Anda di halaman 1dari 15

HAKIKAT FILSAFAT ILMU DAN KEBENARAN ILMIAH

Aviona Chaerunisya P
Diah Setianingrum
Fuji Abu Basyar
Herwan Okta Yoza
Muhammad Riza Palevi
Nur Hidayat Lutfi Majid
Uin Walisongo Semarang
Abstrak
Artikel ini membedah tentang hakikat dan kebenaran ilmiah. Pembaasan di mulai dari
pengertian dari filsafat ilmu, objek filsafat ilmu, macam-macam filsafat ilmu dan
tujuan dari filsafat ilmu. Pada akhir pembaasan artikel ini diakhiri, dengan
pembahasan tentang kebenaran ilmiah dan hubungan kebenaran ilmiah dengan filsafat
ilmu.
Filsafat Ilmu, sebagai cabang dari Ilmu Filsafat dapat dipandang dari dua sisi, yaitu
bukan hanya disiplin ilmu, tetapi juga landasan filosofis dari proses keilmuan. Filsafat
ilmu membahas suatu objek khusus yaitu ilmu pengetahuan sebagai objek
penelitiannya. Selain itu, filsafat ilmu merupakan kerangka dalam proses penggalian
ilmu atau pemberian perspektif untuk memahami hakikat filsafat ilmu dan
menjelaskan kebenaran ilmiah.. Manusia diberikan dengan potensi khusus dalam
bentuk akal, yang dengannya mereka mencari kebenaran. Di sisi lain, manusia
dianugerahi Tuhan sebagai cara hidup melalui agama, dan mencari kebenaran dalam
hidup di dunia yang indah dan bahagia untuk memberikan kehidupan untuk
kehidupan abadi di masa depan. Membahas kebenaran dalam filsafat berarti
memeriksa ontologi, epistemologi, dan aspek aksiologisnya.
Kata Kunci : Filsafat Ilmu, Hakikat, Kebenaran Ilmiah
A. Pendahuluan
Sepanjang kehidupan manusia tidak mungkin dapat berjalan lancar pasti
memiliki rangkaian pertanyaan yang sudah dipastikan harus memiliki sebuah jawaban
untuk menjawab sebuah pertanyaan, jika tidak akan menimbulkan suatu
ketidakpastian dalam menjalani kehidupan tersebut. Terkadang jawaban atas suatu
pertanyaan tersebut masih banyak yang bersifat spekulatif atau dengan artian jawaban
itu belum bisa dibuktikan secara ilmiah, oleh karena itu sering terjadi pro dan kontra
satu sama lain antar manusia dalam menjawab suatu pertanyaan.
Ilmu merupakan suatu hal yang sangat penting dalam merespon atau
memberikan suatu jawaban, yang mana nantinya jawaban yang berdasarkan dari
sebuah ilmu tersebut dapat dipertanggung jawabkan dan dapat menjadi suatu acuan
atau corak berpikir seseorang dalam berpikir. Ilmu sendiri memiliki pengertian suatu
cara atau prosedur yang digunakan oleh para pemikir atau para ahli dibidangnya
untuk menghasilkan suatu ilmu pengetahuan.
Filsafat sendiri merupakan suatu bentuk mendalami dan mempelajari secara
menyeluruh mengenai suatu hal yang ada. Menurut Susanto (2011), filsafat
didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan yang berupaya mengkaji tentang masalah
yang berkaitan dengan segala sesuatu, baik bersifat materi maupun immateri secara
sungguh-sungguh untuk menemukan hakikat sesuatu yang sesungguhnya, mencari
prinsip kebenaran, serta berpikir secara rasional dan logis, mendalam dan bebas,
sehingga dapat dimanfaatkan untuk membantu menyelesaikan berbagai problema
kehidupan manusia.1 Dari uraian pendapat diatas, bahwa filsafat termasuk ilmu
pengetahuan yang dikategorikan sebagai bentuk penerapan dari pemikiran untuk
mencari suatu jawaban atau penyelesaian masalah secara mendalam dengan bertujuan
untuk menyelesaikan setiap permasalahan yang terjadi di kehidupan manusia.
Pada dasarnya filsafat ilmu itu secara hakikat ilmu pengetahuan, karena
filsafat ilmu itu berfungsi sebagaimananya ilmu pengetahuan, namun yang
membedakan adalah bahwa filsafat ilmu itu mempelajari dan menelusuri secara
mendalam yang mana sifatnya masih abstrak, tetapi bisa ditelaah menggunakan akal
dan dapat dipertanggungjawabkan secara rasional namun tidak dapat dibuktikkan.
Sedangkan kebenaran ilmiah sering sekali dihubungkan dengan filsafat ilmu,
hal ini dikarenakan untuk mendapatkan suatu kebenaran tidak gampang seperti
membuka mulut, namun kebenaran didapat membutuhkan suatu proses atau uraian
tata cara yang bersumber dari adanya ilmu pengetahuan. Seperti yang dikatakan,
Harold H. Tutis pada kesimpulan yang terjemahannya kurang lebih sebagai berikut;
“Kebenaran” adalah kesetiaan putusan-putusan dan ide-ide kita pada fakta
pengalaman atau pada alam sebagaimana apa adanya, akan tetapi sementara kita tidak
senantiasa dapat membandingkan putusan kita itu dengan situasi aktual, maka ujilah
putusan kita itu dengan putusan-putusan lain yang kita percaya sah dan benar, atau
kita ujilah putusan-putusan itu dengan kegunaannya dan dengan akibat-akibat praktis.2
Oleh karena itu, kita tidak dapat langsung menyimpulkan bahwa apa yang kita
putuskan sudah benar, melainkan harus kita bandingkan atau menguji putusan kita
tadi dengan pendapat-pendapat sebelumnya atau ilmu pengetahuan yang sudah ada,
agar dapat diterima dengan logika atau akal setiap manusia yang bersifat rasional.
Oleh sebab itu, kebenaran itu dapat dibuktikan dengan cara berbagai proses
dengan cara menyeimbangkan ilmu pengetahuan dengan pendapat-pendapat para ahli
sebelumnya, sehingga dihasilkan suatu kebenaran ilmiah kemudian hal tersebut dapat

