PENGERTIAN FILSAFAT
kata philos yang berarti cinta atau philia yang berarti persahabatan, tertarik
kepada dan kata sophos yang berarti kebijaksanaan, pengetahuan, ketrampilan,
pengalaman praktis, inteligensi (Bagus, 1996: 242).
Adapun istilah ‘philosophos’ pertama kali digunakan oleh Pythagoras (572 -497
SM) untuk menunjukkan dirinya sebagai pecinta kebijaksanaan (lover of wisdom),
bukan kebijaksanaan itu sendiri.
d. Rene Descartes : Filsafat adalah kumpulan segala pengetahuan dimana Tuhan, alam
dan manusia menjadi pokok penyelidikan.
e. Immanuel Kant : Filsafat adalah ilmu (pengetahuan) yang menjadi pokok pangkal dari
segala pengetahuan, yang didalamnya tercakup masalah epistemologi (filsafat
pengetahuan) yang menjawab persoalan apa yang dapat kita ketahui.
f. Langeveld : Filsafat adalah berpikir tentang masalah-masalah yang akhir dan yang
menentukan, yaitu masalah-masalah yang mengenai makna keadaan, Tuhan, keabadian
dan kebebasan.
g. Hasbullah Bakry : Ilmu filsafat adalah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu dengan
mendalam mengenai ketuhanan, alam semesta dan manusia sehingga dapat
menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana hakekatnya sejauh yang dapat dicapai
akal manusia dan bagaimana sikap manusia itu seharusnya setelah mencapai
pengetahuan itu. (Abbas Hamami M., 1976;2-3)
i. Notonagoro : Filsafat itu menelaah hal-hal yang menjadi obyeknya dari sudut intinya
yang mutlak dan yang terdalam, yang tetap dan yang tidak berubah, yang disebut
hakekat.
j. IR. Poedjawijatna : Filsafat ialah ilmu yang berusaha untuk mencari sebab yang
sedalam-dalamnya bagi segala sesuatu berdasarkan pikiran belaka.
Nilai filsafat Pancasila, baik sebagai pandangan hidup atau filsafat hidup
(Weltanschauung) bangsa maupun sebagai jiwa bangsa atau jati diri (Volksgeist)
nasional, memberikan identitas dan integritas serta martabat bangsa dalam
menghadapi budaya dan peradaban dunia.
Urgensi Pancasila sebagai sistem filsafat atau yang dinamakan filsafat Pancasila,
artinya refleksi filosofis mengenai Pancasila sebagai dasar negara. Sastrapratedja
(2001) dalam Dikti (2016; 147) menjelaskan makna filsafat Pancasila sebagai berikut:
Pengolahan filsofis Pancasila sebagai dasar negara ditujukan pada beberapa aspek:
2. Kedua, agar dapat dijabarkan lebih lanjut sehingga menjadi operasional dalam
bidang-bidang yang menyangkut hidup bernegara.
3. Ketiga, agar dapat membuka dialog dengan berbagai perspektif baru dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara.
4. Keempat, agar dapat menjadi kerangka evaluasi terhadap segala kegiatan yang
bersangkut paut dengan kehidupan bernegara, berbangsa, dan bermasyarakat,
serta memberikan perspektif pemecahan terhadap permasalahan nasional.
Radikal : berasal dari kata radix berarti akar. Radikal berarti filsafat harus mencari
pengetahuan sedalam-dalamnya. Radikalitas disini berarti dalam pengertian
sejauh akal manusia mampu menemukannya, sebab filsafat tidak akan
membicarakan yang jelas berada di luar jangkauan akal budi yang sehat.
Karena sedemikian luas jangkauan filsafat, maka sesuatu sistem filsafat dengan
sendirinya mencakup pemikiran teoritis tentang realitas baik itu tentang Tuhan, alam,
maupun manusia itu sendiri. Realitas yang bersifat spiritual (kerokhanian), misalnya
hakikat atau esensi sesuatu hal tidak dapat ditangkap dengan indera akan tetapi hanya
dapat dimengerti atau difahami dengan perantaraan akal.
Filsafat memiliki empat cabang keilmuan yang utama (dalam Dikti, 2013), yaitu:
1) Metafisika; cabang filsafat yang mempelajari asal mula segala sesuatu yang-ada
dan yang mungkin-ada. terdiri atas metafisika (ontologi, yaitu ilmu yang membahas
segala sesuatu yang-ada) dan metafisika khusus (teodesi membahas adanya Tuhan
,kosmologi membahas adanya alam semesta, antropologi metafisik yang membahas
adanya manusia).
2) Epistemologi; cabang filsafat mempelajari seluk beluk pengetahuan.
3) Aksiologi; cabang filsafat yang menelusuri hakikat nilai. Dalam aksiologi terdapat
etika yang membahas hakikat nilai baik-buruk, dan estetika yang membahas nilai-nilai
keindahan.
1. Sila Pertama: Ke-Tuhanan yang Maha Esa adalah meliputi dan menjiwai sila-sila
kedua, ketiga, keempat, dan kelima.
2. Sila kedua: Kemanusiaan yang adil dan beradab adalah diliputi dan dijiwai oleh
sila Ketuhanan yang Maha Esa, meliputi dan menjiwai sila-sila persatuan
Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/ perwakilan, Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
3. Sila ketiga: Persatuan Indonesia adalah diliputi dan dijiwai oleh sila Ketuhanan
Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, meliputi dan menjiwai
silsila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan / perwakilan, Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
5. Sila Kelima: Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia adalah dijiwai dan
diliputi oleh sila-sila Ketuhanan yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan
beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan.