Anda di halaman 1dari 20

TUGAS MAKALAH

MATA KULIAH FILSAFAT

TINJAUAN FILSAFAT ILMU DALAM


PELAYANAN KEDOKTERAN GIGI

Dosen Pengampu : Prof. Dr. Lasiyo, MA, MM.

Disusun oleh :

Nama : Antika Rahman Hakim Mikahab

NIM : 23/512835/PKG/01664

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER GIGI SPESIALIS


PROGRAM STUDI SPESIALIS KONSERVASI GIGI
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2023
I. PENDAHULUAN

Filsafat merupakan teori yang mendasari alam pikiran, menggunakan akal budi untuk

mengetahui hakikat segala yang ada, sebab, asal, dan hukumnya. Filsafat merupakan induk

dari ilmu pengetahuan. Filsafat ilmu sebagai landasan filsofis bagi proses keilmuan, adalah

kerangka dasasr dari proses keilmuan itu sendiri. Melalui filsafat ilmu, maka suatu ilmu

pengetahuan dilihat sebagai objek yang dibahas secara rasional, menyeluruh, dan mendasar.

Filsafat berupaya menggabungkan hasil berbagai jenis sains serta pengalaman kemanusiaan

yang menjadikannya mempunyai berbagai macam pandangan. Ilmu pengetahuan terus

mengalami perkembangan dan juga mengalami kemajuan yang pesat yang selaras dengan

perkembangan zaman serta cara pandang manusia.

Pada era zaman dahulu, bidang ilmu kedokteran memiliki perspektif yang terlalu

mekanistik dan terlalu dikotomi (memisahkan antara fisik dan psikis) terhadap manusia. Pada

saat ini pandangan tersebut sudah berganti menjadi lebih bersifat spiritual dan memandang

manusia ecara holistik dan seimbang. Paradigma tersebut telah mengantarkan perubahan pola

berpikir para dokter. Ketika zaman kedokteran kuno, seorang dokter masih berpikir bahwa

pasien yang dihadapi merupakan sesosok pribadi yang utuh, sebagai individu yang

multidimensi, tidak hanya melihat pasien sebagai seorang yang sakit secara fisik. Pada saat itu

sering tempat-tempat suci digunakan untuk merawat pasien, itu menunjukkan bahwa ketika itu

memandang pasien sebagai individu yang komplit dari berbagai aspek termasuk aspek

spiritualitas.

Pada saat ini ilmu kedokteran tidak hanya memandang pasien dari aspek fisik, segala

sesuatu dapat dieksplorasi oleh dokter. Untuk menghindari semakin jauhnya paradigma

dokter- pasien, hendaknya seorang dokter perlu membekali diri dengan lebih memahami

pasien sebagai manusia seutuhnya dari aspek yang paling dalam. Dimensi ini akan membawa

dokter berpikir yang lebih mendalam tentang konsep manusia. Hal ini tentunya akan
berpengaruh terhadap perkembangan ilmu kedokteran, ilmu kedokteran gigi serta ilmu

kesehatan masyarakat, khususnya mengenai pelayanan kedokteran gigi.

Ilmu kedokteran gigi pada saat ini lebih memperhatikan prinsip etika, estetika,

humaniora dan lebih memandang manusia secara holistik. Pendekatan tentang berbagai

macam pandangan manusia mengenai eksistensi manusia dan sistem pelayanan di bidang

kedokteran gigi yang lebih memanusiakan manusia dan didorong oleh kecenderungan

intelektual. Bagaimana pelayanan kedokteran gigi serta kesehatan gigi & mulut tidak hanya

mengedepankan aspek ketepatan diagnosis dan kesembuhan semata namun juga pelayanan

yang bermutu dan memuaskan untuk pasien. Melalui kajian literatur ini, penulis ingin

memaparkan bagaimana hubungan dan peran filsafat ilmu dalam pelayanan di bidang

kedokteran gigi.
II. PEMBAHASAN

A. Pengertian dan Definisi Ilmu Filsafat

Kata falsafah atau filsafat dalam bahasa Indonesia merupakan kata serapan dari

bahasa Arab, yang juga diambil dari bahasa Yunani; philosophia, merupakan kata majemuk

