Anda di halaman 1dari 13

Accelerating the world's research.

HUBUNGAN FILSAFAT, SAINS DAN


AGAMA
Janniarni Toha Safutri

Related papers of the best related papers 

Taufik Hidayat

Sitti Kurniawanti Basir


Rifqi Razaqi Rajab
HUBUNGAN FILSAFAT, SAINS DAN AGAMA
JANNIARNI TOHA SAFUTRI
Magister Pendidikan Bahasa Arab
Pascasarjana UIN Maulana Malik Ibrahim Malang
utyjanniarni@gmail.com

Abstract
This paper discusses the relationship of philosophy, science and religion.
According to the author, the relationship between the three is united by a goal the
same, namely the search for truth. However, even though it is the same, the three
are also different. The difference lies, in the view of the author, there are aspects
of sources, methods, and results to be achieved by all three. Between philosophy,
science and religion also has a point of tangency or relation, namely content-
filling each other in answering the problems raised by humans.

Keywords: Philosophy, Science, Religion.

Pengantar

Manusia memiliki keistimewaan dibandingkan makhluk yang lain. Dia


diberikan kemampuan untuk berfikir, bertanya dan menganalisa. Dengan alat ini
manusia mendapatkan pengetahuan. Pengetahuan yang dimiliki mengantarkannya
kepada posisi yang berbeda dengan makhluk lainnya.

Objek yang dicari oleh manusia adalah sebuah kebenaran Tuhan, alam dan
manusia. Dari objek tersebut sangatlah relevan dengan tujuan berfikir filsafat
yaitu mencari kebenaran yang sebenarnya, baik secara radikal, universal dan
rasional.

Filsafat merupakan proses berfikir serta produk pemikiran tentang segala


sesuatu yang ada atau mungkin ada secara radikal, universal dan rasional. Filsafat
juga merupakan hasil dari pemikiran manusia yang sangat radix terhadap setiap

1
persoalan. Dalam mencari kebenaran pun hanya menggunakan akal semata,
sehingga kebenarannya merupakan kebenaran rasionalitas yang tentunya bersifat
relatif dan kritis. Ilmu adalah hasil dari penelitian yang dibuktikan dengan
kegiatan ilmiah melalui tahapan pengujian, pembuktian dan penyesuaian dengan
fakta yang terjadi. Kebenarannya diperoleh melalui melalui pandangan manusia
terhadap realita, sehingga kebenaran tersebut bersifat empiris dan masih relative.
Sedangkan agama merupakan kebenaran yang diperoleh melalui wahyu yang
bersifat intuisi serta rohani. Kebenarannya pun bersifat mutlak dan hakiki.

Manusia pada awal ia dilahirkan tidak tahu dan tidak mengenal dengan apa-
apa yang ada di sekitarnya, bahkan dengan dirinya sendiri. Ketika manusia mulai
mengenal dirinya, kemudian mengenal alam sekitarnya, karena manusia berpikir,
maka ketika itu mulailah ia memikirkan dari mana asal sesuatu, bagaimana
sesuatu bisa terjadi, untuk apa sesuatu itu dikerjakan, dan apa manfaat dari suatu
hal.

Sebenarnya ketika manusia telah mulai tahu dari mana asalnya, bagaimana
proses terjadinya, siapa dia, untuk apa dia, maka ketika itu ia telah berfilsafat.
Karena filsafat itu pada intinya adalah berusaha mencari kebenaran tentang
sesuatu, baik yang ilmiah ataupun non ilmiah, yang nantinya menjadi suatu
kesepakatan untuk diketahui secara bersama-sama dan berlaku dilingkungannya.
Kesepakatan berlaku untuk umum dan menjadi kebiasaan pada komunitas secara
turun temurun hal tersebut yang dinamakan tradisi, dan tradisi itulah berkembang
menjadi suatu ilmu.

Berdasarkan pemaparan diatas dapat dipahami bahwa terdapat hubungan yang


sangat signifikan antara filsafat dengan ilmu pengetahuan (sains), demikian pula
adanya hubungan antara filsafat dengan agama, dan hubungan agama dengan
ilmu pengetahuan (sains), sehingga terjadi hubungan yang saling terkait satu sama
lainnya.

