Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

Filsafat Sains dan Manusai


Makalah Ini Disusun Untuk Menempuh Tugas Mata Kuliah
“Filsafat Ilmu”
Dosen Pengampuh
Firman Sidik, M.Pd.I
Disusun Oleh Kelompok
Estisiasti Paputungan (231022012)
Devy Dauda (231022010)

A. Latar Belakang

Manusia memiliki keistimewaan dibandingkan makhluk yang lain. Dia


diberikan kemampuan untuk berfikir, bertanya dan menganalisa. Dengan alat ini
manusia mendapatkan pengetahuan. Pengetahuan yang dimiliki mengantarkannya
kepada posisi yang berbeda dengan makhluk lainnya.
Objek yang dicari oleh manusia adalah sebuah kebenaran Tuhan, alam dan
manusia. Dari objek tersebut sangatlah relevan dengan tujuan berfikir filsafat yaitu
mencari kebenaran yang sebenarnya, baik secara radikal, universal dan rasional.
Filsafat merupakan proses berfikir serta produk pemikiran tentang segala
sesuatu yang ada atau mungkin ada secara radikal, universal dan rasional. Filsafat
juga merupakan hasil dari pemikiran manusia yang sangat radix terhadap setiap
persoalan.
Dalam mencari kebenaran pun hanya menggunakan akal semata, sehingga
kebenarannya merupakan kebenaran rasionalitas yang tentunya bersifat relatif dan
kritis. Ilmu adalah hasil dari penelitian yang dibuktikan dengan kegiatan ilmiah
melalui tahapan pengujian, pembuktian dan penyesuaian dengan fakta yang terjadi.
Kebenarannya diperoleh melalui melalui pandangan manusia terhadap realita,
sehingga kebenaran tersebut bersifat empiris dan masih relative.
Sedangkan agama merupakan kebenaran yang diperoleh melalui wahyu yang
bersifat intuisi serta rohani. Kebenarannya pun bersifat mutlak dan hakiki. Manusia
pada awal ia dilahirkan tidak tahu dan tidak mengenal dengan apaapa yang ada di
sekitarnya, bahkan dengan dirinya sendiri. Ketika manusia mulai mengenal dirinya,
kemudian mengenal alam sekitarnya, karena manusia berpikir, maka ketika itu
mulailah ia memikirkan dari mana asal sesuatu, bagaimana sesuatu bisa terjadi, untuk
apa sesuatu itu dikerjakan, dan apa manfaat dari suatu hal. Sebenarnya ketika manusia
telah mulai tahu dari mana asalnya, bagaimana proses terjadinya, siapa dia, untuk apa
dia, maka ketika itu ia telah berfilsafat.
Karena filsafat itu pada intinya adalah berusaha mencari kebenaran tentang
sesuatu, baik yang ilmiah ataupun non ilmiah, yang nantinya menjadi suatu
kesepakatan untuk diketahui secara bersama-sama dan berlaku dilingkungannya.
Kesepakatan berlaku untuk umum dan menjadi kebiasaan pada komunitas secara
turun temurun hal tersebut yang dinamakan tradisi, dan tradisi itulah berkembang
menjadi suatu ilmu. Berdasarkan pemaparan diatas dapat dipahami bahwa terdapat
hubungan yang sangat signifikan antara filsafat dengan ilmu pengetahuan (sains),
demikian pula adanya hubungan antara filsafat dengan agama, dan hubungan agama
dengan ilmu pengetahuan (sains), sehingga terjadi hubungan yang saling terkait satu
sama lainnya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Arti Filsafat
2. Apa Arti Sains
3. Apa Arti Manusia
4. Hubungan Filsafat, Sains Dan Manusia
PEMBAHASAN

A. Pengertian.

1. Pengertian Filsafat

Pengertian filsafat dapat ditinjau secara etimologi dan terminologi.