yang terdiri dari dua suku kata yakni philos yang berarti cinta, atau philia yang berarti

persahabatan, dan kata sophos yang berarti inteligensi, kebijaksanaan, keterampilan,

pengalaman, dan pengetahuan. Sehingga arti harafiahnya adalah seorang “pencinta

kebijaksanaan”. Kata filosofi serapan dari bahasa Belanda juga dikenal di Indonesia. Dalam

bahasa Indonesia seseorang yang mendalami bidang filsafat disebut filosof.

Filsafat adalah studi tentang seluruh fenomena kehidupan dan pemikiran manusia

secara kritis dan dijabarkan dalam konsep mendasar. Filsafat tidak didalami dengan

melakukan eksperimen-eksperimen dan percobaan-percobaan, tetapi dengan mengutarakan

masalah secara persis, mencari solusi untuk itu, memberikan argumentasi dan alasan yang

tepat untuk solusi tertentu. Akhir dari proses-proses itu dimasukkan ke dalam sebuah proses

dialektika. Untuk studi falsafi, mutlak diperlukan logika berpikir dan logika bahasa. Logika

merupakan sebuah ilmu yang sama-sama dipelajari dalam matematika dan filsafat. Hal itu

membuat filasafat menjadi sebuah ilmu yang pada sisi-sisi tertentu berciri eksak di samping

nuansa khas filsafat, yaitu spekulasi, keraguan, rasa penasaran dan ketertarikan. Filsafat juga

bisa berarti perjalanan menuju sesuatu yang paling dalam, sesuatu yang biasanya tidak

tersentuh oleh disiplin ilmu lain dengan sikap skeptis yang mempertanyakan segala hal.

Seseorang dapat disebut telah berfilsafat apabila seluruh ucapan dan perilakunya

mengandung makna dan ciri sebagai orang yang cinta terhadap kebijaksanaan, cinta terhadap

pengetahuan dan cinta terhadap hikmah.


Menurut Harun Nasution, filsafat berasal dari bahasa Yunani yang tersusun dari dua

kata, yakni philein dalam arti cinta dan sophos dalam arti hikmat (wisdom). Berfilsafat

menurut Harun adalah berfikir menurut tata tertib (logika) dengan bebas (tidak terikat pada

tradisi, dogma dan agama) dan dengan sedalam-dalamnya sampai ke dasar persoalan.

Bedasarkan pengertian itulah, maka Harun mendefinisikan filsafat sebagai pengetahuan

tentang hikmah, pengetahuan tentang prinsip atau dasar-dasar, mencari kebenaran, dan

membahas dasar-dasar dari apa yang dibahas.

M. Rasjid, menyatakan bahwa philosophia, yang terambil dari akar kata philo atau

philein yang berarti cinta (loving) dan shopia yang berarti pengetahuan, kebijaksanaan

(hikmah atau wisdom). Jadi philosophia artinya cinta kebijaksanaan. Orang yang cinta

kepada kebijaksanaan, atau pengetahuan atau kebenaran. Juga berarti pengetahuan atau

kebijaksanaan. Atas dasar itu, maka diambillah kata hikmat sebagai sinonim dari kata filsafat.

Karena seseorang yang memiliki hikmat (pengetahuan) itu, seharusnya dapat lebih bijaksana

dan dapat membentengi dirinya dari perbuatan rendah dan hina.

Dari pengertian dan definisi filsafat yang dikemukakan oleh para ahli dan filosofi

sebagaimana tersebut di atas, dapat dipahami bahwa:

1. Filasafat adalah usaha spekulatif yang rasional, sistematik dan konseptual untuk

memperoleh pengetahuan atau pandangan yang selengkap mungkin mengenai realitas

(kebenaran). Tujuannya adalah untuk mengungkapkan atau menggambarkan dengan

kata-kata, hakekat realitas akhir yang mendasar dan nyata.

