Anda di halaman 1dari 7

Pancasila Sebagai Falsafah Hidup Bangsa Indonesia

Uraian tentang Pancasila sebagai falsafah hidup bangsa Indonesia didahului dengan
peninjauan atas arti, obyek dan tujuan pada filsafat secara umum, dan selanjutnya memasuki
bidang filsafat hidup bangsa Indonesia dan pedoman pengamalannya.

A. BEBERAPA PENGERTIAN TENTANG FILSAFAT

Ditinjau dari arti bahasa/etimologi atau asal usul bahasa, perkataan filsafat merupakan
bentuk kata "Falsafat", yang semula berasal dari kata Yunani Philosophia, yang dapat
diuraikan sebagai berikut:
Philos/philein berarti suka, cinta, mencintai
Shopia berarti kebijaksanaan, hikmah, kepandaian, ilmu.

Jadi mengandung arti cinta kepada kebijaksanaan atau cinta kepada ilmu. Falsafah ini dalam
bahasa Belanda digunakan istilah wijsbegeerte yang meliputi dua kata:
Wijs pandai, berilmu
Begeerte keinginan
Jadi mengandung arti keinginan untuk ilmu.

Pythagoras (580-500 SM.), dijuluki sebagai orang yang pintar/bijaksana, dengan


ucapannya yang terkenal sebagai berikut

“consisted in knowing that he was ignorant and that he should therefore not be colled
wise, but a lover of wisdom”
(yang ia tahu ialah, bahwa ia tidak tahu, oleh sebab itu jangan lah disebut ia berilmu,
tetapi seorang pencinta ilmu)

Dalam arti praktis filsafat mengandung makna alam berpikir/alam pikiran. Namun
berfilsafat ialah berpikir secara mendalam atau radikal. Radikal berasal dari kata radix, yang
artinya "akar". Maka berpikir secara radikal berarti berpikir sampai keakar-akarnya, dan
sungguh sungguh terhadap hakikat sesuatu.

Hakikat menurut kamus artinya ialah kebenaran, atau kenyataan yang sebenarnya.
Hakikat sesuatu berarti kebenaran dari sesuatu, sedangkan sesuatu itu bisa berupa apa saja,
seperti tentang manusia, benda, hukum, ekonomi, dan sebagainya. Dengan demikian
berfilsafat mengandung arti mencari kebenaran atas sesuatu

Dalam Kamus Bahasa Indonesia karangan W.J.S. poerdarminta (Jakarta: PN Balai


Pustaka, 1987) mengartikan kata "filsafat" sebagai pengetahuan dan penyelidikan dengan
akal budi mengenai sebab-sebab, asas-asas, hukum dan sebagainya
daripada segala yang ada di alam semesta ataupun mengenai kebenaran dan arti adanya
sesuatu.

Selain daripada pengertian menurut segi bahasa, juga terdapat perumusan atau definisi
tentang filsafat yang diberi oleh para sarjana dan para filsuf seperti.
Mahadi, Falsafah Hukum Suatu Pengantar, (Bandung: Citra Bakti, 1989), hlm. 135-136.

Achmad Fauzi DH, cs. Pancasila, (Malang: Lembaga Penerbitan UNBRAW, 1981), hlm. 9

1. Para filsuf Yunani dan Romawi, antara lain


a. Plato (427-348 S.M.)
Filsafat ialah ilmu pengetahuan yang bersifat untuk mencapai kebenaran yang asli.
b. Aristoteles (382-322 S.M.)
Filsafat ialah ilmu pengetahuan yang meliputi kebenaran yang terkandung di
dalamnya ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik dan
sostetika.
c. Cicero (106-043 S.M.)
Filsafat ialah ibu dari semua ilmu pengetahuan lainnya.
Filsafat ialah ilmu pengetahuan terluhur dan keinginan
untuk mendapatkannya.

2. Para filsuf Abad Pertengahan, seperti


a. Descartes (1596-1650) Filsafat ialah kumpulan segala pengetahuan di mana
Tuhan, alam dan manusia menjadi pokok penyelidik-annya.
b. Immanuel Kant (1724-1804)
Filsafat ialah ilmu pengetahuan yang menjadi pokokdan pangkal segala
pengetahuan yang tercakup di dalamnya 4 persoalan:
1) Apakah yang dapat kita ketahui?
Jawabannya termasuk dalam bidang Metafisika.
2) Apakah yang seharusnya kita kerjakan?
Jawabannya termasuk pada bidang Etika.
3) Sampai di manakah harapan kita?
Jawabannya termasuk pada bidang Agama.
4) Apakah yang dinamakan manusia itu?
Jawabannya termasuk pada bidang Antropologie.

