Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH FILSAFAT ILMU

TUJUAN DAN MANFAAT


PEMBELAJARAN FILSAFAT ILMU

Dosen Pengajar: Dr. Rahadian Indarto Susilo, dr., Sp.BS(K)

Kelompok 1:
Aldhi Wimandra - Psikiatri - 514231006
Amalia Rasydini Salam - Psikiatri – 514231005
Andyani Pratiwi - Psikiatri – 514231002
Azka Darajat - Bedah Anak – 527231002
Dhimas Himawan - Psikiatri – 514231007
Fadhly Azis - Forensik-509231002
I Gusti Lanang Bumi Agung - Forensik – 509231003
I Putu Raditya Dananjaya Sukarata - Bedah Anak – 527231001
Liya Maulidianti - Psikiatri – 514231004
Nadya Debora - Psikiatri - 514231001
Rizka Solehah - Psikiatri - 514231003
Wira Santoso Ongko - Forensik-509231001

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS AIRLANGGA


SURABAYA
2023
BAB I PENDAHULUAN

Ilmu pengetahuan bagi lingkungan masyarakat akademis merupakan inti atau unsur pokok
kegiatannya. Dengan demikian ilmu pengetahuan tidak boleh asal jalan saja. Perguruan tinggi
perlu memiliki sifat ilmiah dalam menyelenggarakan kegiatan-kegiatannya. Sehingga dalam
rangka pendidikan, perkuliahan yang merupakan kegiatan pembelajaran pada mahasiswa juga
perlu diselenggarakan dan dipertanggungjawabkan secara ilmiah; perlu diusahakan secara rasional
(kritis, logis, dan sistematis), perlu memiliki kejelasan objek yang dibahas, arah-tujuannya, serta
perlu memiliki cara-cara dan sarana-sarana yang dapat dipertanggungjawabkan (1).

Dalam perkuliahan mahasiswa sekedar mendengar, mencatat dan mengingat-ingat ilmu


yang sebelumnya disampaikan baik secara lisan maupun tertulis. Perkuliahan hanya dipahami
sebagai proses menyampaikan ilmu pengetahuan (transfer of knowledge) bukan sebagai proses
pembelajaran pada mahasiswa agar mereka mampu melakukan kegiatan ilmiah, yaitu kegiatan
mengamati, bertanya, mencari dan mencoba meneliti persoalan atau permasalahan yang ada untuk
selanjutnya dapat menemukan langkah-langkah serta cara-cara mengusahakan jawaban dan
pemecahannya, agar mereka mampu menangkap kebenaran ilmiah dan selanjutnya menerapkan
untuk memperoleh manfaat dalam kehidupan nyata (transfer of learning). Untuk menangkap
kebenaran ilmiah tersebut perlu suatu pemikiran rasional (kritis, logis, dan sistematis) serta bersifat
objektif, mendalam, dan menyeluruh. Nampaknya pemikiran filsafatlah yang hakikatnya memang
mempersoalkan segala sesuatu secara kritis, memiliki tugas yang tepat untuk dapat mengkritisi
orientasi kegiatan perkuliahan sebagai usaha menggeluti ilmu pengetahuan. Karena pemikiran
filsafat ini lebih terarah pada kegiatan perkuliahan sebagai kegiatan menggeluti ilmu pengetahuan
sebagai objeknya, maka layaklah pemikiran filsafat ini disebut filsafat ilmu pengetahuan (1).