2. Filsafat adalah ikhtiar untuk menentukan batas-batas dan jangkauan

pengetahuan secara koheren dan menyeluruh (holistic dan comprehensive),

sebagaimana yang tampak dari kegiatan filosofis yang mencari sumber, hakikat,

keabsahan dan nilai-nilai pengetahuan apapun.


3. Filsafat adalah wacana tempat berlangsungnya penelusuran kritis terhadap

berbagai pernyataan dan asumsi yang umumnya merupakan dasar suatu pengetahuan.

4. Filsafat dapat dipandang sebagai tubuh pengetahuan yang memperlihatkan

lepada kita apa yang kita katakan, dan mengatakan kepada kita apa yang kita lihat.

5. Filsafat umumnya sibuk menanyakan serta menelusuri makna dan penyebab

dasar dari berbagai pengetahuan tanpa mengenal batas apapun, baik batas alamiah,

apalagi batas buatan manusia, seperti batas ruang, waktu, agama atau kepercayaan, adat

istiadat, etnik, ilmu, dan hal-hal lainnya.

6. Penalaran filosofis yang dimaksud adalah penalaran yang selalu mengandung

ciri-ciri skeptis (meragukan), menyeluruh (holistik, komprehensif), mendasar (radikal),

kritis, dan analitis.

7. Filsafat adalah upaya manusia untuk menemukan kebenaran hakiki melalui cara

berpikir yang sistematis, komprehensif (menyeluruh, meluas), dan radikal (sampai ke

akar- akarnya). Melalui berfikir filsafati, diharapkan manusia menjadi lebih mampu

bersikap.

Pada saat awal munculnya filsafat, corak dan sifat dari pemikiranya bersifat

mitologik (keterangannya didasarkan atas mitos dan kepercayaan saja). Namun setelah

adanya demitologisasi oleh para pemikir naturalis seperti Thales (624- 548 SM), Anaximenes

(590- 528 SM), Phitagoras (532 SM), herakliotos (535-475 SM), Parminides (540-475 SM)

serta banyak lagi pemikir lainya, maka pemikiran filsafat berkembang secara cepat sesuai

dengan perkembangan ilmu dan teknologi. Sejak abad 5 SM, pemikiran filsafat beralih

kearah manusia dengan kemampuan berpikirnya, masa ini dikenal dengan masa flsafat

modern. Masa ini dikenal sederet filosoff seperti Sokrates, Plato, Aristoteles.
Pada ahirnya filsafat berkembang dalam ruang lingkup yang semakin luas serta

dengan beraneka ragam permasalahan. Pemikiran filsafati pada masa itu diartikan sebagai

bermacam- macam ilmu pengetahuan, hal ini dapat dinyatakan dengan apa yang

dikemukakan oleh Aristoteles, bahwa filsafat adalah segala sesuatu yang dapat

dipertanggungjawabkan atas dasar akal pikiran. Ketika itu membagi filsafat menjadi ilmu

pengetahuan teoritis, dan ilmu pengetahuan praktis. Seorang filusuf dipandang cendikiawan

jika orang tersebut cinta dan ingin selalu berpikir dengan kebijaksanaan (Koentowibisono,

1982) Perkembangan filsafat hingga zaman abad sesudah masehi, mulai mengarah pada

kebenaran hakiki sumber pengetahuan dan sumber segala yang ada (keberadaan) yaitu;

Tuhan (Teosentris) dan Tuhanlah yang menjadi dasar segala- galanya. Tuhan dan segala

sesuatu menjadi hakekat yang sama, lebih dikenal dengan ajaran Phanteisme (serba Tuhan).

Mulai abad permulaan masehi, perkembangan filsafat beralih dari Yunani ke Eropa,

hal ini disebabkan kekuasaan kerajaan Roma yang luas sekali sampai ke Eropa. Pemikiran

filsafat di Eropa diwarnai dengan unsur-unsur baru (Agama katholik) yang didominasi

pemikiran filsafat pada masa itu. Dengan kata lain pemikiran filsafat didasarkan pada firman

Tuhan, hal ini disebabkan karena satu-satunya kebenaran dan kebijaksanaan ada pada firman

Tuhan.