3. Para pakar Indonesia, antara lain:


a. Darji Darmodihardjo
Filsafat ialah pemikiran manusia dalam usahanya mencari kebijaksanaan dan
kebenaran yang sedalam-dalamnya sampai keakar-akarnya (radikal, radik = akar
teratur (sistematis), dan menyeluruh (universal).

b. I.R. Pudjowijatno
Filsafat ialah ilmu yang berusaha mencari sebab yang sedalam-dalamnya bagi
segala sesuatu berdasarkan atas pikiran belaka.

Dari berbagai ragam pengertian tentang filsafat, maka filsafat disebut queen of
knowledge (ibu/induk dari segala ilmu pengetahuan).
Tentang apa yang dimaksud dengan ilmu pengetahuan ini dapat dijelaskan sebagai
berikut:
Ilmu merupakan bagian dari pengetahuan:
Ilmu ialah pengetahuan yang mempunyai obyek, metode dan sistematika tertentu.
Pengetahuan ialah segala sesuatu kebenaran yang diterima oleh manusia, baik yang
telah teruji meniadi ilmu maupun yang belum teruji. Jadi pengetahuan mengandung
pengertian lebih luas daripada ilmu.
Ilmu pengetahuan mempelajari gejala adanya (das sein). Ilmu pengetahuan bersifat
netrali/independen, yakni tak mengharuskan dan melarang sesuatu, demikian halnya, hal itu
masuk dalam bidang politik.
Perkataan Ilmu pengetahuan juga sering dikaitkan deperkataan Teknologi. Hubungan
antara keduanya semacam pengertian: scientists seeks to know, technologists to do. (Ilmu di
gunakan manusia untuk mencari tahu, sedangkan teknologi digunakan sebagai alat untuk
mencapai maksud).

Catatan:
Metafisika berarti hal-hal yang terdapat sesudah fisika.
Metafisika dapat didefinisikan sebagai bagian pengetahuan manusia yang bersangkutan
dengan pertanyaan mengenai hakikat yang ada yang terdalam.

B. OBYEK FILSAFAT

Ditinjau dari segi obyeknya, maka obyek filsafat meliputi hal-hal yang ada dan yang
dianggap atau diyakini ada, seperti manusia, dunia, Tuhan dan lain-lain, sehingga dengan
demikian berfilsafat itu tidak mungkin mengenai hal-hal yang tidak ada.
Sehubungan dengan hal tersebut para ahli membedakan obyek filsafat atas:
a. Obyek materia, yaitu mengenai segala sesuatu yang ada dan yang mungkin ada.
b. Obyek forma, yaitu untuk mengerti segala sesuatu yang ada sedalam-dalamnya,
hakikatnya, metafisis.

Dengan ruang lingkup demikian, filsafat mempunyai sistematika yang amat luas, yang
meliputi bidang-bidang/cabang-cabangnya ialah Ontologi, Epistemologi, dan Axiologi.
a. Ontologi ialah bidang/cabang filsafat yang menyelidiki hakikat dari realita yang ada.
Ontologi meliputi masalah apa hakikat ilmu itu, apa hakikat kebenaran dan
kenyataan yang inheren dengan pengetahuan yang tidak terlepas dari persepsi kita
tentang apa yang "ada" (being, sein, het zijn). Paham-paham seperti
idealisme/spiritualisme, materialisme, pluralisme merupakan asumsi-asumsi dasar
ontologik yang akan menentukan apa hakikat kebenaran atau sebagaimana dicapai
melalui pengetahuan kita.
b. Epistemologi ialah suatu cabang filsafat yang membahas sumber, batas, proses
hakikat dan validitas pengetahuan.

