Secara historis filsafat merupakan induk ilmu, dalam perkembangannya ilmu makin
terspesifikasi dan mandiri, namun mengingat banyaknya masalah kehidupan yang tidak bisa
dijawab oleh ilmu, maka filsafat menjadi tumpuan untuk menjawabnya. Filsafat memberi
penjelasan atau jawaban substansial dan radikal atas masalah tersebut. Sementara ilmu terus
mengembangakan dirinya dalam batas-batas wilayahnya, dengan tetap dikritisi secara radikal.
Proses atau interaksi tersebut pada dasarnya merupakan bidang kajian Filsafat Ilmu, oleh karena
itu filsafat ilmu dapat dipandang sebagai upaya menjembatani jurang pemisah antara filsafat
dengan ilmu, sehingga ilmu tidak menganggap rendah pada filsafat, dan filsafat tidak
memandang ilmu sebagai suatu pemahaman atas alam secara dangkal.
Pada dasarnya filsafat ilmu merupakan kajian filosofis terhadap hal-hal yang berkaitan
dengan ilmu, dengan kata lain filsafat ilmu merupakan upaya pengkajian dan pendalaman
mengenai ilmu (Ilmu Pengetahuan/Sains), baik itu ciri substansinya, pemerolehannya, ataupun
manfaat ilmu bagi kehidupan manusia. Pengkajian tersebut tidak terlepas dari acuan pokok
filsafat yang tercakup dalam bidang ontologi, epistemologi, dan axiologi dengan berbagai
pengembangan dan pendalaman yang dilakukan oleh para akhli.
A. PENGERTIAN FILSAFAT
Perkataan Inggris philosophy yang berarti filsafat berasal dari kata Yunani “philosophia”
yang lazim diterjemahkan sebagai cinta kearifan. Akar katanya ialah philos (philia, cinta) dan
sophia (kearifan). Menurut pengertiannya yang semula dari zaman Yunani Kuno itu filsafat
berarti cinta kearifan. Namun, cakupan pengertian sophia yang semula itu ternyata luas sekali.
Dahulu sophia tidak hanya berarti kearifan saja, melainkan meliputi pula kebenaran pertama,
pengetahuan luas, kebajikan intelektual, pertimbangan sehat sampai kepandaian pengrajin dan
bahkan kecerdikkan dalam memutuskan soal-soal praktis (The Liang Gie, 1999).
Banyak pengertian-pengertian atau definisi-definisi tentang filsafat yang telah
dikemukakan oleh para filsuf. Menurut Merriam-Webster (dalam Soeparmo, 1984), secara
harafiah filsafat berarti cinta kebijaksanaan. Maksud sebenarnya adalah pengetahuan tentang
kenyataan-kenyataan yang paling umum dan kaidah-kaidah realitas serta hakekat manusia dalam
segala aspek perilakunya seperti: logika, etika, estetika dan teori pengetahuan.
Menurut Surajiyo (2010:1) secara etimologi kata filsafat, yangg dalam bhs Arab dikenal
dengan istilah falsafah dan dalam Bahasa Inggris di kenal dengan istilah philoshophy adalah
dari Bahasa Yunani philoshophiaterdiri atas kata philein yang berarti cinta (love) dan shopiayang
berarti kebijaksanaan (wisdom), sehingga secara etimologi istilah filsafat berarti cinta
kebijaksanaan (love of wisdom) dalam arti yang sedalam-dalamnya. Dengan demikian, seorang
filsuf adalah pecinta atau pencari kebijaksanaan.
Secara terminologi, menurut Surajiyo (2010: 4) filsafat adalah ilmu pengetahuan yang
menyelidiki segala sesuatu yang ada secara mendalam dengan menggunakan akal sampai
pada hakikatnya. Filsafat bukan mempersoalkan gejala-gejala atau fenomena, tetapi yang dicari
adalah hakikat dari sesuatu fenomena. Hakikat adalah suatu prinsip yang menyatakan “sesuatu”
adalah “sesuatu” itu adanya. Filsafat mengkaji sesuatu yang ada dan yang mungkin ada secara
mendalam dan menyeluruh. Jadi filsafat merupakan induk segala ilmu.
Susanto (2011: 6) menyatakan bahwa menurut Istilah, filsafat adalah ilmu pengetahuan
yang berupaya mengkaji tentang masalah-masalah yang muncul dan berkenaan dengan segala
sesuatu, baik yang sifatnya materi maupun immateri secara sungguh-sungguh guna menemukan
hakikat sesuatu yang sebenarnya, mencari prinsip-prinsip kebenaran, serta berpikir secara
rasional-logis, mendalam dan bebas, sehingga dapat dimanfaatkan untuk membantu
menyelesaikan masalah-masalah dalam kehidupan manusia.
Kalau menurut tradisi filsafati dari zaman Yunani Kuno, orang yang pertama memakai
istilah philosophia dan philosophos ialah Pytagoras (592-497 S.M.), yakni seorang ahli
matematika yang kini lebih terkenal dengan dalilnya dalam geometri yang menetapkan a2 + b2 =
c2. Pytagoras menganggap dirinya “philosophos” (pencinta kearifan). Baginya kearifan yang
sesungguhnya hanyalah dimiliki semata-mata oleh Tuhan. Selanjutnya, orang yang oleh para
penulis sejarah filsafat diakui sebagai Bapak Filsafat ialah Thales (640-546 S.M.). Ia merupakan
seorang Filsuf yang mendirikan aliran filsafat alam semesta atau kosmos dalam perkataan
Yunani. Menurut aliran filsafat kosmos, filsafat adalah suatu penelaahan terhadap alam semesta
untuk mengetahui asal mulanya, unsur-unsurnya dan kaidah-kaidahnya (The Liang Gie, 1999).
Menurut sejarah kelahiran istilahnya, filsafat terwujud sebagai sikap yang ditauladankan
oleh Socrates. Yaitu sikap seorang yang cinta kebijaksanaan yang mendorong pikiran seseorang
untuk terus menerus maju dan mencari kepuasan pikiran, tidak merasa dirinya ahli, tidak
menyerah kepada kemalasan, terus menerus mengembangkan penalarannya untuk mendapatkan
kebenaran (Soeparmo, 1984).
Timbulnya filsafat karena manusia merasa kagum dan merasa heran. Pada tahap awalnya
kekaguman atau keheranan itu terarah pada gejala-gejala alam. Dalam perkembangan lebih
lanjut, karena persoalan manusia makin kompleks, maka tidak semuanya dapat dijawab oleh
filsafat secara memuaskan. Jawaban yang diperoleh menurut Koento Wibisono dkk. (1997),
dengan melakukan refleksi yaitu berpikir tentang pikirannya sendiri. Dengan demikian, tidak
semua persoalan itu harus persoalan filsafat.
E. FILSAFAT PENDIDIKAN
Menurut Muhmidayeli. (2011: 35) Filsafat pendidikan adalahupaya menerapkan kaidah-
kaidah berpikir filsafat dalam ragam pencarian solusi berbagai ragam problem kependidikan
yang akan melahirkan pemikiran utuh tentang pendidikan yang tentunya merupakan langkah
penting dalam menemukan teori-teori tentang pendidikan. Menurut John Dewey dalam
Jalaluddin dan Idi (2007: 19 – 21) filsafat pendidikan merupakan suatu pembentukan
kemampuan dasar yang fundamental, baik yang menyangkut daya pikir (intelektual) maupun
daya perasaan (emosional), menuju tabiat manusia.
Sedangkan Menurut Omar Mohammad al-Toumy al-Syaibany dalam Muhmidayeli. (2011:
35), filsafat pendidikan adalah pelaksanaan pandangan filsafat dan kaidah-kaidah filsafat dalam
bidang pengalaman kemanusiaan yaang disebut dengan pendidikan.
Filsafat pendidikan bersandarkan pada filsafat formal atau filsafat umum. Dalam arti
bahwa masalah-masalah pendidikan merupakan karakter filsafat. Masalah-masalah pendidikan
akan berkaitan dengan masalah-masalah filsafat umum, seperti:
a) Hakikat kehidupan yang baik, karena pendidikan akan berusaha untuk mencapainya;
b) Hakikat manusia, karena manusia merupakan makhluk yang menerima pendidikan;
c) Hakikat masyarakat, karena pendidikan pada dasarnya merupakan suatu proses sosial;
d) Hakikat realitas akhir, karena semua pengetahuan akan berusaha untuk mencapainya.
Selanjutnya al-Syaibany (1979) mengemukakan bahwa terdapat beberapa tugas yang
diharapkan dilakukan oleh seorang filsuf pendidikan, di antaranya:
a) Merancang dengan bijak dan arif untuk menjadikan proses dan usaha-usaha pendidikan pada
suatu bangsa;
b) Menyiapkan generasi muda dan warga negara umumnya agar beriman kepada Tuhan dengan
segala aspeknya;
c) Menunjukkan peranannya dalam mengubah masyarakat, dan mengubah cara-cara hidup mereka
ke arah yang lebih baik;
d) Mendidik akhlak, perasaan seni, dan keindahan pada masyarakat dan menumbuhkan pada diri
mereka sikap menghormati kebenaran, dan cara-cara mencapai kebenaran tersebut.
Filsuf pendidikan harus memiliki pikiran yang benar, jelas, dan menyeluruh tentang wujud
dan segala aspek yang berkaitan dengan ketuhanan, kemansiaan, pengetahuan kealaman, dan
pengetahuan sosial. Filsuf pendidikan harus pula mampu memahami nilai-nilai kemanusiaan
yang terpancar pada nilai-nilai kebaikan, keindahan, dan kebenaran.
Gandhi HW (2011: 84) setelah mengkaji makna filsafat pendidikan dari berbagai ahli Ia
menyatakan bahwa: “Filsafat pendidikan tidak lain adalah penerapan upaya metodis filsafat untk
mempersoalkan konsepsi-konsepsi yang melandasi upaya-upaya manusia di dalam membangun
hidup daan kehidupannya untuk menjadi semakin baik dan berkualitas. Sedangkan upaya-
upayafilsafat dalam mempersoalkan adalah guna mengarahkan penyelenggaraan pendidikan pada
kondisi-kondisietika yang diidealkan. Dalam makna lain, filsafat pendidikan adalah flsifikasi
pendidikan, baik dlm makna teoritis konseptual maupun makna praktis-pragmatis yang
menggejala.
.
F. HUBUNGAN FILSAFAT ILMU DENGAN PENDIDIKAN DAN FILSAFAT PENDIDIKAN
1. Hubungan Filsafat Ilmu Dengan Pendidikan
Hubungan filsafat ilmu dengan pendidikan. Filsafat ilmu merupakan telaah kefilsafatan
yang ingin menjawab pertanyaan mengenai hakekat ilmu (Benny Irawan, 2011:49) Filsafat ilmu
bertujuan mengadakan analisis mengenai ilmu pengetahuan dan cara bagaimana ilmu
pengetahuan itu diperoleh. Jadi filsafat ilmu adalah penyelidikan tentang ciri-ciri pengetahuan
ilmiah dan cara memperolehnya Sebaliknya realita seperti pengalaman pendidik menjadi
masukan dan pertimbangan bagi filsafat ilmu untuk mengembangkan pemikiran pendidikan.
Hubungan fungsional antara filsafat ilmu dengan pendidikan dapat dirumuskan sebagai berikut:
1) Filsafat ilmu, merupakan satu cara pendekatan yang dipakai dalam memecahkan problematika
pengembangan ilmu pendidikan dan menyusun teori-teori pendidikan oleh para ahli.
2) Filsafat ilmu, berfungsi memberi arah bagi pengembangan teori pendidikan yang telah ada dan
memilki relevansi dengan kehidupan yang nyata.
3) Filsafat ilmu dan pendidikan mempunyai hubungan saling melengkapi, yang dapat bermakna
bahwa realita pendidikan dapat mengembangkan filsafat ilmu, dan filsafat ilmu itu sendiri dapat
membantu realita perkembangan pendidikan.
A. Hakekat Manusia
1. Manusia : Pandangan Antropologi
Menurut Koentjaraningrat, antropologi adalah “ilmu tentang manusia”. Dalam
perkembangannya di Amerika, antropologi dipakai dalam arti yang sangat luas, karena meliputi
baik bagian-bagian fisik maupun sosial dari “ilmu tentang manusia”. Pada bahasan selanjutnya
akan dikemukakan mengenai manusia dalam pandangan antropologi.
Para ahli biologi pada abad ke-19-an menyimpulkan bahwa manusia merupakan mahluk
hidup yang terbentuk dari jutaan sel.
Pada awalnya di dunia ini hanya ada satu sel yang kemudian berkembang dan mengalami
percabangan-percabangan. Percabangan ini mengakibatkan adanya variasi mahluk hidup di dunia
ini. Menurut Charles Darwin dalam teori Evolusinya, manusia merupakan hasil evolusi dari kera
yang mengalami perubahan secara bertahap dalam waktu yang sangat lama. Dalam perjalanan
waktu yang sangat lama tersebut terjadi seleksi alam. Semua mahluk hidup yang ada saat ini
merupakan organisme-organisme yang berhasil lolos dari seleksi alam dan berhasil
mempertahankan dirinya.
