Anda di halaman 1dari 10

Tugas Filsafat

Nama : dr. Mohd Syahbani Nugraha


NIM : 2010247402
PPDS Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi FK Unri 2021
Pembimbing : dr. Suyanto, MPH
FILSAFAT

A.    PENGERTIAN FILSAFAT
Secara epistimologi, filsafat berasal dari bahasa Yunani Philosophia, dan terdiri dari
kata Philos yang berarti kesukaan atau kecintaan terhadap sesuatu, dan kata Sophia yang
berarti kebijaksanaan.
Secara harafiah, filsafat diartikan sebagai suatu kecintaan terhadap kebijaksanaan
(kecenderungan untuk menyenangi kebijaksanaan). Namun pertanyaan kita selanjutnya
adalah bagaimana kita mendefinisi filsafat itu sendiri? Hamersma (1981: 10) mengatakan
bahwa Filsafat merupakan pengetahuan metodis, sistematis, dan koheren tentang seluruh
kenyataan Jadi, dari definisi ini nampak bahwa kajian filsafat itu sendiri adalah realitas hidup
manusia yang dijelaskan secara ilmiah guna memperoleh pemaknaan menuju “hakikat
kebenaran”.
Sebenarnya, pengertian tentang filsafat cukup beragam. Titus et.al (dalam
Muntasyir&Munir, 2002: 3) memberikan klasifikasi pengertian tentang filsafat, sebagai
berikut:
1.      Filsafat adalah sekumpulan sikap dan kepercayaan terhadap kehidupan dan alam yang
biasanya diterima secara tidak kritis (arti informal).
2.      Filsafat adalah suatu proses kritik atau pemikiran terhadap kepercayaan dan sikap yang
sangat kita junjung tinggi (arti formal).
3.      Filsafat adalah usaha untuk mendapatkan gambaran keseluruhan. Artinya filsafat berusaha
untuk mengombinasikan hasil bermacam-macam sains dan pengalaman kemanusiaan
sehingga menjadi pandangan yang konsisten tentang alam (arti spekulatif)
4.      Filsafat adalah analisis logis dari bahasa serta penjelasan tentang arti kata dan konsep. Corak
filsafat yang demikian ini dinamakan juga logosentris.
5.      Filsafat adalah sekumpulan problema yang langsung, yang mendapat perhatian dari manusia
dan yang dicarikan jawabannya oleh ahli-ahli filsafat.[14]

B.     CIRI-CIRI BERPIKIR DALAM FILSAFAT


Dalam memahami suatu permasalahan, ada perbedaan tentang karakteristik dalam
berfikir antara filsafat dengan ilmu-ilmu lain. Mudhofir dalam Muntasyir&Munir (2002: 4-5)
mengatakan bahwa ciri-ciri berfikir kefilsafatan sebagai berikut :
1.      Radikal, artinya berpikir sampai ke akar-akarnya, hingga sampai pada hakikat atau substansi
yang dipikirkan.
2.      Universal, artinya pemikiran filsafat menyangkut pengalaman umum manusia. Kekhususan
berpikir kefilsafatan menurut Jespers terletak pada aspek keumumannya.
3.      Konseptual, artinya merupakan hasil generalisasi dan abstraksi pengalaman manusia.
Misalnya : Apakah Kebebasan itu ?
4.      Koheren atau konsisten (runtut). Koheren artinya sesuai dengan kaidah-kaidah berpikir logis.
Konsisten artinya tidak mengandung kontradiksi.
5.      Sistematik, artinya pendapat yang merupakan uraian kefilsafatan itu harus saling
berhubungan secara teratur dan terkandung adanya maksud atau tujuan tertentu.
6.      Komprehensif, artinya mencakup atau menyeluruh. Berpikir secara kefilsafatan merupakan
usaha untuk menjelaskan alam semesta secara keseluruhan.
7.      Bebas, artinya sampai batas-batas yang luas, pemikiran filsafati boleh dikatakan merupakan
hasil pemikiran yang bebas, yakni bebas dari prasangka-prasangka sosial, historis, kultural,
bahkan relijius.
8.      Bertanggungjawab, artinya seseorang yang berfilsafat adalah orang-orang yang berpikir
sekaligus bertanggungjawab terhadap hasil pemikirannya, paling tidak terhadap hati
nuraninya sendiri.