2
 Pengertian Filsafat

Pengertian filsafat dapat ditinjau secara etimologi dan terminologi. Secara


etimologi, kata filsafat yang dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah “falsafah”
dan dalam bahasa Inggris di kenal dengan istilah “philosophy” yang berasal dari
bahasa Yunani, yaitu philosophia. Philo = cinta Sophia =
kebijaksanaan/kebenaran, sehingga secara etimologi istilah filsafat berarti cinta
kebijaksanaan, bisa juga dalam artian orang yang mencintai kebenaran, sehingga
berupaya memperoleh dan memilikinya. Dengan demikian seorang filsuf adalah
pecinta atau pencari kebijaksanaan. Kata filsafat pertama kali digunakan oleh
Phytagoras (496-582 SM).1

Filsafat adalah hasil daya upaya manusia dengan akal budinya untuk
memahami (mendalami dan menyelami) secara integral hakikat yang ada: (a)
hakikat Tuhan; (b) hakikat alam semesta; (c) hakikat manusia, serta sikap manusia
termasuk sebagai konsekuensi dari pada faham tersebut.
Dalam sejarah perkembangan pemikiran filsafat, antara satu ahli filsafat
lainnya selalu berbeda pendapat tentang pengertian filsafat.
1. Socrates (399-469 SM), memahami bahwa filsafat adalah suatu peninjauan
diri yang bersifat reflektif atau perenungan terhadap asas-asas dari
kehidupan yang adil dan bahagia.
2. Plato (347-427 SM), menurutnya filsafat adalah pengetahuan yang
berminat mencari kebenaran asli. Dalam konsepsi Plato, filsafat
merupakan pencarian yang bersifat spekulatif atau perekaan terhadap
pandangan tentang seluruh kebenaran. Filsafat plato tersebut kemudian
dikenal dengan filsafat spekulatif.
3. Aristoteles (322-384 SM), salah seorang murid Plato yang terkemuka.
Menurut Aristoteles filsafat adalah ilmu pengetahuan yang meliputi
kebenaran, yang didalammya terkandung ilmu-ilmu metafisika, logika,
retorika, etika, ekonomi, politik dan estetika (filsafat menyelidiki sebab
dan asal segala benda).

1
Surajiyo. Ilmu Filsafat. (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), hlm.1

3
4. Al-Kindi (801-873 SM), menurutnya filsafat adalah pengetahuan tentang
hakikat segala sesuatu dalam batas-batas kemampuan manusia, karena
tujuan para filosof dalam berteori adalah mencari kebenaran, maka
prakteknya pun harus menyesuaikan kebenaran pula.
5. Al-Farabi (870-950 SM) , menurutnya filsafat adalah pengetahuan tentang
bagaimana hakikat alam wujud yang sebenarnya.
6. Ibnu Rusdy menyatakan filsafat adalah hikmah yang merupakan
pengetahuan otonom yang perlu ditimba oleh manusia sebab ia dikaruniai
oleh Allah dengan akal. Al-Qur’an mewajibkan manusia berfilsafat untuk
menambah dan memperkuat keimanan kepada Allah.2
Dari beberapa ungkapan para filosof di atas, dapat diambil kesimpulan
bahwa filsafat itu titik tekannya adalah “Kebenaran”. Dari analisis di atas, maka
filsafat adalah pandangan hidup seseorang atau sekelompok orang yang
merupakan konsep dasar mengenai kehidupan yang dicita-citakan. Filsafat juga
dapat diartikan sebagai ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakikat segala sesuatu
untuk memperoleh kebenaran. Ilmu pengetahuan tentang hakikat yang
menanyakan apa inti atau esensi segala sesuatu.3 Hal yang menyebabkan manusia
berfilsafat karena dirangsang oleh : ketakjuban, ketidakpuasan, hasrat bertanya,
dan keraguan kejadian-kejadian atau peristiwa-peristiwa yang dialami manusia
dalam kehidupannya. Dalam berfikir filsafat perlu dipahami karakteristik yang
menyertai, diantaranya :
1. Sifat menyeluruh artinya seorang ilmuan tidak puas lagi mengenal ilmu
hanya dari segi pandang ilmu sendiri, tetapi melihat hakekat ilmu dalam
konstalasi pengetahuan yang lainnya,
2. Sifat mendasar, artinya bahwa seorang yang berfikir filsafat tidak sekedar
melihat ke atas, tapi juga mampu membongkar tempat berpijak secara
fundamental, dan ciri
3. Sifat spekulatif, bahwa untuk dapat mengambil suatu kebenaran kita perlu
spekulasi.

