengenyampingkan segala uraian/persoalan di luar yang ada sebagai fakta. Oleh karena itu, iamenolak
metafisika. Apa yang diketahui secara positif, adalah segala yang tampak dan segala gejala. Dengan demikian metode ini
dalam bidang filsafat dan ilmu pengetahuan dibatasi kepada bidang gejala-gejala saja.
Metode Kontemplatif
Metode ini mengatakan adanya keterbatasan indera dan akal manusia untuk memperoleh pengetahuan, sehingga objek
yang dihasilkan pun akan berbeda-beda harusnya dikembangkan sutu kemampuanakal yang disebut dengan intuisi.
Pengetahuan yang diperoleh lewat intuisi ini bisa diperoleh dengan cara berkontemplasi seperti yang dilakukan oleh Al-
Ghazali.
Metode Dialektis
Dalam filsafat, dialektika mula-mula berarti metode tanya jawab untuk mencapai kejernihan filsafat. Metode ini diajarkan
oleh Socrates. Namun Plato mengartikannya diskusi logika. Kini dialektika berarti tahap logika, yang mengajarkan kaidah-
kaidah dan metode-metode penuturan, juga analisis sistematik tentang ide-ide untuk mencapai apa yang terkandung dalam
pandangan.
Dalam aspek epistemologi ini terdapat beberapa logika, yaitu: analogi, silogisme, premis mayor, dan premis minor.
Analogi, analogi dalam ilmu bahasa adalah persamaan antar bentuk yang menjadi dasar terjadinya bentuk-bentuk yang lain.
Silogisme, silogisme adalah penarikan kesimpulan konklusi secara deduktif tidak langsung, yang konklusinya ditarik dari
premis yang disediakan sekaligus.
Premis Mayor, premis mayor bersifat umum yang berisi tentang pengetahuan, kebenaran, dan kepastian.
Premis Minor, premis minor bersifat spesifik yang berisi sebuah struktur berpikir dan dalil-dalilnya.
3. Aksiologi
Pengertian aksiologi berasal dari perkataan axios (Yunani) yang berarti nilai dan logos yang berarti teori. Jadi aksiologi
adalah “Teori tentang nilai”. Nilai yang dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai
pertimbangan tentang apa yang dinilai. Teori tentang nilai yang dalam filsafat mengacu pada permasalahan etika dan
estetika.
Makna “etika” dipakai dalam dua bentuk arti, pertama, etika merupakan suatu kumpulan pengetahuan mengenai penilaian
terhadap perbuatan-perbuatan manusia. Arti kedua, merupakan suatu predikat yang dipakai untuk membedakan hal-hal,
perbuatan-perbuatan, atau manusia-manusia lain. Objek formal etika meliputi norma-norma kesusilaan manusia, dan
mempelajari tingkah laku manusia baik buruk. Sedangkan estetika berkaitan denganj nilai tentang pengalaman keindahan
yang dimiliki oleh manusia terhadap lingkungan dan fenomena di sekelilingnya. Nilai itu objektif ataukah subjektif adalah
sangat tergantung dari hasil pandangan yang muncul dari filsafat. Nilai akan menjadi subjektif, apabila subjek sangat
berperan dalam segala hal, kesadaran manusia menjadi tolak ukur segalanya; atau eksistensinya, maknanya dan
validitasnya tergantung pada reaksi subjek yang melakukan penilaian tanpa mempertimbangkan apakah ini bersifat psikis
atau fisis. Dengan demikian, nilai subjektif akan selalu memperhatikan berbagai pandangan yang dimilki akal budi manusia,
seperti perasaan, intelektualitas, dan hasil nilai subjektif selalu akan mengarah kepada suka atau tidak suka, senang atau
tidak senang. Nilai itu objektif, jika ia tidak tergantung pada subjek atau kesadaran yang menilai. Nilai objektif muncul
karena adanya pandangan dalam filsafat tentang objektivisme. Objektivisme ini beranggapan pada tolak ukur suatu
gagasan berada pada objeknya, sesuatu yang memiliki kadar secara realitas benar-benar ada.
Nilai dalam ilmu pengetahuan. Seorang ilmuwan harus bebas dalam menentukan topik penelitiannya, bebas melakukan
eksperimen-eksperimen. Kebebasan inilah yang nantinya akan dapat mengukur kualitas kemampuannya. Ketika seorang
ilmuwan bekerja, dia hanya tertuju pada kerja proses ilmiah dan tujuan agar penelitiannya berhasil dengan baik. Nilai
objektif hanya menjadi tujuan utamanya, dia tidak mau terikat dengan nilai-nilai subjektif, seperti; agama, adat istiadat.