C.    FILSAFAT ILMU
Menurut Beerling (1985; 1-2) filsafat ilmu adalah penyelidikan tentang ciri-ciri
pengetahuan ilmiah dan cara-cara untuk memperolehnya. Dengan kata lain filsafat ilmu
sesungguhnya merupakan suatu penyelidikan lanjutan. Dia merupakan suatu bentuk
pemikiran secara mendalam yang bersifat lanjutan atau secondary reflexion.
Refleksi sekunder seperti itu merupakan syarat mutlak untuk menentang bahaya yang
menjurus kepada keadaan cerai berai serta pertumbuhan yang tidak seimbang dari ilmu-ilmu
yang ada.
Berbicara mengenai ilmu (sains) maka tidak akan terlepas dari filsafat. Tugas filsafat
pengetahuan adalah menunjukkan bagaimana “pengetahuan tentang sesuatu sebagaimana
adanya”. Will Duran dalam bukunya The story of Philosophy mengibaratkan bahwa filsafat
seperti pasukan marinir yang merebut pantai untuk pendaratan pasukan infanteri. Pasukan
infanteri inilah sebagai pengetahuan yang di antaranya ilmu. Filsafat yang memenangkan
tempat berpijak bagi kegiatan keilmuan.

D.    HAKIKAT ILMU PENGETAHUAN


Ilmu pengetahuan adalah pengetahuan metodis, sistematis, dan koheren (“bertalian”)
tentang suatu bidang tertentu dari kenyataan. Antara definisi filsafat dan ilmu pengetahuan
memang mirip namun kalau kita menyimak bahwa di dalam definisi ilmu pengetahuan lebih
menyoroti kenyataan tertentu yang menjadi kompetensi bidang ilmu pengetahuan masing-
masing.
Sedangkan filsafat lebih merefleksikan kenyataan secara umum yang belum
dibicarakan di dalam ilmu pengetahuan (Muntasyir&Munir,2000: 10). Walaupun demikian,
ilmu pengetahuan tetap berasal dari filsafat sebagai induk dari semua ilmu pengetahuan yang
berdasarkan kekaguman atau keheranan yang mendorong rasa ingin tahu untuk
menyelidikinya, kesangsian, dan kesadaran akan keterbatasan.[16]
Sebelum penjabaran tentang perbedaan pengetahuan dan ilmu pengetahuan, perlu
diuraikan tentang pengertian pengetahuan dan ilmu pengetahuan. Tujuannya adalah untuk
memudahkan dalam mendalami perbedaan antara pengetahuan dan ilmu pengetahuan.

1.      PENGETAHUAN (KNOWLEDGE)
Secara etimologi pengetahuan berasal dari kata dalam bahasa Inggris
yaitu knowledge. Dalam Encyclopedia of Philosophy dijelaskan bahwa difinisi pengetahuan
adalah kepercayaan yang benar (knowledge is justified true belief).
Sedangkan secara terminologi definisi pengetahuan dipahami dan di definisikan secara
beraga. Berikut ini beberapa definisi tentang pengetahuan.
1.               Pengetahuan adalah apa yang diketahui atau hasil pekerjaan tahu.  Pekerjaan tahu tersebut
adalah hasil dari kenal, sadar, insaf, mengerti dan pandai.  Pengetahuan itu adalah semua
milik atau isi pikiran. Dengan demikian pengetahuan merupakan hasil proses dari usaha
manusia untuk tahu.
2.               Pengetahuan adalah proses kehidupan yang diketahui manusia secara langsung dari
kesadarannya sendiri. Dalam hal ini yang mengetahui (subjek) memiliki yang diketahui
(objek) di dalam dirinya sendiri sedemikian aktif sehingga yang mengetahui itu menyusun
yang diketahui pada dirinya sendiri dalam kesatuan aktif.
3.               Pengetahuan adalah segenap apa yang kita ketahui tentang  suatu objek tertentu, termasuk
didalamnya ilmu, seni dan agama. Pengetahuan ini merupakan khasanah kekayaan mental
yang secara langsung dan tak langsung memperkaya kehidupan kita.
Ruang Lingkup pengetahuan secara ontology, epistomologi dan aksiologi ada tiga yaitu
Ilmu, Agama dan Seni pada skema berikut:

2.      ILMU (SCIENCE)
Pada prinsipnya ilmu merupakan usaha untuk mengorganisir dan mensitematisasikan
sesuatu. Sesuatu tersebut dapat diperoleh dari pengalaman dan pengamatan dalam kehidupan
sehari-hari. Namun sesuatu itu dilanjutkan dengan pemikiran secara cermat dan teliti dengan
menggunakan berbagai metode.
Ilmu adalah kumpulan pengetahuan. Namun bukan sebaliknya kumpulan ilmu adalah
pengetahuan. Kumpulan pengetahuan agar dapat dikatakan ilmu harus memenuhi syarat-
syarat tertentu. Syarat-syarat yang dimaksudkan adalah objek material dan objek formal.
Setiap bidang ilmu baik itu ilmu khusus maupun ilmu filsafat harus memenuhi ke dua objek
tersebut. Ilmu merupakan suatu bentuk aktiva yang dengan melakukannya umat manusia
memperoleh suatu lebih lengkap dan lebih cermat tentang alam di masa lampau, sekarang dan
kemudian serta suatu kemampuan yang meningkat untuk menyesuaikan dirinya.
Ada tiga dasar ilmu yaitu ontologi, epistemologi dan aksiologi. Dasar ontology ilmu
mencakup seluruh aspek kehidupan yang dapat diuji oleh panca indera manusia. Jadi masih
dalam jangkauan pengalaman manusia atau bersifat empiris. Objek empiris dapat berupa
objek material seperti ide-ide, nilai-nilai, tumbuhan, binatang, batu-batuan dan manusia itu
sendiri.
Berdasarkan skema di atas terlihat bahwa ilmu melingkupi tiga bidang pokok yaitu ilmu
pengetahuan abstrak, ilmu pengetahuan alam dan ilmu pengetahuan humanis. Ilmu
pengetahuan abstrak meliputi metafisika, logika, dan matematika. Ilmu pengetahuan alam
meliputi Fisika, kimia, biologi, kedokteran, geografi, dan lain sebagainya.[19]

