Anda di halaman 1dari 21

BAB II

FILSAFAT ILMU DAN RUANG LINGKUPNYA

A. FILSAFAT
Sebelum penulis menjelaskan tentang Filsafat Ilmu, karena
merupakan bagian dari Filsafat, maka akan dijelaskan terlebih dahulu
tentang pengertian dari Filsafat itu sendiri beserta ruang lingkupnya.
1. Pengertian Filasfat
Secara etimologi Filsafat berasal dari beberapa bahasa, yaitu
bahasa Yunani (gabungan dari kata philein yang berarti cinta atau
philos yang berarti mencintai, menghormati, menikmati, dan Sophia
atau Sofein yang artinya kehikmatan, kebenaran, kebaikan,
kebijaksanaan, atau kejernihan. Dari asal kata tersebut, maka filsafat
berarti mencintai, menikmati kebijaksanaan atau kebenaran. Dari kata
tersebut, lahirlah kata philosophy (Inggris) yang diartikan sebagai
“cinta kearifan”. Sedangkan dalam bahasa Indonesia filsafat berasal
dari bahasa Arab, filsafah yang juga berakar pada istilah Yunani.
Dalam bahasa Arab juga terdapat kata Al Hikmah yang memiliki arti
kebijaksanaan.1
Sedangkan secara definitive pengertian Filsafat dapat dilihat dari
beberapa pendapat para ahli, diantaranya adalah :
a. Socrates (470-399 SM), filsuf Yunani yang pertama kali memberi
perhatian pada manusia sebagai pusat kajiannya (antroposentris).
Menurutnya bahwa filosof adalah orang yang mencintai atau
mencari kebijaksanaan atau kebenaran.2
b. Plato (427-347 SM) filsuf Yunani yang termasyhur, murid Socrates
dan guru Aristoteles, mengatakan bahwa filsafat adalah
1
Aripin Banasuru, Filsafat dan filsafat Ilmu, Dari Hakekat ke Tanggungjawab,
(Bandung : Alfabeta, tahun 2013), cetakan 1, hlm.2
2
Mohammad Hatta, Alam Pikiran Yunani, (Jakarta : Tintamas, 1980), Cetakan
Pertama, hlm. 83.
pengetahuan tentang segala yang ada (ilmu pengetahuan yang
melakukan kajian untuk mencapai kebenaran yang hakiki).3
c. Aristoteles (384 – 322 SM), filsafat sebagai ilmu pengetahuan
yang meliputi kebenaran, seperti ilmu-ilmu metafisika, logika,
retorika, etika, ekonomi, politik dan estetika. Dapat dikatakan
bahwa filsafat adalah menyelidiki kausalitas dan asas segala benda.
d. Marcus Tullius Cicero (106 – 43 SM) politikus dan ahli pidato
Romawi, merumuskan filsafat adalah pengetahuan tentang alam
yang maujud dan bertujuan menyelidiki hakekat wujud yang
sebenarnya.
e. Al Farabi (wafat 950 M), filsuf muslim terbesar sebelum Ibnu
Sina, dikenal sebagai penafsir Aristoteles (W, th 950, usia 80 th di
Damaskus), Filsafat atau Falsafah (Yunani) berasal dari kata
Philosophia. Philo berarti cinta dan shopia berarti hikmah,
sehingga philosophia berarti cinta akan hikmah atau cinta
kebenaran.
f. Ibnu Sina (w.326 H/1087 M) yang menyamakan istilah hikmah
dengan filsafat.
g. Al-‘Arabi, dalam kitabnya Fushus al-Hikam, mengartikan kata al-
Hikmah sebagai proses pencarian hakikat sesuatu dan perbuatan.
h. Immanuel Kant (1724 – 1804 M), menyatakan bahwa filsafat
adalah ilmu pengetahuan yang menjadi pokok dan pangkal dari
segala pengetahuan yang di dalamnya mencakup empat persoalan,
yaitu apa yang dapat diketahui ? jawabnya adalah hal-hal yang
metafisika, apa yang boleh kita kerjakan ? adalah persoalan etika,
sampai dimanakah pengharapan kita ? akan dijawab oleh agama
dan apa yang dinamakan dengan manusia ? adalah kajian tentang
antropologi.
i. Rene Descartes mendefinisikan filsafat sebagai kumpulan segala
ilmu pengetahuan termasuk di dalamnya Tuhan, alam dan manusia
3
Mohammad Hatta, Ibid, hlm. 98.
menjadi pokok penyelidikan, dari kajian terhadap obyek tersebut,
maka akan lahir berbagai disiplin ilmu pengetahuan.
j. Harold H. Titus, mengemukakan empat pengertian filsafat : (1)
Suatu sikap tentang hidup dan tentang alam semesta; (2) Suatu
metode pemikiran reflektif dan penyelidikan akliah; (3) Satu
perangkat masalah; dan (4) Satu perangkat teori dan sistem
pemikiran.
k. DC Mulder, filsafat adalah pemikiran teoritis tentang susunan
kenyataan sebagai keseluruhan.
l. Thomas Mautner (1999), mengemukakan tiga pengertian filsafat,
ialah sebagai berikut : (1) Aktivitas intelektual yang dapat diartikan
dalam berbagai pengertian , bergantung pada penekanannnya, yaitu
metode, masalah serta tujuannya. Metode filsafat adalah
pendalaman rasional, misalnya fisika, dan ilmu-ilmu alam lain
dialkukan pendalaman pendalaman secara umum, disebut filsafat
alam. Jika filsafat dimaksudkan untuk penelaahan secara murni,
bersifat rasional atas pengetahuan, filsafat merupakan tujuan dari
usaha intelektual; (2) Suatu teori yang lahir sebagai akibat dari
dilakukannya pendalaman filosofis; dan (3) Pandangan
komprehensif mengenai realitas dan tempat manusia berada dalam
pendangan itu.
m. Prof. Ir. Pudjawiyatna, bahwa filsafat berasal dari kata filo artinya
cinta dalam arti yang seluas-luasnya, yaitu ingin selalu berusaha
mencapai yang diinginkannya itu. Sofia artinya kebijaksanaan,
dalam arti pandai, mengerti dengan mendalam. Jadi filsafat
diartikan ingin mengerti dengan mendalam atau cinta kepada
kebijaksanaan.
n. Dr. Fuad Hasan guru besar psikologi UI Jakarta, bahwa filsafat
ialah suatu ikhtiar untuk berpikir radikal dalam pengertian dari
mulai gejala, dari akarnya suatu hal yang hendak dimasalahkan
sampai pada kesimpulan yang universal.
o. Prof. Dr. N. Driyarkara SJ (1913-1967) filsafat adalah fikiran
manusia yang radikal, artinya mengesampingkan pendirian-
pendirian dan pandangan-pandangan “yang diterimanya saja”
melainkan mencoba memperlihatkan pandangan-pandangan yang
merupakan akar dari lain-lain pandangan dan sikap praktis.
Misalnya jika filsafat berbicara tentang masyarakat, hukum,
sosiologi, kesusilaan dan sebagainya, pandangannya tidak
diarahkan ke sebab-sebab yang terdekat, melainkan ke “mengapa”
yang terakhir, sepanjang kemungkinan yang ada pada budi
manusia berdasarkan kekuataannya itu.
p. Langeveld, dalam bukunya “Pengantar pada Pemikiran Filsafat”
(1959) menyatakan bahwa filsafat adalah suatu perbincangan
mengenai segala hal, sarwa sekalian alam secara sistematis sampai
ke akar-akarnya.
q. Drs. H. Hasbullah Bakry, ilmu filsafat adalah ilmu yang
menyelidiki segala sesuatu dengan mendalam mengenai ketuhanan,
alam semesta dan manusia, sehingga dapat menghasilkan
pengetahuan tentang bagaimana hakikat ilmu filsafat dapat dicapai
oleh akal manusia dan bagaimana seharusnya sikap manusia
setelah mencapai pengetahuan tersebut.4
r. Ar-Raghib mengartikan al-Hikmah sebagai upaya memperoleh
kebenaran dengan perantaraan ilmu dan akal.
s. Nurcholish Madjid mengatakan bahwa hikmah berarti ilmu
pengetahuan, filsafat, kebenaran dan rahasia Tuhan yang
tersembunyi yang hanya bisa diambil manfaat dan pelajarannya
pada waktu yang lain.
t. Para filsuf muslim abad pertengahan memberikan pengertian
filsafat sebgai ilmu yang meneliti hakikat segala sesuatu yang ada
(al-maujudah) dengan cara menggunakan akal sempurna.

