A. Pengertian Filsafat
Kata Filsafat berasal dari kata: Falsafah (bhs. Arab), Philosophy (bhs. Inggris), dan
Philosophia (bhs Yunani). Philosophia terdiri atas 2 kata yakni Philos/philein (artinya:
cinta/senang/suka, love), dan Sophia (artinya: pengetahuan atau hikmat atau
kebijaksanaan, wisdom). Secara hurufiah, filsafat (philosophia) berarti: cinta akan
kebenaran/pengetahuan/kebijaksanaan (love of wisdom). Jadi, Filsafat adalah cinta
pada ilmu pengetahuan atau kebenaran, suka kepada hikmat dan kebijaksanaan.
Seorang filsuf adalah pecinta atau pencari pengetahuan, kebenaran dan kebijaksanaan.
Kedelapan ciri berpikir filsafat ini menjadikan filsafat cenderung berbeda dengan ciri
berpikir ilmu-ilmu lainnya, sekaligus menempatkan kedudukan filsafat sebagai bidang
keilmuan yang netral, terutama ciri ketujuh.
1. Asal
2. Peranan
Filsafat telah memerankan sedikitnya tiga peranan dalam sejarah pemikiran manusia
sbb :
Filsafat sebagai objek pemikiran, mengandung dua sisi penting, yaitu sisi fungsi dan
artinya bagi manusia. Sisi fungsi menunjuk pada filsafat hidup, dan sisi arti menunjuk
pada filsafat akademik.
1) Filsafat hidup (way of life) atau pedoman hidup yang kemudian membentuk cara
hidup yang mendasarkan diri pada suatu paham untuk mencapai tujuan hidup
(fungsi). Yang menjadi dasar atau sumber dari filsafat hidup ini adalah paham
atau aliran-aliran yang bersumber dari agama, kepercayaan- kepercayaan dan
adat istiadat yang berlaku dan hidup dalam masyarakat.
2) Filsafat akademik. Berbeda dengan filsafat hidup, filsafat akademik mempelajari
objek menurut cara pandang, metode dan sistem tertentu untuk mendapatkan
kebenaran yang dapat dipertanggungjawabkan. Yang menjadi sasaran filsafat
akademik adalah pengetahuan hakiki mengenai hal atau barang sesuatu (arti).
MATERI 3 : MEMAHAMI FILSAFAT ILMU
Ada berbagai definisi para ahli tentang filsafat ilmu. Empat definisi yang paling
representative sbb :
1) Robert Ackermann : filsafat ilmu adalah sebuah tinjauan kritis tentang pendapat-
pendapat ilmiah dewasa ini yang dibandingkan dengan pendapat-pendapat
terdahulu yang telah dibuktikan.
2) Lewis White Beck: filsafat ilmu mempertanyakan dan menilai metode-metode
pemikiran ilmiah, serta mencoba menetapkan nilai dan pentingnya usaha ilmiah
sebagai suatu keseluruhan.
3) Cornelius Benjamin: filsafat ilmu merupakan cabang pengetahuan filsafat yang
menelaah secaera sistematis mengenai sifat dasar ilmu, metode-metodenya,
konsep-konsepnya, dan praanggapan-praanggapannya, serta letaknya dalam
kerangka umum dari cabang pengetahuan intelektual.
4) May Brodbeck: filsafat ilmu sebagai analisis yang netral secara etis dan filsafati,
pelukisan dan penjelasan mengenai landasan-landasan ilmu.
Keempat definisi tersebut memperlihatkan ruang lingkup atau cakupan yang dibahas
dalam filsafat ilmu sbb :
Dari kelima faktor itu, yang paling banyak dibicarakan, terutama adalah sejarah
perkembangan ilmu, metode ilmiah dan sikap etis dalam pengembangan ilmu
pengetahuan.
Sikap etis dalam pengembangan ilmu pengetahuan merupakan salah satu isu penting
dalam filsafat ilmu, terutama untuk menjawab persoalan apakah ilmu itu bebas nilai
atau tidak. Ada dua kubu yang saling berhadapan: satu pihak beranggapan bahwa ilmu
itu harus bebas nilai, dan pihak lain beranggapan bahwa ilmu itu tidak mungkin bebas
nilai, karena terkait dengan kepentingan sosial.
1. Tujuan
Filsafat ilmu sebagai sarana pengujian penalaran ilmiah, sehingga orang
menjadi kritis terhadap kegiatan ilmiah
Filsafat ilmu merupakan usaha merefleksi, menguji, mengkritik asumsi dan
metode keilmuan.
Filsafat ilmu memberikan pendasaran logis terhadap metode keilmuan.
2. Implikasi
Bagi seseorang yang mempelajari filsafat ilmu, diperlukan pengetahuan
dasar yang memadai tentang ilmu, supaya para ilmuwan memiliki landasan
berpijak yang kuat.
Menyadarkan seorang ilmuwan agar tidak terjebak ke dalam pola pikir
“menara gading”, yakni hanya berpikir murni dalam bidangnya tanpa
mengaitkannya dengan kenyataan yang ada di luar dirinya. Padahal, setiap
aktivitas keilmuan nyaris tidak dapat dilepaskan dari konteks kehidupan
sosial masyarakat.
1. Prosedur ilmiah yang harus dipenuhi agar hasil kerja ilmiah itu diakui oleh para
ilmuwan lainnya.
2. Metode ilmiah yang dipergunakan, sehingga kesimpulan atau hasil temuan
ilmiah itu bisa diterima (entah sementara atau seterusnya) oleh para ilmuwan,
terutama bidang ilmu yang sejenis.
3. Diakui secara akademis karena gelar atau pendidikan formal yang ditempuhnya.
4. Ilmuwan harus memiliki kejujuran ilmiah sehingga tidak mengklaim hasil temuan
ilmuwan lain sebagai miliknya.
5. Ilmuwan yang baik harus mempunyai rasa ingin tahu (curiosity) yang besar,
sehingga senantiasa tertarik pada perkembangan ilmu yang terbaru dalam
rangka mendukung profesionalitas keilmuannya.
MATERI 4 : Memahami Ilmu Pengetahuan
1. Objek Formal
filsafat ilmu adalah hakikat (esensi) ilmu pengetahuan, artinya filsafat ilmu lebih
menaruh perhatian terhadap problem-problem mendasar ilmu pengetahuan seperti: apa
hakikat ilmu itu sesungguhnya (landasan ontologis), bagaimana cara memperoleh
kebenaran (landasan epistemologis), dan apa fungsi ilmu pengetahuan itu bagi
manusia (landasan aksiologis).
1) siklus empirik untuk ilmu-ilmu alam, dan metode linier untuk ilmu-ilmu sosial-
humaniora.
Cara kerja siklus empirik: observasi ≈ penerapan metode induktif ≈ melakukan
eksperimentasi (percobaan) ≈ verifikasi/ pengujian ulang terhadap hipotesis yang
diajukan ≈ melahirkan teori baru.
2) Cara kerja metode linier: persepsi (penangkap inderawi terhadap realitas yang
diamati) ≈ konsepsi (menyusun sebuah pengertian) ≈ prediksi (peramalan
terhadap kemungkinan yang akan terjadi.
Ilmu pengetahuan berasal dari kata Inggris: science, yang berasal dari kata
Latin: scientia (dari kata kerja: scire), yang berarti mempelajari, mengetahui.
Pertumbuhan selanjutnya pengertian ilmu mengalami perluasan arti sehingga
menunjuk pada segenap pengetahuan sistematik.
The Liang Gie memberikan pengertian ilmu adalah rangkaian aktivitas
penelaahan yang mencari penjelasan suatu metode untuk memperoleh
pemahaman secara rasional empiris mengenai dunia ini dalam berbagai seginya,
dan keseluruhan pengetahuan sistematis yang menjelaskan berbagai gejala
yang ingin dimengerti manusia. Jadi harus ada aktivitas manusia dengan
menggunakan metode tertentu sehingga menghasilkan pengetahuan yang
sistematis.
Ilmu sebagai aktivitas ilmiah berwujud: penelaahan (study), penyelidikan
(inquiry), usaha menemukan (attempt to find), atau pencarian (search).
Pencarian dalam ilmu sering dilakukan berulang-ulang (research).
Archie Bahm: definisi ilmu pengetahuan melibatkan 6 komponen, yaitu: masalah
(problem), sikap (attitude), metode (method), aktivitas (activity), kesimpulan
(conclusions), dan pengaruh (effects).
Karl Raimond Popper membagi ilmu pengetahuan atas 3 dunia (world) sbb :
Dunia 3, yaitu segala hipotesis, hukum dan teori ciptaan manusia dan hasil kerja sama
antara dunia 1 dan 2, serta seluruh bidang kebudayaan, seni, metafisika, agama dsb.