III. FILSAFAT KEDOKTERAN DALAM DISIPLIN ILMU REPRODUKSI


A.    FILSAFAT DUNIA KEDOKTERAN
Dalam filsafat ilmu, suatu disiplin ilmu dapat dinyatakan sebagai pengetahuan, jika
memenuhi criteria ontology yang mencakup apa/hakikat
ilmu/kebenaran/ilmiah, epistemology  mencakup metode dan paradigm
serta aksiology mencakup tujuan/nilai-nilai imperative/sikap (attitude).
Filsafat ilmu berkembang dari dua cabang utama meliputi filsafat alam dan filsafat
moral. Filsafat alam menjadi rumpun ilmu-ilmu alam (natural sciences). Sedangkan filsafat
moral menjadi rumpun ilmu-ilmu sosial (social sciences).
Selanjutnya kelompok ilmu-ilmu alam mempunyai cabang utama ilmu alam (physical
sciences). Cabang ilmu-ilmu alam menunjukkan ilmu kedokteran dan kesehatan berada pada
garis cabang keilmuan hayat.
Salah satu ciri khas dari manusia adalah sifatnya yang selalu ingin tahu tentang
berbagai hal. Rasa ingin tahu ini tidak terbatas yang ada pada dirinya, tetapi juga ingin tahu
tentang lingkungan sekitarnya, bahkan sekarang ini rasa ingin tahu berkembang ke arah dunia
luar.
Rasa ingin tahu ini tidak dibatasi oleh peradaban dan muncul sejak manusia lahir di
muka bumi ini. Semua umat manusia yang hidup di dunia mempunyai rasa ingin tahu
walaupun variasi dan takaran keingintahuannya berbeda-beda. Orang tinggal di tempat
peradaban yang masih terbelakang memiliki rasa ingin yang berbeda dibandingkan dengan
orang yang tinggal di tempat maju.
Rasa ingin tahu tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam sekitar terkadang
bersifat sederhana dan juga kompleks. Rasa ingin tahu yang bersifat sederhana didasari
dengan rasa ingin tahu tentang apa (Ontologis), sedangkan rasa ingin tahu yang bersifat
kompleks meliputi kelanjutan pemikiran tentang bagaimana peristiwa tersebut dapat terjadi
dan mengapa peristiwa itu terjadi (Epistemologis), serta manfaat apa yang didapat dari
mempelajari peristiwa tersebut (Aksiologis).
Ketiga landasan utama filsafat ilmu di atas, yaitu Ontologis, Epistemologis dan
Aksiologis merupakan ciri spesifik dalam penyusunan pengetahuan yang menjelaskan
keilmiahan ilmu tersebut. Ketiga landasan ini saling terkait satu sama lain dan tidak bisa
dipisahkan antara satu dengan lainnya. Berbagai usaha spekulatif yang bersistem, mendasar
dan menyeluruh dilaksanakan untuk  mencapai atau memecahkan peristiwa yang terjadi di
alam dan di lingkungan sekitar. Bila usaha tersebut berhasil dicapai, maka diperoleh apa yang
kita katakan sebagai ilmu dan pengetahuan.
Sama halnya ketika meninjau Ilmu Kedokteran Reproduksi sebagai sebuah ilmu yang
ilmiah dan membedakannya dengan pengetahuan-pengetahuan yang didapatkan melalui cara
lain.
Beberapa akademisi dan masyarakat awam di Indonesia memang masih kurang
familiar terhadap eksistensi ilmu kedokteran reproduksi terutama karena kajian dan wacana
akademis yang sangat terbatas dan kurang terintegrasi. Namun sebagai suatu ilmu yang telah
diakui secara luas, ilmu kedokteran reproduksi berkembang seiring kompleksitas
permasalahan yang ada dengan ketertarikan-ketertarikan ilmiah yang mulai bergairah dan
perlahan menunjukkan eksistensi ilmu ini ke arah kemapanan.
Secara garis besar, pengertian reproduksi lebih berkaitan dengan aktifitas manusia
untuk mendapatkan keturunan, tetapi untuk itu tentu saja diperlukan organ kelamin dan
dorongan seksual juga. Sedangkan seksualitas atau seks berarti jenis kelamin yang
merupakan dimensi lain dari reproduksi manusia yang jauh lebih luas karena meliputi semua
aspek nilai, sikap, orientasi dan perilaku yang bersifat pribadi dan tidaklah sama dengan
kemampuan seseorang untuk sekedar memberikan reaksi erotik.
Perkembangan Ilmu Kedokteran sendiri sebagai induk Ilmu Kedokteran Reproduksi
tidak lepas dari sosok Hippocrates yang dikenal sebagai Bapak Ilmu Kedokteran Modern.
Hippocrates menjadi sangat berjasa karena “Sumpah”-nya yang sampai saat ini menjadi dasar
Sumpah Kedokteran di seluruh dunia. Hippocrates adalah gambaran sosok filsuf yang
mengabdikan seluruh hidupnya bagi usaha kemanusiaan, berkelana menuntut ilmu sambil
melakukan pengabdian kepada sesamanya di bidang pengobatan.
Karya-karya ilmiah Hippocrates dalam bidang kesehatan masih menjadi rujukan saat
ini. Hippocrates mengubah paradigma ilmu pengobatan yang dahulu berbasis supranatural
(tradisional) menjadi ilmu yang berbasis ilmiah (evidence based medicine). Hippocrates
berhasil menggabungkan ilmu filsafat dengan ilmu kedokteran, dan Hippocrates pula yang
mengatakan bahwa ilmu kedokteran adalah suatu seni.

