PERANAN FILSAFAT
1. Pendobrak:
Keadaan semula dunia yang masih dipenuhi tradisi yang berisi
dongeng dan takhayul telah berlangsung lama. Kehadiran filsafat telah
mendobrak pintu-pintu dan tembok-tembok tradisi yang begitu sakral dan
selama itu tidak boleh diganggu gugat. Kendati pendobrakan itu
membutuhkan waktu yang cukup panjang, kenyataan sejarah telah
membuktikan bahwa filsafat benar-benar telah berperan selaku pendobrak
yang mencengankan.
2. Pembebas:
Filsafat membebaskan manusia dari ketidaktahuan dan kebodohan
serta membebaskan manusia dari belenggu cara berpikir yang mistis dan
mitis.
Filsafat membebaskan manusia dari cara berpikir yang tidak
teratur,tidak jernih, tidak kritis yang membuat manusia menerima kebenaran-
kebenaran semu yang menyesatkan.
Secara sungkat filsafat membebaskan manusia dari segala jenis
“penjara” yang hendak mempersempit ruang gerak akal budi manusia.
3. Pembimbing:
Filsafat membebaskan cara berpikir yang mistis dan mitis dengan
membimbing manusia untuk berpikir secara rasional. Filsafat membimbing
manusia untuk berpikir yang lebih luas dan mendalam, yakni berpikir secara
universal sambil berupaya mencapai radix dan menemukan esensi suatu
permasalahan. Filsafat membimbing manusia berpikir secara sistematis dan
logis, integral dan koheren.
1. Berpikir Radikal:
Karena berpikir secara radikal filsuf tidak pernah terpaku hanya pada
fenomena suatu entitas tertentu. Ia tidak pernah berhenti hanya pada suatu
wujud realitas tertentu. Keradikalan berpikirnya itu akan senantiasa
mengobarkan hasrat untuk menemukan akar seluruh kenyataan
Mengapa radix atau akar begitu penting untuk ditemukan? Ini karena bagi
seorang filsuf, hanya apabila akar realitas itu telah ditemukan, segala sesuatu
yang bertumbuh diatasnya akar itu akan dapat dipahami.
Hanya apabila akar suatu permasalahan telah ditemukan,
permasalahan itu dapat dimengerti sebagaimana mestinya.
Berpikir radikal bukan berarti hendak mengubah, membuang, atau
menjungkirbalikkan segala sesuatu, melainkan berpikir secara mendalam,
untuk mencapai akar persoalan yang dipermasalahkan.
2. Mencari Asas:
Dalam memandang keseluruhan realitas, filsafat senantiasa berupaya
mencari asas yang paling hakiki dari keseluruhan realitas.
Para filsuf Yunani yang terkenal sebagai filsuf-filsuf alam, mengamati
keanekaragaman realitas di alam semesta, lalu berpikir dan bertanya,
“Tidakkah dibalik semua keanekaragaman itu hanya ada suatu asas?
“Mereka lalu mulai mencari asal usul/asas pertama alam semesta.
Thales mengatakan bahwa asas pertama alam semesta itu adalah air,
Anaximandros mengatakan yang tak terbatas, Anaximenes ngatakan udara,
Empedokles mengatakan ada empat akar segala sesuatu yang membentuk
realitas alam semesta, yaitu api, udara, tanah dan air.
Mencari asas pertama berarti juga berupaya menemukan sesuatu
yang menjadi esensi realitas. Dengan menemukan esensi realitas, maka
realitas itu dapat diketahui dgn pasti dan jelas.
3. Memburu kebenaran:
Filsuf adalah pemburu kebenaran hakiki tentang seluruh realitas dan
setiap hal yang dapat dipersoalkan.
Berfilsafat = memburu kebenaran tentang segala sesuatu. Untuk
memperoleh kebenaran yang sungguh-sungguh dapat
dipertanggungjawabkan, setiap kebenaran yang teah diraih harus senantiasa
terbuka untuk dipersoalkan kembali dan diuji demi meraih kebenaran yang
lebih pasti. Demikian seterusnya.