Tetapi perlu disadari setiap penemuan ilmu pengetahuan bisa berdampak positif dan negatif. Dalam hal ini ilmuwan terbagi
dua golongan pendapat. Golongan pertama berpendapat mengenai kenetralan ilmu. Ilmuwan hanyalah menemukan
pengetahuan dan terserah kepada orang lain untuk menggunakannya. Golongan kedua berpendapat bahwa netralitas ilmu
terhadap nilai-nilai hanyalah terbatas pada metafisik keilmuan, sedangkan dalam penggunaannya haruslah berlandaskan
nilai-nilai moral, sebagai ukuran kepatutannya.
BAB III
PENUTUP
SIMPULAN
Kegiatan berpikir manusia merupakan serangkaian gerak pemikiran tertentu yang akhirnya sampai pada sebuah
kesimpulan yang berupa pengetahuan [knowledge]. Manusia dalam berpikir mempergunakan lambang yang merupakan
abstraksi dari obyek. Lambang-lambang yang dimaksud adalah "Bahasa" dan "Matematika". Meskipun nampak banyaknya
serta aneka ragamnya buah pemikiran itu namun pada hakikatnya upaya manusia untuk memperoleh pengetahuan
didasarkan pada tiga landasan pokok yakni : Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi.
DAFTAR PUSTAKA
Hakim, Atang. A., dan Beni Ahmad Saebani. 2008. Filsafat Umum dari Mitologi Sampai Teofilosofi Cetakan Pertama.
Bandung: CV Pustaka Setia.
Suriasumantri, Jujun. S. 2010. Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer Cetakan Kedua Puluh Dua. Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan.
http://saranghaeindonesia.wordpress.com/2012/03/29/filsafat-aspek-ontologi-epistemologi-dan-aksiologi-
ilmu/ http://yoroelz09.blogspot.com/2013/06/filsafat-aspek-ontologi-epistemologi.html
http://histudycentre.blogspot.com/2014/05/aspek-filsafat-ilmu.html
Inti dari kajian filsafat ilmu adalah membahas tiga aspek yaitu ontologi, epistimologi, dan aksiologi. Berikut ini
2 penjelasan singkat dari tiga aspek tersebut beserta contohnya dalam mata pelajaran pendidikan agama islam.
Ontologi antara lain membahas objek sains, macam-macam pengetahuan, dan struktur sains. Ontologi merupakan
ilmu yang membahas tentang hakikat yang ada dengan berdasarkan logika semata.
Contoh: dalam pelajaran pendidikan agama islam, membahas tentang berbagai macam pengetahuan, diantaranya adalah
bagaimana sikap murid terhadap guru, sikap guru terhadap murid, sikap murid dan guru terhadap ilmu pengetahuan,
perkembangan Tarekat, Qadariyah wa Naqsabandiyah, dan lain-lain.
Epistimologi antara lain membahas sumber pengetahuan manusia, metode memperoleh pengetahuan, dan ukuran
kebenaran dalam sains.
contoh: pembahasan dalam mata pelajaran pendidikan agama islam merupakan pelajaran yang di ambil dari Al-Qur'an dan
kitab-kitab lainnya sesuai pengetahuan yang ada. Sebagaimana pada pembahasan sikap terhadap guru, itu juga sudah
banyak di terangkan pada kitab ta'limul muta'alim dan kitab-kitab lain mengenai adab (sopan santun).
Aksiologi membahas soal nilai dalam sains, dalam arti apakah sains itu harus netral (bebas nilai) atau harus terikat
oleh norma baik agama ataupun filsafat.
Contoh: dalam mata pelajaran pendidikan agama islam membahas tentang sesuatu hal yang dilakukan dalam kehidupan
sehari-hari, seperti halnya bagaimana kita harus bersikap baik terhadap lingkungan, bagaimana sikap kita (murid) terhadap
guru, semua itu termasuk etika yang harus dijaga dengan baik, juga merupakan norma kesusilaan dan norma agama.
https://www.kompasiana.com/dellaadzakia/5a537033cf01b4124367c072/tiga-aspek-kajian-filsafat
Syarat Pengetahuan menjadi Ilmu pengetahuan
3 Pengetahuan adalah segala sesuatu yang dialami atau yang terjadi dalam kehidupan sehari - hari seseorang. Misalnya
,kelaparan ,kedinginan ,kekeringan. Itulah yang disebut sebagai pengetahuan, syarat syarat pengetahuan untuk disebut
sebagai ilmu pengetahuan :
1. Sistematis
Sistematis maksudnya adalah mempunyai bentuk susunan dan aturan permainan yang jelas secara berurutan antara satu
dengan yang lain.
Misalnya suatu susunan coordinator suatu acara pernikahan atau suatu susunan struktur organisasi.