Para ahli biologi yang menyimpulkan bahwa semua mahluk hidup di dunia berasal
dari suku primat yang terbagi menjadi 2 cabang yaitu Anthropoid dan Prosimii. Berdasarkan
klasifikasi tersebut, manusia ditempatkan pada subsuku Anthropoid yang dibagi menjadi 3
infrasuku yaitu, Infrasuku Ceboid, infrasuku Cercopithedoid dan infrasuku Hominoid. Infrasuku
Hominoid terbagi kedalam 3 keluarga yaitu Pongidae, Ramapithecas dan Hominidae. Manusia
berada pada percabangan kaluarga Hominidae. Keluarga Hominidae menggabungkan manusia
purba jenis Pithecanthropus dengan Homo Neanderthal dan dengan manusia sekarang atau
Homo Sapiens. Jenis Homo Sapiens yang ada sampai saat ini terdiri dari 4 ras yaitu ras Negroid,
Caucasoid, Mongoloid dan Austrloid
Dapat disimpulkn bahwa manusia dalam pandangan Antropologi terbentuk dari satu sel
sederhana yang mengalami perubahan secara bertahap dengan waktu yang sangat lama (evolusi).
Berdasarkan teori ini, manusia dan semua mahluk hidup di dunia ini berasal dari satu moyang
yang sama. Nenek moyang manusia adalah kera. Teori Evolusi yang dikenalkan oleh Charles
Darwin ini akhirnya meluas dan terus dipakai dalam antropologi.
b) Aliran Metafisika
Metafisika berasal dari bahasa Yunani Meta ta physica yang dapat diartikan sesuatu yang ada di
balik atau di belakang benda-benda fisik.
Menurut Prof. S. Takdir Alisyahbana, metafisika ini dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu :
(1) yang mengenai kuantitas (jumlah) dan (2) yang mengenai kualitas (sifat).Yang mengenai
kuantitas terdiri atas (a)monisme, (b) dualisme, dan (c) pluralisme. Monisme adalah aliran yang
mengemukakan bahwa unsur pokok segala yang ada ini adalah esa (satu). Dualisme adalah aliran
yang berpendirian bahwa unsur pokok yang ada ini ada dua, yaitu roh dan benda. Pluralisme
adalah aliran yang berpendapat bahwa unsur pokok hakikat kenyataan ini banyak. Yang
mengenai kualitas dibagi juga menjadi dua bagian besar, yakni (a) yang melihat hakikat
kenyataan itu tetap, dan (b) yang melihat hakikat kenyataan itu sebagai kejadian.Yang termasuk
golongan pertama (tetap) ialah:” Spiritualisme, yakni aliran yang berpendapat bahwa hakikat itu
bersifat roh.” Materialisme, yakni aliran yang berpendapat bahwa hakikat itu bersifat materi.
Yang termasuk golongan kedua (kejadian) ialah:” Mekanisme, yakni aliran yang berkeyakinan
bahwa kejadian di dunia ini berlaku dengan sendirinya menurut hukum sebab-akibat.” Aliran
teleologi, yakni aliran yang berkeyakinan bahwa kejadian yang satu berhubungan dengan
kejadian yang lain, bukan oleh hukum sebab-akibat, melainkan semata-mata oleh tujuan yang
sama.
Pandangan filsafat terhadap aliran metafisika adalah memandang sesuatu yang ada pada diri
manusia yakni sebagai berikut:
1) Serba zat: manusia terdiri dari sel yang mengacu pada materialisme / sesuatu yang nyata / ada.
Beranggapan yang sesungguhnya ada hanya materi saja yang bisa ditangkap oleh pancaindera.
2) Serba ruh: identik dengan jiwa, mencakup ingatan, imajinasi, kemauan, perasaan, penghayatan.
Jadi, asal manusia dari suatu yang ada dan tak bergantung dari yang lain. Hakikat manusia ialah
dari ruh yang ditiupkan oleh Tuhan. Artinya manusia tersusun dari zat yang ada dengan
diberikannya ruh oleh Tuhan sehingga menyebabkan manusia dapat hidup. Manusia mempunyai
fisik yaitu jasadnya. Selain jasad manusia juga mempunyai ruh atau yang tidak dapat ditangkap
oleh panca indera yakni berhubungan dengan jiwa mencakup ingatan, gagasan, imajinasi,
kemauan, perasaan dan penghayatan.
c) Psikomatik
Memandang manusia hanya terdiri atas jasad yang memiliki kebutuhan untuk menjaga
keberlangsungannya artinya manusia memerlukan kebutuhan primer (sandang, pangan dan
papan) untuk keberlangsungan hidupnya.
Manusia terdiri dari sel yang memerlukan materi cenderung bersifat duniawi yang diatur oleh
nilai-nilai ekonomi (dinilai dengan harta / uang) artinya manusia memerlukan kebutuhan duniawi
yang harus dipenuhi, apabila kebutuhan tersebut sudah terpenuhi maka mereka akan merasa puas
terhadap pencapaiannya.
Manusia juga terdiri dari ruh yang memerlukan nilai spiritual yang diatur oleh nilai keagamaan
(pahala). Dalam menjalani kehidupan duniawi manusia membutuhkan ajaran agama, melalui
ceramah keagamaan untuk memenuhi kebutuhan rohaninya.
Manusia sempurna jika mengembangkan unsur rasionalitas, kesadaran, akal budi, spritualitas,
moralitas, sosialitas, kesesuian dengan alam.
1) Rasionalitas
Secara etimologis rasionalisme berasal dari kata bahasa Inggris rationalism. Kata ini berakar dari
kata bahasa Latin ratio yang berarti “akal”. A.R. Lacey7 menambahkan bahwa berdasarkan akar
katanya rasionalisme adalah sebuah pandangan yang berpegangan bahwa akal merupakan
sumber bagi pengetahuan dan pembenaran. Sementara itu, secara terminologis aliran ini
dipandang sebagai aliran yang berpegang pada prinsip bahwa akal harus diberi peranan utama
dalam penjelasan. Ia menekankan akal budi (rasio) sebagai sumber utama pengetahuan,
mendahului atau unggul atas, dan bebas (terlepas) dari pengamatan inderawi.