Pengertian teknologi dikaitkan dengan dimensi pengetahuan (Tim Dosen Filsafat UGM).
Menurut The Liang Gie, ada 7 perbedaan antara ilmu dan teknologi yakni :
Cara yang paling umum untuk mendapatkan pengetahuan tentang masa lalu adalah
dengan bersandar kepada kesaksian orang-orang lain, yakni kepada otoritas. Kita
mengetahui bahwa Aristoteles atau Yesus pernah hidup karena kesaksian dari orang-
orang yang hidup pada masa mereka dan dari ahli-ahli sejarah.
Kita harus sadar bahwa kesaksian atau otoritas itu hanyalah merupakan sumber kedua
bukan sumber pertama. Kita tidak boleh puas hanya dengan memperoleh informasi dari
sumber kedua tetapi sedapat mungkin kita mencari informasi dari sumber pertama.
Aliran yang menegaskan bahwa kita mengetahui apa yang kita dapatkan dari panca
indera yakni Empirisme. Apa yang kita lihat, dengar, sentuh, cium dan cicipi, yakni
pengalaman-pengalaman yang konkrit, membentuk bidang pengetahuan, itulah
pendirian empirisme.
Walaupun kita bersandar kepada pengetahuan empiris untuk mengenal fakta dalam
dunia, kita perlu bersikap hati-hati dan sadar bahwa kita mungkin tersesat walaupun
dalam bidang data pancaindera, karena prasangka dan emosi.
Aliran yang menekankan bahwa pikiran atau akal adalah faktor yang pokok dalam
pengetahuan kita, dinamakan rasionalisme. Rasionalisme adalah pandangan bahwa
kita mengetahui apa yang kita pikirkan dan bahwa akal mempunyai kemampuan untuk
mengungkapkan kebenaran dengan diri sendiri, atau bahwa pengetahuan itu diperoleh
dengan cara membandingkan ide-ide. Bagi rasionalisme, pengetahuan hanya terdapat
dalam konsep, prinsip dan hukum, dan tidak dalam fisik.
Kekurangan dari rasionalisme ini adalah kita mungkin mengganti pengamatan empiris
dengan pemikiran deduktif. Kita mungkin menerima suatu sistem yang memiliki
konsistensi logika tetapi tidak relevan dengan dunia tempat kita hidup.
D. Dalam diri sendiri sebagai sumber (bersandar pada intuisi).
Intuisi merupakan salah satu sumber pengetahuan, yaitu pemahaman yang langsung
tentang suatu realitas yang tidak merupakan suatu pemikiran yang sadar atau persepsi
rasa secara langsung.
Kelemahan dan bahaya intuisi adalah bahwa ia bukan memperoleh metode yang aman
jika dipergunakan sendirian. Ia dapat tersesat dengan mudah dan mendorong kepada
pengakuan-pengakuan yang tidak masuk akal kecuali dicek oleh akal dan indera.
Kedua aliran ini (subjektivisme dan objektivisme) mempunyai peran yang sama
pentingnya dalam penyelidikan ilmiah.
Empat cara atau tingkatan pemikiran untuk mengetahui dan mencapai kebenaran sbb :
1. Logika formal. Cara berpikir ini merupakan tingkatan pertama yang telah
dijelaskan oleh Aristoteles dan disempurnakan oleh beberapa ahli logika
kemudian. Bentuk rasionalitas logika ini erat hubungannya dengan prinsip
kebenaran koherensi dalam kebenaran universal.
2. Penyelidikan empiris. Pada tingkatan kedua ini, kita menambahkan persepsi
inderawi kepada logika formal dan masuk dalam bidang sains yang bermacam-
macam. Pengetahuan kita tentang kejadian-kejadian khusus yang terjadi dalam
ruang dan waktu memerlukan persatuan antara logika dan dunia pengalaman
dan wujud yang selalu berubah. Sains adalah penyempurnaan, penghalusan,
dan pengecekan terhadap pengetahuan kita yang perseptual.
3. Pertimbangan normatif. Tingkatan ketiga ini melihat sesuatu dalam rangka
menilai lebih baik atau lebih jelek, benar atau salah, baik atau jahat. Dalam
memasuki bidang penyelidikan ini, kita tidak boleh melupakan rasionalitas logika
atau faktual, namun pandangan kita harus lebih mendalam. Kemampuan kritis
dari manusia harus dipergunakan untuk pertimbangan-pertimbangan nilai, baik
mengenai nilai moral, pandangan-pandangan estetika, atau pengalaman-
pengalaman beragama.