2. Logis
Logis adalah suatu cara penjelasan yang dapat dicerna oleh akal sehat atau masuk akal dan mungkin ada. Misalnya
“mengapa air di sungai mengering?” “karena musim kemarau” penjelasan tersebut masih bisa masuk akal dan logis, tetapi
jika jawabannya “karena setan yang meminumnya” maka penjelasan tersebut akan sangat sulit untuk diterima akal sehat,
sehingga penjelasan tersebut tidak logis.
3. Objektif
Objektif diberi pengertian bahwa kebenaran melekat pada bendanya dan bukan pada orang yang menilainya. Misalnya,
seseorang mengukur berat 1 ember air seberat 1 kg, sedangkan jika orang lain mengukur benda tadi juga maka akan
didapatkan hasil yang sama. Kebenaran tersebutlah yang disebut sebagai Kebenaran yang objektif.
Berbeda dengan subjektif ,yang kebenarannya berdasarkan penilaian seseorang. Misalnya Ani menilai Bani sangat tampan
tetapi Cindy menilai Bani tidak terlalu tampan. Sehingga penilaian tentang Bani bersifat subjektif, karena semua
kebenarannya tegantung orang yang menilainya.
4. Prediktif
Berarti memiliki kemampunan untuk memperkirakan atau memprediksi kejadian yang akan datang di kemudian hari.
Prediksi didalam ilmu pengetahuan adalah prediksi yang di dasarka data yang dapat di percaya kebenarannya. Ilmu
pengetahuan mempunyai kemampuan untuk memprediksi waktu yang akan datang. Misalnya, prakiraan cuaca dari BMKG
untuk wilayah Indonesia.
1. Pengertian Penalaran
Penalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera(pengamatan empirik) yang menghasilkan sejumlah
konsep dan pengertian. Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga akan terbentuk proposisi – proposisi yang sejenis,
berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau dianggap benar, orang menyimpulkan sebuah proposisi baru yang
sebelumnya tidak diketahui. Proses inilah yang disebut menalar. Ada dua jenis metode dalam menalar
yaitu deduktif dan induktif.
6 2. Penalaran Deduktif
adalah proses penalaran untuk menarik kesimpulan berupa prinsip atau sikap yang berlaku khusus berdasarkan atas fakta-
fakta yang bersifat umum. Proses penalaran ini disebut Deduksi. Kesimpulan deduktif dibentuk dengan cara deduksi. Yakni
dimulai dari hal-hal umum, menuku kepada hal-hal yang khusus atau hal-hal yang lebih rendah proses pembentukan
kesimpulan deduktif tersebut dapat dimulai dari suatu dalil atau hukum menuju kepada hal-hal yang kongkrit. Contoh :
Masyarakat Indonesia konsumtif (umum) dikarenakan adanya perubahan arti sebuah kesuksesan (khusus) dan kegiatan
imitasi (khusus) dari media-media hiburan yang menampilkan gaya hidup konsumtif sebagai prestasi sosial dan penanda
status social.
· Macam-macam Penalaran Deduktif
Macam-macam penalaran deduktif diantaranya :
a. Silogisme
Silogisme adalah suatu proses penarikan kesimpulan secara deduktif. Silogisme disusun dari dua proposi (pernyataan) dan
sebuah konklusi (kesimpulan). Dengan fakta lain bahwa silogisme adalah rangkaian 3 buah pendapat, yang terdiri dari 2
pendapat dan 1 kesimpulan.
b. Entimen
Entimen adalah penalaran deduksi secara langsung. Dan dapat dikatakan pula silogisme premisnya dihilangkan atau tidak
diucapkan karena sudah sama-sama diketahui.
3. Penalaran Induktif
6 · Pengertian Penalaran Induktif
Penalaran induktif adalah proses penalaran untuk menarik kesimpulan berupa prinsip atau sikap yang berlaku umum
berdasarkan fakta – fakta yang bersifat khusus, prosesnya disebut Induksi. Penalaran induktif tekait dengan empirisme.
Secara impirisme, ilmu memisahkan antara semua pengetahuan yang sesuai fakta dan yang tidak. Sebelum teruji secara
empiris, semua penjelasan yang diajukan hanyalah bersifat sementara. Penalaran induktif ini berpangkal pada empiris
untuk menyusun suatu penjelasan umum, teori atau kaedah yang berlaku umum.