Secara etimologi, kata filsafat yang dalam bahasa Arab dikenal dengan
istilah “falsafah” dan dalam bahasa Inggris di kenal dengan istilah
“philosophy” yang berasal dari bahasa Yunani, yaitu philosophia. Philo =
cinta Sophia = kebijaksanaan/kebenaran, sehingga secara etimologi istilah
filsafat berarti cinta kebijaksanaan, bisa juga dalam artian orang yang
mencintai kebenaran, sehingga berupaya memperoleh dan memilikinya.
Dengan demikian seorang filsuf adalah pecinta atau pencari kebijaksanaan.
Kata filsafat pertama kali digunakan oleh Phytagoras (496-582 SM).
Filsafat adalah hasil daya upaya manusia dengan akal budinya untuk
memahami (mendalami dan menyelami) secara integral hakikat yang ada:
(a) hakikat Tuhan; (b) hakikat alam semesta; (c) hakikat manusia, serta
sikap manusia termasuk sebagai konsekuensi dari pada faham tersebut.
Dalam sejarah perkembangan pemikiran filsafat, antara satu ahli filsafat
lainnya selalu berbeda pendapat tentang pengertian filsafat.
1. Socrates (399-469 SM), memahami bahwa filsafat adalah suatu peninjauan
diri yang bersifat reflektif atau perenungan terhadap asas-asas dari
kehidupan yang adil dan bahagia.
2. Plato (347-427 SM), menurutnya filsafat adalah pengetahuan yang
berminat mencari kebenaran asli. Dalam konsepsi Plato, filsafat
merupakan pencarian yang bersifat spekulatif atau perekaan terhadap
pandangan tentang seluruh kebenaran. Filsafat plato tersebut kemudian
dikenal dengan filsafat spekulatif.
3. Aristoteles (322-384 SM), salah seorang murid Plato yang terkemuka.
Menurut Aristoteles filsafat adalah ilmu pengetahuan yang meliputi
kebenaran, yang didalammya terkandung ilmu-ilmu metafisika, logika,
retorika, etika, ekonomi, politik dan estetika (filsafat menyelidiki sebab
dan asal segala benda).
4. Al-Kindi (801-873 SM), menurutnya filsafat adalah pengetahuan tentang
hakikat segala sesuatu dalam batas-batas kemampuan manusia, karena
tujuan para filosof dalam berteori adalah mencari kebenaran, maka
prakteknya pun harus menyesuaikan kebenaran pula.
5. Al-Farabi (870-950 SM) , menurutnya filsafat adalah pengetahuan tentang
bagaimana hakikat alam wujud yang sebenarnya.
6. Ibnu Rusdy menyatakan filsafat adalah hikmah yang merupakan
pengetahuan otonom yang perlu ditimba oleh manusia sebab ia dikaruniai
oleh Allah dengan akal. Al-Qur’an mewajibkan manusia berfilsafat untuk
menambah dan memperkuat keimanan kepada Allah.
Dari beberapa ungkapan para filosof di atas, dapat diambil kesimpulan
bahwa filsafat itu titik tekannya adalah “Kebenaran”. Dari analisis di atas,
maka filsafat adalah pandangan hidup seseorang atau sekelompok orang
yang merupakan konsep dasar mengenai kehidupan yang dicita-citakan.
Filsafat juga dapat diartikan sebagai ilmu pengetahuan yang menyelidiki
hakikat segala sesuatu untuk memperoleh kebenaran. Ilmu pengetahuan
tentang hakikat yang menanyakan apa inti atau esensi segala sesuatu.
Hal yang menyebabkan manusia berfilsafat karena dirangsang oleh :
ketakjuban, ketidakpuasan, hasrat bertanya, dan keraguan kejadian-
kejadian atau peristiwa-peristiwa yang dialami manusia dalam
kehidupannya. Dalam berfikir filsafat perlu dipahami karakteristik yang
menyertai, diantaranya :
1. Sifat menyeluruh artinya seorang ilmuan tidak puas lagi mengenal