4
H. Endang Saifuddin Anshari, Ilmu, Filsafat dan Agama, Surabaya : PT. Bina Ilmu,
1987, Cet. Ketujuh, hlm.79-85
u. Goerge Wilhelm Freidrich Hegel (1770-1831), seorang filsuf
Jerman termasuk dalam aliran idealisme, mendefinisikan filsafat
sebagai pencarian segala sesuatu dengan cara perpikir mendalam.
Dari beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan, bahwa filsafat
adalah :
1. Ilmu yang mencoba menjawab problematika-problematika yang
tidak mampu temukan jawabannya oleh ilmu pengetahuan biasa,
karena masalah-masalah tersebut di luar jangkauan ilmu
pengetahuan biasa.
2. Hasil daya upaya manusia dengan akal budinya untuk memahami
(mendalami dan menyelami) secara radikal dan integral serta
sistematik hakekat segala yang ada ; hakikat Tuhan, alam semesta
dan manusia, serta sikap manusia sebagai konsekuensi pada
pemahamannya tersebut.5
3. Filsafat adalah proses pencarian kebenaran dengan cara menelusuri
hakikat dan sumber kebenaran secara sistematis, logis, kritis,
rasional dan spekulatif.
4. Filsafat adalah pengembaraan alam pikir manusia yang tidak
mengenal puas menghasilkan ilmu pengetahuan dan menemukan
kebenaran yang hakiki.
5. Filsafat adalah pencarian kebenaran dengan cara berpikir
sistematis, yang dilakukan secara teratur mengikuti sistem yang
berlaku.
6. Filsafat adalah proses kritis atau pemikiran terhadap kepercayaan
dan sikap yang dijunjung tinggi dalam mencari kebenaran tanpa
batas.
7. Filsafat adalah seni kritik yang tidak membatasi diri pada destruksi
pemikiran tentang kebenaran.
8. Filsafat adalah pengetahuan metodis, sistematis dan koheren
tentang seluruh kenyatan (realitas).
5
H. Endang Saifuddin Anshari, Ibid, hlm. 85
9. Filsafat merupakan refleksi rasional atas keseluruhan realitas untuk
mencapai hakikat kebenaran dan memperoleh hikmah
(kebijaksanaan).
10. Filsafat adalah pencarian kebenaran tanpa mengenal batas dengan
menggunakan rasio secara sistematis dan radikal yang diawali oleh
keraguan (Skeptis) atas segala sesuatu.