1 Welhendri Azwar Muliono.”Filsafat Ilmu Cara Mudah Memahami Filsafat Ilmu”.


(Kencana:2019).hlm11
2 Saifullah.”kebenaran ilmiah menurut prespektif filsafat ilmu”. ar-raniry.hlm 6
terhubung dan saling mengisi antara kebenaran ilmiah dengan filsafat ilmu. Yang
mana filsafat ilmu itu juga membutuhkan suatu kebenaran ilmiah agar filsafat ilmu
tersebut dapat dipertanggungjawabkan dan berguna sebagai metode pemecahan
masalah dan pandangan hidup seseorang.
Makalah ini akan membahas mengenai hakikat filsafat ilmu dan kebenaran
ilmiah namun lebih berfokus pada pengertian filsafat ilmu, objek filsafat ilmu,
macam-macam filsafat ilmu, tujuan filsafat ilmu, pengertian kebenaran ilmiah dan
hubungan antara filsafat ilmu dengan kebenaran ilmiah. Dan dalam memaparkan
pembahasan makalah ini akan diuraikan secara singkat dan praktis, agar dapat
diterima dengan mudah serta dapat dipahami oleh setiap pembaca.
Sedangkan metode penulisan yang akan digunakan adalah metode kualitatif,
yang mana metode ini bersumber dari berbagai data yang ada yang dikumpulkan
dalam bentuk tulisan atau catatan yang nantinya akan diteliti secara mendalam,
sehingga yang akan menjadi tujuan dalam metode penulisan ini yaitu untuk
menggambarkan dan menjelaskan secara rinci dan mendalam. Metode penulisan ini
nantinya akan menghasilkan suatu data yang bersifat deskriptif, dengan tujuan untuk
menggambarkan secara sistematis, faktual dan aktual mengenai fakta-fakta, sifat-sifat
serta hubungan antar fenomena yang diselidiki.3
B. Pengertian Filsafat Ilmu
1. Pengertian Filsafat
Filsafat secara etimologis merupakan padanan kata falsafah (Bahasa
Arab) dan philosophy (bahasa Inggris), serta berasal dari bahasa Yunani yaitu
philosophia. Kata philosophia itu sendiri merupakan gabungan dari dua kata,
yaitu philos dan sophia. Adapun istilah philos bermakna kekasih atau sahabat,
sedangkan sophia memiliki arti kebijaksanaan atau kearifan, serta bisa juga
diartikan sebagai pengetahuan. Jadi, secara bahasa filsafat dapat diartikan
sebagai yang mencintai kebijaksanaan atau sahabat dari pengetahuan.4
Sedangkan pengertian filsafat dari menurut terminologi, beberapa
tokoh filsuf memiliki pandangan yang berbeda-beda terkait definisinya.
Menurut Plato, salah seorang tokoh filsuf terkemuka di masa Yunani kuno,
filsafat merupakan ilmu pengetahuan yang berusaha meraih kebenaran yang
asli dan murni. Dia juga mengutarakan definisi lain dari filsafat, yaitu