ilmu hanya dari segi pandang ilmu sendiri, tetapi melihat hakekat ilmu
dalam konstalasi pengetahuan yang lainnya,
2. Sifat mendasar, artinya bahwa seorang yang berfikir filsafat tidak
sekedar melihat ke atas, tapi juga mampu membongkar tempat berpijak
secara fundamental, dan ciri
3. Sifat spekulatif, bahwa untuk dapat mengambil suatu kebenaran kita
perlu spekulasi.
Dari serangkaian spekulasi tersebut kita dapat memilih buah pikiran
yang dapat diandalkan yang merupakan titik awal dari penjelajahan
pengetahuan. Dalam menghadapi berbagai masalah hidup di dunia ini,
manusia akan menampilkan berbagai alat untuk mengatasinya. Alat itu
adalah pikiran atau akal yang berfungsi di dalam pembahasannya secara
filosofis tentang masalah yang dihadapi. Pikiran yang manakah yang dapat
masuk dalam bidang filsafat ini?, jawabannya adalah pikiran yang
senantiasa bersifat ilmiah. Jadi, pikiran itu adalah yang mempunyai
kerangka ilmiah filsafat. Menurut Prof. Mulder bahwa filsafat itu berpikir
ilmiah, tapi tidak setiap berpikir itu filsafat.
Apakah filsafat itu sebagai ilmu pengetahuan dan bagaimana bentuk
dan sifatnya bisa dipahami menurut penjelasan berikut : kebenaran filsafat
itu dapat diukur menurut kondisi yang pasti dimiliki oleh ilmu
pengetahuan pada umumya, yang meliputi obyek (sasaran studi), metode
(cara atau jalannya studi), sistem (cara-cara kerja sebagai penunjang
jalannya metode) dan kebenaran ilmiah (obyektif dan dapat diukur baik
secara rasional maupun empiris).
Ciri-ciri Filsafat : Pemikiran kefilsafatan menurut Ali Mudhofir :
1. Berpikir secara radikal. Radikal berasal dari kata Yunani radix yang
berarti akar. Berpikir secara radikal adalah berpikir sampai keakar-
akarnya. Berpikir sampai ke hakikat, esensi atau sampai ke substansi
yang dipikirkan. Manusia yang berfilsafat dengan akalnya berusaha
untuk dapat menangkap pengetahuan hakiki, yaitu pengetahuan yang
mendasari segala pengetahuan indrawi.
2. Berpikir secara universal (umum). Berpikir secara universal adalah
berpikir tentang hal-hal serta proses-proses yang bersifat umum, dalam
arti tidak memikirkan hal-hal yang parsial.
3. Berpikir secara konseptual. Konsep disini adalah hasil generalisasi dari
pengalaman tentang hal-hal serta proses-proses individual. Dengan ciri
yang konseptual ini, berpikir secara kefilsafatan melampaui batas
pengalaman hidup sehari-hari.
4. Berpikir secara koheren dan konsisten. Koheren, artinya sesuai dengan
kaidah-kaidah berpikir (logis). Konsisten, artinya tidak mengandung
kontradiksi.
5. Berpikir secara sistematik. Sistematik berasal dari kata sistem. Sistem
di sini adalah kebulatan dari sejumlah unsur yang saling berhubungan
menurut tata pengaturan untuk mencapai sesuatu maksud atau
menunaikan sesuatu peranan tertentu. Dalam mengemukakan jawaban
terhadap sesuatu masalah, para filsuf memakai berbagai pendapat
sebagai wujud dari proses berpikir yang disebut berfilsafat. Pendapat-
pendapat yang merupakan uraian kefilsafatan itu harus saling
berhubungan secara teratur dan terkandung adanya maksud atau tujuan
tertentu.
6. Berpikir secara komprehensif. Komprehensif adalah mencakup secara
menyeluruh. Berpikir secara kefilsafatan berusaha untuk menjelaskan
alam semesta secara keseluruhan.