2
BAB II DEFINISI FILSAFAT, ILMU, PENGETAHUAN,
DAN FILSAFAT ILMU PENGETAHUAN

2.1 Definisi Filsafat


Pengertian filsafat dapat ditinjau dari dua segi yakni secara etimologi dan terminologi:
1. Filsafat secara etimologi
Kata filsafat dalam bahasa Arab dikenal denga istilah Falsafah dan dalam bahasa Inggris
dikenal istilah Phylosophy serta dalam bahasa Yunani dengan istilah Philosophia. Kata
Philosophia terdiri atas kata philein yang berarti cinta (love) dan sophia yang berarti
kebijasanaan (wisdom) sehingga secara etimologis istilah filsafat berarti cinta
kebijaksanaan (love of wisdom) dalam arti yang sedalam-dalamnya. Dengan demikian,
seorang filsuf adalah pencinta atau pencari kebijaksanaan. Kata filsafat pertama kali
digunakan oleh Phytagoras (582-486 SM). Arti filsafat pada waktu itu, kemudian filsafar
itu diperjelas seperti yang banyak dipakai sekarang ini dan juga digunakan oleh Socrates
(470-390 SM) dan filsuf lainnya (2,3).

2. Filsafat secara terminologi


Secara terminologi adalah arti yang dikandung oleh istilah filsafat. Hal ini disebabkan
batasan dari filsafat itu sendiri banyak maka sebagai gambaran diperkenalkan beberapa
batasan sebagai berikut (2,3):
1. Plato, berpendapat bahwa filsafat adalah pengetahuan yang mencoba untuk mencapai
pengetahuan tentang kebenaran yang asli karena kebenaran itu mutlak di tangan
Tuhan.
2. Aristoles, berpendapat bahwa filsafat adalah ilmu (pengetahuan) yang meliputi
kebenaran yang di dalamnya terkandung ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika,
dan estetika.
3. Prof. Dr. Fuad Hasan, filsafat adalah suatu ikhtiar untuk berpikir radikal, artinya
mulai dari radiksnya suatu gejala, dari akarnya suatu hal yang hendak
dipermasalahkan.

3
4. Immanuel Kant, filsuf barat dengan gelar raksasa pemikir Eropa mengatakan filsafat
adalah ilmu pokok dan pangkal segala pengetahuan yang mencakup di dalamnya
empat persoalan:
a) apa dapat kita ketahui, dijawab oleh metafisika?
b) apa yang boleh kita kerjakan, dijawab oleh etika?
c) apa yang dinamakan manusia, dijawab oleh antropologi? dan
d) sampai di mana harapan kita, dijawab oleh agama?
5. Rene Descartes, mengatakan bahwa filsafat adalah ilmu (pengetahuan) tentang
hakikat bagaimana alam maujud yang sebenarnya.

Filsafat adalah feeling (lave) in wisdom. Mencintai mencari menuju penemuan


kebijaksanaan atau kearifan. Mencintai kearifan dengan melakukan proses dalam arti
pencarian kearifan sekaligus produknya (2).
1. Di dalam proses pencarian itu, yang dicari adalah kebenaran-kebenaran prinsip yang
bersifat general
2. Prinsip yang bersifat general ini harus dapat dipakai untuk menjelaskan segala sesuatu
kajian atas objek filsafat.

Pengertian filsafat tersebut memberikan pemahaman bahwa filsafat adalah suatu prinsip
atau asas keilmuan untuk menelusuri suatu kebenaran objek dengan modal berpikir secara
radikal. Objeknya mengikuti realitas empiris dikaji secara filsafat untuk menelusuri hakikat
kebenarannya suatu entitas menggunakan metode yang disebut metode ilmiah (kebenaran
ilmiah). Ciri-ciri filsafat yaitu menyeluruh, mendasar, dan spekulatif. Berikut merupakan ciri
berfilsafat (2):
a. Menyeluruh, artinya pemikiran yang luas karena tidak membatasi diri dan tidak hanya
ditinjau dari satu sudut pandang tertentu. Pemikiran kefilsafatan ingin mengetahui
hubungan antara ilmu yang satu dan ilmu-ilmu lainnya, hubungan ilmu dan moral, seni,
serta tujuan hidup.
b. Mendasar, artinya pemikiran yang dalam sampai pada hasil yang fundamental atau esensial
objek yang dipelajarinya sehingga dapat dijadikan dasar berpijak bagi segenap nilai dan
keilmuan. Filsafat tidak hanya berhenti pada kulit-kulitnya (periferis) saja, tetapi sampai
menembus ke kedalamannya (hakikat).