Filsafat tidak bersifat mutlak dan final, melainkan terus bergerak dari
suatu kebenaran menuju kebenaran baru yang lebih pasti.
4. Mencari Kejelasan:
Salah satu penyebab lahirnya filsafat adalah keraguan. Untuk
menghilangkan keraguan maka diperlukan kejelasan. Berfikir filsafati berarti
berusaha untuk memperoleh kejelasan.
Tanpa kejelasan filsafat akan menjadi sesuatu yang kabur, gelap,
mistik, serba rahasia.
Filsafat merupakan suatu perjuangan untuk mendapatkan kejelasan
pengertian dan kejelasan seluruh realitas.
5. Berpikir Rasional:
Berpikir radikal, mencari asas, memburu kebenaran dan mencari
kejelasan tidak mungkin dapat berhasio dengan baik tanpa berpikir secara
rasional.
Rasional = berpikir logis, sistematis, dan kritis.
- Logis = bukan hanya sekedar menggapai pengertian-pengertian yang
dapat diterima oleh akal sehat, melainkan agar anggup menarik kesimpulan
dan mengambil keputusan yang tepat dan benar dari premis-premis yang
digunakan.
- Sistematis = rangkaian pikiran yang berhubungan satu sama lain dan
saling berkaitan secara logis.
- Kritis = membakar kemauan untuk terus menerus mengevaluasi
argumen-argumen yang mengklaim diri benar. Seorang yang berpikir kritis
tidak akan mudah menggenggam suatu kebenaran sebelum kebenaran itu
dipersoalkan dan benar-benar diuji terlebih dahulu.
Berpikir logis-sistematis-kritis adalah ciri utama berpikir rasional.
Berpikir rasional ini merupakan salah satu sifat dasar filsafat.
PEMBAGIAN FILSAFAT
Menurut Aristoteles:
Filsafat spekulatif atau teoritis
Filsafat Praktika
Filsafat Produktif
• Filsafat Spekulatif atau Teoretis. Bersifat objek. Termasuk dalam
bidang ini adalahfisika metafisika, biopsikologi, dan sebagainya.
Tujuan utama filsafat spekulatif adalah pengetahuan demi
pengetahuan itu sendiri.
Masih banyak pembagian lain yang ditawarkan oleh para filsuf. Akan tetapi,
saat ini umumnya filsafat dibagi ke dalam enam bidang studi atau cabang
utama sbb:
1. Epistemologi
2. Metafisika:
Ontologi
Kosmologi
Teologi metafisik
Antropologi
Logika
3. Logika
4. Etika
5. Estetika
6. Filsafat ttg berbagai disiplin ilmu
3. Metode Kritis:
Digunakan pada tingkat intensif. Pelajar sedikit banyak haruslah
memiliki pengetahuan filsafat. Sebaiknya digunakan pada tingkat pasca
sarjana.
Disini pengajaran filsafat dapat mengambil pendekatan sistematis
ataupun historis.
Langkah pertama adalah dengan memahami isi ajaran, kemudian
mengajukan kritik. Kritik itu bisa menentang atai mendukung, menggunakan
pendapatnya sendiri atau filsuf lain.
Referensi
• Akhyar Yusuf Lubis, Donny Gahral Adian, Pengantar Filsafat Ilmu
Pengetahuan
• Akhyar Yusuf Lubis, Epistemologi Fundasional
• A. Sonny Keraf, Mikhael Du, Ilmu Pengetahuan sebuah tinjauan
filosofis. Kanisius, 2001.
Aliran-aliran Filsafat
Materialisme
Merupakan paham atau aliran yg menganggap bhw dunia ini tidak ada
selain dari materi atau nature (alam) dan dunia fisik adalah satu.
Pada abad 1 masehi faham ini tidak mendapat tangggapan serius, dan
abad pertengahan org masih menganggap asing.