Menurut Runers.
“Epistemologi is the branch of philosophy which investigates the origin, structure,
methods and validity of knowledge”.
(Epistemologi adalah cabang dari filsafat yang menyelidiki sumber, susunan, metode-
metode dan validitas pengetahuan)

Epistemologi meliputi berbagai sarana dan tata cara menggunakan sarana dan
sumber pengetahuan untuk mencapai keberadaan atau kenyataan, Rasionalisme,
Empirism, kritisisme, fenomenologi, positivisme, merupakan aliran epistemologis
dalam upaya manusia untuk mencapai dan menemukan kebenaran atau kenyataan
ilmiah.
c. Aksiologi ialah cabang filsafat yang menyelidiki nilai
Aksiologi meliputi nilai-nilai normatif, parameter bagi apa yang disebut
kebenaran atau kenyataan dalam konteks dunia material atau non material, dunia
simbolik dan sebagainya.
Aksiologi juga menuntun dengan kaidah-kaidah normatif di dalam kita
menerapkan ilmu ke dalam praksis dalam kerangka pengembangan ilmu yang
menyangkut etik dan heuristik, bahkan sampai dimensi budaya untuk menangkap
tidak saja kemanfaatan ilmu, melainkan juga arti dan maknanya bagi kehidupan umat
manusia.
Adapun yang dimaksud dengan heuristik ialah faktor-faktor non ilmiah yang
memberi pengaruh, bahkan menjadi dasar bagi lahirnya cabang ilmu baru. Misalnya
perkembangan industri di abad ke-18 yang menimbulkan implikasi sosial dan politik,
telah melahirkan cabang ilmu yang disebut fisika sosial atau sosiologi; penggunaan
teknologi canggih untuk meningkatkan produk di berbagai bidang industri yan
banyak membahayakan lingkungan, melahirkan ilmu ekologi. Sedangkan penggunaan
komputer dalam berbagai bidang kehidupan, melahirkan filsafat matematika.

C. TUJUAN FILSAFAT

Berfilsafat mengandung tujuan, dan tujuan filsafat ini dapat dibedakan ke dalam
(dua) macam yaitu:
1. Tujuan yang teoretis
Dalam hal ini filsafat berusaha untuk mencapai kenyataan,atau untuk mencapai hal
yang nyata,
2. Tujuan Praktis
Dalam hal ini mempergunakan hasil daripada filsafat yang teoretis tersebut untuk
memperoleh pedoman-pedoman hidup guna dipraktikkan dan dijadikan pedoman
dalam praktik kehidupan. Tujuan yang praktis inilah yang umumnya dianut oleh dunia
Timur, termasuk oleh negara Indonesia.

D. KEGUNAAN FILSAFAT
Secara singkat kegunan filsafat ialah untuk memberikan dinamika dan
ketekunan dalam mencari kebenaran, arti dan makna hidup.

E. FALSAFAH HIDUP BANGSA INDONESIA


Berkenaan dengan penggunaan kata "falsafah", sering dibedakan dalam
pengertian umum yang berpasangan, yaitu falsafah dalam arti proses dan falsafah
dalam arti produk. Selain daripada itu dikenal pengertian falsafah sebagai ilmu dan
falsafah sebagai pandangan hidup, disamping juga dikenal pengertian falsafah dalam
arti teoretis dan falsafah dalam arti praktis.
Dari adanya macam-macam pengertian falsafah di atas maka Pancasila dapat
digolongkan ke dalam macam dalam arti produk, sebagai pandangan hidup, dan
falsafah dalam arti praktis. Ini berarti bahwa falsafah Pancasila mempunyai fungsi dan
peranan sebagai pedoman dan pegangan dalam hal sikap, tingkah laku, dan perbuatan
dalam kehidupan sehari-hari, dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara bagi bangsa Indonesia di manapun mereka berada
Pancasila sebagai falsafah hidup bangsa Indonesia tumbuh dan berkembang
bersamaan dengan tumbuh dan berkembang bangsa Indonesia. Prinsip-prinsip yang
terdapat dalam Pancasila bersumber pada budaya dan pengalaman bangsa Indonesia,
yang berkembang akibat dari upaya bangsa dalam mencari jawaban atas persoalan-
persoalan yang esensial yang menyangkut makna atas hakikat sesuatu yang menjadi
bagian dari kehidupan bangsa Indonesia, yang meliputi antara lain:
a. alam semesta, seperti bagaimana alam semesta ini terbentuk, bagaimana hubungan
antara unsur-unsur yang terdapat dalam alam semesta, bagaimana hubungan
antara microcosmos dan macrocosmos, siapa pencipta alam semesta dan
sebagainya;
b. manusia dan kehidupannya; siapa sebenarnya manusia itu, darimana asalnya dan
kemana kembalinya, bagaimana hubungan manusia dengan manusia lain, dengan
masyarakat, dan dengan Pencipta manusia dan sebagainya:
c. nilai-nilai yang kemudian diangkat menjadi norma-norma yang mengatur
kehidupan; seperti nilai-nilai tentang baik dan buruk, benar dan salah, berguna dan
tidak berguna dan sebagainya.