4. Rasionalitas yang menyeluruh. Tingkatan yang keempat ini merupakan tingkatan
pemikiran yanng paling inklusif, karena ia memakai dan melampaui pengetahuan
dalam tingkatan-tingkatan sebelumnya. Tingkatan ini terjadi jika pemikir
berusaha untuk berintegrasi dengan apa yang dipikirkan dan mencapai
pandangan yang komprehensif/menyeluruh tentang suatu hal. Tingkatan ini bisa
disebut dengan “rasa metafisika” manusia.
MATERI 7 :
Untuk mendapatkan pengetahuan yang ilmiah, seorang ilmuwan dituntut bisa membuat
suatu definisi dari setiap konsep dengan baik, dan bisa bernalar dengan baik dari setiap
proposisi yang digunakannya. Karena itu, masalah definisi dan penalaran adalah
termasuk hal yang sangat penting dalam filsafat ilmu.
Definisi
Definisi dari bhs. latin: definire: menandai batas-batas pada sesuatu, menentukan
batas, memberi ketentuan atau batasan arti. Jadi definisi dapat berarti sebuah
pernyataan yang memuat penjelasan tentang arti suatu term (istilah).
Definisi terbagi atas dua bagian yakni : bagian pangkal (difiniendum) yang berisi
istilah yang harus diberi penjelasan, dan bagian pembatas (difiniens) yang berisi
uraian mengenai arti dari bagian pangkal.
3 Macam defenisi
1. Definisi nominalis: menjelaskan sebuah kata dengan kata lain yang lebih umum
dimengerti.
2. Definisi realis: penjelasan tentang hal yang ditandai oleh sesuatu term.
3. Definisi praktis: penjelasan tentang hal sesuatu ditinjau dari segi penggunaan
dan tujuan yang sederhana.
Syarat-syarat definisi
1. Sebuah definisi harus menyatakan ciri-ciri hakiki dari apa yang didefinisikan,
yakni menunjukkan pengertian umum (genus) yang meliputinya beserta ciri
pembedanya yang penting.
2. Sebuah definisi harus merupakan suatu kesetaraan arti dengan yang
didefinisikan, maksudnya tidak terlampau luas dan tidak terlampau sempit.
3. Sebuah definisi harus menghindarkan pernyataan yang memuat term yang
didefinisikan, artinya definisi tidak boleh berputar-putar memuat secara langsung
atau tidak langsung subjek yang didefinisikan.
4. Sebuah definisi sedapat mungkin harus dinyatakan dalam bentuk rumusan yang
positif, yakni tidak boleh dinyatakan secara negative jika dapat dinyatakan
dengan kata-kata yang positif
5. Sebuah definisi harus dinyatakan secara singkat dan jelas terlepas dari rumusan
yang kabur atau bahasa kiasan, karena maksud membuat definisi adalah
memberi penjelasan serta menghilangkan makna ganda.
B. Penalaran
Penalaran adalah suatu proses penarikan kesimpulan dari satu atau lebih proposisi.
Penalaran terbagi atas :
Prinsip Penalaran
1. Prinsip identitas (principium identitas): “sesuatu hal adalah sama dengan halnya
sendiri” (Aristoteles).
2. Prinsip kontradiksi (principium contradictionis): “sesuatu tidak dapat sekaligus
merupakan hal itu dan bukan hal itu pada waktu yang bersamaan” (Aristoteles).
3. Prinsip eksklusi tertii (principium exclusi tertii): “sesuatu jika dinyatakan sebagai
hal tertentu atau bukan hal tertentu maka tidak ada kemungkinan ketiga yang
merupakan jalan tengah” (Aristoteles).
4. Prinsip cukup alasan (principium rationis sufficientis): “suatu perubahan yang
terjadi pada sesuatu hal tertentu mestilah berdasarkan alasan yang cukup, tidak
mungkin tiba-tiba berubah tanpa sebab-sebab yang mencukupinya” (Leibniz).
C. Silogisme
1. Pengertian yang menjadi subjek (S) kesimpulan disebut term (premis) minor.
2. Pengertian yang menjadi predikat (P) kesimpulan disebut term (premis) mayor.
3. Pengertian yang tidak terdapat dalam kesimpulan, tetapi terdapat dalam kedua
premis disebut term antara/pembanding.