2. Langkah-langkah dalam mencapai kebijaksanaan


a. Membiasakan diri untuk bersikap kritis terhadap kepercayaan
dan sikap yang selama ini sangat kita junjung tinggi, misalnya
merefleksikan secara kritis norma-norma adat, hukum, etika,
bahkan agama yang selama ini sudah kita yakini
kebenarannya;
b. Berusaha untuk memadukan (sintesis) bermacam-macam
sains dan pengalaman kemanusiaan, sehingga menjadi
padangan yang konsisten tentang alam semesta beserta isinya;
c. Mempelajari dan mencermati jalan pikiran para filosof
terdahulu dan meletakannya sebagai pisau analisis untuk
memecahkan masalah kehidupan yang berkembang dalam
kehidupan konkret sejauh pemikiran itu memang relevan
berkembang dengan situasi dan kondisi yang dihadapi;
d. Menelusuri butir-butir hikmah yang terkandung dalam ajaran
agama, karena agama merupakan sumber kebijakan hidup
manusia, tidak hanya untuk kepentingan duniawi, bahkan juga
akhirat.6
3. Karakteristik Filsafat
a. Berpikira secara radikal, proses pencarian kebenaran
berupaya sampai ke akar-akarnya;
6
Nina W. Syam, M.S., Filsafat Sebagai Akar Ilmu Komunikasi, Simbiosa Rekatama
Media, Bandung, Cet. 1, tahun 2010, hlm. 79.
b. Berpikir secara universal, kebenaran yang ditemukan berlaku
untuk semua orang, tidak melihat kepada perbedaan-
perbedaan;
c. Berpikir secara konseptual, artinya adalah hasil generalisasi
dari pengalaman tentang hal-hal serta proses-proses
individual.
d. Berpikir secara koheren dan konsisten. Koheren artinya
sesuai dengan kaidah-kaidah berpikir logis. Konsisten artinya
tidak mengandung kontradiksi.
e. Berpikir secara sistematis, artinya kebulatan dari sejumlah
unsur yang saling berkaitan menurut tata pengaturan untuk
mencapai sesuatu maksud atau menunaikan sesuatu peranan
tertentu.
f. Berpikir secara komprehensif, artinya berusaha
mengungkapkan fakta atau fenomena secara menyeluruh.
g. Berpikir secara bebas, artinya bebas dari berbagai prasangka
sosial, historis, kultural, ataupun religius.
h. Berpikir secara bertanggung jawab, artinya seseorang yang
berfilsafat adalah orang yang berpikir sekaligus
bertanggungjawab terhadap hasil pemikirannya, paling tidak
terhadap hasil nuraninya sendiri.7
i. Berpikir secara rasional, artinya apa yang dilakukan
berdasarkan akal fikiran;
j. Berpikir secara fundamental, apa yang dicari adalah
sesuatu yang mendasar tentang hakekat;
k. Berpikir secara kritis, proses pencarian kebenaran dengan
cara menelusuri hakikat dan sumber kebenaran secara kritis.
l. Spekulatif, apa yang dilakukan mendasarkan pada apa
yang dilihat dan apa yang dipikirkan;

7
Ibid, hlm. 81-82
m. Relatif, artinya kebenaran yang didapatkannya bersifat
relatif, tidak mutlak
n. Skeptif, artinya untuk mencapai kebenaran diawali dengan
keragu-raguan.
o. Kontinu, upaya yang dilakukan berjalan secara terus-
menerus sampai menemukan kebenaran tanpa batas ruang
dan waktu serta kepuasan.
p. Metaphisik atau abstrak, artinya dengan menggunakan
akalnya (logika) orang dapat menyimpulkan dibalik yang riil
(empiris);
q. Pengembaraan, berfilsafat senantisa mengembara untuk
mencari kebenaran samapi ke akar-akarnya.