Pola pikir secara rasionalisme
Rasionalisme atau gerakan rasionalis adalah doktrin filsafat yang menyatakan bahwa kebenaran
haruslah ditentukan melalui pembuktian, logika, dan analisis yang berdasarkan fakta, daripada
melalui iman, dogma, atau ajaran agama. Rasionalisme mempunyai kemiripan dari segi ideologi
dan tujuan dengan humanisme dan atheisme, dalam hal bahwa mereka bertujuan untuk
menyediakan sebuah wahana bagi diskursus sosial dan filsafat di luar kepercayaan keagamaan
atau takhayul. Meskipun begitu, ada perbedaan dengan kedua bentuk tersebut: Humanisme
dipusatkan pada masyarakat manusia dan keberhasilannya. Rasionalisme tidak mengklaim
bahwa manusia lebih penting daripada hewan atau elemen alamiah lainnya. Ada rasionalis-
rasionalis yang dengan tegas menentang filosofi humanisme yang antroposentrik. Atheisme
adalah suatu keadaan tanpa kepercayaan akan adanya Tuhan atau dewa-dewa; rasionalisme tidak
menyatakan pernyataan apapun mengenai adanya dewa-dewi meski ia menolak kepercayaan
apapun yang hanya berdasarkan iman. Meski ada pengaruh atheisme yang kuat dalam
rasionalisme modern, tidak seluruh rasionalis adalah atheis.
2) Kesadaran
Manusia dikatakan manusia sempurna apabila manusia mempunyai kesadaran hidup. Kesadaran
berarti manusia melakukan segala sesuatu atas dorongan dari diri sendiri bukan paksaan dari
orang lain.Kesadaran adalah keadaan seseorang di mana ia tahu/mengerti dengan jelas apa yang
ada dalam pikirannya. Sedangkan pikiran bisa diartikan dalam banyak makna, seperti ingatan,
hasil berpikir, akal, gagasan ataupun maksud/niat.
Sebagai gambaran untuk memperjelas, misalnya ada seorang anak melihat balon. Keadaan
melihat tersebut yang ia sadari sendiri itu dinamakan kesadaran. Sedangkan balon yang ia lihat
yang menimbulkan anggapan besar atau berwarna hijau disebut pikiran (persepsi). Reaksi bagus
dan indah sehingga anak tersebut suka adalah bentuk dari perasaan. Kemudian reaksi pikiran
yang menginginkan balon tersebut itu yang dimaksud dengan niat/kehendak/maksud. Kata
pikiran bermakna sangat luas sehingga ada yang menggunakannya dalam konteks sebagai niat
atau kehendak.
3) Akal budi
Akal budi yang baik akan mengarahkan manusia ke jalan yang lurus. Mungkin pada suatu saat
manusia akan mundur atau menyimpang salah jalan. Tetapi akal budi inilah yang akan berupaya
meluruskan kembali jalan hidup kita.Akal budi ini adalah anugerah terbesar dari Tuhan untuk
manusia. Inilah yang membedakan kita dengan hewan atau bahkan dengan tumbuhan.
Dengannya kita dapat mempelajari dan mendalami keimanan. Dengan iman inilah manusia
dengan akal budinya mampu mengenali Tuhan.
Tetapi banyak orang yang tertipu karena keterbatasan akal budinya dan menganggap pikiran
manusia berseberangan dengan iman. Tetapi yang benar adalah iman itu sebagai penuntun akal
budi agar perjalanan hidup manusia tidak menyimpang alias salah jalan. Dan dengan akal budi
kita dapat memperdalam iman. Dengan iman, manusia mampu mengenal Tuhan dan berjalan
lurus menuju kepada-Nya.
4) Spiritualitas
Dalam beberapa literatur dijelaskan bahwa kata "spiritual" itu diambil dari bahasa Latin, Spiritus,
yang berarti sesuatu yang memberikan kehidupan atau vitalitas. Dengan vitalitas itu maka hidup
kita menjadi lebih "hidup". Spiritus ini bukan merupakan label atau identitas seseorang yang
diterima dari / diberikan oleh pihak luar, seperti agama, melainkan lebih merupakan kapasitas
bawaan dalam otak manusia. Artinya, semua manusia yang lahir ke dunia ini sudah dibekali
kapasitas tertentu di dalam otaknya untuk mengakses sesuatu yang paling fundamental dalam
hidupnya. Jika kapasitas itu digunakan / diaktifkan, maka yang bersangkutan akan memiliki
vitalitas hidup yang lebih bagus. Kapasitas dalam otak yang berfungsi untuk mengakses sesuatu
yang paling fundamental itulah yang kemudian mendapatkan sebutan ilmiyah, seperti misalnya:
Kecerdasan Spiritual (SQ), Kecerdasan Hati (Heart Intelligence), Kecerdasan Transendental,
dan lain-lain.
Spiritual di dalam diri kita selalu mendorong untuk menemukan makna hidup yang lebih dalam,
nilai-nilai fundamental yang lebih bermanfaat, kesadaran akan adanya tujuan hidup yang lebih
panjang, dan peran yang dimainkan oleh makna, nilai, dan tujuan itu dalam tindakan, strategi dan
proses berpikir.
5) Moralitas
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (Nurudin, 2001) moral berarti ajaran baik-buruk yang
diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, dan sebagainya; akhlak, budi pekerti,
susila. Sedangkan bermoral adalah mempunyai pertimbangan baik buruk, berakhlak baik.
Menurut Immanuel Kant (Magnis Suseno, 1992), moralitas adalah hal kenyakinan dan sikap
batin dan bukan hal sekedar penyesuaian dengan aturan dari luar, entah itu aturan hukum
negara, agama atau adat-istiadat. Selanjutnya dikatakan bahwa, kriteria mutu moral seseorang
adalah hal kesetiaanya pada hatinya sendiri. Moralitas adalah pelaksanaan kewajiban karena
hormat terhadap hukum, sedangkan hukum itu sendiri tertulis dalam hati manusia. Dengan kata
lain, moralitas adalah tekad untuk mengikuti apa yang dalam hati disadari sebagai kewajiban
mutlak.
6) Sosialitas
Sosialisasi mengacu pada suatu proses belajar seorang individu yang akan mengubah dari
seseorang yang tidak tahu menahu tentang diri dan lingkungannya menjadi lebih tahu dan
memahami. Agen sosialisasi meliputi keluarga, teman bermain, sekolah dan media massa.
Keluarga merupakan agen pertama dalam sosialisasi yang ditemui oleh anak pada awal
perkembangannya. Kemudian kelompok sebaya sebagai agen sosialisasi di mana si anak akan
belajar tentang pengaturan peran orang-orang yang berkedudukan sederajat. Sekolah sebagai
agen sosialisasi merupakan institusi pendidikan di mana anak didik selama di sekolah akan
mempelajari aspek kemandirian, prestasi, universalisme serta spesifisitas. Agen sosialisasi yang
terakhir adalah media massa di mana melalui sosialisasi pesan-pesan dan simbol-simbol yang
disampaikan oleh berbagai media akan menimbulkan berbagai pendapat pula dalam masyarakat.