3 Digilib.uinsby.ac.id,14 maret 2021,8:14.


4 Jan Hendrik Rapar, Pengantar Filsafat, (Yogyakarta: Kanisius, 1996), hlm. 14.
penyelidikan tentang sebab-sebab dan asas-asas yang paling akhir dari segala
sesuatu yang ada. Sedangkan menurut Aristoteles, yang mana merupakan
murid dari Plato, filsafat merupakan ilmu pengetahuan yang berupaya
mempelajari “peri ada selaku peri ada” (being as being) atau “peri ada
sebagaimana adanya” (being as such). Selain dari kedua pengertian tersebut,
Rene Descartes, filsuf termasyhur Prancis, memiliki pandangan bahwa
filsafat adalah himpunan dari segala ilmu pengetahuan yang pangkal
penyelidikannya adalah mengenai Tuhan, alam, dan manusia.5
Berbagai perbedaan dari pengertian filsafat merupakan tanda betapa
luasnya cakupan ilmu filsafat sehingga tidak terbatasi oleh batasan-batasan
yang akan mempersempit ruang lingkup filsafat. Jika filsafat hanya memiliki
satu pengertian baku, maka hanya akan membatasi gerak filsafat, atau
mematikan filsafat itu sendiri.
2. Pengertian Ilmu
Pengertian ilmu dapat direferensikan pada kata science (bahasa
Inggris), atau ‘ilm (bahasa Arab). Dalam bahasa Inggris, kata science ini
sendiri memiliki arti “to know”, yang jika diterjemahkan ke dalam bahasa
Indonesia yaitu “untuk mengetahui”. Menurut seorang filsuf John G.
Kemeny, ilmu diartikan sebagai semua pengetahuan yang dihimpun dengan
perantara metode ilmiah. Sedangkan Charles Singer mengartikan ilmu adalah
proses yang membuat pengetahuan. Dan menurut Prof. Harold H. Titus, ilmu
memiliki makna sebagai metode guna memperoleh pengetahuan yang objektif
dan dapat diperiksa kebenarannya.6
3. Pengertian Filsafat Ilmu
Filsafat ilmu memiliki istilah lain yaitu theory of science (teori ilmu),
meta science (adi-ilmu), science of science) ilmu tentang ilmu. Menurut The
Liang Gie, filsafat ilmu merupakan segenap pemikiran reflektif terhadap
persoalan-persoalan mengenai segala hal yang menyangkut landasan ilmu
maupun hubungan ilmu dengan segala segi kehidupan manusia. Pengertian
filsafat ilmu sendiri terbagi menjadi dua, yaitu:
a. Filsafat ilmu dalam arti luas, yaitu menampung permasalahan yang
menyangkut berbagai hubungan luar dari kegiatan ilmiah.
5 Ibid., hlm. 15.
6 Mohammad Adib, Filsafat Ilmu: Ontologi, Epistimologi, Aksiologi, dan Logika Ilmu Pengetahuan, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2011), hlm. 49.
b. Filsafat ilmu dalam arti sempit yaitu menampung permasalahan yang
bersangkutan dengan hubungan ke dalam yang terdapat dalam ilmu yaitu
pengetahuan ilmiah dan cara-cara mengusahakan serta mencapai
pengetahuan ilmiah.7
C. Objek Filsafat Ilmu
Isi filsafat ditentukan oleh objek yang dipikirkan. Objek adalah sesuatu yang
menjadi bahan kajian dari suatu penelaahan atau penelitian tentang pengetahuan.
Objek yang difikirkan oleh filosof adalah sesuatu yang ada dan yang mungkin ada.
Dan setiap ilmu pengetahuan pasti mempunyai objek, baik yang bersifat materiil
maupun formal. Atau dengan kata lain, objek adalah sasaran pokok atau tujuan
penyelidikan keilmuan, baik objek materiil maupun objek formal. Seperti bidang
keilmuan lainnya, filsafat ilmu memiliki objek material dan objek formalnya sendiri.
1. Objek Material Filsafat Ilmu
Objek materiil yaitu suatu penyelidikan, pemikiran atau penelitian
keilmuan. Sedangkan yang dimaksud dengan objek material filsafat ilmu adalah
ilmu pengetahuan itu sendiri, yaitu pengetahuan yang telah disusun secara
sistematis dengan metode ilmiah tertentu, sehingga dapat dipertanggungjawabkan
kebenarannya secara umum. Objek materiil filsafat ini mencakup segala hal, baik
yang konkret atau abstrak.8 Menurut Poedjawijatna, objek materiil filsafat
meliputi segala sesuatu dari keseluruhan ilmu yang menyelidiki sesuatu.
2. Objek Formal Filsafat Ilmu
Objek formal yaitu sifat penelitian, penyelidikan yang mendalam. Kata
mendalam berarti ingin tahu tentang objek yang tidak empiris. Objek formal
merupakan sudut pandang atau cara memandang terhadap objek materiil,
termasuk prinsip-prinsip yang digunakan, dalam artian objek formal filsafat
bersifat mengasaskan atau berprinsip maka filsafat itu mengonstatir prinsip-
prinsip kebenaran dan ketidak-benaran. Peran objek formal hanya menjelaskan
pentingnya arti, posisi dan fungsi objek di dalam imu penegetahuan. Selanjutnya,
ia menentukan jenis ilmu pengetahuan yang tergolong studi ilmu apa, dan
tergolong sifat ilmu yang kualitatif ataukah kuantitatif. Hal ini berarti bahwa
dengan objek formal ruang lingkup ilmu pengetahuan bisa ditentukan.

7 Ibid., hlm. 55.


8 Ahmad Taufik Nasution, Filsafat Ilmu : Hakikat Mencari Pengetahuan, (Yogyakarta : Deepublis, 2016), hlm. 34
Objek formal filsafat ilmu adalah esensi ilmu pengetahuan, artinya
filsafat ilmu lebih menaruh perhatian terhadap problem-problem mendasar ilmu
pengetahuan seperti: apa hakikat ilmu itu sesungguhnya? Bagaimana cara
memperoleh kebenaran ilmiah? Apa fungsi ilmu pengetahuan itu bagi manusia?
Problem-problem inilah yang dibicarakan dalam landasan pengembangan ilmu
pengetahuan, yakni landasan ontologis, epistemologis, dan aksiologis.9
Penjelasan diatas, dapat dianalisa dan dijelaskan tentang perbedaan antara
objek material dan objek formal filsafat ilmu.
1) Objek material filsafat merupakan suatu bahan yang menjadi tinjauan penelitian
atau pembentukan pengetahuan itu atau hal yang di selidiki, di pandang atau di
sorot oleh suatu disiplin ilmu yang mencakup apa saja baik hal-hal yang konkret
ataupun yang abstrak. Sedangkan Objek formal filsafat ilmu tidak terbatas pada
apa yang mampu diindrawi saja, melainkan seluruh hakikat sesuatu baik yang
nyata maupun yang abstrak.
2) Obyek material filsafat ilmu itu bersifat universal, yaitu segala sesuatu yang ada
dan realistis, sedangkan objek formal filsafat ilmu (pengetahuan ilmiah) itu
bersifat khusus dan empiris. Objek material mempelajari secara langsung
pekerjaan akal dan mengevaluasi hasil-hasil dari objek formal ilmu itu dan
mengujinya dengan realisasi praktis yang sebenarnya. Sedangkan Obyek formal
filsafat ilmu menyelidiki segala sesuatu itu guna mengerti sedalam dalamnya,
atau mengerti obyek material itu secara hakiki, mengerti kodrat segala sesuatu itu
secara mendalam. Obyek formal inilah sudut pandangan yang membedakan
watak filsafat dengan pengetahuan, karena filsafat berusaha memahami sesuatu
se-dalam dalamnya. Selanjutnya mempunyai kedudukan dan peran yang mutlak
dalam menentukan suatu pengetahuan menjadi ilmu pengetahuan, kemudian, ia
menentukan jenis ilmu pengetahuan yang tergolong bidang studi apa, dan sifat
ilmu pengetahuan yang tergolong kualitatif dan kuantitatif.
Dari penjelasan dan pemahaman bisa disimpulkan bahwa objek material dan
objek formal merupakan satu-kesatuan yang utuh, tidak dapat dipisahkan dalam
bingkai aspek kefilsafatan.
D. Macam-Macam Filsafat Ilmu