4. Obyek filsafat
a. Obyek materia, ialah segala sesuatu yang menjadi obyek
kajian filsafat, baik tentang Tuhan, manusia atau alam.
b. Obyek forma, ialah usaha mencari keterangan secara radikal
(sedalam-dalamnya sampai ke akar-akarnya) tentang obyek
materia (Tuhan, manusia atau alam) sejauh terjangkau
pembuktiannya melalui penelitian, percobaan dan
pengalaman manusia (melalui panca inderanya) dengan
menggunakan akalnya sampai ke akar persoalannya sampai
ke sebab-sebab dan ke “mengapa” terakhir sepanjang
kemungkinan yang ada pada akal budi manusia berdasarkan
kekuatannya.8

5. Hakekat masalah tentang filsafat


a. Tuhan
b. Manusia

8
Endang, Opcit., hlm. 87-88
c. Alam
Dengan ilmu pengetahuan dan teknologi manusia mampu
untuk memberikan jawaban atas permasalahan manusia dan alam ,
tetapi di sisi lain juga masih banyak persoalan manusia dan alam
yang belum terjawab oleh keberaan ilmu pengetahuan dan
teknologi atau masih menjadi misteri. Sedangkan masalah Tuhan
adalah sama sekali di luar jangkauan ilmu pengetahuan empiris dan
eksmperimental. Misteri-misteri problem alam dan manusia serta
ketidak mampuan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk
menjawab persoalan Tuhan adalah menjadi obyek kajian bagi
filsafat.

6. Tujuan, fungsi dan manfaat filsafat


a. Tujuan Filsafat :
1) Memberi kepuasan kepada keinginan manusia akan
pengetahuan yang tersusun secara tertib akan kebenaran;
2) Memberi pengertian dan kebijaksanaan;
3) Memberi pemandangan manusia tentang dunia.
b. Fungsi Filsafat :
1) Sebagai induk ilmu pengetahuan
2) Sebagai interdisipliner sistem, artinya tempat
bermuaranya berbagai disiplin ilmu.
3) Menetapkan nilai, tujuan dan arah serta menuntun pada
jalan yang baru –benar.
4) Membangun keyakinan keagamaan atas dasar yang
matang secara intelektual.
5) Mendukung kepercayaan keagamaan seseorang, asal saja
kepercayaan tersebut tidak tergantung pada konsepsi yang
pra-ilmiah, yang usang, yang sempit dan yang dogmatis.
7. Manfaat Filsafat :
a. Menyadarkan manusia terhadap apa yang sudah biasa
diyakini, digauli, digunakan dan dilakukannya.
b. Mengintegrasikan ilmu pengetahuan, artinya memandang
segala sesuatu merupakan suatu sistem keseluruhan dalam
segala aspeknya.
c. Mempertajam pikiran ;
d. Memberikan dasar-dasar pengetahuan yang dibutuhkan untuk
hidup secara baik.
e. Mengajarkan manusia, bagaimana ia harus hidup, agar dapat
menjadi manusia yang baik dan berharga.
f. Melatih diri untuk berpikir kritis dan runtut serta menyususn
hasil pemikirannya secara sistematis;
g. Menambah pandangan dan cakrawala yang lebih luas agar
tidak berpikir dan bersikap sempit dan tertutup;
h. Melatih diri melakukan penelitian, pengkajian dan
memutuskan atau mengambil kesimpulan mengenai sesuatu
hal secara mendalam dan kommprehensif.
i. Menjadikan diri bersifat dinamis dan terbuka dalam
menghadapi berbagai problem.
j. Membuat diri manjadi manusia yang penuh toleransi dan
tenggang rasa.
k. Menjadi alat yang berguna bagi manusia baik untuk
kepentingan pribadi maupun dalam hubungannya dengan
orang lain.
l. Menyadari akan kedudukan manusia, baik sebagai pribadi
maupun dalam hubungannya dengan orang lain, alam sekitar
dan Tuhan Yang Maha Esa.
m. Menjadikan manusia lebih dekat kepada Tuhan Yang Maha
Esa.
n. Menjaga jawaban (baru) terhadap persoalan filsafat yang
terus menerus dipertanyakan selama ini. Jawaban baru berarti
temuan baru dalam ilmu baru.
o. Menunjukkan bahwa ide-ide falsafati memiliki relevansi
dengan persoalan masa kini.
p. Untuk menjadikan diri kita lebih memiliki kesadaran, lebih
kritis, lebih cerdas, dan lebih bijaksana.