Contoh: semua binatang makan. Sapi adalah binatang. Kesimpulan: Sapi itu makan.
(binatang adalah term pembanding, sapi adalah term minor, makan adalah term mayor,
semua binatang makan adalah premis mayor, sapi adalah binatang sebagai premis
minor).
D. Sesat pikir
Pandangan Hume tentang Tuhan tidak terlepas dari pendekatan empirismenya, yang
menganggap bahwa pengetahuan yang benar adalah pengetahuan yang diperoleh
melalui pengalaman atau eksperimen. Menurut Hume, ketika kita percaya kepada
Tuhan sebagai pengatur alam ini, kita berhadapan dengan berbagai dilema. Baginya,
tidak ada bukti yang dapat dipakai untuk membuktikan adanya Tuhan.
Menurut Popper, statemen yang tidak dapat dikritik adalah statemen yang irasional.
Sepanjang statemen itu rasional, akan selalu terbuka untuk dikritik. Di sini, terletak
perbedaan antara pengetahuan yang bersifat subjektif dan yang bersifat objektif.
Menurutnya, pengetahuan subjektif kebal terhadap kritikan, karena pengetahuan itu
semata-mata didasarkan pada disposisi subjek (menurut maunya subjek.) Sedangkan
pengetahuan objektif membuka diri terhadap kritikan, karena yang objektif adalah apa
yang ditetapkan oleh ilmu itu sendiri, lepas dari disposisi subjek.
Popper memberi peluang bagi falsifikasi (penyalahan, penyangkalan) suatu teori ilmiah,
bukan verifikasi (pembuktian kebenaran suatu teori). Bagi Popper, fakta-fakta yang
dicari bukan dengan maksud membenarkan suatu teori, tetapi justru sebaliknya,
menyalahkannya. Pandangan Popper tersebut bertendensi mencari-cari kesalahan
ilmiah dan kedengarannya bersifat negatif, tetapi bagi Popper, justru sangat positif
karena sangat mendorong pertumbuhan pengetahuan.
Thomas Samuel Kuhn (Revolusi Ilmu Pengetahuan)
Kuhn merupakan salah satu filsuf yang menyoroti aspek sejarah ilmu. Bagi Kuhn,
sejarah sangat menentukan karena sejarahlah yang berbicara tentang segala kegiatan
yang berhubungan dengan sains, sehingga peneliti mampu melihat pergeseran dan
perubahan yang terjadi dalam lapangan sains.
Lakatos menjelaskan jika dalam perspektif falsifikasi dogmatis, suatu teori dapat
difalsifikasi dan terbukti salah, sedangkan falsifikasi metodologis, teori itu mungkin
masih benar. karena itu, ia mengajukan teori tentang program riset sebagai metodologi
ilmiah.
MATERI 10 : ETIKA KEILMUWAN
Penerapan dari ilmu pengetahuan dan teknologi membutuhkan dimensi etis sebagai
pertimbangan dan kadang-kadang mempunyai pengaruh pada proses perkembangan
lebih lanjut ilmu pengetahuan dan teknologi. Tanggung jawab etis, merupakan sesuatu
yang menyangkut kegiatan maupun penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Dalam hal ini berarti ilmuwan dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi
harus memperhatikan kodrat manusia, martabat manusia, menjaga keseimbangan
ekosistem, bertanggung jawab pada kepentingan umum, kepentingan generasi
mendatang, dan bersifat universal, karena pada dasarnya ilmu pengetahuan dan
teknologi adalah untuk mengembangkan dan memperkokoh eksistensi manusia bukan
untuk menghancurkan eksistensi manusia.
Tanggung jawab ilmu pengetahuan dan teknologi menyangkut juga tanggung jawab
terhadap hal-hal yang akan datang dan telah diakibatkan ilmu pengetahuan dan
teknologi di masa-masa lalu, sekaran maupun apa akibatnya bagi masa depan
berdasar keputusan bebas manusia dalam kegiatannya.
Penemuan-penemuan baru dalam ilmu pengetahuan dan teknologi terbukti ada yang
dapat mengubah sesuatu aturan, baik alam maupun manusia. Hal ini tentu saja
menuntut tanggung jawab untuk selalu menjaga agar apa yang diwujudkannya dalam
perubahan tersebut akan merupakan perubahan yang terbaik bagi perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi itu sendiri maupun bagi perkembangan eksistensi manusia
secara utuh.