Pada abad 12, perkembangan filsafat mengalami peningkatan yang luar biasa, hal

ini ditandai dengan berdirinya perguruan tinggi dan ordo-ordo. Ordo semacam sekumpulan

orang dibawah seorang imam guna mencapai kesempurnaan dalam pengetahuannya.

Perkembangan ini ditandai dengan munculnya para filosoff seperti; Anselmus, Alberadus,

Albertus Manfus. Pemikiran filsafatnya berkisar tentang harmonisasi hubungan antara akal

(logika), wahyu dan natural (alam).


Abad 14-17 pemikiran filsafat ditandai dengan munculnya aliran-aliran filsafat. Ini

adalah masa dimana menuju pada filsafat modern. Pada masa ini pula di Eropa terjadi

peningkatan terhadap minat filsafat Yunani senakin besar dan berusaha mengembalikan

pemikiran tersebut. Masa ini dikelal dengan masa Renaisance. Dalam situasi macam ini

hubungan antara agama dan filsafat menjadi harmonis, dalam artian agama banyak

ditinggalkan oleh filosof, agama berdasarkan pada imam dan kepercayaan pada firman

Tuhan dalam menghadapi pelbagai permasalahan, sedangkan filsafat mendasarkan diri pada

akal dan pengalaman.

Perkembangan selanjutnya pada abad 18, dengan semakin perkembangan ilmu

pengetahuan manusia akan menjadi harapan masa depan, pada ahirnya perkembangan filsafat

pada abad ke 19 yang mengarah pada filsafat ilmu pengetahuan, dimana persoalan filsafat

diisi dengan usaha manusia mengenai cara bagaimana caranya dan apa sarana yang dipakai

untuk mencari kebenaran dan kenyataan. Imanuel Kant (1724-1804) dikatakan sebagai tokoh

filsafat modern, sebab pemikiran filsafat memuat suatu gagasan baru yang akan memberikan

kepada segala arah dikemudian hari. Kemudian perkembangan filsafat semakin beraneka

ragam dengan berkembangnya filsafat Amerika, filsafat Inggris, filsafat Jerman, filsafat

Prancis dan sebagainya. Pada masa ini pemikiran filsafat mampu membentuk kepribadian

terhadap masing- masing bangsa dengan pemikiran dan caranya sendiri dan perlahan-lahan

filsafat modern dengan berdasarkan logika dan ilmu pengetahuan mulai berkembang

(Wardhana, 2016).
B. Filsafat Ilmu Kedokteran Gigi

Hipokrates, Bapak Ilmu Kedokteran, merupakan orang pertama yang memberikan

landasan ilmu dalam memahami dan merawat penyakit. Sebelumnya, kelainan-kelainan dan

berbagai penyakit yang diderita manusia ditangani atas dasar paham spiritual (Hussain &

Khan, 2014).

Catatan sejarah awal mengenai penyakit gigi terdapat pada sebuah teks bangsa

Summeria dimana mereka mendeskripsikan penyebab lubang gigi adalah cacing gigi.

Tindakan penumpatan gigi pertama yang tercatat adalah penumpatan gigi dengan beeswax

6500 tahun yang lalu di Slovenia. Perkembangan dalam ilmu kedokteran gigi berjalan

beriringan dengan perkembangan peradaban manusia (Hussain & Khan, 2014).

Hesy-Re, tokoh pada peradaban Mesir Kuno, merupakan orang pertama tercatat

dalam sejarah, yang diberikan titel sebagai praktisi kedokteran gigi. Pada papirus Ebers dari

peradaban Mesir Kuno tertulis mengenai penyakit gigi dan berbagai pengobatan sakit gigi

(ADA, 2020).