2
Ahmad Tafsir, Filsafat Umum, (Bandung: Rosda Karya, 2002), hlm. 10-15
3
Soetrionon & Rita Hanafie, Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian, (Yogyakarta: Anai, 2009)

4
Dari serangkaian spekulasi tersebut kita dapat memilih buah pikiran yang
dapat diandalkan yang merupakan titik awal dari penjelajahan pengetahuan.
Dalam menghadapi berbagai masalah hidup di dunia ini, manusia akan
menampilkan berbagai alat untuk mengatasinya. Alat itu adalah pikiran atau akal
yang berfungsi di dalam pembahasannya secara filosofis tentang masalah yang
dihadapi. Pikiran yang manakah yang dapat masuk dalam bidang filsafat ini?,
jawabannya adalah pikiran yang senantiasa bersifat ilmiah. Jadi, pikiran itu adalah
yang mempunyai kerangka ilmiah filsafat. Menurut Prof. Mulder bahwa filsafat
itu berpikir ilmiah, tapi tidak setiap berpikir itu filsafat.4
Apakah filsafat itu sebagai ilmu pengetahuan dan bagaimana bentuk dan
sifatnya bisa dipahami menurut penjelasan berikut : kebenaran filsafat itu dapat
diukur menurut kondisi yang pasti dimiliki oleh ilmu pengetahuan pada umumya,
yang meliputi obyek (sasaran studi), metode (cara atau jalannya studi), sistem
(cara-cara kerja sebagai penunjang jalannya metode) dan kebenaran ilmiah
(obyektif dan dapat diukur baik secara rasional maupun empiris).
- Ciri-ciri Filsafat :
Pemikiran kefilsafatan menurut Ali Mudhofir :
1. Berpikir secara radikal. Radikal berasal dari kata Yunani radix yang berarti
akar. Berpikir secara radikal adalah berpikir sampai keakar-akarnya.
Berpikir sampai ke hakikat, esensi atau sampai ke substansi yang
dipikirkan. Manusia yang berfilsafat dengan akalnya berusaha untuk dapat
menangkap pengetahuan hakiki, yaitu pengetahuan yang mendasari segala
pengetahuan indrawi.
2. Berpikir secara universal (umum). Berpikir secara universal adalah
berpikir tentang hal-hal serta proses-proses yang bersifat umum, dalam arti
tidak memikirkan hal-hal yang parsial.
3. Berpikir secara konseptual. Konsep disini adalah hasil generalisasi dari
pengalaman tentang hal-hal serta proses-proses individual. Dengan ciri
yang konseptual ini, berpikir secara kefilsafatan melampaui batas
pengalaman hidup sehari-hari.

4
Suparlan Suhartono, Dasar-Dasar Filsafat, (Jogjakarta: Ar-Ruzz, 2004), hlm. 113

5
4. Berpikir secara koheren dan konsisten. Koheren, artinya sesuai dengan
kaidah-kaidah berpikir (logis). Konsisten, artinya tidak mengandung
kontradiksi.
5. Berpikir secara sistematik. Sistematik berasal dari kata sistem. Sistem di
sini adalah kebulatan dari sejumlah unsur yang saling berhubungan
menurut tata pengaturan untuk mencapai sesuatu maksud atau menunaikan
sesuatu peranan tertentu. Dalam mengemukakan jawaban terhadap sesuatu
masalah, para filsuf memakai berbagai pendapat sebagai wujud dari proses
berpikir yang disebut berfilsafat. Pendapat-pendapat yang merupakan
uraian kefilsafatan itu harus saling berhubungan secara teratur dan
terkandung adanya maksud atau tujuan tertentu.
6. Berpikir secara komprehensif. Komprehensif adalah mencakup secara
menyeluruh. Berpikir secara kefilsafatan berusaha untuk menjelaskan alam
semesta secara keseluruhan.5

 Pengertian Sains

Secara bahasa, Ilmu berasal dari Bahasa arab (‫علم‬-‫يعلم‬-‫ )علما‬yang berarti
mengetahui, memahami dan mengerti dengan benar-benar. Dalam Bahasa Inggris
disebut Science, dalam Bahasa Latin berasal dari kata Scientia (pengetahuan) atau
Scire (mengetahui). Sedangkan dalam Bahasa Yunani adalah Episteme
(pengetahuan). Dalam kamus Bahasa Indonesia, ilmu adalah pengetahuan tentang
suatu bidang yang tersusun secara bersistem menurut metode-metode tertentu
yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu di bidang itu.6
Ilmu pengetahuan adalah pengetahuan yang berasal dari pengamatan, studi dan
pengalaman yang disusun dalam satu system untuk menentukan hakikat dan
prinsip tentang hal yang sedang dipelajari.