4
c. Spekulatif, artinya hasil pemikiran yang diperoleh dijadikan dasar bagi pemikiran
selanjutnya. Hasil pemikiran berfilsafat selalu dimaksudkan sebagai dasar untuk
menelusuri bidang-bidang pengetahuan yang baru. Namun demikian, tidaklah berarti hasil
pemikiran kefilsafatan tersebut meragukan kebenarannya karena tidak pernah tuntas.

Ciri-ciri berpikir secara kefilsafatan menurut Ali Mudhofir sebagai berikut (2,4):
a. Berpikir secara kefilsafatan dicirikan secara radikal. Radial berasal dari bahasa Yunani,
Radix artinya akar. Berpikir secara radikal adalah berpikir sampai ke akar-akarnya, berpikir
sampai pada hakikat, esensi, atau sampai ke substansi yang dipikirkan. Manusia yang
berfilsafat dengan akalnya berusaha untuk menangkap pengetahuan hakiki, yaitu
pengetahuan yang mendasari segala pengetahuan indrawi.
b. Berpikir secara kefilsafatan dicirikan secara universal (umum). Berpikir secara universal
adalah berpikir tentang hal-hal seta proses-proses yang bersifat umum, dalam arti tidak
memikirkan hal-hal yang parsial. Filsafat bersangkutan dengan pengalaman umum dari
umat manusia. Dengan jalan penelusuran yang radial itu filsafat berusaha sampai pada
berbagai kesimpulan yang universal (umum).
c. Berpikir secara kefilsafatan dicirikan secara konseptual. Konsep di sini adalah hasil
generalisasi dari pengalaman tentang hal-hal serta proses-proses individual. Dengan ciri
yang konseptual ini, berpikir secara kefilsafatan melampaui batas pengalaman hidup
sehari-hari.
d. Berpikir secara kefilsafatan dicirikan secara koheren dan konsisten. Koheren artinya
sesuai dengan kaidah-kaidah berpikir (logis). Konsisten artinya tidak mengandung
kontradiksi.
e. Berpikir secara kefilsafatan dicirikan secara sistematik. Sistematik berasal dari kata sistem.
Sistem di sini adalah kebulatan dari sejumlah unsur yang saling berhubungan menurut cata
pengaturan untuk mencapai sesuatu maksud atau menunaikan sesuatu peranan tertentu.
Dalam mengemukakan jawaban terhadap sesuatu masalah. Pendapat-pendapat yang
merupakan uraian kefilsafatan harus saling berhubungan secara teratur dan terkandung
adanya maksud atau tujuan tertentu.

5
f. Berpikir secara kefilsafatan dicirikan secara komprehensif. Komprehensif adalah
mencakup secara menyeluruh. Berpikir secara kefilsafatan. Berpikir secara kefilsafatan
berusaha untuk menielaskan alam semesta secara keseluruhan.
g. Berpikir secara kefilsafatan dicirikan secara bebas. Sampai batas-batas yang luas maka
setiap filsafat boleh dikatakan merupakan suatu hasil dari pemikiran yang bebas. Bebas
dari segala prasangka sosial, historis, kultural, ataupun religius.
h. Berpikir secara kefilsafatan dicirikan dengan pemikiran yang bertanggung jawab.
Sescorang yang berfilsafat adalah orang yang berpikir sambil bertanggung jawab.
Pertanggungjawaban yang pertama adalah terhadap hati nuraninya sendiri. Di sini
tampaklah hubungan antara kebebasan berpikir dalam filsafat dan etika yang melandasinya.
Fase berikutnya adalah cara bagaimana ia merumuskan berbagai pemikirannya agar dapat
dikomunikasikan pada orang lain

2.2 Definisi Ilmu


Kata ilmu berasal dari bahasa Arab "alima" dan berati pengetahuan. Pemakaian kata ini dalam
bahasa Indonesia kita ekuivalenkan dengan istilah "science". Science berasal dari bahasa Latin:
Scio, Scire yang juga berarti pengetahuan. Ilmu adalah pengetahuan. Namun, ada berbagai macam
pengetahuan. Dengan "pengetahuan ilmu" dimaksud pengetahuan yang pasti, eksak, dan betul-
betul terorganisir. Jadi, pengetahuan yang berasaskan kenyataan dan tersusun baik (2,4).

Apa isi pengetahuan ilmu itu? Ilmu mengandung tiga kategori, yaitu hipotesis, teori, dan dalil
hukum. Ilmu itu haruslah sistematis dan berdasarkan metodologi, ia berusaha mencapai
generalisasi. Dalam kajian ilmiah, kalau data yang baru terkumpul sedikit atau belum cukup,
ilmuwan membina hipotesis. Hipotesis ialah dugaan pikiran berdasarkan sejumlah data. Hipotesis
member arah pada penelitian dalam menghimpun data. Data yang cukup sebagai hasil penelitian
dihadapkan pada hipotesis. Apabila data itu mensahihkan (valid)/menerima hipotesis, hipotesis
menjadi tesis atau hipotesis menjadi teori. Jika teori mencapai generalisasi yang umum, menjadi
dalil ia dan bila teori memastikan hubungan sebab-akibat yang serba tetap, ia akan menjadi hukum
(2).

6
2.3 Definisi Pengetahuan
Secara etimologis pengetahuan berasal dari kata dalam bahasa Inggris yaitu "knowledge"'.
Dalam encyclopedia of philosophy dijelaskan bahwa definisi pengetahuan adalah kepercayaan
yang benar. Sementara secara terminologi akan dikemukakan beberapa definisi tentang
pengetahuan. Menurut Drs. Sidi Gazalba, pengetahuan adalah apa yang diketahui atau hasil
pekerjaan tahu. Pekerjaan tahu tersebut adalah hasil dari kenal, sadar, insaf, mengerti, dan pandai.
Pengetahuan itu adalah semua milik atau isi pikiran. Dengan demikian, pengetahuan merupakan
hasil proses dari usaha manusia untuk tahu (2,4).

Dalam kamus filsafat dijelaskan bahwa pengetahuan (knowledge) adalah proses kehidupan
yang diketahui manusia secara langsung dari kesadarannya. Orang pragmatis, terutama John
Dewey tidak membedakan pengetahuan dengan kebenaran (antara knowledge dengan truth). Jadi,
pengetahuan itu harus benar, kalau tidak benar adalah kontradiksi (2,4).

Beranjak dari pengetahuan adalah kebenaran dan kebenaran adalah pengetahuan maka di
dalam kehidupan manusia dapat memiliki pengetahuan dan kebenaran. Burhanuddin Salam
mengemukakan bahwa pengetahuan yang dimiliki manusia ada empat (2):
a. Pengetahuan biasa, yakni pengetahuan yang dalam filsafat dikatakan dengan istilah
common sense, sering diartikan dengan Good sense karena seseorang memiliki sesuatu
dimana Ia menerima secara baik. Semua orang menyebutnya sesuatu itu merah karena
memang itu merah, benda itu panas karena memang dirasakan panas dan sebagainya.
b. Pengetahuan ilmu, yaitu ilmu sebagai terjemahan dari science yang pada prinsipnya
merupakan usaha untuk mengorganisasikan dan mensistematisasikan common sense, suatu
pengetahuan vang berasal dari pengalaman dan pengamatan dalam kehidupan sehari-hari.
Namun, dilanjutkan dengan suatu pemikiran secara cermat dan teliti menggunakan
berbagai metode. Ilmu dapat merupakan suatu metode berpikir secara objektif (objective
thinking), tujuannya untuk menggambarkan dan memberi makna terhadap dunia faktual.
Pengetahuan yang diperoleh dengan ilmu, diperolehnya melalui observasi, eksperimen,
dan klasifikasi. Analisis ilmu itu objektif dan menyampingkan unsur pribadi, pemikiran
logika diutamakan, netral dalam arti tidak dipengaruhi oleh sesuatu yang bersifat kedirian
karena dimulai dengan fakta.