Pada 500-300 B.C., Hipokrates dan Aristoteles menulis tentang ilmu kedokteran gigi,

yaitu meliputi pola erupsi gigi, pengobatan gigi berlubang dan penyakit gusi, ekstraksi gigi

menggunakan forsep, serta stabilisasi gigi goyah dan fraktur rahang menggunakan kawat

(ADA, 2020). Hipokrates juga memaparkan sebuah hipotesis bahwa “rheumatism” yang tidak

dapat diobati, bisa disembuhkan dengan pencabutan gigi (Vieira & Caramelli, 2009).

Pada abad pertengahan di Perancis muncul sebuah kelompok profesi yang berawal

dari profesi barber (tukang potong rambut) yang kemudian menangani masalah higiene mulut

hingga ekstraksi gigi. Ilmu kedokteran gigi terus berkembang, hingga akhirnya terbit buku

pertama yang seluruh isinya didedikasikan untuk ilmu kedokteran gigi, berjudul “The Little

Medicinal Book for All Kinds of Diseases and Infirmities of the Teeth”, yang ditulis oleh
seorang berkebangsaan Jerman bernama Artzney Buchlein. Buku ini ditulis bagi para barber

dan ahli bedah yang berpraktik menangani masalah rongga mulut (ADA, 2020).

Pierre Fauchard, seorang ahli bedah berkebangsaan Perancis, merupakan seorang

yang dijuluki sebagai Bapak Kedokteran Gigi Modern. Bukunya yang berjudul “Le

Chirurgien Dentiste” merupakan buku pertama yang membahas secara komprehensif sebuah

sistem bagi praktik kedokteran gigi, meliputi ilmu dasar anatomi fisiologi oral, teknik-teknik

operatif dan restoratif, serta pembuatan gigi tiruan (ADA, 2020).


C. Tinjauan Filsafat Dalam Pelayanan Kedokteran Gigi

Filsafat alam pelayanan kedokteran dan kesehatan menurut Subekti (2005) dalam

Annur (2012) adalah sebagai berikut :

1. Pelayanan adalah bagian integral dari usaha kesehatan yang dapat dijangkau

dan dapat diperoleh oleh semua orang.

2. Upaya kesehatan harus paripurna dari segi upaya promotif, pencegahan dengan

tetap mempertahankan upaya kuratif serta rehabilitatif.

3. Pelayanan Kesehatan dilakukan terus-menerus dan berkelanjutan.

4. Tenaga Kesehatan (Health care provider) serta pasien selaku pengguna layanan

Kesehatan memiliki keterkaitan yang mendukung satu sama lain.

5. Tenaga Kesehatan masyarakat diberdayakan secara berkesinambungan yang

direncanakan untuk memberikan pelayanan Kesehatan.

6. Individu pada suatu komunitas ikut bertanggung jawab terhadap kesehatannya.

Masyarakat pun harus memberikan partisipasi secara aktif dalam pelayanan

Kesehatan.

Dewasa ini semakin banyak masyarakat yang tidak hanya menginginkan kesembuhan

atas penyakit gigi & mulut yang dialami, akan tetapi juga mempunyai harapan agar

mendapatkan pelayanan yang berkualitas dan memuaskan. Menurut (Phillip Kotler 2007, 383)

faktor penentu kualitias jasa pelayanan yang bisa diterima konsumen mempunyai berbagai

macam parameter sehingga bisa dilakukan pengukuran. Terdapat lima macam penentu

pelayanan menurut Parasuraman, Zeithaml, dan Berry (1990 dalam studi SERVUQUAL

(service quality)) yaitu :


1. Keandalan (Reliability) : kapasitas penyelenggaraan jasa ecara andal , akurat

serta konsisten.

2. Cepat Tanggap (Responsiveness) : kapabilitas dalam memberikan pelayanan

secara tepat dan segera pada konsumen melalui pemberian informasi yang jelas

dan cepat.

3. Kepastian (Assurance) : kompetensi, pengetahuan dan kemampuan dalam

mengelola kepercayaan pelanggan.