Contoh :
Sejak suaminya meninggal dunia dua tahun yang lalu, Ny. Ahmad sering sakit. Setiap bulan ia pergi ke dokter
memeriksakan sakitnya. Harta peninggalan suaminya semakin menipis untuk membeli obat dan biaya
pemeriksaan, serta untuk biya hidup sehari-hari bersama tiga orang anaknya yang masih sekolah. Anaknya yang
tertua dan adiknya masih kuliah di sebuah perguruan tinggi swasta, sedangkan yang nomor tiga masih duduk di
bangku SMA. Sungguh (kata kunci) berat beban hidupnya. (Ide pokok)
· Macam-macam Penalaran Induktif
Macam-macam penalaran induktif diantaranya :
1. Generalisasi
Generalisasi adalah pernyataan yang berlaku umum untuk semua atau sebagian besar gejala yang diminati generalisasi
mencakup ciri – ciri esensial, bukan rincian. Dalam pengembangan karangan, generalisasi dibuktikan dengan fakta, contoh,
data statistik, dan lain-lain.
Contoh generalisasi adalah setelah di adakan peninjauan dan penelitian lebih seksama, ternyata di kawasan bandung
terdapat sekurang – kurangnya lima buah obyek wisata. Di kawasan Garu tempat obyek wisata, di kawasan tasikmalaya
dan ciamis terdapat sekurang – kurangnya enam buah obyek wisata. Di daerah lain seperti suka bumi, banten, danyang
lainnya juga terdapat obyek wisata. Dapat di katakan bahwa daerah jawa baratmemang kaya dengan obyek wisata.
Macam-macam generalisasi:
a. Generalisasi sempurna
Adalah generalisasi dimana seluruh fenomena yang menjadi dasar penimpulan diselidiki. Generalisasi macam ini
memberikan kesimpilan amat kuat dan tidak dapat diserang. Tetapi tetap saja yang belum diselidiki.
b. Generalisasi tidak sempurna
Adalah generalisasi berdasarkan sebagian fenomena untuk mendapatkan kesimpulan yang berlaku bagi fenomena sejenis
yang belum diselidiki.
A.Ciri-ciri paragraf berpola deduktif
Penalaran deduktif adalah proses penalaran yang bertolak dari peristiwa-peristiwa yang sifatnya umum menuju pernyataan
khusus. Apabila diidentifikasisecara terperinci, paragraf berpola deduktif memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1) Letak kalimat utama di awal paragraf
2) Diawali dengan pernyataan umum disusul dengan uraian atau penjelasan khusus
3) Diakhiri dengan penjelasan
Contohnya:
Setiap individu bersifat unik. Artinya, ia memiliki perbedaandengan yang lain. Perbedaan itu bermacam-macam,
mulaidari perbedaan fisik, pola berpikir, dan cara merespons ataumempelajari hal yang baru. Dalam hal ini,
misalnya dalammenyerap pelajaran, ada individu yang cepat dan ada yanglambat.
B. Ciri-ciri paragraf berpola induktif
Penalaran induktif adalah proses penalaran yang bertolak dari peristiwa-peristiwa yang sifatnya khusus menuju pernyataan
umum. Apabila diidentifikasi secara terperinci, paragraf berpola induktif memiliki ciri-cirisebagai berikut :
1) Letak kalimat utama di akhir paragraf
2) Diawali dengan uraian/penjelasan bersifat khusus dan diakhiri denganpernyataan umum
3) Paragraf induktif diakhiri dengan kesimpulan
Contoh:
Tidak sedikit para pelajar yang memiliki penyakit malasmembaca. Banyak ilmu yang tidak tergali oleh mereka.
Merekahanya mengandalkan peran guru dalam menerima ilmu. Kondisitersebut sungguh memprihatinkan. Minat
baca buku di kalanganpelajar masih rendah.Berdasarkan paragraf tersebut, dapat dijelaskan sebagai berikut.
http://lullymemangiseng.blogspot.com/2013/03/pengertian-penalaran-deduktif-dan.html
http://bisril-corner.blogspot.com/2011/07/kesesatan-penalaran-fallacy.html
Kebenaran ilmu pengetahuan (lazimnya disebut kebenaran keilmuan atau kebenaran ilmiah) adalah
pengetahuan yang jelas dari suatu objek materi yang dicapai menurut objek forma (cara pandang) tertentu
dengan metode yang sesuai dan di tunjang oleh suatu sistem yang relevan.
http://nengindriyani.blogspot.com/2016/12/apa-itu-kebenaran-ilmu-pengetahuan.html
https://ikhwanmr.blogspot.com/2016/02/kriteria-kebenaran-dalam-ilmu.html
Sosiologi dapat dikatakan mengandung kebenaran ilmiah karena merupakan ilmu yang bersifat
empirik. Kebenaran ilmiah dalam sosiologi disesuaikan dengan waktu dan ruang (konteks).
http://catatanhariankuliah.blogspot.com/2015/11/kebenaran-ilmiah-dalam-sosiologi.html