7
c. Pengetahuan filsafat, yakni pengetahuan yang diperoleh dari pemikiran yang kontemplatif
dan spekulatif. Pengetahuan filsafar lebih menekankan pada universalitas dan kedalaman
kajian tentang sesuatu. Kalau ilmu hanya pada satu bidang pengetahuan yang sempit,
filsafat membahas hal yang lebih luas dan mendalam. Filsafat biasanya memberikan
pengetahuan yang reflektif dan kritis sehingga ilmu yang tadinya kaku dan cenderung
tertutup menjadi longgar kembali
d. Pengetahuan agama, yaitu pengetahuan yang hanya diperoleh dari Tuhan lewat para
utusan-Nya. Pengetahuan agama bersifat mutak dan wajib diyakini olch para pemeluknya.

Dari sejumlah pengertian yang ada, sering ditemukan kerancuan antara pengertian
pengetahuan dan ilmu. Kedua kata tersebut dianggap memiliki persamaan arti, bahkan ilmu dan
pengetahuan terkadang dirangkum menjadi kata majemuk yang mengandung arti sendiri. Hal ini
sering kita jumpai dalam berbagai karangan yang membicarakan tentang ilmu pengetahuan.
Namun, jika kedua kata ini berdiri sendiri akan tampak perbedaan antara keduanya. Dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia, ilmu disamakan artinya dengan pengetahuan, ilmu adalah pengetahuan.
Dari asal katanya, kita dapat ketahui bahwa pengetahuan diambil dari kata dalam bahasa inggris
yaitu knowledge, sedangkan ilmu diambil dari kata science dan peralihan dari kata arab alima (ilm)
(2).

Untuk memperjelas pemahaman, perlu juga dibedakan pengetahuan yang sifatnya pra-ilmiah
dan pengetahuan ilmiah. Pengetahuan yang bersifat pra-ilmiah ialah pengerahuan yang belum
memenuhi syarat-syarat. ilmiah pada umumnya. Sebaliknya, pengetahuan ilmiah adalah
pengetahuan yang harus memenuhi syarat-syarat ilmiah. Pengetahuan pertama disebut sebagai
pengetahuan biasa dan pengetahuan kedua disebut pengetahuan ilmiah. Adapun syarat-syarat yang
dimiliki oleh pengetahuan ilmiah adalah (2):
a. harus memiliki objek tertentu (objek formal dan materil),
b. harus bersistem
c. memiliki metode tertentu, dan
d. sifatnya umum.

8
Dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya pengetahuan berbeda dengan ilmu. Perbedaan itu terlihat
dari sifat sistematisnya dan cara memperolehnya. Dalam perkembangannya, pengetahuan dengan
ilmu bersinonim arti, sedangkan dalam arti material keduanya mempunyai perbedaan (2).

2.4 Definisi Filsafat Ilmu Pengetahuan


Filsafat Ilmu Pengetahuan merupakan filsafat khusus yang membahas berbagai macam hal
yang berkenaan dengan ilmu pengetahuan. Sebagai filsafat, Filsafat Ilmu Pengetahuan berusaha
membahas ilmu pengetahuan sebagai objeknya secara rasional (kritis, logis, dan sistematis),
menyeluruh (komprehensif) dan mendalam (radikal).. Filsafat Ilmu Pengetahuan berusaha
memperoleh pemahaman tentang ilmu pengetahuan secara jeas, benar dan lengkap, serta mendasar
untuk dapat menemukan kerangka pokok serta unsur-unsur hakiki yang kiranya menjadi ciri khas
dari ilmu pengetahuan yang sebenarnya. Sehingga kita dapat menentukan identitas ilmu
pengetahuan dengan benar, dapat menentukan mana yang termasuk ilmu pengetahuan, dan mana
yang tidak termasuk dalam lingkup ilmu pengetahuan (1,5).