4. Empati (Emphaty) : memberi perhatian kepada individu dengan tulus ke

konsumen dengan berusaha mengerti keinginan konsumen dan mampu berempati

dengan pelanggan.

5. Berwujud (Tangibles) : bukti fisik yang mendukung jasa pelayanan Kesehatan

diberikan kepada pelanggan, meliputi sarana, prasarana, dan peralatan.

SERVQUAL adalah perbandingan antar dua faktor utama yakni persepsi pelanggan

terhadap fakta atau kenyataan pelanggan yang mereka terima (perceived service) dengan

harapan atau keinginan pelanggan terhadap pelayanan (expected service). Apabila harapan

kurang dari kenyataan pelanggan, maka pelayanan dapat dikatakan bermutu. Sedangkan

apabila ada harapan yang lebih tinggi dari kenyataan pelanggan, maka pelayanan tersebut

kurang bermutu dan tidak memuaskan untuk pelanggan. Apabila besar harapan sama dengan

kenyataan yang ada, maka pelayanan tersebut memuaskan pelanggan. Sevice quality bisa

diartikan sejauh apa perbedaan ntara harapan dan kenyataan konsumen terhadap pelayanan

yang diterima oleh pelanggan tersebut (Parasuraman, et al., 1998). Harapan dari konsumen

pada umumnya disampaikan atau muncul dari mulut ke mulut (Word of Mouth), kebutuhan

pribadi, sejumlah pengalaman empiris di masa lalu, serta informasi eksternal atau dari luar

seperti poster, banner ataupun promosi dalam bentuk lain.


D. Tinjauan Filsafat Moral Dokter Gigi

Dokter gigi memiliki kebutuhan untuk memahami dan merespon berbagai macam

emosi pada pasien mereka. Studi kemanusiaan di bidang kedokteran gigi bisa menjadi sarana

menghasilkan lebih banyak empati dan menjadikan dokter gigi lebih efektif dalam merawat

pasiennya. Keterampilan komunikasi sangat penting dipelajari bagi seorang dokter gigi dalam

menunjang keberhasilannya di dunia praktik. Masalah komunikasi juga telah ditinjau dalam

etika medis dimana terdapat kaidah-kaidan dasar bioetik yang harus dipegang teguh oleh para

dokter gigi (Wardhana, 2016).

Etika berhubungan dengan manusia secara pribadi dalam “kemanusiaannya”, yakni

manusia yang telah serta sanggup menyadari dirinya sendiri dalam berpikir, berbicara,

bersikap, berperilaku, kepada manusia lain serta dalam masyarakat, kepada Tuhan Sang

Pencipta serta pada tempat tinggal bersama semua isinya.

Sifat keterkaitan dokter dengan pasien saat ini ialah sifat konstruktural dan fiduciary

yang semuanya bermula dari sifat paternalistik. Sebelum tahun 1950-an paternalistik dinilai

selaku sifat hubungan yang paling benar, dimana dokter menetapkan apa yang akan dijalankan

pada pasien menurut prinsip beneficence (semua yang terbaik bagi kepentingan Bersama baik

pasien dan dipandang dari prinsip kedokteran). Prinsip tersebut sudah melupakan hak pasien

dalam ikut menentukan keputusan. Kemudian di tahun 1970-an berkembang sifat relasi

kontruktural yang sifatnya inspanings verbintennis antara dokter dengan pasien ang

menekankan hak otonomi ada pasien guna menentukan apa yang dapat dilaksanakan

kepadanya.

Sifat relasi dokter dengan pasien tu diperbaiki kembali oleh sejumlah ahli etika

maupun filsuf menjadi ikatan fiduciary (berdasarkan niat baik dan kepercayaan), yakni relasi

yang menekankan sejumlah nilai keutamaan (virtue ethics). Karakteristik relasi konstruktural

dinilai mengurangi kualitas relasi dikarenakan hanya memandang dari sisi hukum serta

peraturan saja dan itu biasanya disebut dengan bottom line ethic.
Beauchamp an Childres (2001) menjelaskan bahwa terdapat empat prinsip dasar

(basic moral principle) serta sejumlah aturan di bawahnya seperti :

1. Respect for Autonomy (Menghormati Otonomi Pasien)

Aturan yang mengatur diri sendiri atau personal secara bebas tanpa andil orang

lain untuk memilih nasibnya sendiri dengan tenang dan tanpa terburu-buru

disebut dengan otonomi.