8. Metode, batasan dan relativitas filsafat


a. Metode :
1) Kritis, artinya selalu mempertanyakan segala sesuatu
secara kritis sampai ke akar permasalahannya.
2) Rasional, artinya dalam upaya mencari kebenaran filsafat
menggunakan akal-rasio.
3) Sistematis, artinya apa yang upayakan oleh filsafat akan
kebenaran yang hakiki dilakukan secara sistematis sesuai
dengan tahap-tahapannya.
4) Metode historis, artinya perbincangan fislafat sesuai
dengan waktu kejadian.
5) Analisis, yaitu pernyataan-pernyataan dalam bagian-
bagiannya sehingga kita dapat melakukan pemeriksaan
atas makna yang terkandung.
6) Sintesis, yaitu upaya mencari kesatuan di dalam
keragaman, artinya mengumpulkan suatu pengetahuan
yang dapat diperoleh.
b. Batasan Filsafat :
Berpikir tentang obyek permasalahan untuk mencapai
kebenaran hakiki sejauh yang dapat jangkau oleh akal.
c. Relaltivitas Filsafat :
Kebenaran filsafat bersifat relatif, bukan mutlak/absolut.

9. Cabang-cabang Filsafat
a. Metafisika, tentang hakikat yang ada di balik fisika, tentang
hakikat yang bersifat transenden, di luar atau di atas jangkuan
pengalaman manusia.
b. Logika, tentang fikiran yang benar dan yang salah.
c. Etika, tentang tingkah laku yang baik dan yang buruk
d. Estetika, tentang kreasi yang indah dan yang jelek.
e. Epistemologi, tentang pengetahuan yang benar, hasilnya suatu
ilmu pengetahuan
f. Filsafat-filasafat khusus lainnya seperti ; filsafat hukum,
filsafat sejarah, filsafat alam, filsafat agama, filsafat manusia,
filsafat pendidikan, filsafat ilmu, filsafat ekonomi dan lain
sebagainya.

10. Aliran-aliran Filsafat


a. Aliran-aliran Metafisika
Menurut Prof. Sutan Takdir Alisyahbana :
1) Yang mengenai Kuantitas (jumlah) :
i. Monisme, aliran yang mengemukakan unsur pokok
segala yang ada adalah esa, satu (menurut Thales
adalah air; menurut Anaximandros adalah aperion
(api) dan menurut Anaximenes adalah udara ).
ii. Dualisme, ialah aliran yang berpendirian unsur pokok
sarwa yang ada ini adalah dua, yaitu roh dan benda.
iii. Pluralisme, ialah aliran yang berpendapat unsur
pokok hakikat kenyataan ini adalah banyak (menurut
Empedokles : udara, api, udara dan tanah)
2) Yang mengenai Kualitas (Sifat), dibagi dua :
i. Yang melihat hakikat kenyataan ini tetap : (i)
Spiritualisme ialah aliran yang berpendapat hakikat
itu bersifat roh; (ii) Materialisme, ialah aliran yang
berpendirian hakekat itu bersifat materi .
ii. Yang melihat hakikat kenyataan itu sebagi kejadian.
(i) Mekanisme, ialah aliran yang berkeyakinan,
bahwa kejadian di dunia ini berlaku dengan
sendirinya menurut hukum sebab-akibat.
(ii) Aliran Teologi, ialah yang berkeyakinan, bahwa
kejadian yang satu berhubungan dengan kejadian
yang lain, bukan oleh sebab akibat, melainkan
semata-mata oleh tujuan yang sama.
(iii) Determinisme, ialah aliran yang mengajarkan
bahwa kemauan manusia itu tidak merdeka
dalam mengambil keputusan-keputusan yang
penting, mtetapi sudah terpasti terlebih dahulu;
(iv) Indeterminisme, ialah aliran yang berpendirian
bahwa manusia itu bebas dalam arti yang seluas-
luasnya.

b. Aliran-aliran Etika
1. Aliran Etika Naturalisme ialah aliran yang beranggapan
bahwa kebahagiaan manusise2a itu didapatkan dengan
menurutkan panggilan natura (fitrah) kejadian manusia
sendiri.
2. Aliran Etika Hedonisme ialah aliran yang berpendapat
bahwa perbuatan susila itu ialah yang menimbulkan
kenikmatan dan kelezatan.
3. Aliran Etika Utilitarianisme ialah aliran yang menilai baik
buruknya perbuatan manusia itu ditinjau dari kecil dan
besarnya manfaat bagi manusia (utily : manfaat).
4. Aliran Etika Idealisme, ialah aliran yang berpendirian
bahwa perbuatan manusia tidak terikat pada sebab-
musabab lahir, tetapi berdasarkan pada prinsip kerohanian
(idea) yang lebih tinggi.
5. Aliran Etika Vitalisme, ialah aliran yang menilai baik
buruknya perbuatan manusia terukur dari ada tidaknya
daya hidup (vital) yang maksimum mengendalikan
perbuatan manusia.
6. Aliran Etika Theologis, ialah aliran yang berkeyakinan
bahwa ukuran baik dan buruknya perbuatan manusia itu
dinilai dengan sesuai dan tidak sesuainya dengan perintah
Tuhan (Theos : Tuhan).