Pancasila yang merupakan falsafah hidup bangsa Indonesia mengandung nilai-


nilai dasar yang dijunjung tinggi oleh bangsa Indonesia, bahkan oleh bangsa-bangsa
yang beradab.
Nilai-nilai dasar dimaksud ialah nilai Ketuhanan, nilai kemanusian, nilai
persatuan, nilai kerakyatan, dan nilai keadilan sosial, atau bagi bangsa Indonesia
rumusan setepatnya dari pada nilai-nilai dasar tersebut dimuat dalam alinea keempat
dari Pembukaan UUD 1945.
Bagi bangsa Indonesia, nilai-nilai Pancasila ini merupakan satu kesatuan yang
bulat dan utuh, yang tersusun secara sistematis-hirarkhis, artinya bahwa antara nilai
dasar yang satu dengan nilai dasar lainnya saling berhubungan, tidak boleh dipisah-
pisahkan, dipecah-pecahkan maupun ditukar tempatnya.
Menempatkan pengertian Pancasila sebagai satu kesatun dimaksudkan agar
tidak menimbulkan pengertian yang lain atau keliru terhadap Pancasila. Dengan
demikian menurut hemat penulis apabila kita membicarakan sila kemanusiaan
misalnya, maka pembicaraan atas sila ini baru akan bermakna dan aktual apabila
dikaitkan dengan sila yang mendahuluinya dan yang kemudian, sehingga
mencerminkan adanya hubungan yang tiada terputus, yakni atas dasar saling
menjiwai. Dalam kaitan ini misalkan kita mencoba menyelami hakikat daripada sila
kemanusiaan, maka yang kita maksudkan dengan manusia disini bukanlah manusia
yang begitu saja adanya, melainkan manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan atau
manusia yang berketuhanan dan manusia yang berhubungan dengan sesama manusia
lainnya, atau manusia yang hidup bersatu dan seterusnya.
Dalam rangka memahami hakikat nilai-nilai dasar Pancasila pengupasan sila
demi sila tidak dilarang, asalkan senantiasa berpijak pada adanya hubungan korelasi
tersebut secara utuh, tanpa bermaksud menghapuskan ataupun mengubah susunan
tempat, status daripada sila-sila yang ditetapkan.
Pancasila yang sarat dengan nilai-nilai ini untuk diketahui, melainkan
dimaksudkan untuk dapat diamalkan dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam
kehidupan pribadi maupun dalam rangka kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara sesuai dengan tujuan praktis daripada suatu filsafat yang dalam hal ini
berkenaan dengan filsafat Pancasila.
Nilai yang dalam bahasa Inggris disebut value adalah termasuk pengertian
filsafat. Purnadi Purbacaraka dan seorjono Soekanto mengemukakan bahwa pada
hakikatnya nilai adalah sesuatu yang diinginkan (positif) atau sesuatu yang tidak di-
inginkan (negatif).
Menilai mengandung arti menimbang, yaitu kegiatan manusia
menghubungkan sesuatu dengan sesuatu, dan selanjutnya mengambil keputusan; atau
menilai dapat berarti menimbang dan memperbandingkan sesuatu dengan sesuatu
lainnya untuk kemudian mengambil sikap atau keputusan. Hasil pertimbangan
dan perbandingan yang dibuat itulah yang disebut nilai. Dalam memberikan penilaian,
subyek dapat menggunakan segala kelengkapan analisis yang ada padanya
1. Indera yang dimilikinya menghasilkan nilai nikmat, dan sebaliknya nilai
kesengsaraan
2. Rasio menghasilkan nilai benar dan salah;
3. Rasa menghasilkan nilai baik dan buruk atau adil dan tidak
adil;
4. Rasa estetis menghasilkan nilai indah dan tidak indah;
5. Iman menghasilkan nilai suci dan tidak suci, halal dan haram.

Sesuatu keputusan dapat mengatakan baik atau salah, religius atau tidak
religius, dan sebagainya yang berkaitan dengan unsur-unsur yang ada pada manusia,
yaitu jasmani, kepercayaan, cipta, rasa, dan karsa.
Maka sesuatu dapat dikatakan mempunyai nilai, yaitu apabila sesuatu itu
berguna/bermanfaat, benar (nilai kebenaran) indah (nilai aestheis), baik (nilai
moral/ethis), religius (nilaiagama)

Louis O. Kattsoff membedakan nilai dalam 2 macam:


1. Nilai intrinsik, ialah nilai dari sesuatu yang sejak semula
sudah bernilai. Misalnya: Pisau, bila pisau ini mengandung kualitas pengirisan
didalamnya
2. Nilai instrumental, ialah nilai sesuatu karena dapat dipakai sebagai sarana untuk
mencapai tujuan sesuatu. Misalnya Pisau dikatakan bernilai instrumental bila
dapat digunakan oleh si subyek untuk mengiris.