Paling tidak ada tiga faktor sebagai indikator bahwa ilmu pengetahuan itu bebas nilai,
yaitu sbb:
1. Ilmu harus bebas dari berbagai pengandaian, yakni bebas dari pengaruh
eksternal seperti faktor politis, ideologi, agama, budaya, dan unsur
kemasyarakatan lainnya.
2. Perlunya kebebasan usaha ilmiah agar otonomi ilmu pengetahuan terjamin.
Kebebasan itu menyangkut kemungkinan yang tersedia dan penentuan diri.
3. Penelitian ilmiah tidak luput dari pertimbangan etis yang sering dituding
menghambat kemajuan ilmu, karena nilai etis itu sendiri bersifat universal.
Max Weber, menyatakan bahwa ilmu sosial harus bebas nilai, tetapi ilmu sosial harus
menjadi nilai-nilai yang relevan.
Jurgen Habermas berpendirian bahwa teori sebagai produk ilmiah tidak pernah bebas
nilai. Habermas menegaskan lebih lanjut bahwa ilmu pengetahuan alam terbentuk
berdasarkan kepentingan teknis. Ilmu pengetahuan alam tidaklah netral, karena isinya
tidak lepas sama sekali dari kepentingan praktis.
Para ilmuwan perlu memiliki visi moral, yaitu moral khusus sebagai ilmuwan. Moral
inilah di dalam filsafat ilmu disebut juga sebagai sikap ilmiah. Sikap ilmiah ini harus
dimiliki oleh setiap ilmuwan, sebab sikap ilmiah adalah suatu sikap yang diarahkan
untuk mencapai pengetahuan ilmiah yang bersifat objektif. Sikap ilmiah bagi seorang
ilmuwan bukanlah membahas tentang tujuan dari ilmu, melainkan bagaimana cara
untuk mencapai suatu ilmu yang bebas dari prasangka pribadi dan dapat
dipertanggungjawabkan secara sosial untuk melestarikan dan keseimbangan alam
semesta ini, serta dapat dipertanggungjawabkan kepada Tuhan. Artinya, selaras
dengan kehendak manusia dengan kehendak Tuhan.
Sikap ilmiah yang perlu dimiliki para ilmuwan (Abbas Hamami M., 1996) sedikitnya ada
6 sikap, yaitu sebagai berikut :
1. Tidak ada rasa pamrih (disinterstedness), artinya suatu sikap yang diarahkan
untuk mencapai pengetahuan ilmiah yang objektif dengan menghilangkan pamrih
atau kesenangan pribadi.
2. Bersikap selektif, yaitu suatu sikap yang tujuannya agar para ilmuwan mampu
mengadakan pemilihan terhadap segala sesuatu yang dihadapi.
3. Adanya rasa percaya yang layak baik terhadap kenyataan maupun terhadap
alat-alat indra serta budi (mind).
4. Adanya sikap yang berdasar pada suatu kepercayaan (belief) dan dengan
merasa pasti (conviction) bahwa setiap pendapat atau teori yang terdahulu telah
mencapai kepastian.
5. Adanya suatu kegiatan rutin bahwa seorang ilmuwan harus selalu tidak puas
terhadap penelitian yang telah dilakukan, sehingga selalu ada dorongan untuk
riset, dan riset sebagai aktivitas yang menonjol dalam hidupnya.
6. Seorang ilmuwan harus memiliki sikap etis (akhlak) yang selalu berkehendak
untuk menembangkan ilmu untuk kemajuan ilmu dan untuk kebahagiaan
manusia, lebih khusus untuk pembangunan bangsa dan negara.
Di samping sikap ilmiah berlaku secara umum tersebut, pada kenyataannya masih ada
etika keilmuan yang secara spesifik berlaku bagi kelompok ilmuwan tertentu. Misalnya,
etika kedokteran, etika bisnis, etika politisi, serta etika profesi lainnya yang secara
normatif berlaku dan dipatuhi oleh kelompoknya itu. Taat asas dan kepatuhan terhadap
norma etis yang berlaku bagi para ilmuwan diharapkan akan menghilangkan
kegelisahan serta ketakutan manusia terhadap perkembangan ilmu dan teknologi.
Bahkan diharapkan manusia akan semakin percaya pada ilmu yang membawanya
pada suatu keadaan yang membahagiakan dirinya sebagai manusia.