Baru pada zaman Aufklarung (pencerahan), materialisme mendapat
tanggapan dan penganut penting di Eropa Barat. Pada abad 19 pertengahan,
aliran ini tumbuh subur di Barat disebabkan, dgn paham ini, orang-orang
merasa mempunyai harapan-harapan yg besar atas hasil-hasil ilmu
pengetahuan alam.
Selain itu, faham Materialismen ini praktis tidak memerlukan dalil-dalil
yg muluk-muluk dan abstrak, juga teorinya jelas berpegang pada kenyataan
yg jelas dan mudah dimengerti.
Kemajuan aliran ini mendapat tantangan yg keras dan hebat dari kaum
agama dimana-mana. Hal ini disebabkan bahwa faham ini pada abad 19 tidak
mengakui adanya Tuhan (ateis).
Adapun krtitik yg dilontarkan tersebut adalah:
a. Materialisme mengatakan bahwa alam wujud ini terjadi dgn sendirinya
dari chaos (kacau balau). Padahal menurut Hegel, kacau balau yg
teratur bukan lagi kacau balau namanya.
b. Materialisme menerangkan bhw segala peristiwa diatur oleh hukum
alam. Padahal hakikat hukum alam ini adalah perbuatan rohani juga.
c. Materialisme mendasarkan segala kejadian dunia dan kehidupan pada
asal benda itu sendiri. Padahal dalil itu menunjukkan adanya sumber
dari luar alam itu sendiri yaitu Tuhan.
d. Materialisme tidak sanggup menerangkan suatu kejadian rohani yg
paling mendasar sekalipun.
Diantara tokoh aliran ini adalah Anaximenes (585-528SM),
Anaximandros (610-545SM), Thales (625-545SM), Demokritos (460-545SM),
Thomas Hobbes (1588-1679), Lamettrie (1709-1715), Feuerbach (1804-
1877), Spencer (1820-1903), dan Karl Marx (1818-1883)
Dualisme
Adalah suatu ajaran atau faham yg memandang alam ini terdiri atas
dua macam hakikat yaitu hakikat materi dan hakikat rohani.
Kedua macam hakikat itu masing-masing bebas berdiri sendiri, sama asasi
dan abadi. Perhubungan antara keduanya itu menciptakan kehidupan alam.
Contoh yg paling jelas tentang adanya kerja sama kedua hakikat ini adalah
terdapat dalam diri manusia
Tokoh aliran ini: Plato (427-347), Aristoteles (384-322), Descartes
(1596-1650), Fechner (1802-1887), Arnold Gealines, Leukippos, Anaxagoras,
A.Schopenhuer (1788-1860)
Empirisme
Adalah aliran yg menjadikan pengalaman sebagai sumber
pengetahuan. Aliran ini beranggapan bahwa pengetahuan diperoleh melalui
pengalaman dgn cara observasi/penginderaan. Pengalaman merupakan
faktor fundamental dalam pengetahuan, ia merupakan sumber dari
pengetahuan manusia.
Empirisme berasal dari kata Yunani “empiris” yg berarti pengalaman
indrawi. Karena itu, empirisme dinisbatkan kepada faham yg memilih
pengalaman sebagai sumber utama pengenalan, baik pengalaman lahiriah yg
menyangkut dunia maupun pengalaman batiniah yg menyangkut pribadi
manusia.
Pada dasarnya aliran ini sangat bertentangan dgn rasionalisme
Rasionalisme mengatakan bahwa pengenalan yg sejati berasal dari rasio,
karena itu pengenalan indrawi merupakan suatu bentuk pengenalan yg kabur.
Sebaliknya empirisme berpendapat bahwa pengetahuan berasal dari
pengalaman sehingga pengenalan indrawi merupakan pengenalan yg paling
jelas dan sempurna.
Seorang yg beraliran empirisme biasanya berpendirian bahwa
pengetahuan ini di dapat melalui penampungan yg secara pasif menerima
hasil-hasil penginderaan tersebut. Ini berarti bahwa semua pengatahuan,
betapun rumitnya dapat dilacak kembali dan apa yg tidak dapat bukanlah ilmu
pengetahuan.
Empirisme radikal berpendirian bahwa semua pengetahuan dapat
dilacak sampai pada pengalaman indrawi dan apa yg tidak dapat dilacak
bukan ilmu pengetahuan.
Lebih lanjut penganut empirisme mengatakan bahwa pengalaman
tidak lain adalah suatu objek yg merangsang alat-alat indrawi, yg kemudian
dipahami dalam otak, dan akibat dari rangsangan tsb terbentuklah
tanggapan-tanggapan mengenai objek yg telah merangsang alat-alat indrawi
tersebut.
Empirisme memengang peranan penting bagi pengetahuan. Namun
aliran ini banyak memiliki kelemahan karena (1) indra sifatnye terbatas, (2)
indra sering menipu, (3) objek juga menipu, seperti ilusi/fatamorgana, dan (4)
indra dan sekaligus objeknya.
Jadi kelemahan empirisme in karena keterbatasan indra manusia
sehingga muncullah aliran rasionalisme.
Tokoh-tokoh empirisme: Francis Bacon, Thomas Hobbes, Joch Locke, David
Hume, George Berkeley, Herbert Spencer, dan Roger Bacon.
Rasionalisme
Adalah faham yg berdasarkan rasio, ide-ide yg masuk akal. Selain itu,
tidak ada sumber kebenaran yg hakiki. Zaman rasionalisme berlangsung dari
pertengahan abad 17 sampai akhir abad 18.
Pd zaman ini hal yg khas bagi ilmu pengetahuan adalah penggunaan
yg ekslusif daya akal (ratio) untuk menemukan kebenaran. Ternyata
penggunaan akal budi yg demikian tidak sia-sia, melihat tambahan ilmu
pengetahuan yg besar sekali akibat perkembangan yg pesat dari ilmu-ilmu
alam.
Maka tidak mengherankan bhw pada abad-abad berikutnya orang-orang yg
terpelajar makin percaya pada akal budi mereka sebagai sumber kebenaran
tentang hidup dan dunia.
Hal ini jadi tampak lagi pd bagian kedua abad 17, dan lebih lagi pada
abad ke 18 karena pandangan baru terhadap dunia yg diberikan oleh isaac
Newton (1643-1727). Menurutnya fisika itu terdiri dari bagian-bagian kecil
(atom) yg berhubungan satu sama lain berdasarkan hukum sebab akibat.
Semua gejala alam harus dijelaskan menurut jalan mekanis ini. Harus
diakui bahwa Newton sendiri memiliki suatu keinsyafan yg mendalam tentang
batas akal budi dalam mengejar kebenaran melalui ilmu pengetahuan.
Berdasarkan kepercayaan yg makin kuat akan kekuasaan akal budi,
lama kelamaan orang-orang pada abad itu berpandangan dalam kegelapan.
Dan ketika mereka mampu menaikkan obor terang yg menciptakan manusia
dan masyarakat modern yg telah dirindukan pada abad 18, maka abad itu
disebut juga zama Aufklarung (pencerahan).
Menurut rasionalisme pengalaman tidak mungkin dapat menguji
kebenaran hukum “sebab-akibat”, karena perinstiwa yg tak terhingga dalam
kejadian alam ini tidak mungkin dapat di observasi.
Bagi aliran ini kekeliruan pada aliran empirisme disebabkan kelemahan
alat indra tadi, dan dapat dikorelasi seandainya akal digunakan.
Rasionalisme tidak dapat mengingkari kegunaan indra dalam
memperoleh pengetahuan. Pengalaman indra digunakan untuk merangsang
akal dan memberikan bahan-bahan yg menyebabkan akal dapat bekerja.