Menurut Notonegoro, nilai dapat dibedakan ke dalam 3 macam


1. Nilai material, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi unsur manusia.
2. Nilai vital, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat
mengadakan kegiatan atau aktivitas.
3. Nilai kerohanian, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia

Selanjutnya nilai kerokhanian ini dapat dibedakan lagi atas


4 (empat) macam:
a. Nilai Kebenaran/kenyataan, yang bersumber pada unsur akal manusia (ratio,
budi, cipta)
b. Nilai Keindahan, yang bersumber pada unsur rasa manusia (gevoel, perasaan,
aesthetis);
c. Nilai Kebaikan atau nilai Moral, yang bersumber pada unsur
kehendak/kemauan manusia (will, karsa ethic);
d. Nilai Religius, yang merupakan nilai Ketuhanan, kerohanian yang tinggi dan
mutlak.
Nilai ini bersumber pada kepercayaan/keyakinan manusia.
Dalam kaitan ini, maka Pancasila tergolong sebagai nilai kerohanian, yakni
yang di dalamnya terkandung nilai-nilai secara lengkap dan harmonis, baik nilai
material, nilai vital, nilai kebenaran/ kenyataan, nilai aesthetis, nilai ethis/moral
maupun nilai religius, seperti yang tampak pada susunan sila-sila Pancasila yang
sistematis-hierarkhis, dimulai dari sila pertama sampai dengan sila kelima.

Mengingat banyaknya klasifikasi tentang nilai yang diberikan, maka Darji


Darmodihardjo, cs. mengadakan klasifikasi nilai secara berpasangan sebagai
berikut:
a. Nilai Obyektif dan nilai Subyektif
Nilai obyektif ialah nilai yang dilihat berdasarkan kondisi senyatanya dari
obyek tersebut.

Nilai Subyektif ialah nilai yang diberikan oleh subyek

b. Nilai Positif dan nilai Negatif


Nilai Positif ialah nilai yang bermanfaat bagi kepentingarn manusia, baik
ditinjau dari sudut kepentingan lahiriah maupun batiniah. Contoh: nilai
kebaikan, keindahan, kesusilaan.

Nilai Negatif ialah nilai yang merupakan antinomi dari nilai positif. Contoh:
nilai-nilai kejahatan, keburukan, ketidaksusilaan

c. Nilai Intrinsik dan nilai Ekstrinsik


Nilai Intrinsik ialah nilai yang berdiri sendiri, yang mengandung kualitas
tertentu. Misalnya: Suatu tindakan dikatakan sebagai tindakan yang bernilai
susila adalah semata-mata karena tindakan itu memang baik.

Nilai Ekstrinsik ialah nilai yang bergantung pada nilai intrinsik dari akibat-
akibatnya.

d. Nilai Transenden dan Nilai Imanen


Nilai Transenden ialah nilai yang melampaui batas-bates pengalaman dan
pengetahuan manusia. Misalnya: nilai Ketuhanan, sebagai nilai yang diperoleh
melalui pengertia murni, yang mengatasi pengalaman dan rasio manusia.

Nilai Imanen ialah nilai yang terikat dengan pengalaman dan pengetahuan
manusia. Misalnya: melalui pengetahuan inderawi dan rasio manusia
diperoleh rasa asin, manis, luas sempit dan sebagainya.

e. Nilai Dasar dan Nilai Instrumental.


Nilai Dasar ialah nilai yang bersifat tetap, yang dipilih sebagai landasan bagi
nilai instrumental untuk akhirnya diwujudkan sebagai kenyataan (praksis).
Nilai yang dipilih ini umumnya berhubungan dengan nilai-nilai obyektif, po-
sitif, intrinsik dan transenden.

Nilai Instrumental ialah nilai yang merupakan usaha konkretisasi dari nilai
dasar. Nilai ini biasanya telah dituangkan dalam bentuk norma, dan dijadikan
sebagai dasar bagi perwujudan suatu praksis.

Di bawah ini disajikan uraian atas lima nilai dasar Pancasila


yang untuk sebagian dikutip dan dikembangkan penulis dari

Anda mungkin juga menyukai