2. Pengertian Sains

Secara bahasa, Ilmu berasal dari Bahasa arab (‫علم‬-‫يعلم‬-‫( علما‬yang berarti
mengetahui, memahami dan mengerti dengan benar-benar. Dalam Bahasa
Inggris disebut Science, dalam Bahasa Latin berasal dari kata Scientia
(pengetahuan) atau Scire (mengetahui). Sedangkan dalam Bahasa Yunani
adalah Episteme (pengetahuan). Dalam kamus Bahasa Indonesia, ilmu
adalah pengetahuan tentang suatu bidang yang tersusun secara bersistem
menurut metode-metode tertentu yang dapat digunakan untuk
menerangkan gejala-gejala tertentu di bidang itu.6 Ilmu pengetahuan
adalah pengetahuan yang berasal dari pengamatan, studi dan pengalaman
yang disusun dalam satu system untuk menentukan hakikat dan prinsip
tentang hal yang sedang dipelajari.
a) Ciri-ciri Sains :
1) Sistematis
Ciri sistematis ilmu menunjukkan bahwa ilmu
merupakan berbagai keterangan dan data yang tersusun
sebagai kumpulan pengetahuan, yang mempunyai
hubungan-hubungan saling ketergantungan yang teratur.
2) Empiris
Bahwa ilmu mengandung pengetahuan yang diperoleh
berdasarkan pengamatan serta percobaan-percobaan
secara terstruktur di dalam bentuk pengalaman-
pengalaman, baik secara langsung ataupun tidak
langsung. Ilmu mengamati, menganalisis, menalar,
membuktikan dan menyimpulkan hal-hal empiris yang
bersifat faktual dan objek yang bisa kita indra.
3) Obyektif
Bahwa ilmu menunjuk pada bentuk pengetahuan yang
bebas dari prasangka perorangan dan perasaan-perasaan
subyektif berupa kesukaan atau kebencian pribadi.
Obyektifitas ilmu mensyaratkan bahwa kumpulan
pengetahuan itu haruslah sesuai dengan obyeknya.
4) Analitis
Bahwa ilmu berusaha mencermati, mendalami dan
membeda-bedakan pokok soalnya ke dalam bagian-
bagian yang terperinci untuk memahami berbagai sifat,
hubungan dan peranan dari bagian-bagian tersebut.
5) Verifikatif
Bahwa ilmu mengandung kebenaran-kebenaran yang
terbuka untuk diperiksa atau diuji (diverifikasi) guna
dapat dinyatakan sah (valid) dan disampaikan kepada
orang lain.

Pengetahuan agar dapat diakui kebenarannya sebagai ilmu, harus terbuka


untuk diuji atau diverifikasi dari berbagai sudut telaah yang berlainan dan
akhirnya diakui benar. Selain, kelima ciri ilmu diatas, masih terdapat beberapa
ciri tambahan lainnya, misalnya : ciri instrumental dan ciri faktual. Ciri
instrumental, dimaksudkan bahwa ilmu merupakan alat atau saran tindakan
untuk melakukan sesuatu hal.

3. Pengertian Agama

Muhammad Abdullah Darraz mendefinisikan agama (‫( دين‬sebagai:


”keyakinan terhadap eksistensi (wujud) suatu dzat atau beberapa dzat ghaib
yang maha tinggi, ia memiliki perasaan dan kehendak, ia memiliki wewenang
untuk mengurus dan mengatur urusan yang berkenaan dengan nasib manusia.
Keyakinan mengenai ihwalnya akan memotivasi manusia untuk memuja dzat
itu dengan perasaan suka maupun takut dalam bentuk ketundukan dan
pengagungan. Secara lebih ringkas, ia mengatakan juga bahwa agama adalah
“keyakinan (keimanan) tentang suatu dzat (Ilahiyah) yang pantas untuk
menerima ketaatan dan ibadah (persembahan). Pengertian agama
menunjukkan kepada jalan atau cara yang ditempuh untuk mencari keridhoan
Allah.