Dalam rangka interaksi dengan orang lain, seseorang akan mengembangkan suatu keunikan
dalam hal perilaku, pemikiran dan perasaan yang secara bersama-sama akan membentuk self.
7) Keselarasan dengan alam
Hubungan antara manusia dengan alam atau hubungan manusia dengan sesamanya, bukan
merupakan hubungan antara penakluk dan yang ditaklukkan, atau antara tuhan dengan hamba,
tetapi hubungan kebersamaan dalam ketundukan kepada Allah SWT. Manusia diperintahkan
untuk memerankan fungsi kekhalifahannya yaitu kepedulian, pelestarian dan pemeliharaan.
Berbuat adil dan tidak bertindak sewenang -wenang kepada semua makhluk sehingga hubungan
yang selaras antara manusia dan alam mampu memberikan dampak positif bagi keduanya. Oleh
karena itu manusia diperintahkan untuk mempelajari dan mengembangkan pengetahuan alam
guna menjaga keseimbangan alam dan meningkatkan keimanan kepada Allah SWT. Itu
merupakan salah satu bentuk rasa syukur kepada Allah SWT
B. Makna Filsafat, Pengetahuan, Ilmu Pengetahuan, Filsafat Ilmu dan Filsafat Pendidikan
1. Pengertian Filsafat
Perkataan Inggris philosophy yang berarti filsafat berasal dari kata Yunani “philosophia”
yang lazim diterjemahkan sebagai cinta kearifan. Akar katanya ialah philos (philia, cinta) dan
sophia (kearifan). Menurut pengertiannya yang semula dari zaman Yunani Kuno itu filsafat
berarti cinta kearifan. Namun, cakupan pengertian sophia yang semula itu ternyata luas sekali.
Dahulu sophia tidak hanya berarti kearifan saja, melainkan meliputi pula kebenaran pertama,
pengetahuan luas, kebajikan intelektual, pertimbangan sehat sampai kepandaian pengrajin dan
bahkan kecerdikkan dalam memutuskan soal-soal praktis (The Liang Gie, 1999).
Banyak pengertian-pengertian atau definisi-definisi tentang filsafat yang telah
dikemukakan oleh para filsuf. Menurut Merriam-Webster (dalam Soeparmo, 1984), secara
harafiah filsafat berarti cinta kebijaksanaan. Maksud sebenarnya adalah pengetahuan tentang
kenyataan-kenyataan yang paling umum dan kaidah-kaidah realitas serta hakekat manusia dalam
segala aspek perilakunya seperti: logika, etika, estetika dan teori pengetahuan.
Menurut Surajiyo (2010:1) secara etimologi kata filsafat, yangg dalam bhs Arab dikenal
dengan istilah falsafah dan dalam Bahasa Inggris di kenal dengan istilah philoshophy adalah dari
Bahasa Yunani philoshophia terdiri atas kata philein yang berarti cinta (love) dan shopia yang
berarti kebijaksanaan (wisdom), sehingga secara etimologi istilah filsafat berarti cinta
kebijaksanaan (love of wisdom) dalam arti yang sedalam-dalamnya. Dengan demikian, seorang
filsuf adalah pecinta atau pencari kebijaksanaan.
Secara terminologi, menurut Surajiyo (2010: 4) filsafat adalah ilmu pengetahuan yang
menyelidiki segala sesuatu yang ada secara mendalam dengan menggunakan akal sampai pada
hakikatnya. Filsafat bukan mempersoalkan gejala-gejala atau fenomena, tetapi yang dicari adalah
hakikat dari sesuatu fenomena. Hakikat adalah suatu prinsip yang menyatakan “sesuatu” adalah
“sesuatu” itu adanya. Filsafat mengkaji sesuatu yang ada dan yang mungkin ada secara
mendalam dan menyeluruh. Jadi filsafat merupakan induk segala ilmu.
Susanto (2011: 6) menyatakan bahwa menurut Istilah, filsafat adalah ilmu pengetahuan
yang berupaya mengkaji tentang masalah-masalah yang muncul dan berkenaan dengan segala
sesuatu, baik yang sifatnya materi maupun immateri secara sungguh-sungguh guna menemukan
hakikat sesuatu yang sebenarnya, mencari prinsip-prinsip kebenaran, serta berpikir secara
rasional-logis, mendalam dan bebas, sehingga dapat dimanfaatkan untuk membantu
menyelesaikan masalah-masalah dalam kehidupan manusia.
Kalau menurut tradisi filsafati dari zaman Yunani Kuno, orang yang pertama memakai
istilah philosophia dan philosophos ialah Pytagoras (592-497 S.M.), yakni seorang ahli
matematika yang kini lebih terkenal dengan dalilnya dalam geometri yang menetapkan a2 + b2 =
c2. Pytagoras menganggap dirinya “philosophos” (pencinta kearifan). Baginya kearifan yang
sesungguhnya hanyalah dimiliki semata-mata oleh Tuhan. Selanjutnya, orang yang oleh para
penulis sejarah filsafat diakui sebagai Bapak Filsafat ialah Thales (640-546 S.M.). Ia merupakan
seorang Filsuf yang mendirikan aliran filsafat alam semesta atau kosmos dalam perkataan
Yunani. Menurut aliran filsafat kosmos, filsafat adalah suatu penelaahan terhadap alam semesta
untuk mengetahui asal mulanya, unsur-unsurnya dan kaidah-kaidahnya (The Liang Gie, 1999).
Menurut sejarah kelahiran istilahnya, filsafat terwujud sebagai sikap yang ditauladankan
oleh Socrates. Yaitu sikap seorang yang cinta kebijaksanaan yang mendorong pikiran seseorang
untuk terus menerus maju dan mencari kepuasan pikiran, tidak merasa dirinya ahli, tidak
menyerah kepada kemalasan, terus menerus mengembangkan penalarannya untuk mendapatkan
kebenaran (Soeparmo, 1984).
Timbulnya filsafat karena manusia merasa kagum dan merasa heran. Pada tahap awalnya
kekaguman atau keheranan itu terarah pada gejala-gejala alam. Dalam perkembangan lebih
lanjut, karena persoalan manusia makin kompleks, maka tidak semuanya dapat dijawab oleh
filsafat secara memuaskan. Jawaban yang diperoleh menurut Koento Wibisono dkk. (1997),
dengan melakukan refleksi yaitu berpikir tentang pikirannya sendiri. Dengan demikian, tidak
semua persoalan itu harus persoalan filsafat.
2. Pengetian Pengetahuan
Pengetahuan adalah informasi atau maklumat yang diketahui atau disadari oleh seseorang.