- Ciri-ciri Sains :
1. Sistematis
5
Ali Mudhofir, Kamus Teori dan Aliran dalam Filsafat dan Teologi, (Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press, 1996), hlm.13-15
6
Tim Penulis, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka: 1998). hlm. 340

6
Ciri sistematis ilmu menunjukkan bahwa ilmu merupakan berbagai keterangan
dan data yang tersusun sebagai kumpulan pengetahuan, yang mempunyai
hubungan-hubungan saling ketergantungan yang teratur.

2. Empiris

Bahwa ilmu mengandung pengetahuan yang diperoleh berdasarkan


pengamatan serta percobaan-percobaan secara terstruktur di dalam bentuk
pengalaman-pengalaman, baik secara langsung ataupun tidak langsung. Ilmu
mengamati, menganalisis, menalar, membuktikan dan menyimpulkan hal-hal
empiris yang bersifat faktual dan objek yang bisa kita indra.

3. Obyektif

Bahwa ilmu menunjuk pada bentuk pengetahuan yang bebas dari prasangka
perorangan dan perasaan-perasaan subyektif berupa kesukaan atau kebencian
pribadi. Obyektifitas ilmu mensyaratkan bahwa kumpulan pengetahuan itu
haruslah sesuai dengan obyeknya.

4. Analitis

Bahwa ilmu berusaha mencermati, mendalami dan membeda-bedakan pokok


soalnya ke dalam bagian-bagian yang terperinci untuk memahami berbagai sifat,
hubungan dan peranan dari bagian-bagian tersebut.

5. Verifikatif

Bahwa ilmu mengandung kebenaran-kebenaran yang terbuka untuk diperiksa


atau diuji (diverifikasi) guna dapat dinyatakan sah (valid) dan disampaikan kepada
orang lain. Pengetahuan agar dapat diakui kebenarannya sebagai ilmu, harus
terbuka untuk diuji atau diverifikasi dari berbagai sudut telaah yang berlainan dan
akhirnya diakui benar.

Selain, kelima ciri ilmu diatas, masih terdapat beberapa ciri tambahan lainnya,
misalnya : ciri instrumental dan ciri faktual. Ciri instrumental, dimaksudkan
bahwa ilmu merupakan alat atau saran tindakan untuk melakukan sesuatu hal.

7
Ilmu, dalam hal ini sukar. Namun, juga amat mudah dalam arti, senantiasa
merupakan sarana tindakan untuk melakukan banyak hal yang mengagumkan dan
membanjiri dunia dengan ide-ide baru. Ilmu berciri factual, dalam arti, ilmu tidak
memberikan penilaian, baik atau buruk terhadap apa yang ditelaahnya, tetapi
hanya menyediakan fakta.

 Pengertian Agama

Muhammad Abdullah Darraz mendefinisikan agama (‫)دين‬


sebagai: ”keyakinan terhadap eksistensi (wujud) suatu dzat atau beberapa dzat
ghaib yang maha tinggi, ia memiliki perasaan dan kehendak, ia memiliki
wewenang untuk mengurus dan mengatur urusan yang berkenaan dengan nasib
manusia. Keyakinan mengenai ihwalnya akan memotivasi manusia untuk memuja
dzat itu dengan perasaan suka maupun takut dalam bentuk ketundukan dan
pengagungan. Secara lebih ringkas, ia mengatakan juga bahwa agama adalah
“keyakinan (keimanan) tentang suatu dzat (Ilahiyah) yang pantas untuk menerima
ketaatan dan ibadah (persembahan).7 Pengertian agama menunjukkan kepada
jalan atau cara yang ditempuh untuk mencari keridhoan Allah.