Akan tetapi akal juga dapat menghasilkan pengetahuan yg tidak
didasarkan bahan indra sama sekali. Jadi, akal dapat juga menghasilkan
pengetahuan tentang objek yg betul-betul abstrak.
Indra dan akal yg bekerja sama belum lama dapat dipercaya mampu
mengetahui bagian-bagian tertentu tentang suatu objek. Manusia mampu
menangkap keseluruhan objek beserta intuisinya. Jika yg bekerja hanya
rasio, yg menjadi andalan rasionalisme maka pengetahuan yg diperoleh ialah
pengetahuan filsafat. Dan pengetahuan filsafat itu sendiri adalah
pengetahuan yang logis tanpa didukung data empiris.
Rasionalisme mempunyai kritik terhadap empirisme, bahwa:
a. Metode empiris tidak memberi kepastian, tetapi hanya sampai pada
probabilitas yg tinggi.
b. Metode empiris baik dalam sains maupun dalam kehidupan sehari-hari
biasanya sifat-sifatnya hanya sepotong-sepotong.
Tokoh2 aliran ini: Rene Descartes, Nicholas Malerbranche, B. De Spinoza,
G.W Leibniz, Christian Wolf, dan Blaise Pascal.
Kritisisme
Kehadiran aliran rasionalisme dan empirisme sangat bertolak belakang
dari tujuan semula. Pada satu sisi landasan berpikir aliran rasionalisme yg
bertolak dari rasio dan di lain sisi empirisme yg lebih mendasarkan pada
pengalaman seolah sudah sempurna, padahal kedua tawaran tersebut bukan
jawaban yg tepat.
Tokoh yg paling menolak kedua pandangan diatas adalah Immanule
Kant.
Kant berusaha menawarkan perspektif baru dan berusaha mengadakan
penyelesaian terhadap pertikaian itu dengan filsafatnya yg dinamakan
kritisisme.
Untuk itulah ia menulis tiga bukunya berjudul: Critique of Pure Reason
(1781) dan Critique of Practical Reason (1788), dan Critique of Judgement
(1790). Bagi Kant, dalam pengalaman indrawi selalu sudah ada dua bentuk
apriori,yaitu ruang dan waktu.
Dalam Critique of Pure Reason, dia menyusun dan menunjukkan
pembenaran prinsip-prinsip tentang pengambilan keputusan objektif dari
sebuah realitas, sedangkan dalam Critique of Practical Reason, dia
menyajikan pembenaran rasional terhadap pengambilan keputusan secara
etika.
Karyanya yg ketiga tidak terlalu terkenal yaitu Critique of Judgement
yang berisi ide dan tujuan keindahan.
Dalam bukunya yg pertama Kant membahas pembenaran terhadap
pertanyaan metafisika sebagai pertanyaan yg sah. Menurutnya telah terjadi
penurunan reputasi terhadap metafisika akibat perseteruan kaum rasionalis
(Leibniz) dan kaum empiris (Hume).
Kaum rasionalis menyatakan bahwa mengatakan bahwa pengambilan
keputusan metafisika (prinsip fundamental semua ilmu pengetahuan) dapat
diketahui hanya melalui proses berpikir intelektual.
Para filsuf empiris, di lain pihak, menyatakan pikiran manusia itu
seperti kertas kosong, tabula rasa, menanti untuk ditulisi melalui
pembelajaran dari pengalaman.
Ide cemerlang Kant muncul dari pertanyaan Kondisi awal seperti apakah
yang memungkinkan terjadinya proses pembelajaran melalui pengalaman
hidup?
Ia membuat argumentasi bahwa agar manusia mampu
menginterpretasikan data dunia luar utk diolah menjadi sebuah informasi, di
pikirannya harus sudah ada struktur kondisi tertentu.
Dia menjelaskan ada landasan untuk pengambilan keputusan sebagai
kondisi awal pikiran manusia. Ia menyebutnya sbg Categories (Kategori).