c. Aliran-aliran Teori Pengetahuan


1. Golongan yang mengemukakan asal atau sumber
pengetahuan:
1) Rasionalisme, ialah aliran yang berpendapat, bahwa
sumber pengetahuan manusia adalah pikran, rasio,
jiwa manusia.
2) Empirisisme, ialah aliran yang mengatakan, bahwa
pengetahuan manusia itu berasal dari pengalaman
manusia, dari dunia luar yang ditangkap
pancainderanya.
3) Kritisisme (Transendentalisme) ialah aliran yang
berpendapat bahwa pengetahuan manusia itu berasal,
baik dari dunia luar maupun dari jiwa atau pikiran
manusia.
2. Golongan yang mengemukakan hakekat pengetahuan
manusia :
1) Realisme, ialah aliran yang berpendirian bahwa
pengetahuan manusia itu ialah gambar yang baik
dan tepat tentang kebenaran, dalam pengetahuan
yang baik tergambarkan kebenaran seperti
sesungguhnya ada.
2) Idealisme, ialah aliran yang berpendapat bahwa
pengetahuan itu tidak lain adalah kejadian dalam
jiwa manusia, sedang kenyataan yang diketahui
manusia itu terletak di luarnya.

d. Aliran-aliran filafat lainnya


1. Eksistensialisme, ialah aliran yang berpendirian segala
sesuatu bertitik tolak pada manusia sebagai pusatnya;
2. Pragmatisme, ialah aliran yang berpendapat bahwa benar
tidaknya suatu ucapan, perbuatan, dalil atau teori semata-
mata tergantung pada manfaat atau tidaknya ucapan,
perbuatan, dalil atau teori tersebut bagi manusia untuk
bertindak dalam kehidupannya.
3. Fenomenologi, ialah aliran yang berpendapat bahwa hasrat
yang kuat untuk mengerti yang sebenarnya dan keyakinan
bahwa pengertian itu dapat dicapai , jika kita mengamat-
amati fenomena (gejala) yang kita temuai di alam realitas.
4. Positivisme, ialah aliran yang berpendapat bahwa segala
sesuatu berpangkal pada peristiwa-peristiwa yang positif,
artinya dialami manusia.
5. Aliran Filsafat Hidup ialah aliran yang berpendapat bahwa
segala sesuatu berkaitan dengan kehendak, hati dan iman
(keyakinan) yang melingkupi kehidupan manusia.

B. FILSAFAT ILMU
1. Pengertian Filsafat Ilmu
Menurut Bunyamin (wibisono, 1984) merupakan cabang
ilmu Filsafat yang menelaah secara sistematis mengenai sifat
dasar ilmu, metode-metodenya, konsep-konsepnya dan
praanggapan-praanggapan serta letaknya dalam kerangka umum
dari cabang pengetahuan intelektual.
Filsafat Ilmu merupakan bagian dari Epistemologi atau
Filsafat Pengetahuan, yang secara spesifik mengkaji hakikat
Ilmu Pengetahuan. Filsafat Ilmu adalah segenap pemikiran
reflektif terhadap persoalan-persoalan mengenai segala hal yang
menyangkut landasan ilmu maupun hubungan ilmu dengan
segala segi dari kehidupan manusia. Filsafat Ilmu merupakan
suatu pengetahuan campuran yang eksistensi dan pemekarannya
bergantung pada hubungan interaksi antara filsafat dan ilmu.
Filsafat Ilmu merupakan penerusan pengembangan filsafat
pengetahuan, dimana obyeknya adalah ilmu pengetahuan itu
sendiri, karenanya setiap saat ilmu itu bisa berubah mengikuti
perkembangan zaman yang lahir setelah pengetahuan lama
melewati pengujian dengan metodologi tertentu menjadi ilmu
pengetahuan baru. Filsafat Ilmu mengarahkan pada strategi
pengembangan ilmu yang menyangkut nilai etika dan estetika
sampai dimensi kebudayaan bagi kehidupan manusia.9
Menurut Stephen R. Toulmin (1982 : 376) Filsafat Ilmu
mencoba pertama-tama menjelaskan unsur-unsur yang terlihat
dalam proses penyelidikan ilmiah, prosedur-prosedur
pengamatan, pola-pola perbincangan, metode-metode
penggantian dan perhitungan, pra-anggapan-pra-anggapan
metafisis, dan dari sudut-sudut tinjauan logika formal,
metodologi praktis dan metafisika.
The Liang Gie (2004 : 61) Filsafat Ilmu adalah segenap
pemikiran reflektif terhadap persoalan-persoalan mengenai
segala hal yang menyangkut landasan ilmu maupun hubungan