Pemikiran rasionallah yang mampu melepaskan diri manusia dari belenggu-belenggu


tradisional dan mitis, serta membebaskan manusia dari kepicikan, ketidakjelasan, ketidaktahuan
dan kebodohannya. Dengan pemikiran kritisnya, manusia tidak puas terhadap kebodohannya
sendiri serta terhadap ketidakjelasan segala macam informasi yang diterima. Pemikiran kritis
adalah pemikiran yang menyadari akan arah tujuan dari kegiatan berpikir, yaitu mencari kejelasan
dan tidak kebenaran. Sehingga orang yang berpikir kritis tidak puas akan sekedar informasi
sebagai penjelasan yang asal saja. Informasi yang merupakan penjelasan diharapkan merupakan
informasi yang relevan dengan hal yang dijelaskan serta memberikan penjelasan yang terang dan
dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Demgan demikian orang yang berpikir kritis perlu
dapat membedakan serta memilih penjelasan yang relevan dan benar, daripada penjelasan yang
tidak relevan dan salah. Untuk memperoleh penjelasan yang relevan dan kebenarannya dapat
dipertanggungjawabkan, selain melakukan pengamatan dan penelitian secara cermat dan teliti,
orang juga perlu berpikir logis. Berpikir logis adalah pemikiran yang didasarkan pada kaidah-
kaidah penalaran yang mendukung bagi terwujudnya pemahaman, keputusan, serta kesimpulan
yang kebenarannya dapat dipertanggungjawabkan. Dengan pemikiran yang kritis dan disusun
secara logis, diharapkan dapat menghasilkan tubuh pengetahuan yang sistematis, sebagai satu-

9
kesatuan pemahaman yang saling terkait satu sama lain secara organis, yang masing-masing
bagian memiliki kedudukan dan peranan yang memang tak tergantikan (1,5).

Ada tiga landasan yang digunakan untuk melakukan pembahasan secara filosofis terhadap ilmu
pengetahuan, yaitu landasan ontologis, landasan epistemologis, dan landasan aksiologis (1,5):
1. Landasan ontologis, filsafat mempersoalkan tentang ciri khas dari ilmu pengetahuan (yang
mencakup segala jenis ilmu pengetahuan) bila dibandingkan dengan berbagai macam
pengetahuan dan kegiatan yang dilakukan oleh manusia. Secara ontologis juga perlu
dipersoalkan tentang lingkup wilayah kerja ilmu pengetahuan sebagai objek dan
sasarannya, serta perlu diketahui tentang target dari kegiatan ilmu pengetahuan yang ingin
diusahakan serta dicapainya.
2. Landasan epistemologis memberikan dasar pembahasan tentang cara kerja ilmu
pengetahuan dalam usaha mewujudkan kegiatan ilmiah. Disini perlu dijelaskan langkah-
langkah, metode- metode ilmu pengetahuan, dan sarana yang relevan dengan sasaran serta
target kegiatan ilmiah yang dilakukannya.
3. Landasan aksiologis menjadi dasar pembahasan untuk menemukan nilai-nilai yang terkait
dalam kegiatan ilmiah. Selain nilai kebenaran, perlu disadari adanya berbagai nilai
kegunaan yang dapat ditemukan dalam ilmu pengetahuan sebagai implikasinya. Sebagai
yang memiliki nilai kegunaan, ilmu pengetahuan memiliki nilai netral, yang baik dan
jahatnya sangat tergantung pada manusia yang mengoperasikannya.

10
BAB IV TUJUAN DAN MANFAAT FILSAFAT ILMU
PENGETAHUAN

Filsafat Ilmu Pengetahuan membimbing kita untuk memikirkan dan merefleksikan


kegiatan ilmu pengetahuan yang kita lakukan. Kita diharapkan tidak hanya melakukan kegiatan
ilmu pengetahuan atas dasar kebiasaan-kebiasaan yang sering tidak kita sadari orientasinya.
Dengan pemikiran yang rasional (kritis, logis, dan sistematis) diharapkan kita dapat menemukan
kejelasan pemahaman tentang ilmu pengetahuan dengan segala unsur-unsurnya serta arah-tujuan
kegiatan ilmu pengetahuan yang kita lakukan (1,3).