 Hubungan Antara Filsafat, Sains dan Agama

Filsafat, karena selalu berhadapan denga alam empiris, (metafisika, ghaib)


maka ia komit dengan organon (alatnya) yaitu logika. Cara kerjanya selalu diawali
dengan pertanyaan apa. Berpikir logis, sistematis, radikal, dan universal. Sains,
mencari kebenaran dengan cara penyelidikan (riset) sesuai dengan eksistensinya
yang berhubungan dengan alam empiris. Dalam penyelidikan ilmu selalu mencari
hukum sebab akibat. Sebagai hukum sebab akibat maka kebenaranya pasti ada.
Agama, menemukan konsep kebenaran bersumber pada wahyu, kebenarannya
bersifat mutlak, absolut sebagai kebenaran tertinggi.

7
Yusuf Al-Qaradhawy, Pengantar Kajian Islam, Suatu Analisis Komprehensif tentang Pilar-Pilar
Substansial, Karakteristik, Tujuan dan Sumber Acuan Islam, ter.Setiawan Budi Utomo, (Jakarta:
Al-Kautsar, 2000), hlm.15

8
Ilmu kebenarannya bersifat empiris, filsafat kebenarannya bersifat spekulatif
(berdasarkan nalar dan logika), keduanya bersifat nisbi. Agama kebenarannya
bersifat absolut mutlak, dalam penentuannya semua perlu perumusan. Hubungan
ilmu filsafat dan agama, Albert Einstein mengatakan dengan singkat “science with
out is blind, religion with out science is blame” Ilmu tanpa agama buta, agama
tanpa ilmu lumpuh. Menurut Anshari (dalam Kompasiana 2012) menyatakan,
baik filsafat, ilmu dan agama, bertujuan (sekurang-kurangnya berurusan dengan
hal yang sama), yaitu kebenaran. Hubungan antara filsafat, sains dan agama
mempunyai titik persamaan, titik perbedaan dan titik singgung (hubungan) antara
yang satu dengan yang lainnya.
1. Titik Persamaan
Mencari kebenaran. Ilmu pengetahuan dengan metodenya sendiri, mencari
kebenaran tentang alam dan termasuk di dalamnya manusia. Filsafat dengan
wataknya sendiri pula, menghampiri kebenaran, baik tentang alam maupun
tentang manusia, yang belum atau tidak dapat dijawab oleh ilmu, karena diluar
atau di atas jangkauannya, ataupun tentang Tuhan. Agama dengan
karakteristiknya sendiri pula memberikan jawaban atas segala persoalan asasi
yang dipertanyakan manusia, baik tentang alam maupun tentang manusia dan
tentang Tuhan.8

2. Titik Perbedaan
Perbedaannya terlihat dari aspek sumber, metode dan hasil yang ingin
dicapai. Baik ilmu maupun filsafat, keduanya hasil dari sumber yang sama, yaitu
ra’yu (akal, budi, rasio atau reason) manusia. Sedangkan agama bersumberkan
dari wahyu Allah.

Ilmu pengetahuan mencari kebenaran dengan jalan penyelidikan (riset),


pengalaman (empiris), dan percobaan (eksperimen) sebagai batu ujian. Filsafat
menghampiri kebenaran dengan cara mengembarakan akal budi secara radikal
(mengakar) dan integral (menyeluruh) serta universal (alami atau mengalam) tidak
merasa terikat oleh ikatan apapun, kecuali oleh ikatan tangannya sendiri bernama

8
Drs. A.Susanto, M.Pd, Filsafat Ilmu, (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), hlm.129

9
logika, sebagaimana disinggung oleh Anshari, bahwa filsafat itu ialah rekaman
petualangan jiwa dalam kosmos.

Manusia mencari dan menemukan kebenaran dalam agama dengan jalan


mempertanyakan, mencari jawaban tentang berbagai masalah asasi dari kitab suci.
Kebenaran ilmu pengetahuan adalah kebenaran positif, kebenran filsafat adalah
kebenaran spekulatif (dugaan yang tidak dapat dibuktikan secara empiris, riset
dan eksperimen). Baik kebenaran ilmu maupun kebernaran filsafat, keduanya
relatif. Sedangkan kebenaran agama bersifat mutlak (absolut), karena agama
adalah wahyu yang diturunkan oleh dzat yang Maha Besar , Maha Mutlak, dan
Maha Sempurna yaitu Allah SWT. Baik ilmu maupun filsafat, kedua-duanya
dimulai dengan sikap percaya dan iman.