Pengetahuan termasuk, tetapi tidak dibatasi pada deskripsi, hipotesis, konsep, teori, prinsip dan
prosedur yang secara Probabilitas Bayesian adalah benar atau berguna. Dalam pengertian lain,
pengetahuan adalah berbagai gejala yang ditemui dan diperoleh manusia melalui pengamatan
akal. Pengetahuan muncul ketika seseorang menggunakan akal budinya untuk mengenali benda
atau kejadian tertentu yang belum pernah dilihat atau dirasakan sebelumnya. Misalnya ketika
seseorang mencicipi masakan yang baru dikenalnya, ia akan mendapatkan pengetahuan tentang
bentuk, rasa, dan aroma masakan tersebut.
Pengetahuan adalah informasi yang telah dikombinasikan dengan pemahaman dan potensi
untuk menindaki; yang lantas melekat di benak seseorang. Pada umumnya, pengetahuan
memiliki kemampuan prediktif terhadap sesuatu sebagai hasil pengenalan atas suatu pola.
Manakala informasi dan data sekedar berkemampuan untuk menginformasikan atau bahkan
menimbulkan kebingungan, maka pengetahuan berkemampuan untuk mengarahkan tindakan. Ini
lah yang disebut potensi untuk menindaki.
Pengetahuan adalah keseluruhan pengetahuan yang belum tersusun, baik mengenai
matafisik maupun fisik. Dapat juga dikatakan pengetahuan adalah informasi yang
berupa common sense, tanpa memiliki metode, dan mekanisme tertentu. Pengetahuan berakar
pada adat dan tradisi yang menjadi kebiasaan dan pengulangan-pengulangan. Dalam hal ini
landasan pengetahuan kurang kuat cenderung kabur dan samar-samar. Pengetahuan tidak teruji
karena kesimpulan ditarik berdasarkan asumsi yang tidak teruji lebih dahulu. Pencarian
pengetahuan lebih cendrung trial and errordan berdasarkan pengalaman belaka (Supriyanto,
2003).
Dilihat dari asal katanya, pengetahuan berasal dari kata tahu. Pengetahuan menandakan
bahwa seseorang telah mengerti mengenai sesuatu. Misalnya ibu A telah membaca sebuah artikel
mengenai jerawat kemudian tahu bahwa jeruk nipis adalah salah satu obat jerawat yang alami.
Pengetahuan ibu A tersebut tidak bisa disebut sebagai ilmu. Untuk mendapatkan ilmu seseorang
harus belajar lebih detail misalnya dengan mengetahui tipe-tipe kulit, penyebab jerawat,
penanganan kulit berjerawat berdasarkan jenisnya. Jenis-jenis jerawat, proses penyembuhan
jerawat, zat-zat yang dibutuhkan untuk menumpas factor penyebab jerawat, dan sebagainya.
Tentunya yang dapat memahami detail jerawat tersebut adalah dokter kulit.
5) Epistemologi skeptis
Epistemologi skeptis lebih menekankan pada pembuktian terlebih dahulu dari apa yang kita
ketahui sampai tidak adanya keraguan lagi sebelum menerimanya sebagai pengetahuan.
Kelemahan dari pendekatan ini adalah sulitnya mencari jalan keluar atau keputusan.
6) Epistemologi kritis
Pada Epistemologi ini tidak memperioritaskan Epistemologi manapun, hanya saja mencoba
menanggapi permasalahan secara kritis dari asumsi, prosedur dan pemikiran, baik pemikiran
secara akal maupun pemikiran secara ilmiah, dengan tujuan untuk menemukan alasan yang
rasional untuk memutuskan apakah permasalahan itu bisa diterima atau ditolak.
Ilmu pada dasarnya merupakan kumpulan pengetahuan atau sistem yang bersifat
menjelaskan berbagai gejala alam yang memungkinkan manusia melakukan serangkaian
tindakan untuk menguasai gejala tersebut berdasarkkan penjelasan yang ada dengan metode
tertentu. Dalam hal ini, ilmu mempunyai struktur dalam menjelaskan kajiannya. Struktur ilmu
menggambarkan bagaimana ilmu itu tersistematisir, terbangun atau terkonstruksi dalam suatu
lingkungan (boundaries), di mana keterkaitan antara unsur-unsur nampak secara jelas. Struktur
ilmu merupakan A scheme that has been devided to illustrate relationship among facts, concepts,
and generalization, yang berarti struktur ilmu merupakan ilustrasi hubungan antara fakta, konsep
serta generalisasi. Dengan keterkaitan tersebut akan membentuk suatu bangun kerangka ilmu
tersebut. sementara itu, definisi struktur ilmu adalah seperangkat pertanyaan kunci dan metode
penelitian yang akan membantu untuk memperoleh jawabannya, serta berbagai fakta, konsep,
generalisasi dan teori yang memiliki karakteristik yang khas yang akan mengantarkan kita untuk
memahami ide-ide pokok dari suatu disiplin ilmu yang bersangkutan. Dengan demikian nampak
dari dua pendapat di atas bahwa terdapat dua hal pokok dalam suatu struktur ilmu, yaitu:
c. A body of Knowledge (kerangka ilmu) yang terdiri dari fakta, konsep, generalisasi, dan teori
yang menjadi ciri khas bagi ilmu yang bersangkutan sesuai dengan lingkungan (boundary) yang
dimilikinya. Kerangka ilmu terdiri dari unsur-unsur yang berhubungan, dari mulai yang konkrit
(berupa fakta) sampai ke level yang abstrak (berupa teori), semakin ke fakta maka semakin
spesifik, sementara semakin mengarah ke teori maka semakin abstrak karena lebih bersifat
umum.
d. A mode of inquiry, yaitu cara pengkajian atau penelitian yang mengandung pertanyaan dan
metode penelitian guna memperoleh jawaban atas permasalahan yang berkaitan dengan ilmu
tersebut.
Terkadang, “pengetahuan” dan “ilmu” disama artikan, bahkan terkadang dijadikan kalimat
majemuk yang mempunyai arti tersendiri. Padahal, jika kedua kata tersebut dipisahkan, akan
mempunyai arti sendiri dan akan tampak perbedaannya.
Ilmu adalah pengetahuan. Jika dilihat dari asal katanya, “pengetahuan” di ambil dari
bahasa inggris yaitu knowledge, sedangakan “ilmu” dari kata science dan peralihan dari kata
arab ilm atau ‘alima (ia telah mengetahui) sehingga kata jadian ilmu berarti juga pengetahuan.
Dari pengertian ini dapat diambil kesimpulan bahwa ditinjau dari segi bahasa, antara
pengetahuan dan ilmu mempunyai sinonim arti, namun jika dilihat dari segi arti materialnya
(kata pembentuknya) maka keduanya mempunyai perbedaan.
Dalam encyclopedia Americana, di jelaskan bahwa ilmu (science) adalah pengetahuan
yang besifat positif dan sistematis. The Liang Gie mengutip Paul Freedman dari buku The
Principles Of Scientific Research dalam Amsal Bakhtiar.(2008:91) memberi batasan definisi
ilmu, yaitu suatu bentuk proses usaha manusia untuk memperoleh suatu pengetahuan baik
dimasa lampau, sekarang, dan kemudian hari secara lebih cermat serta suatu kemampuan
manusia untuk menyesuaikan dirinya dan mengubah lingkungannya serta merubah sifat-sifatnya
sendiri, sedangkan menurut Carles Siregar masih dlam dalam Amsal Bakhtiar.(2008:91)
menyatakan bahwa ilmu adalah proses yang membuat pengetahuan.
Ilmu dapat memungkinkan adanya kemajuan dalam pengetahuan sebab beberapa sifat atau
ciri khas yang dimiliki oleh ilmu. Burhanudin Salam (2005:23-24)mengemukakan beberapa ciri
umum dari pada ilmu, diantaranya:
4) Bersifat akumulatif, artinya ilmu adalah milik bersama. Hasil dari pada ilmu yang telah lalu
dapat digunakan untuk penyelidikan atau dasar teori bagi penemuan ilmu yang baru.
5) Kebenarannya bersifat tidak mutlak, artinya masih ada kemungkinan terjadinya kekeliruan dan
memungkinkan adanya perbaikan. Namun perlu diketahui, seandainya terjadi kekeliruan atau
kesalahan, maka itu bukanlah kesalahan pada metodenya, melainkan dari segi manusianya dalam
menggunakan metode itu.
6) Bersifat obyektif, artinya hasil dari ilmu tidak boleh tercampur pemahaman secara pribadi, tidak
dipengaruhi oleh penemunya, melainkan harus sesuai dengan fakta keadaan asli benda tersebut
5. Filsafat Pendidikan
Menurut Muhmidayeli. (2011: 35) Filsafat pendidikan adalahupaya menerapkan kaidah-
kaidah berpikir filsafat dalam ragam pencarian solusi berbagai ragam problem kependidikan
yang akan melahirkan pemikiran utuh tentang pendidikan yang tentunya merupakan langkah
penting dalam menemukan teori-teori tentang pendidikan. Menurut John Dewey dalam
Jalaluddin dan Idi (2007: 19 – 21) filsafat pendidikan merupakan suatu pembentukan
kemampuan dasar yang fundamental, baik yang menyangkut daya pikir (intelektual) maupun
daya perasaan (emosional), menuju tabiat manusia.
Sedangkan Menurut Omar Mohammad al-Toumy al-Syaibany dalam Muhmidayeli. (2011:
35), filsafat pendidikan adalah pelaksanaan pandangan filsafat dan kaidah-kaidah filsafat dalam
bidang pengalaman kemanusiaan yaang disebut dengan pendidikan.
Filsafat pendidikan bersandarkan pada filsafat formal atau filsafat umum. Dalam arti
bahwa masalah-masalah pendidikan merupakan karakter filsafat. Masalah-masalah pendidikan
akan berkaitan dengan masalah-masalah filsafat umum, seperti:
e) Hakikat kehidupan yang baik, karena pendidikan akan berusaha untuk mencapainya;
f) Hakikat manusia, karena manusia merupakan makhluk yang menerima pendidikan;
g) Hakikat masyarakat, karena pendidikan pada dasarnya merupakan suatu proses sosial;
h) Hakikat realitas akhir, karena semua pengetahuan akan berusaha untuk mencapainya.
Selanjutnya al-Syaibany (1979) mengemukakan bahwa terdapat beberapa tugas yang
diharapkan dilakukan oleh seorang filsuf pendidikan, di antaranya:
e) Merancang dengan bijak dan arif untuk menjadikan proses dan usaha-usaha pendidikan pada
suatu bangsa;
f) Menyiapkan generasi muda dan warga negara umumnya agar beriman kepada Tuhan dengan
segala aspeknya;
g) Menunjukkan peranannya dalam mengubah masyarakat, dan mengubah cara-cara hidup mereka
ke arah yang lebih baik;
h) Mendidik akhlak, perasaan seni, dan keindahan pada masyarakat dan menumbuhkan pada diri
mereka sikap menghormati kebenaran, dan cara-cara mencapai kebenaran tersebut.
Filsuf pendidikan harus memiliki pikiran yang benar, jelas, dan menyeluruh tentang wujud
dan segala aspek yang berkaitan dengan ketuhanan, kemansiaan, pengetahuan kealaman, dan
pengetahuan sosial. Filsuf pendidikan harus pula mampu memahami nilai-nilai kemanusiaan
yang terpancar pada nilai-nilai kebaikan, keindahan, dan kebenaran.
Gandhi HW (2011: 84) setelah mengkaji makna filsafat pendidikan dari berbagai ahli Ia
menyatakanbahwa: “Filsafat pendidikan tidak lain adalah penerapan upaya metodis filsafat untk
mempersoalkan konsepsi-konsepsiyang melandasi upaya-upaya manusia di dalam membangun
hidup daan kehidupannya untuk menjadi semakin baik dan berkualitas. Sedangkan upaya-
upayafilsafat dalam mempersoalkan adalah guna mengarahkan penyelenggaraan pendidikan pada
kondisi-kondisietika yang diidealkan. Dalam makna lain, filsafat pendidikan adalah flsifikasi
pendidikan, baik dlm makna teoritis konseptual maupun makna praktis-pragmatis yang
menggejala.
SIMPULAN
Filsafat ilmu merupakan cabang filsafat yang membahas tentang ilmu. Tujuan filsafat ilmu
adalah mengadakan analisis mengenai ilmu pengetahuan dan cara bagaimana ilmu pengetahuan
itu diperoleh. Jadi filsafat ilmu adalah penyelidikan tentang ciri-ciri pengetahuan ilmiah dan cara
memperolehnya. Pokok perhatian filsafat ilmu adalah proses penyelidikan ilmiah itu sendiri.
Tujuan mempelajari filsafat ilmu pada dasarnya adalah untuk memahami persoalan ilmiah
dengan melihat ciri dan cara kerja setiap ilmu atau penelitian ilmiah dengan cermat dan kritis.