9
Aripin Banasuru, Filsafat dan Filsafat Ilmu, dari hakikat ke tanggung jawab,
(Bandung : Alfabeta, 2013), Cet. 1, h. 85.
ilmu dengan segala segi kehidupan manusia. Pengertian ini
sangat umum dan cakupannya luas, hal yang penting untuk
difahami adalah bahwa Filsafat Ilmu merupakan telaah
kefilsafatan terhadap hal-hal yang berkaitan/menyangkut ilmu,
dan bukan kajian di dalam struktur ilmu itu sendiri. Terdapat
beberapa istilah dalam pustaka yang disamakan dengan Filsafat
Ilmu, seperti : Theory of scinces, meta sciences, methodology,
dan sciences of science, semua istilah tersebut nampaknya
menunjukkan perbedaan dalam titik tekan pembahasan, namun
semua itu pada dasarnya tercakup dalam kajian Filsafat Ilmu.

2. Ruang Lingkup Filsafat Ilmu


Filsafat Ilmu sampai tahun 1990 telah berkembang pesat,
sehingga menjadi bidang pengetahuan yang amat luas dan
sangat mendalam. Ruang lingkup filsafat ilmu menurut
beberapa ahli diantaranya :
a. Peter Angeles , Ilmu empat bidang konsentrasi yang utama,
yaitu (1) telaah mengenai berbagai konsep, praanggapan dan
metode ilmu berikut analisis, perluasan dan penyusunannya
dalam memperoleh yang lebih baik dan cermat, (2) Telaah
dan pembenaran mengenai proses penalaran dalam ilmu
berikut strukturnya, (3) Telaah mengenai saling kaitan di
antara berbagai ilmu dan (4) Telaah mengenai akibat
pengetahuan ilmiah bagi hal-hal yang berkaitan dengan
penerapan dan pemahaman manusia.
b. A. Cornelius Bunyamin, Filsuf ini membagi pokok soal
Filsafat Ilmu dalam tiga bidang; (1) Logika ilmu yang
berlawanan dengan epistemology ilmu; (2) Filsafat Ilmu
kealaman yang berlawanan dengan filsafat ilmu
kemanusiaan; (3) Filsafat Ilmu yang berlawanan dengan
telaah masalah filsafati dari ilmu-ilmu khusus, dan (4)
Filsafat Ilmu yang berlawanan dengan sejarah ilmu.
c. Israel Scheffer , ruang lingkup Filsafat Ilmu dibagi menjadi
tiga bidang; (1) Peranan ilmu dalam masyarakat, (2) Dunia
sebagaimana digambarkan oleh ilmu dan (3) Landasan-
landasan ilmu.
d. J.J.C Smart, Filsuf ini menganggap filsafat Ilmu mempunyai
dua komponen utama, yaitu (1) Bahasan analitis dan
metodologis tentang ilmu, (2) Penggunaan ilmu untuk
membantu pemecahan problem. 10

3. Tujuan Filsafat Ilmu


Filsafat Ilmu sebagai suatu disiplin ilmu memiliki tujuan adalah:
a. Mendalami unsur-unsur pokok llmu, sehingga secara
menyeluruh kita dapat memahami sumber, hakikat dan
tujuan ilmu;
b. Memahami sejarah pertumbuhan, perkembangan dan
kemajuan ilmu di berbagai bidang, sehingga kita mendapat
gambaran tentang proses ilmu kontemporer secara historis ;
c. Menjadi pedoman bagi para dosen dan mahasiswa dalam
mendalami studi di perguruan tinggi terutama untuk
membedakan persoalan yang ilmiah dan nonilmiah;
d. Mendorong pada calon ilmuwan dan ilmuwan untuk
konsisten dalam mendalami ilmu dan mengembangkannya;
e. Mempertegas bahwa dalam persoalan sumber dan tujuan
antara ilmu dan agama tidak ada pertentangan. 11
f. Menjadi alat ukur atau norma-norma ilmiah suatu ilmu
yang melahirkan sikap-sikap ilmiah atau kode etik para
ilmuwan berdasarkan aspek ontologism (obyek kajian),
10
Muhamad Adib, Filsafat Ilmu, Ontologi, Epistemologi, Aksiologi, dan Logika Ilmu
Pengetahuan, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2011), Cetakan ke-2, h. 55-56
11
Amsal Bahtiar, Filsafat Ilmu, 2012, Raja Grafindo Persada, Jakarta, Cet. 11, h. 20.
epistemologis (unsur kebenaran) dan aksiologis (nilai; etika
dan estetika).
g. Sarana pengujian penalaran ilmiah, sehingga orang menjadi
kritis terhadap kegiatan ilmiah. Setiap ilmuwan harus
memiliki sikap kritis terhadap bidang ilmu yang
digelutinya. Ini akan menjadikan terhindar dari sikap
solipsistic, yaitu sikap yang menganggap dirinya paling
benar.
h. Usaha merefkeksi, menguji, mengkritik asumsi dan metode
keilmuan;
i. Memberikan pendasaran logis terhadap metode keilmuan.
Oleh karena itu, setiap metode keilmuwan yang
dikembangkan harus dapat dipertanggungjawabkan.12
4. Cabang-Cabang Filsafat Ilmu
Cabang-cabang Filsafat Ilmu meliputi :
a. Ontologi
Obyek telaah ontology berkaitan dengan eksistensi sesuatu
yaitu “yang ada” pada dataran studi filsafat pada umumnya
dilakukan oleh filsafat metafisika. Istilah ontology banyak
digunakan ketika membahas “yang ada” dalam konteks
filsafat ilmu. Ontologi membahas “yang ada” yang universal,
menampilkan pemikiran semesta universal. Ontologi
berupaya mencari inti yang termuat dalam setiap kenyataan.
Lorens Bagus (Muhajir, 1997; 57) menegaskan bahwa
ontology menjelaskan “yang ada” yang meliputi semua
realitas dalam semua bentuknya.
Untuk pendekatan kuantitatif, realitas tampil dalam kuantitas
– jumlah telaahnya akan menjadi telaah monism, parelelisme
atau prulalisme. Untuk pendekatan kualitatif, realitas tampil