Dengan pembahasan ilmu pengetahuan secara menyeluruh dan mendalam kita berharap
memperoleh pemahaman yang utuh dan lengkap tentang ilmu pengetahuan, serta dapat
menemukan ciri-ciri hakiki tentang ilmu pengetahuan. Dengan pemahaman yang lengkap dan tepat
tentang ilmu pengetahuan tersebut, kita berharap tidak terbelenggu oleh kebenaran semu yang
menyesatkan, melainkan memiliki sikap dan tindakan yang bijaksana dalam ikut terlibat
melakukan kegiatan ilmu pengetahuan, untuk menghasilkan ilmu pengetahuan yang sebenarnya
kita harapkan (1,3).

Filsafat Ilmu Pengetahuan memiliki tiga landasan pembahasan terhadap ilmu pengetahuan,
yaitu: ontologis, epistemologis, dan aksiologis. Dari landasan pembahasan ontologis, kita diharap
memiliki gambaran yang benar dan menyeluruh tentang ilmu pengetahuan; dapat menemukan ciri-
ciri khas ilmu pengetahuan bila dibandingkan dengan berbagai macam kegiatan yang kita lakukan.,
misalnya filsafat, agama dan seni. Kita diharapkan menyadari bahwa ilmu pengatahuan merupakan
kegiatan akal budi manusia yang tentu saja juga memiliki arah dan tujuan (bersifat teleologis).
Filsafat Ilmu Pengetahuan diharapkan dapat menunjukkan arah-tujuan dari kegiatan ilmu
pengetahuan yang dilakukannya, yaitu memperoleh pengetahuan ilmiah, yang kebenarannya
memang cukup dapat dipertanggungja- wabkan, di samping perlu disadari adanya tingkatan target
yang perlu diusahakan dalam kegiatan ilmiah. Beberapa target yang secara berjenjang menjadi
sasaran kegiatan ilmiah, yaitu: pengetahuan deskriptik, pengetahuan kausatif, pengetahuan

11
prediktif, dan pengetahuan operatif. Dengan demikian Filsafat Ilmu Pengetahuan akan mampu
menunjukkan orientasi yang tepat dari kegiatan ilmu pengetahuan (1).

Landasan pembahasan epistemologis diharapkan memberikan penjelasan tentang metode-


metode dan langkah-langkah yang relevan demi tercapainya tujuan kegiatan ilmu pengetahuan
yang dilakukannya. Ada beberapa pola prosedural yang perlu dipahami dalam rangka dapat
menemukan data-data serta menyusun hasil ilmu pengetahuan yang diharapkan, misalnya:
wawancara, observasi, eksperimen. Dengan pembahasan epistemologis ini, diharap Filsafat Ilmu
Pengetahuan mampu menuntun langkah-langkah mahasiswa untuk melakukan kegiatan ilmiah
agar sampai pada tujuan yang sebenarnya (1).

Dan terakhir landasan pembahasan secara aksiologis. Dari landasan pemahaman secara
aksiologis. diharap mampu menunjukkan pada mahasiswa tentang nilai-nilai yang sekiranya layak
diperjuangkan dalam kegiatan ilmu pengetahuan. Di samping memiliki nilai kebenaran yang
bersifat teoritis, ilmu pengetahuan pada gilirannya memiliki nilai praktis pragmatis, karena mampu
memberikan dasar yang cukup dapat dipertanggungjawabkan bagi penyelenggaraan kehidupan
manusia. Dengan demikian Filsafat Ilmu Pengetahuan diharapkan mampu menunjukkan arah
kegiatan ilmiah, tidak hanya sekedar secara teoritis menun- jukkan kebenaran ilmiah, tetapi lebih
jauh menunjukkan arah kegiatan ilmiah yang bersifat pragmatis, yaitu mewujudkan kesejahteraan
bagi kehidupan umat manusia. Dengan demikian ilmu pengetahuan tidak dipandang sebagai yang
membebani pemikiran manusia, melainkan dirasakan sebagai kegiatan yang dapat mempertajam
pemikiran manusia dalam rangka menghadapi berbagai permasalahan kehidupan untuk
memberikan pemecahan yang dapat bermanfaat bagi kehidupan manusia (1).