Kategori itu adalah:
1. Substansi (substance)
2. Sebab-akibat (cause effect)
3. Timbal Balik (reciprocity)
4. Keperluan (necessity)
5. Kemungkinan (possibility)
6. Keberadaan (exsistence)
7. Totalitas (totality)
8. Kesatuan (unity)
9. Keberagaman (prurality)
10. Keterbatasan (limitation)
11. Kenyataan (reality)
12. Negosiasi (negotiation)
Kedua belas kategori ini hanya dapat diterapkan dalam kerangka ruang
dan waktu tertentu.
Jadi ia menyatakan bahwa Kategori dan Ruang-Waktu adalah konsep
dasar yg digunakan pikiran manusia untuk berproses dan belajar mengalami
fenomena alam. Konsep dasar Kategori dalam Ruang-Waktu oleh Kant
disebut Bentuk Intuitif (form of Intuition).
Idealisme
Suatu aliran yg mengajarkan bahwa hakikat dunia fisik hanya dapat
dipahami kaitannya dengan jiwa dan roh. Istilah idealisme diambil dari kata
idea, yakni sesuatu yg hadir dalam jiwa.
Idealisme mempunyai argumentasi epistemologi tersendiri. Oleh
karena itu tokoh-tokoh teisme yg mengajarkan bahwa materi bergantung
kepada spirit tidak disebut idealis karena mereka tidak menggunakan
argumen epistemologi yg digunakan oleh idealisme.
Idealisme juga didefinisikan sebagai suatu ajaran, faham atau aliran yg
menganggap bahwa realitas ini terdiri atas roh-roh (sukma) atau jiwa, ide-ide
dan pikiran atau yg sejenis dengan itu.
Aliran ini merupakan aliran yg sangat penting dalam perkembangan
sejarah pemikiran manusia.
Mula-mula dan filsafat barat kita temui dalam bentuk ajaran yg murni
dari Plato, yg menyatakan bahwa alam idea itu merupakan kenyataan yg
sebenarnya. Adapun alam nyata yg menempati ruang itu hanyalah berupa
bayangan saja dari alam ide itu.
Aristoteles memberikan sifat kerohanian dengan ajarannya yg
menggambarkan alam ide sebagai sesuatu tenaga (entelechie) yg berada
dalam benda-benda dan menjalankan pengaruhnya dari benda itu.
Sebenarnya dapat dikatakan sepanjang masa tidak pernah faham
idealisme hilang sama sekali. Dimasa abad pertengahan malahan satu-
satunya pendapat yg disepakati oleh semua ahli pikir adalah dasar idealisme
ini.
Pada zaman Aufklarung para filsuf yg mengakui aliran serba-dua,
seperti Descartes dan Spinoza, yg mengenal dua pokok yg bersifat
keruhanian dan kebendaan maupun keduanya, mengakui bahwa unsur
keruhanian lebih penting dari pada kebendaan.
Selain itu segenap kaum agama sekaligus dapat digolongkan kepada
penganut idealisme yg paling setia sepanjang masa, walaupun mereka tidak
memiliki dalil-dalil filsafat yg mendalam.
Puncak zaman idealisme pada masa abad 18 dan 19, yaitu saat
Jerman sedang memiliki pengaruh besar di Eropa.
Tokoh-tokoh aliran ini adalah: Plato, B. Spinoza, Leibniz, Berkeley,
Immanuel Kant, J. Fichte, F. Schelling, dan G. Hegel.
Renaissance
Dalam periodisasi sejarah filsafat Barat, istilah renaissance digunakan
untuk menandai masa-masa antara abad ke 13 dan akhir abad ke 15. Istilah
Renaisance sendiri berasal dari bahasa Perancis yg berarti kebangkitan
kembali.
Oleh sejarawan istilah tersebut digunakan untuk menunjukkan
berbagai periode kebangkitan intelektual, khususnya Eropa. Ciri filsafat
Renaissance ada pada filsafat modern, yaitu menghidupkan kembali
rasionalisme Yunani.