9 Ibid, hlm. 35
Filsafat ilmu adalah salah satu bagian dari cabang filsafat mengkaji hakikat
ilmu terutama yang berkaitan dengan landasannya; (ONTOLOGIS, AKSIOLOGIS,
EPISTEMOLOGIS);serta hubungan ilmu dengan jenis pengetahuan lainnya.
Dan adapun macam macam dari filsafat ilmu adalah sebagai berikut ;
1. Ontologi ilmu
Pengertian dari Ontologi adalah ilmu yang membahas tentang hakikat yang
ada, yang merupakan ultimate reality yang berbentuk jasmani / kongkret maupun
rohani /abstrak (Bakhtiar, 2004). Ontologi merupakan salah satu kajian
kefilsafatan yang paling kuno dan berasal dari Yunani. Studi tersebut membahas
keberadaan sesuatu yang bersifat konkret. Tokoh Yunani yang memiliki
pandangan yang bersifat ontologis yang terkenal diantaranya Thales, Plato, dan
Aristoteles. Pada masanya, kebanyakan orang belum mampu membedakan antara
penampakan dengan kenyataan.
Paham-paham dalam Ontologi. Dalam pemahaman ontologi dapat diketemukan
pandangan-pandangan pokok/aliran-aliran pemikiran antara lain: Monoisme,
Dualisme, Pluralisme, Nihilisme, dan Agnotisisme.10
2. Epistimologi ilmu
Epistemologi merupakan salah satu cabang Filsafat yang mengkaji tentang
pengetahuan pada umumnya, baik terkait dengan sumber pengetahuan, otoritas,
validitas, kebenaran, dan terutama cara-cara memperoleh pengetahuan. Dimensi
epistemologis ilmu menjelaskan tentang prosedur atau tata cara ilmu
menghasilkan pengetahuan-pengetahuan ilmiah. Dimensi ini sekaligus menjadi
landasan penyelidikan ilmiah, yang harus dimiliki oleh setiap ilmu, sebagai salah
satu persyaratan utama. Pembahasan tentang dimensi epistemologis tersebut
meliputi dua aspek penting yang saling berkaitan, yaitu:Kebenaran ilmiah dan
metode ilmiah, sebagaimana yang akan diuraikan sebagai berikut. 11
M.Arifin merinci ruang lingkup epistemologi, meliputi hakekat, sumber
dan validitas pengetahuan. Mudlor Achmad merinci menjadi enam aspek, yaitu
hakikat, unsur, macam, tumpuan, batas, dan sasaran pengetahuan. Bahkan, A.M
Saefuddin menyebutkan, bahwa epistemologi mencakup pertanyaan yang harus
dijawab, apakah ilmu itu, dari mana asalnya, apa sumbernya, apa hakikatnya,
bagaimana membangun ilmu yang tepat dan benar, apa kebenaran itu,

10 Dimensi kajian ilmi. Annisa kusuma ningrum


11 dimensi filsafat ilmu Dr. Syaifullah dan Dr. Fuad ramly. M.hum
mungkinkah kita mencapai ilmu yang benar, apa yang dapat kita ketahui, dan
sampai dimanakah batasannya. Semua pertanyaan itu dapat diringkat menjadi dua
masalah pokok; masalah sumber ilmu dan masalah benarnya ilmu.
Objek epistemologi ini menurut Jujun S.Suriasumatri berupa segenap
proses yang terlibat dalam usaha kita untuk memperoleh pengetahuan. Proses
untuk memperoleh pengetahuan inilah yang menjadi sasaran teori pengetahuan
dan sekaligus berfungsi mengantarkan tercapainya tujuan, sebab sasaran itu
merupakan suatu tahap pengantara yang harus dilalui dalam mewujudkan tujuan.
Tanpa suatu sasaran, mustahil tujuan bisa terealisir, sebaliknya tanpa suatu tujuan,
maka sasaran menjadi tidak terarah sama sekali.
Tujuan epistemologi menurut Jacques Martain mengatakan: Tujuan
epistemologi bukanlah hal yang utama untuk menjawab pertanyaan, apakah saya
dapat tahu, tetapi untuk menemukan syarat-syarat yang memungkinkan saya
dapat tahu. Hal ini menunjukkan, bahwa epistemologi bukan untuk memperoleh
pengetahuan kendatipun keadaan ini tak bisa dihindari, akan tetapi yang menjadi
pusat perhatian dari tujuan epistemologi adalah lebih penting dari itu, yaitu ingin
memiliki potensi untuk memperoleh pengetahuan.
Metode ilmiah berperan dalam tataran transformasi dari wujud pengetahuan
menuju ilmu pengetahuan. Bisa tidaknya pengetahuan menjadi ilmu pengetahuan
yang bergantung pada metode ilmiah, karena metode ilmiah menjadi standar
untuk menilai dan mengukur kelayakan suatu ilmu pengetahuan. Sesuatu
fenomena pengetahuan logis, tetapi tidak empiris, juga tidak termasuk dalam ilmu
pengetahuan, melaikan termasuk wilayah filsafat. Dengan demikian metode
ilmiah selalu disokong oleh dua pilar pengetahuan, yaitu rasio dan fakta secara
integratif.12
3. Akasiologi ilmu
Aksiologi merupakan cabang filsafat ilmu yang mempertanyakan
bagaimana manusia menggunakan ilmunya. Jadi yang ingin dicapai oleh aksiologi
adalah hakikat dan manfaat yang terdapat dalam suatu pengetahuan. Aksiologi
secara etimologis berasal dari kata axios dan logos. Axios berarti nilai dan logos
berarti ilmu atau teori. Aksiologi adalah suatu ilmu cabang filsafat yang
membahas tentang nilai secara teoretis sehingga Aksiologi juga disebut Theory of

12 Dimensi kajian ilmi. Annisa kusuma ningrum


Value (Teori Nilai). Aksiologi membahas tentang nilai secara teoretis yang
mendasar dan filsafati, yaitu membahas nilai sampai pada hakikatnya. Oleh
karena aksiologi membahas tentang nilai secara filsafati, maka juga disebut
Philosophy of Value (Filsafat Nilai). Aksiologi adalah cabang filsafat yang
menganalisis tentang hakikat nilai yang meliputi nilsi-nilai kebaikan, kebenaran,
keindahan, dan religius. Nilai-nilai kebaikan, kebenaran, keindahan, dan religius
sebagai objek material ditinjau dari sudut pandang hakikatnya (Frondizi, 1963: 5).
Bagus (2005: 33) menjelaskan pengertian aksiologi adalah sebagai berikut :
a. Aksiologi merupakan analisis nilai-nilai, analisis berarti membatasi arti, ciri-
ciri, tipe, kriteria. Dan status epistemologis nilai.
b. Aksiologi merupakan studi yang menyangkut teori umum tentang nilai atau
segala yang bernilai
c. Aksiologi adalah studi filosofis tentang hakikat nilaiBerdasarkan penjelasan
Bagus tersebut bahwa Aksiologi adalah cabang filsafat yang menganalisis
tentang hakikat nilai. Nilai-nilai meliputi nilai-nilai kebaikan, kebenaran,
keindahan, dan religius.
Objek materialnya adalah nilai-nilai kebaikan, kebenaran, keindahan, dan
religius. Sudut pandang atau objek formalnya adalah membahas nilai-nilai sampai ke
hakikatnya.
Aksiologi merupakan bagian dari filsafat ilmu yang menekankan
pembahasannya disekitar bilai guna atau manfaat suatu ilmu pengetahuan. Diantara
ilmu pengetahuan adalah memberikan kemashlahatan dan berbagai kemudahan bagi
kelangsungan hidup manusia itu sendiri. Aspek ini menjadi sangat penting dalam
proses pengembangan ilmu pengetahuan, sebab suatu cabang ilmu yang tidak
memiliki nilai aksiologis, maka cenderung mendatangkan kemudharatan bagi
kelangsungan hidup manusia. Bahkan tidak menutup kemungkinan ilmju yang
bersangkutan menjadi ancaman yang sangatberbahaya, baik bagi keberlangsungan
kehidupan sosial maupun keseimbangan alam. Ketika kita mencoba mencermati arah
pemikiran para ilmuan barat meskipun tidak semua mereka sependapat-bahwa
orientasi pemikiran keilmuan dalam bidang apapun harus bersifat bebas nilai (free
values). Sebab menurut mereka ilmu pengetahuan yang disandarkan kepada nilai-
nilai. 13