Menurut Asmoro Achmadi mempelajari filsafat adalah sangat penting, di mana dengan
ilmu tersebut manusia akan dibekali suatu kebijaksanaan yang di dalamnya memuat nilai-nilai
kehidupan yang sangat diperlukan oleh umat manusia (5).

Bagi para pemula, dengan belajar filsafat diharapkan akan dapat menambah ilmu
pengetahuan, karena dengan bertambahnya ilmu pengetahuan akan bertambah cakrawala
pemikiran, cakrawala pandang yang semakin luas. Hal ini mengandung implikasi, bahwa dengan

12
memahami filsafat ini dapat membantu penyelesaian masalah yang selalu kita hadapi dengan cara
yang lebih bijaksana. Selain itu, dengan mempelajari filsafat, kita akan dihadapkan kepada
pemikiran para tokoh atau filosof yang mengkaji tentang segala hal, yang fisik dan metafisik. Dari
para tokoh atau filosof inilah kita akan memperoleh ide-ide yang fundamental. Dengan ide-ide
itulah akan membawa manusia ke arah suatu kemampuan untuk memperbaiki kesadarannya dalam
segala tindakannya, sehingga manusia akan lebih hidup, lebih tanggap terhadap diri dan
lingkungannya, lebih sadar terhadap hak dan kewajibannya, lebih bijaksana dalam segala
tindakannya (5).

Manfaat mengkaji filsafat menurut Franz Magnis Suseno (1991) adalah bahwa filsafat
merupakan sarana yang baik untuk menggali kembali kekayaan kebudayaan, tradisi, dan filsafat
Indonesia serta untuk mengaktualisasikannya. Filsafatlah yang paling sanggup untuk mendekati
warisan rohani, tidak hanya secara verbalistik, melainkan juga secara evaluatif, kritis, dan reflektif,
sehingga kekayaan rohani bangsa dapat menjadi modal dalam pembentukan identitas modern
bangsa Indonesia secara terus menerus (5).

13
BAB V PENUTUP

Filsafat Ilmu Pengetahuan membimbing para mahasiswa dengan pemikiran yang rasional
(kritis, logis, dan sistematis), objektif, radikal (mendalam), dan komprehensif (menyeluruh), dalam
rangka mempersoalkan serta usaha untuk menemukan pemahaman yang dapat dipertanggung-
jawabkan tentang ilmu pengetahuan.

Dengan pemikiran yang rasional, objektif, radikal dan komprehensip, diharap mahasiswa
dapat memahami dan menjalankan kegiatan ilmiah secara dapat dipertanggungjawabkan
kebenarannya, tidak terkecoh dan tersesat ke arah yang menyimpang dari tujuan ilmu pengetahuan
yang seharusnya, serta tidak timpang dalam memahami ilmu pengetahuan sebagai proses, prosedur
dan produk.

14
DAFTAR PUSTAKA

1. Wahana, Paulus. Filsafat Ilmu Pengetahuan. Yogyakarta: Pustaka Diamond, 2016.


2. Suaedi. Pengantar Filsafat Ilmu. Bogor: IPB Press, 2016.
3. Susanto A. Filsafat Ilmu: Suatu Kajian Dalam Dimensi Ontologis, Epistemiologis, dan
Aksiologis. Jakarta: PT Bumi Aksara, 2019.
4. Muliono, Welhendri. Filsafat Ilmu: Cara Mudah Memahami Filsafat Ilmu. Jakarta:
Kencana, 2021.
5. Hakim, Lukman. Filsafat Ilmu dan Logika : Dialektika Perubahan. Klaten: Penerbit
Lakeisha, 2020

15

Anda mungkin juga menyukai