B. Hubungan Antara Filsafat, Sains dan Agama

Filsafat, karena selalu berhadapan denga alam empiris, (metafisika, ghaib)


maka ia komit dengan organon (alatnya) yaitu logika. Cara kerjanya selalu diawali
dengan pertanyaan apa. Berpikir logis, sistematis, radikal, dan universal. Sains,
mencari kebenaran dengan cara penyelidikan (riset) sesuai dengan eksistensinya
yang berhubungan dengan alam empiris. Dalam penyelidikan ilmu selalu mencari
hukum sebab akibat. Sebagai hukum sebab akibat maka kebenaranya pasti ada.
Agama, menemukan konsep kebenaran bersumber pada wahyu, kebenarannya
bersifat mutlak, absolut sebagai kebenaran tertinggi.

Ilmu kebenarannya bersifat empiris, filsafat kebenarannya bersifat spekulatif


(berdasarkan nalar dan logika), keduanya bersifat nisbi. Agama kebenarannya
bersifat absolut mutlak, dalam penentuannya semua perlu perumusan. Hubungan
ilmu filsafat dan agama, Albert Einstein mengatakan dengan singkat “science with
out is blind, religion with out science is blame” Ilmu tanpa agama buta, agama
tanpa ilmu lumpuh. Menurut Anshari (dalam Kompasiana 2012) menyatakan, baik
filsafat, ilmu dan agama, bertujuan (sekurang-kurangnya berurusan dengan hal
yang sama), yaitu kebenaran. Hubungan antara filsafat, sains dan agama
mempunyai titik persamaan, titik perbedaan dan titik singgung (hubungan) antara
yang satu dengan yang lainnya.

1. Titik Persamaan
Mencari kebenaran. Ilmu pengetahuan dengan metodenya sendiri,
mencari kebenaran tentang alam dan termasuk di dalamnya manusia.
Filsafat dengan wataknya sendiri pula, menghampiri kebenaran, baik
tentang alam maupun tentang manusia, yang belum atau tidak dapat
dijawab oleh ilmu, karena diluar atau di atas jangkauannya, ataupun
tentang Tuhan. Agama dengan karakteristiknya sendiri pula memberikan
jawaban atas segala persoalan asasi yang dipertanyakan manusia, baik
tentang alam maupun tentang manusia dan tentang Tuhan.

2. Titik Perbedaan

Perbedaannya terlihat dari aspek sumber, metode dan hasil yang ingin
dicapai. Baik ilmu maupun filsafat, keduanya hasil dari sumber yang sama,
yaitu ra’yu (akal, budi, rasio atau reason) manusia. Sedangkan agama
bersumberkan dari wahyu Allah. Ilmu pengetahuan mencari kebenaran
dengan jalan penyelidikan (riset), pengalaman (empiris), dan percobaan
(eksperimen) sebagai batu ujian. Filsafat menghampiri kebenaran dengan
cara mengembarakan akal budi secara radikal (mengakar) dan integral
(menyeluruh) serta universal (alami atau mengalam) tidak merasa terikat
oleh ikatan apapun, kecuali oleh ikatan tangannya sendiri Bernama logika,
sebagaimana disinggung oleh Anshari, bahwa filsafat itu ialah rekaman
petualangan jiwa dalam kosmos.

Manusia mencari dan menemukan kebenaran dalam agama dengan


jalan mempertanyakan, mencari jawaban tentang berbagai masalah asasi
dari kitab suci. Kebenaran ilmu pengetahuan adalah kebenaran positif,
kebenran filsafat adalah kebenaran spekulatif (dugaan yang tidak dapat
dibuktikan secara empiris, riset dan eksperimen). Baik kebenaran ilmu
maupun kebernaran filsafat, keduanya relatif. Sedangkan kebenaran agama
bersifat mutlak (absolut), karena agama adalah wahyu yang diturunkan
oleh dzat yang Maha Besar , Maha Mutlak, dan Maha Sempurna yaitu
Allah SWT. Baik ilmu maupun filsafat, kedua-duanya dimulai dengan
sikap percaya dan iman.
3. Titik Singgung atau Relasi Relasinya ialah saling isi-mengisi di dalam
menjawab persoalan-persoalan yang diajukan oleh manusia. Hubungan
lain adalah bahwa filsafat identik dengan ilmu pengetahuan, sebagimana
juga filosof identic dengan ilmuwan. Objek materi ilmu adalah alam dan
manusia, dan objek material filsafat adalah alam, manusia dan Tuhan.