13 USWATUN HASANAH. AKSIOLOGI ILMU DALAM TRADISI ISLAM DAN BARAT “Etika Keilmuan Dalam Tradisi
Islam dan Barat”
E. Tujuan Filsafat Ilmu
Tujuan filsafat ilmu adalah :
1. Mendalami unsur-unsur pokok ilmu, sehingga secara menyeluruh kita dapat
memahamisumber, hakikat dan tujuan ilmu
2. Memahami sejarah pertumbuhan, perkembangan dan kemajuan ilmu di berbagai
bidang,sehingga kita mendapatkan gambaran tentang proses ilmu kontemporer
secara historis.
3. Menjadi pedoman bagi para dosen dan mahasiswa dalam mendalami studi di
perguruantinggi, terutama persoalan yang ilmiah dan non ilmiah
4. Mendorong pada calon ilmuwan dan iluman untuk konsisten dalam mendalami
ilmu danmengembangkannya.
5. Mempertegas bahwa alam persoalan sumber dan tujuan antara ilmu dan agama
tidak adapertentangan.
Adapun tujuan mempelajari filsafat ilmu yang lain sebagai berikut :
a) Filsafat ilmu sebagai sarana pengujian penalaran ilmiah, sehingga orang menjadi
kritis dan cermat terhadap kegiatan ilmiah. Maksudnya seorang ilmuwan harus
memiliki sikap kritis terhadap bidang ilmunya sendiri, sehingga dapat
menghindarkan diri dari sikap solipsistik, menganggap bahwa hanya pendapatnya
yang paling benar
b) Filsafat ilmu memberikan pendasaran logis terhadap metode keilmuan. Setiap
metode ilmiah yang dikembangkan harus dapat dipertanggungjawabkan secara
logis-rasional, agar dapat dipahami dan dipergunakan secara umum. Semakin
luas penerimaan dan penggunaan metode ilmiah, maka semakin valid metode
tersebut.
c) Memahami sejarah pertumbuhan, perkembangan dan kemajuan ilmu di berbagai
bidang, sehingga kita mendapat gambaran tentang proses ilmu kontemporer secra
historis.
d) Mendorong pada calon ilmuwan dan iluman untuk konsisten dalam
mendalamiilmu dan mengembangkannya.
F. Kebenaran Ilmiah
Manusia sejatinya dalam hidup adalah berusaha untuk menemukan atau mencari suatu
kebenaran. Dalam artian ini kebenaran merupakan sesuatu yang bersifat eksistensial,
hal ini bahwa kebenaram yang merupakan sesuatu yang ada dan tidak dapat
dipisahkan dari kehidupan manusia. Yang dsang waktu dapat digambarkan sebagai
suatu kebenaran yang linier (garis lurus), yaitu bahwa pemikiran saling berhubungan
satu dengan lainnya untuk membentuk suatu hubungan yang saling seiringan
membentuk suatu garis lurus, dimana yang satu merupakan kelanjutan dari yang
sebelumnya, begitu seterusnya yang pada akhirnya menuju progresifisme.
Perkembangan filsafat yaitu bersifat dialektis. Dimana pemikiran satu merupakan
suatu anti tesis dari pemikiran lainnya yang merupakan tesisnya, kemudian muncul
pemikiran lain yang membentuk sintesis dan begitu juga seterusnya yang sedemikian
rupa sehingga tesis yang muncul dapat menjadi tolak ukur pemikiran bagi suatu
pemikiran yang mencul kemudian. Berkenaan dengan kebenaran, akan terlihat
bagaimana gambaran perkembangan sejarah ilmu pengetahuaan berkenaan dengan
kebenaran, yaitu apakah hal tersebut merupakan kelanjutan dari suatu pemikiran
terdahulunya yang terus berkembang untuk melangkah kedepan. Dalam hal ini kita
akan membahas tentang kebenaran ilmiah atau secara pengertiannya untuk
menemukan tentang suatu kebenaran ilmiah tersebut.
Kebenaran Filsafat Ilmiah
Kebenaran ilmiah tidak dapat dipisahkan dari karakteristik yang bersifat ilmiah.
Adapaun kata ilmiah dapat diartikan sebagai sesuatu yang bersifat ilmia secara ilmu
pengetahuan, memenuhi syarat atau kaidah ilmu pengetahuan. Dari pengertian ilmiah
tersebut terlihat jelas bahwa kebenaran ilmiah itu dapat diaktualisasikan atau
dimanifestasikan kedalam pengetahuan ilmiah. Atau dengan kata lain sesuatu
pengetahuan dikatakan ilmiah justru karena didalam pengetahuan didalam
pengetahuan tersebut terdapat suatu kebenaran yang bersifat ilmiah. Pengetahuan
ilmiah bertitik tolak dari kekaguman terhadap pengalaman biasa atau harian, misalnya
: air jika dipanaskan akan mendidih. Kekaguman terhadap pengalaman, kebenaran,
pengetahuan biasa (common sense), menimbulkan berbagai ketidakpuasan dan
bahkan keraguan terhadap kebenaran harian tersebut. Ketidakpuasan dan keraguan
tersebut akan melahirkan keingintahuan yang mendalam yang dapat diwujudkan
dalam berbagai pertanyaan. Pertanyaan-pertanyaan tersebut selanjutnya diikuti
dengan melakukan sejumlah riset/penelitian/penyelidikan. Serangkaian proses ilmiah
tersebut akan melahirkan suatu kebenaran ilmiah yang dinyatakan dalam
pengetahuan dan Sains.
Kebenaran ilmiah yang bisa diwujudkan dalam ilmu pengetahuan atau sains disebut
dengan ilmu dengan pemenuhan syarat-syarat ilmiah tersebut adalah objektivitas,
seperti sebenarnya telah diletakkan dasarnya oleh bangsa Yunani Kuno di abad ke-6
SM. Sebagaimana halnya dengan gejala pengetahuan, gejala kebenaran merupakan
pengalaman manusia semenjak munculnya fislafat. Dalam zaman Yunani Kuno kita
berjumpa dengan anggapan tentang kebenaran. Salah satu tokoh yang patut
disebutkan adalah Socrates walaupun ia tidak secara langsung berbicara tentang
kebenaran ilmiah. Socrates telah meletakkan suatu dasar yang kuat bagi
berkembangnya gagasa tentang adanya kebenaran yang kemudian dilanjutkan oleh
muridnya yaitu Plato. Menurut Plati kebenaran sebagai ketidaktersembunyiannya
adanya tidak dapat dicapai manusia selama berada di dunia ini. Dengan kata lain,
menurut plato kebenaran adalah sesuatu yang terdapat pada apa yang dikenal atau apa
yang dikejar untuk dikenal. Selanjutnya Aristoteles lebih cenderung melihat
kebenaran dari cara yang dipakai pengenal untuk mencapai kebenaran tersebut
melalui suatu sistem berfikir ilmiah yang dikenal dengan nama logika. Cara berfikir
ilmiah ini meliputi berbagai pengertian, pertimbangan dan penalaran. Berkaitan
dengan pengertian Aristoteles mengungkapkan 10 kategoiri, yaitu : substansi,
kuantitas, kualitas, relasi, tempat, waktu, keadaan, mempunyai, berbuat dan
menderita. Segala pengertian tersebut dapat digabungkan sehingga membentuk suatu
pertimbangan. Demikian pula dengan halnya pertimbangan tersebut dapat
digabungkan sehingga menghasilkan suatu penyimpulan yang disebut silogisme.
Aristoteles menyatakan kebenaran melalui suatu teori yang dikenal dengan teori
korespondensi, yaitu menyatakan adanya yang “tidak ada”, atau tidak ada yang “ada”
adalah salah, sedangkan mengatakan ada yang “ada” dan tidak ada yang “tidak ada”
adalah benar. Pada hematnya dengan fakta-fakta kasus, pernyataan-pernyataan
dikatakan benar dan salah.
G. Hubungan Antara Filsafat Ilmu Dengan Kebenaran Ilmiah
Filsafat ilmu seperti yang telah diuraikan secara rinci sebelumnya, filsafat
ilmu merupakan sebuah disiplin ilmu yang membahas segala permasalahan maupun
persoalan-persoalan yang ada di kehidupan manusia, yang mana seperti kita ketahui
bahwa permasalahan yang ada tidak mungkin dapat terselesaikan dengan mudah, pasti
ada saja yang menjadi sebuah perdebatan, sehingga dapat dikatakan bahwa untuk
menganalisis atau meneliti sebuah ilmu itu tidak ada kata hentinya untuk mencapai
sebuah kebenaran yang ilmiah di dalam suatu ilmu, sehingga muncul-lah para pemikir
ilmu di setiap zaman sepanjang kehidupan manusia atau biasa disebut para filusuf.
Dalam perkembangan zaman pemikiran tentang filsafat pembicaraan
mengenai kebenaran sudah ada sejak masa Plato dan Aristoteles. Pembicaraan tentang
kebenaran ini diawali oleh kebenaran manusia sebagai mahluk yang berpikir. 14 Oleh
sebab itu, jika manusia adalah mahluk yang diciptakan untuk dapat berpikir, lalu
berpikir untuk bertanya dan berpikir untuk menemukan sebuah jawaban atas
pertayaan tersebut, maka bisa dikatakan bahwa manusia yang berpikir untuk mencari
suatu jawaban adalah sama saja manusia tersebut berusaha untuk mencari suatu
kebenaran. Jadi manusia adalah mahluk yang rasional, karena manusia
mempergunakan akalnya untuk berpikir mencari suatu jawaban, yang mana jawaban
tersebut dapat ditelaah oleh akal mereka dengan ini menyatakan, bahwa jawaban yang
dihasilkan dengan cara berpikir oleh setiap manusia itu bersifat rasional dan hasil dari
pemikiran tersebut inilah yang dianggap sebagai suatu kebenaraan.
Dari pemahaman diatas, maka kebenaran ilmiah sebagai bentuk kebenaran
yang telah memenuhi berbagai kaidah dalam suatu ilmu, karena kebenaran ilmiah
dihasilkan dari pemikiran atau penalaran setiap manusia dengan menggunakan akal
mereka, yang mana setiap pemikiran yang berasal dari akal manusia yang bersumber
dari suatu ilmu dapat disebut sebagai filsafat ilmu. Lalu ketika pendapat tadi dapat
diterima oleh nalar atau akal manusia, maka pendapat tersebut dapat dikatakan
sebagai kebenaran ilmiah. Oleh karena itu filsafat ilmu saling berhubungan dengan
kebenaran ilmiah, karena memiliki persamaan yaitu dapat diterima oleh setiap akal
manusia atau logis dan bersifat rasional.
KESIMPULAN
Dari uraian yang telah dipaparkan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa filsafat
ilmu merupakan suatu ilmu yang berfungsi untuk menjawab berbagai permasalahan-
permasalahan yang menyangkut dengan kehidupan manusia. Yang mana jawaban atas
permasalahan tersebut harus bersifat rasional dan dapat ditangkap oleh setiap akal
manusia, oleh sebab itu filsafat ilmu dapat memunculkan suatu kebenaran ilmiah yang
kebenaran ilmiah ini nantinya akan menjadi suatu bahan rujukan dalam meneliti atau
menganalisis berbagai permasalahan, sehingga dapat menghasilkan suatu ilmu
pengetahuan.
Objek dari filsafat ilmu sendiri ada dua yaitu objek material dan formal yang
mana objek ini adalah bahan kajian yang akan diteliti. Objek material filsafat ilmu itu
membahas segala hal tanpa batas baik itu konkret maupun abstrak, sedangkan objek
formal filsafat ilmu adalah sudut pandang seseorang dalam memandang objek