B.     ONTOLOGIS ILMU KEDOKTERAN


Kajian ontologis spesifik menjawab hakekat suatu ilmu dan membahas tentang “apa”
itu yang ingin diketahui. Ontologis berperan dalam perbincangan mengenai pengembangan
ilmu, asumsi dasar ilmu dan konsekuensi penerapan ilmu. Ontologis merupakan sarana
ilmiah untuk menemukan jalan penanganan masalah secara ilmiah. Ontologis berperan dalam
proses konsistensi ekstensif dan intensif dalam pengembangan ilmu.
Ontologis merupakan salah satu obyek lapangan penelitian kefilsafatan yang paling
kuno. Dasar ontologis dari ilmu berhubungan dengan materi yang menjadi obyek penelaahan
ilmu, ciri esensial obyek yang berlaku umum. Ontologis ilmu mencakup seluruh aspek
kehidupan yang dapat diuji oleh indera manusia. Jadi kajian ontologis masih dalam
jangkauan pengalaman manusia atau obyeknya bersifat empiris dapat berupa material, seperti
ide-ide, nilai, tumbuhan, binatang, batu-batuan dan manusia itu sendiri .
Ilmu Kedokteran Reproduksi berarti ilmu pengetahuan yang mempelajari aspek
reproduksi dan seksualitas manusia ditinjau dari sisi kedokteran. Ilmu ini menjadikan organ
reproduksi dan seksual manusia sebagai obyek utama dalam pembelajarannya. Secara
empiris, berbagai gejala yang dapat diamati indera, kondisi klinis yang normal maupun
abnormal (penyakit) dan pengalaman pada fungsi organ reproduksi dan seksual manusia,
semuanya akan ditelaah seutuhnya dalam ilmu kedokteran reproduksim, baik yang terlihat
jelas (organ kelamin), berukuran mikros (sel sperma dan telur) dan psikososial (gangguan
psikis), dan bukan mengkaji benda jasmani saja.
Bagaimana tatanan dan struktur dari obyek yang dipelajari ilmu kedokteran
reproduksi sebagai doktrin berpendekatan holistik, hendaknya terlebih dahulu memandang
aspek reproduksi manusia sebagai suatu sistem keseluruhan yang membentuk manusia selaku
obyek sekaligus juga subyek. Tidak lupa untuk tetap memperhatikan keadaan lingkungan
sebagai variabel bebas yang secara tidak langsung turut serta mempengaruhi kondisi
kejiwaan manusia sebagai obyek.
Wujud hakiki dari obyek yang ditelaah ilmu kedokteran reproduksi adalah berbagai
kondisi pada organ reproduksi dan seksual manusia terutama permasalahan-permasalahan
yang dapat diamati dan dirasakan indera, dan penyakit ataupun gangguan yang
mempengaruhi status kesehatan umum. Abstraksi wujud dari obyek tersebut haruslah dapat
dinilai, apakah dalam keadaan normal atau sakit, dan bagaimana pengaruhnya pada
produktifitas individu manusia secara keseluruhan. Gangguan apa yang terjadi pada sistem
reproduksi maupun seksual. Solusi kongkrit apa saja, guna menanggulangi kemungkinan
turunnya produktifitas manusia yang bersangkutan.
Sedangkan hubungan wujud obyek telaah ilmu kedokteran reproduksi dengan daya
tangkap manusia adalah bersifat sebab-akibat dan linear. Suatu kondisi bisa memperburuk
fungsi organ reproduksi dan seksual, seperti terjadinya proses penuaan, perilaku yang
beresiko, munculnya keganasan sel, kriminalitas biologi, ketimpangan gender, buruknya
higienis pribadi dan rendahnya sanitasi lingkungan dan lainnya. Sebaliknya dengan
menerapkan pola hidup yang bersih dan sehat, menghindari penyebaran infeksi, menjaga
kebugaran tubuh, memperbaiki higienis dan sanitasi, serta menghormati hak asasi bisa
menjadi pilihan ampuh untuk kondisi kesehatan yang lebih baik.

C.    EPISTEMOLOGIS ILMU KEDOKTERAN


Telaah epistemologis merupakan cabang dari filsafat ilmu yang berurusan dengan
hakikat, teori dan ruang lingkup “bagaimana” proses menjadi ilmu. Meliputi pengandaian-
pengandaian dan dasar-dasar serta pertanggungjawaban atas pertanyaan mengenai ilmu
pengetahuan yang dimiliki. Epistemologis membahas secara mendalam segenap proses yang
terlibat dalam usaha untuk memperoleh ilmu pengetahuan terutama yang berkaitan dengan
metode keilmiahan dan sistematika isi dari berbagai ilmu termasuk ilmu kedokteran
reproduksi.
Metode keilmuan merupakan suatu prosedur wajib yang mencakup berbagai tindakan,
pemikiran, pola kerja, cara teknis, dan tata langkah untuk memperoleh ilmu pengetahuan
yang baru atau sebaliknya mengembangkan wawasan yang telah ada. Sedangkan
sistematisasi isi ilmu dalam hal ini berkaitan dengan batang tubuh dari ilmu pengetahuan,
letak peta dasar, pengembangan ilmu pokok dan cabang ilmu yang akan dibahas di sini.
Salah satu ciri yang patut mendapat perhatian dalam epistemologis dari
perkembangan ilmu pada masa modern adalah munculnya pandangan baru mengenai ilmu
pengetahuan. Pandangan itu merupakan kritik terhadap pandangan Aristoteles, yaitu bahwa
ilmu pengetahuan yang sempurna tidak boleh mencari keuntungan, namun haruslah bersikap
kontemplatif. Diganti dengan pandangan bahwa ilmu pengetahuan justru harus mencari
untung yang artinya dipakai untuk memperkuat kemampuan manusia di bumi ini.
Guna menjawab bagaimana proses umum menimba ilmu pengetahuan khususnya
ilmu kedokteran reproduksi, maka selayaknya didahului dengan  pemikiran sederhana yang
bersumber dari pengalaman empiris manusia. Berbagai fenomena yang terjadi, faktual di
seputar organ reproduksi dan seksual, seperti gangguan fungsi seksual, sikap pro-kontra
terhadap kontrasepsi, epidemi IMS dan lainnya. Kemudian akan dirangkum, dibuatkan suatu
karya penelitian dengan metode tertentu yang rasional untuk mencari dan menjawab teori
secara ilmiah, apakah ilmu tersebut dapat diterima atau tidak.