3. Titik Singgung atau Relasi

Relasinya ialah saling isi-mengisi di dalam menjawab persoalan-persoalan


yang diajukan oleh manusia. Hubungan lain adalah bahwa filsafat identik dengan
ilmu pengetahuan, sebagimana juga filosof identic dengan ilmuwan. Objek materi
ilmu adalah alam dan manusia, dan objek material filsafat adalah alam, manusia
dan Tuhan.

Selain itu, masih dalam kaitan antara ilmu, filsafat dan agama, bahwa
filsafat mengkaji tentang kebijaksanaan. Manusia berusaha untuk mencari
kebijaksanaan, mencari dengan cara yang ilmiah tentang kebenaran. Akan tetapi,
manusia tidak akan sampai pada derajat bijaksana, karena hanya Tuhan sajalah
yang bersifat bijaksana. Manusia hanya berusaha untuk mencari kebijaksanaan,
mencari kebenaran dengan cara yang ilmiah. Selain itu, segala aktivitas manusia
yang berkenaan dengan pemahaman terhadap dunia secara keseluruhan dengan
jiwa dan pikirannya merupakan bagian dari kajian filsafat. Filsafat sama halnya
dengan agama, sama-sama mengkaji tentang kebijaksanaan, tentang Tuhan, serta
baik dan buruk. Itulah sebabnya maka filsafat mempunyai hubungan yang dekat
dengan agama di satu sisi dan ilmu pengetahuan di sisi lain.

1
Hubungan yang lebih dekat lagi, dapat dilihat bahwa hal-hal yang tidak
terjangkau oleh akal pikiran (filsafat) akan terjawab melalui wahyu atau agama.
Begitu juga dengan filsafat, membahas persoalan-persoalan yang tidak terjawab
oleh ilmu pengetahuan.

Dengan demikian, antara ilmu, filsafat dan agama dapat saling mengisi
dan saling melengkapi. Sehingga menjadi lengkaplah sudah kebtuhan manusia
untuk memahami keberadaan alam, manusia, dan Tuhan.9

Penutup
Sebagai penutup dari makalah yang sangat sederhana ini, penulis akan
memberikan beberapa poin penting yang berkaitan dengan hubungan antara
filsafat, ilmu pengetahuan dan agama, yaitu sebagai berikut :
1. Antara filsafat, ilmu (sains) dan agama terdapat titik persamaannya, yaitu
mencari kebenaran.
2. Antara filsafat, ilmu (sains) dan agama disamping terdapat persamaan,
akan tetapi juga ada perbedaannya, yaitu dari aspek sumber, metode dan
hasil yang ingin dicapai.
3. Antara filsafat, ilmu (sains) dan agama mempunyai titik singgung atau
relasi, yaitu saling isi-mengisi di dalam menjawab persoalan-persoalan
yang diajukan oleh manusia.

9
Pirhat Abbas, Hubungan Filsafat, Ilmu dan Agama, Media Akademika Volume 25, hlm.16-20

1
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Tafsir. 2002. Filsafat Umum. Bandung: Rosda Karya

Ali Mudhofir. 1996. Kamus Teori dan Aliran dalam Filsafat dan Teologi.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
Drs. A.Susanto, M.Pd. 2011. Filsafat Ilmu. Jakarta: Bumi Aksara
Pirhat Abbas. Hubungan Filsafat, Ilmu dan Agama. Media Akademika
Volume 25
Soetrionon & Rita Hanafie. 2009. Filsafat Ilmu dan Metodologi
Penelitian. Yogyakarta: Anai
Suparlan Suhartono. 2007. Dasar-dasar Filsafat. Yogyakarta: Arruz
Media
Surajiyo. 2004. Ilmu Filsafat. Jakarta: Bumi Aksara

Tim Penulis. 1998. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka

Yusuf Al-Qaradhawy. 2000. Pengantar Kajian Islam, Suatu Analisis


Komprehensif tentang Pilar-Pilar Substansial, Karakteristik, Tujuan dan
Sumber Acuan Islam, ter.Setiawan Budi Utomo. Jakarta: Al-Kautsar

Anda mungkin juga menyukai