14 Ahmad Gazali HB. “arti dan makna kebenaran dalam telaah Hukum Islam”. (SYARIAH jurnal ilmu hukum,
volume 13, nomor 2, Desember 2013, hlm. 149-158). hlm. 150
material, maksudnya disini objek formal itu membahas bagaimana sudut pandang atau
prinsip seseorang dalam menilai objek material tersebut. Oleh karena itu objek
material dan formal didalam filsafat ilmu itu tidak dapat dipisahkan, karena termasuk
aspek dalam menghasilkan suatu filsafat ilmu.
Hakikat dari filsafat ilmu itu sendiri adalah refleksi filosofis yang tidak akan
pernah mengenal titik jenuh, lelah dalam menjelajah cakrawala ilmiah guna
mendapatkan kebenaran atau kenyataan, sesuatu yang memang tidak pernah akan
habis kita pikirkan dan tidak akan pernah selesai untuk dijelaskan. Oleh karena itu
untuk pencarian dan penemuan kebenaran ilmiah diperlukan suatu sikap keterbukaan,
kerendahan hati, serta keinginan untuk mengadakan dialog keilmuan yang cerdas dan
ajeg.15
Suatu kebenaran ilmiah sangat erat sekali kaitannya dengan karakteristik yang
bersifat ilmiah. Ilmiah itu sendiri memiki arti bahwa kebenaran yang dikemukakan
tersebut telah memenuhi berbagai syarat maupun kaidah dalam ilmu pengetahuan,
atau singkatnya bahwa didalam ilmu pengetahuan tersebut terdapat sebuah kebenaran.
kebenaran ilmiah pun harus sesuai dengan fakta yang ada, yang mana fakta itu
diperoleh dari adanya ilmu pengetahuan, oleh karena itu kita tidak dapat sembarangan
menyimpulkan bahwa segala sesuatu itu adalah suatu kebenaran ilmiah, melainkan
kita harus berpikir terlebih dahulu sehingga kebenaran tersebut dapat diterima oleh
akal manusia atau logis dan rasional atau tidak. Karena suatu kebenaran tidak dapat
dipisahkan dengan kehidupan manusia dan nantinya kebenaran tersebut tanpa disadari
akan menjadi sebuah pedoman hidup bagi manusia.
Dan juga Filsafat ilmu dan kebenaran ilmiah ini saling berkaitan satu dengan
yang lainnya, karena tidak mungkin ada suatu kebenaran ilmiah tanpa adanya ilmu
yang didapatkan dari para pemikir sepanjang kehidupan manusia, pendapat para
filusuf tersebut akan memperoleh suatu kesimpulan yang mana kesimpulan tadi dapat
diterima dan nantinya akan menjadi suatu kebenaran ilmiah yang akan dijadikan
pedoman dalam berpikir setiap manusia.
Dengan demikian kebenaran ilmiah itu bukan suatu hal yang mudah untuk
didapatkan, melainkan membutuhkan suatu proses yang lama untuk menganggap
apakah kebenaran tersebut, benar atau tidak ?. Oleh karena itu kita membutuhkan
suatu ilmu pengetahuan yang akan menjadi sebuah pedoman atau bahan pendukung
15 Hamdan Akromullah. “Kebenaran ilmiah dalam perspektif filsafat ilmu (suatu pendekatan historis dalam
memahanmi kebenaran ilmiah dan aktualisasi dalam bidang praksis”. (Majalah ilmu pengetahuan dan pemikiran
keagamaan tajdid, vol 21, no 1 , juli 2018). hlm 62.
kita untuk membuktikan suatu kebenaran, ilmu tersebut berasal dari para pemikir atau
filusuf di setiap zaman, yang mana pendapat para filusuf tersebut yang akan
digunakan.
Oleh sebab itu filsafat ilmu dengan kebenaran ilmiah memiliki suatu hubungan
timbal balik, namun suatu kebenaran itu digunakan untuk memanusiakan akal setiap
manusia dan sesamanya. Dan perlu kita ingat, karena segala sesuatu yang benar hanya
bersumber dari Allah swt, yang maha benar.
DAFTAR PUSTAKA
Adib, Mohammad. 2011 Filsafat Ilmu: Ontologi, Epistimologi, Aksiologi, dan Logika
Ilmu Pengetahuan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,)
Digilib.uinsby.ac.id,14 maret 2021,8:14.
Dimensi filsafat ilmu Dr. Syaifullah dan Dr. Fuad ramly. M.hum
Dimensi kajian ilmi. Annisa kusuma ningrum
Gazali, Ahmad HB. “arti dan makna kebenaran dalam telaah Hukum Islam”.
(SYARIAH jurnal ilmu hukum, volume 13, nomor 2, Desember 2013, hlm.
149-158).
HASANAH, USWATUN. AKSIOLOGI ILMU DALAM TRADISI ISLAM DAN
BARAT “Etika Keilmuan Dalam Tradisi Islam dan Barat”
Muliono, Welhendri Azwar . 2019. ”Filsafat Ilmu Cara Mudah Memahami Filsafat
Ilmu”.(Kencana).
Nasution, Ahmad Taufik.2016. Filsafat Ilmu : Hakikat Mencari Pengetahuan,
(Yogyakarta : Deepublis)
Rapar, Jan Hendrik. 1996. Pengantar Filsafat. (Yogyakarta: Kanisius)
Saifullah.”kebenaran ilmiah menurut prespektif filsafat ilmu”. ar-raniry.

Anda mungkin juga menyukai