D.    AKSIOLOGIS ILMU KEDOKTERAN


Dasar aksiologis berarti nilai yang berkaitan dengan “kegunaan” dari suatu ilmu
pengetahuan yang telah diperoleh, seberapa besar sumbangan ilmu tersebut bagi kebutuhan
umat manusia. Merupakan fase yang paling penting bagi manusia karena dengan adanya
ilmu, maka segala keperluan dan kebutuhan manusia menjadi terpenuhi secara lebih cepat
dan lebih mudah (Purnomo, 2007).
Aksiologis ilmu membahas tentang manfaat yang diperoleh manusia dari pengetahuan
yang dipelajarinya. Bila persoalan value free dan value bound ilmu yang mendominasi fokus
perhatian aksiologis pada umumnya, maka dalam hal pengembangan ilmu yang relatif baru
seperti ilmu kedokteran reproduksi ini, dimensi aksiologis akan diperluas lagi sehingga secara
inheren mencakup dimensi nilai kehidupan manusia, seperti etika, estetika, religius (sisi
dalam) dan juga interelasi ilmu dengan aspek-aspek kehidupan manusia dalam sosialitasnya
(sisi luar). Kedua sisi merupakan aspek penting dari permasalahan transfer ilmu
pengetahuan .
Berdasarkan aksiologis, terlihat jelas bahwa permasalahan utama dari ilmu  berkaitan
dengan nilai. Nilai yang dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki manusia untuk melakukan
berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai. Teori tentang nilai dalam filsafat mengacu
pada permasalahan etika dan estetika. Etika mengandung dua arti, yaitu kumpulan
pengetahuan mengenai penilaian terhadap perbuatan manusia dan suatu predikat yang dipakai
untuk membedakan antara hal, perbuatan atau manusia lainnya. Sedangkan estetika berkaitan
dengan nilai tentang pengalaman keindahan yang dimiliki oleh manusia terhadap lingkungan
dan fenomena disekelilingnya.
Berkaitan dengan ilmu kedokteran reproduksi sebagai sebuah ilmu, maka tentu perlu
dikaji mengenai aspek aksiologisnya. Sebagai cabang ilmu kedokteran yang baru, maka ilmu
kedokteran reproduksi memiliki banyak manfaat yang positif bagi kehidupan manusia baik
nilai etika maupun estetika (Subratha, 2007). Adapun beberapa manfaat yang sekiranya bisa
didapat dari mengamalkan ilmu kedokteran reproduksi, yaitu :
1.      Memiliki kemampuan guna mengidentifikasi dan menganalisis berbagai masalah di lingkup
kesehatan reproduksi dan seksual yang menghambat terwujudnya keluarga atau individu
manusia yang bahagia dan sejahtera.
2.      Memiliki kemampuan untuk memecahkan dan menangani berbagai masalah kesehatan
reproduksi dan seksual sehingga dapat membantu masyarakat dalam mewujudkan keluarga
yang bahagia dan sejahtera.
3.      Memiliki kemampuan untuk memberikan pendidikan kesehatan reproduksi dan seksual
kepada masyarakat sehingga terhindar dari perilaku yang merugikan, dan selanjutnya mampu
membentuk keluarga atau individu manusia yang bahagia dan sejahtera.
4.      Mendapatkan keterampilan untuk melakukan penelitian demi memperoleh dan atau
memperbaiki teori, cara, teknik atau bahan yang bermanfaat untuk mengatasi masalah
kesehatan reproduksi dan seksual.
Terkait dengan kaidah dan pilihan moral dalam ilmu kedokteran reproduksi, maka
ilmu tersebut juga mengandung esensi etika yang harus diiringi dengan tanggung jawab sosial
sebagai seorang dokter, paramedis maupun konselor. Wajib pula dibaluti prosedur atau
metode ilmiah dengan pola pikir yang rasional dan pendekatan secara deduktif atau induktif.
Berbagai keterampilan dengan status gelar yang didapat setelah menyelesaikan pendidikan
ilmu kedokteran reproduksi akan menjadi bekal untuk mendapatkan penghasilan.

Anda mungkin juga menyukai