2. Beneficence (Berbuat Baik)

Menurut teori Beuchamp dan Childress, prinsip ataupun kaidah berikut meminta

manusia memperlakukan sesamanya selaku makhluk yang otonom serta tak

menyakiti mereka serta menilai kebaikan orang lain selanjutnya. Tindakan

tersebut termuat dalam dasar prinsip beneficence. Bagaimananpun seperti yang

sudah dijelaskan, dasar beneficence meminta lebih banyak agen daripada non-

maleficence.

3. Non-Maleficence (Tidak Merugikan Orang Lain)

Tujuan dari prinsip ini adalah memproteksi individu yang tak mampu (cacat)

ataupun individu yang non-otonomi. Seperti yang sudah dijabarkan, individu

tersebut juga dilindungi oleh prinsip berbuat baik (beneficence). Prinsip ini

menjelaskan bahwa kita harus melihat kebaikan lebih lanjut dari seseorang,

sehingga jangan sampai kita melukai atau menyakiti orang lain.

4. Justice (Keadilan)

Inti dari prinsip justice adalah kesamaan atau kesetaraan, sehingga kita harus

adil dan mengganggap semua orang mempunyai hak yang sama tanpa membeda-

bedakan latar belakang, agama, ras dan suku.


III. PENUTUP

Kesimpulan

1. Pelayanan kedokteran gigi tidak hanya mengedepankan aspek ketepatan diagnosis dan

kesembuhan pasien, namun juga pelayanan yang bermutu dan memuaskan untuk

pasien.

2. Berdasarkan aspek ontologi, kedokteran gigi mempelajari gigi dan rongga mulut baik

yang sakit ataupun yang sehat.

3. Berdasarkan aspek aksiologi, kedokteran gigi mempelajari nilai-nilai kemanfaatan

perawatan gigi serta etika pelayanan dalam kedokteran gigi.

4. Pasien tau pelanggan menginginkan kesembuhan atas penyakit gigi dan mulut yang

dialami, namun juga mempunyai harapan agar mendapatkan pelayanan yang

berkualitas dan memuaskan.

5. Kualitas pelayanan dapat diukur dengan lima determinan yaitu reliability, assurance,

responsiveness, tangible, emphaty.

6. Kaidah dasar bioetik yang harus dijunjung dalam pelayanan kedokteran gigi adalah

autonomy, beneficence, non-maleficence, dan justice.


IV. DAFTAR PUSTAKA

1. Beuchamp TL, Childress JF., 2001, The Principle of Biomedical Ethics, Oxfort University,

New York.

2. Dedi A., 2017., Kaidar Dasar Bioetika., Majalah Kedokteran Andalas., Padang.

3. I Gusti Ayu, dkk., 2018., Filsafat Ilmu Kedokteran dan Kedokteran Gigi., Unmas.,

Denpasar.

4. Garg, N., Garg, A., 2015, Textbook of Operative Dentistry, 3rd edition, The Health

Sciences Publisher, New Delhi

5. Konsil Kedokteran Indonesia, 2020, Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor

80/2020 Tentang Standar Pendidikan Profesi Dokter Gigi Spesialis Konservasi Gigi,

Jakarta.

6. Ritter, A.V., Boushell, L.W., Walter, R., 2019, Sturdevant’s Art and Science of

Operative Dentistry, 7th Edition, Elsevier, St. Louis.

7. Wahana, P., 2016, Filsafat Ilmu Pengetahuan, Pustaka Diamond, Yogyakarta

8. Wardhana, M., 2016, Filsafat Kedokteran, Vaikuntha International Publication, Denpasar

Anda mungkin juga menyukai