12
Aripin Bansuru, Op. Cit. h. 85.
menjadi aliran-aliran materalisme, idealism atau
hylomorphisme.
b. Epistemologi
Epistemologi terdiri atas epistemology subjektif dan
epistemology pragmatic. Epistemologi Subjektif memberikan
implikasi pada standar rasional tentang hal yang diyakini.
Menggunakan standar berarti bahwa sesuatu yang diyakini
benar itu, tentunya memiliki sifat reliable. Apabila tetap
sebagai standar, para reliabilis itu pada hakikatnya adalah
obyektifitas . Sebaliknya, karena yang diyakini benar tersebut
diperoleh secara reflektif, maka sifatnya menjadi kembali
subjektif (Muhajir, 1997 ;62).

c. Aksiologi
Aksiologi Scheler menampilkan konsep-konsep etiknya
tentang pengalaman nilai, bedanya yang baik dengan yang
mempunyai value. Scheler menampilkan empat jenis value ,
yaklni :
1) Values Sensual, dalam tampilan seperti menyenangkan
dan tidak menyenangkan ;
2) Nilai hidup seperti agung atau bersahaja ;
3) Nilai kejiwaan, seperti nilai estetis, nilai benar, nilai salah
dan nilai instrinsik ilmu, nilai religious seperti yang suci
dan yang sakral. 13

C. PERBEDAAN FILSAFAT, ILMU DAN FILSAFAT ILMU


1. Filsafat
Filsafat merupakan cara berpikir yamg kompleks, suatu
pandangan atau teori yang sering tidak bertujuan praktis, tetapi
teoritis. Filsafat selalu memandang sebab-sebab terdalam ,
13
Ibid, h. 95-96.
tercapai dengan akal murni. Filsafat membantu untuk
mendalami pertanyaan asasi manusia tentang makna realitas dan
ruang lingkupnya yang dapat dipelajari secara sistematis dan
holistic.
2. Ilmu
Ilmu merupakan salah satu dari pengetahuan manusia. Ilmu
membuka mata kita terhadap berbagai kekurangan. Ilmu tidak
mengikat apresiasi. Ilmu merupakan kumpulan pengetahuan
yang disusun secara konsisten dan kebenarannya telah teruji
secara empiris. Ilmu harus dilaksanakan dengan metode
tertentu. Kesatuan interaksi antara aktivitas, metode dan
pengetahuan dapat digambarkan sebagai segitiga penyusunan
menjadi ilmu.
3. Filsafat Ilmu
Filafat ilmu adalah segenap pemikiran yang reflektif terhadap
persoalan-persoalan mengenai segala hal yang menyangkut
landasan maupun hubungan ilmu dengan segala segi kehidupan
manusia. Filsafat ilmu merupakan suatu telaah kritis terhadap
metode yang digunakan oleh ilmu tertentu terhadap lambang-
lambang dan struktur penalaran yang digunakan. Filafat ilmu
adalah upaya untuk mencari kejelasan mengenai dasar-dasar
konsep, asumsi dan postulat mengenai ilmu. Filsafat Ilmu
merupakan studi gabungan yang terdiri atas beberapa studi yang
beraneka macam yang ditujukan untuk menetapkan batas yang
tegas mengenai ilmu tertentu. 14

14
Muhamad Adib, Loc. Cit, h. 57

Anda mungkin juga menyukai