Selain itu, masih dalam kaitan antara ilmu, filsafat dan agama, bahwa
filsafat mengkaji tentang kebijaksanaan. Manusia berusaha untuk mencari
kebijaksanaan, mencari dengan cara yang ilmiah tentang kebenaran. Akan
tetapi, manusia tidak akan sampai pada derajat bijaksana, karena hanya
Tuhan sajalah yang bersifat bijaksana. Manusia hanya berusaha untuk
mencari kebijaksanaan, mencari kebenaran dengan cara yang ilmiah.
Selain itu, segala aktivitas manusia yang berkenaan dengan pemahaman
terhadap dunia secara keseluruhan dengan jiwa dan pikirannya merupakan
bagian dari kajian filsafat. Filsafat sama halnya dengan agama, sama-sama
mengkaji tentang kebijaksanaan, tentang Tuhan, serta baik dan buruk.
Itulah sebabnya maka filsafat mempunyai hubungan yang dekat dengan
agama di satu sisi dan ilmu pengetahuan di sisi lain.

Hubungan yang lebih dekat lagi, dapat dilihat bahwa hal-hal yang tidak
terjangkau oleh akal pikiran (filsafat) akan terjawab melalui wahyu atau
agama. Begitu juga dengan filsafat, membahas persoalan-persoalan yang
tidak terjawab oleh ilmu pengetahuan.

Dengan demikian, antara ilmu, filsafat dan agama dapat saling mengisi
dan saling melengkapi. Sehingga menjadi lengkaplah sudah kebtuhan
manusia untuk memahami keberadaan alam, manusia, dan Tuhan.
PENUTUP

KESIMPULAN

Sebagai penutup dari makalah yang sangat sederhana ini, penulis akan memberikan
beberapa poin penting yang berkaitan dengan hubungan antara filsafat, ilmu pengetahuan
dan agama, yaitu sebagai berikut :

1. Antara filsafat, ilmu (sains) dan agama terdapat titik persamaannya, yaitu mencari
kebenaran.
2. Antara filsafat, ilmu (sains) dan agama disamping terdapat persamaan, akan tetapi
juga ada perbedaannya, yaitu dari aspek sumber, metode dan hasil yang ingin dicapai.
3. Antara filsafat, ilmu (sains) dan agama mempunyai titik singgung atau relasi, yaitu
saling isi-mengisi di dalam menjawab persoalan-persoalan yang diajukan oleh
manusia.
DAFTAR KEPUSTAKAAN

Ahmad Tafsir. 2002. Filsafat Umum. Bandung: Rosda Karya

Ali Mudhofir. 1996. Kamus Teori dan Aliran dalam Filsafat dan Teologi. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press

Drs. A.Susanto, M.Pd. 2011. Filsafat Ilmu. Jakarta: Bumi Aksara

Pirhat Abbas. Hubungan Filsafat, Ilmu dan Agama. Media Akademika Volume 25

Soetrionon & Rita Hanafie. 2009. Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian. Yogyakarta: Anai
Suparlan

Suhartono. 2007. Dasar-dasar Filsafat. Yogyakarta: Arruz Media

Surajiyo. 2004. Ilmu Filsafat. Jakarta: Bumi Aksara

Tim Penulis. 1998. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka

Yusuf Al-Qaradhawy. 2000. Pengantar Kajian Islam, Suatu Analisis Komprehensif tentang
Pilar-Pilar Substansial, Karakteristik, Tujuan dan Sumber Acuan Islam, ter.Setiawan
Budi Utomo. Jakarta: Al-Kautsar

Rahman, M. T. 2020. Filsafat Ilmu Pengetahuan. Prodi S2 Studi Agama-Agama UIN Sunan
Gunung Djati Bandung.

Anda mungkin juga menyukai