Hubungan filsafat dengan ilmu pengetahuan lain adalah bahwa Filsafat mempunyai objek
yang lebih luas, sifatnya universal, sedangkan ilmu-ilmu pengetahuan objeknya terbatas, khusus
lapangannya saja. Selain itu Filsafat hendak memberikan pengetahuan, insight/pemahaman lebih
dalam dengan menunjukan sebab-sebab yang terakhir, sedangkan ilmu pengetahuan juga
menunjukkan sebab-sebab tetapi yang tak begitu mendalam.
Keberadaan manusia di dunia sesuunguhnya sebagai mahluk yang diciptakan Allah SWT
yang diberi kemampuan untuk berpikir (akal), sedangkan tujuan akhir hidup manusia menurut
Islam adalah mendapatkan kebahagiaan hakiki. Sebagai mahluk yang berpikir (memiliki akal)
itulah yang menyebabkan manusia berfilsafat.
Filsafat dapat dimaknai sebagai ilmu pengetahuan yang berupaya mengkaji tentang
masalah-masalah yang muncul dan berkenaan dengan segala sesuatu, baik yang sifatnya materi
maupun immateri secara sungguh-sungguh guna menemukan hakikat sesuatu yang sebenarnya,
mencari prinsip-prinsip kebenaran, serta berpikir secara rasional-logis, mendalam dan bebas,
sehingga dapat dimanfaatkan untuk membantu menyelesaikan masalah-masalah dalam
kehidupan manusia. Sedangkan ilmu dapat dimaknai sebagai suatu metode berpikir secara
obyektif dalam menggambarkan dan memberi makna terhadap dunia fuktual dan berprinsip
untuk mengorganisasikan dan mensistematisasikan common sense.
Sedangkan Filsafat pendidikan dapat dimaknai sebagi upaya menerapkan kaidah-kaidah
berpikir filsafat dalam ragam pencarian solusi berbagai ragam problem kependidikan yang akan
melahirkan pemikiran utuh tentang pendidikan yang tentunya merupakan langkah penting dalam
menemukan teori-teori tentang pendidikan.
Antara filsafat ilmu, dengan pendidkan dan dengan filsafat pendidikan memimiliki
hubungan yang saling melengkapi. Filsafat ilmu dapat membantu perkembangan pendidikan dan
filsafat pendidikan. Di lain pihak, perkembangan pendidikan dan filsafat pendidikan dan
membantu perkembangan Filsafat Ilmu.
1. Manusia dalam pandangan Antropologi terbentuk dari satu sel sederhana yang mengalami
perubahan secara bertahap dengan waktu yang sangat lama (evolusi).
2. Konsep manusia dalam Sosiologi adalah mahluk sosial, yakni mahluk yang tidak dapat hidup
tanpa bantu orang lain.
3. Konsep Manusia menurut ilmu pendidikan adalah individu yang memiliki kemampuan dalam
dirinya (bakat/potensi), tetapi potensi itu hanya dapat berkembang jika ada pengarahan
pembinaan serta bimbingan dari luar (lingkungan).
4. Manusia menurut pandangan filsafat ilmu, dapat dilihat dari teori descendensi dan Metafisika
a) Menurut teori descendensi: 1) manusia sejajar dengan hewan berdasarkan sebab mekanis; 2)
Keistimewaan ruhaniyah manusia dibandingkan dengan hewan terlihat dalam kenyataan bahwa
manusia adalah makhluk yang berpikir, berpolitik, mempunyai kebebasan/kemerdekaan,
memiliki sadar diri, mempunyai norma, tukang bertanya atau tegasnya manusia adalah makhluk
berbudaya.
b) Menurut Metafisika. Asal manusia dari suatu yang ada dan tak bergantung dari yang lain.
Hakikat manusia ialah dari ruh yang ditiupkan oleh Tuhan. Artinya manusia tersusun dari zat
yang ada dengan diberikannya ruh oleh Tuhan sehingga menyebabkan manusia dapat hidup.
Manusia mempunyai fisik yaitu jasadnya. Selain jasad manusia juga mempunyai ruh atau yang
tidak dapat ditangkap oleh panca indera yakni berhubungan dengan jiwa mencakup ingatan,
gagasan, imajinasi, kemauan, perasaan dan penghayatan.
5. Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki segala sesuatu yang ada secara mendalam
dengan menggunakan akal sampai pada hakikatnya. (Surajiyo,2010:4)
6. Pengetahuan adalah informasi atau maklumat yang diketahui atau disadari oleh seseorang
7. Ilmu pada dasarnya merupakan kumpulan pengetahuan atau sistem yang bersifat menjelaskan
berbagai gejala alam yang memungkinkan manusia melakukan serangkaian tindakan untuk
menguasai gejala tersebut berdasarkkan penjelasan yang ada dengan metode tertentu.
8. Filsafat ilmu adalah segenap pemikiran reflektif terhadap persoalan-persoalan mengenai segala
hal yang menyangkut landasan ilmu maupun hubungan ilmu dengan segala segi dari kehidupan
manusia (The Liang Gie,1999)
9. Filsafat pendidikan adalah upaya menerapkan kaidah-kaidah berpikir filsafat dalam ragam
pencarian solusi berbagai ragam problem kependidikan yang akan melahirkan pemikiran utuh
tentang pendidikan yang tentunya merupakan langkah penting dalam menemukan teori-teori
tentang pendidikan (Muhmidayeli., 2011)
DAFTAR PUSTAKA
Amsal Bakhtiar. 2008. Filsafat Ilmu (edisi revisi). Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Frondizi, Resieri. 2001. Pengantar Filsafat Nilai (Terjemahan oleh: Cuk Ananto Wijaya.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Jalaluddin & Idi, Abdullah. 2007. Filsafat Pendidikan: Manusia, Filsafat, dan Pendidikan.
Jogjakarta: Ar-Ruzz MediaGroup.
Knight, George R. 2007. Filsafat Pendidikan (Terjemahan oleh: Mahmud Arif). Yogyakarta: Gama
Media.
Supriyanto, S. 2003. Filsafat Ilmu. Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Masyarakat. Universitas
Airlangga. Surabaya.
Surajiyo . 2010. Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.
Knight, George R. 2007. Filsafat Pendidikan (Terjemahan oleh: Mahmud Arif). Yogyakarta: Gama
Media.
http://pohanrangga.blogspot.com/2012/11/hakekat-manusia-dari-segi-sosiologi.htmldiunduh
tanggal 03 Nopember 2013 pkl 21.30
http://hanykpoespyta.wordpress.com/2008/04/19/manusia-antara-pandangan-antropologi-dan-
agama-islam/ diunduh tanggal 03 Nopember 2013 pkl 21.00
http://uphilunyue.blogspot.com/2013/01/manusia-dalam-pandangan-filsafat-teori.html diunduh
tanggal 03 Nopember 2013 pkl 22.00