Berbeda dgn abad sebelumnya, yakni abad pertengahan yg lebih
menitik beratkan pada aspek ajaran agama Kristen dimana gereja menjadi
simbol kejayaan dan kekuasaan dlm segala aspek kehidupan termasuk dalam
pemikiran.
Orientasi pemikiran abad ini lebih bersifat teosentris ketimbang filosofis
murni. Tak heran jika segala sesuatu dikembalikan pada Tuhan.
Situasi periode renaissance justru berbeda dgn abad pertengahan yg memiliki
semangat kebebasan.
Spirit kebebasan inilah yg pernah terjadi di jaman sebelumnya tetapi
hilang akibat sistem teokrasi yg membelenggu kebebasan.
Beberapa tokoh pemikir era ini adalah Dante Alighieri (1265-1321) dari
Italia. Ia merupakan tokoh kritis yg berani menentang otoritas gereja saat itu.
Paus Bonaface VII yg berkuasa saat itu ditentang akibat ambisi politiknya yg
besar. Tetapi bukan berarti ia benci terhadap agama Kristen.
Eksistensialisme
Eksistensialisme berasal dari kata eksistensi dari kata dasar exist.
Kata exist itu sendiri berasal dari kata ex = keluar, dan sister = berdiri. Jadi,
eksistensi berarti berdiri dengan keluar dari diri sendiri. Filsafat eksistensi
tidak sama persis dengan filsafat eksistensialisme. Filsafat eksistensialisme
lebih sulit ketimbang eksistensi.
Adalah suatu filsafat yg menolak pemutlakan akal dan budi dan
menolak pemikiran-pemikiran abstrak murni. Eksistensialisme berupaya untuk
memahami manusia yg berada di dalam dunia, yakni manusia yg berada
pada situasi yg khusus dan unik.
Blackham mengatakan bahwa eksistensialisme adalah suatu filsafat
keberadaan, suatu filsafat pembenaran dan penerimaan dan suatu penolakan
terhadap usaha rasionalisasi pemikiran yg abstrak tentang kebenaran.
Metode yg digunakan adalah metode eksistensial.
Metode in isebenarnya bermacal-macam, namun pada dasarnya
metode-metode eksistensial itu dipengaruhi oleh Kiergkegaard (1813-1855),
bapak eksistensialisme.
Pemikiran dan metode Kierkegaard merupakan reaksi yg terutama
tertuju kepada rasionalisme idealistis Hegel yg dianggapnya telah mati dan
tidak berguna lagi.
Pada umumnya pemikir-pemikir eksistensialis mengakui bahwa ada
kebenaran ilmiah yg objektif, tetapi bagi mereka kebenaran ilmiah yg objektif
tidak begitu penting. Mereka berpendapat bahwa yg paling penting adalah
kebenaran subjektif .
Kierkegaard menyatakan bahwa “kebenaran adalah subjektivitas”.
Tentu saja itu tidak berarti setiap keyakinan subjektif adalah kebenaran. Akan
tetapi, para filsuf eksistensialis menegaskan bahwa kebenaran haruslah
senantiasa bersifat personal dan tidak semata-mata proporsional.
Pemikir eksistensialis pada umumnya sependapat bahwa tidak
seorangpun dapat meraih kebenaran hanya dengan menjadi penonton atau
hanya dengan melakukan observasi, selain harus berperan dalam kehidupan
itu sendiri.
Hal itu yg menjadi titik berangkat metode eksistensial. Kebenaran
hanya dapat ditemukan di dalam yg konkrit dan bukan dalam yg abstrak.
Kebenaran hanya dapat dijumpai didalam eksistensial dan bukan secara
rasional.
Secara umum dapat dikatakan bahwa metode eksistensial merupakan
kebalikan dari metode ilmiah tradisional dalam hal sbb. Mereka yg
menggunakan metode ilmiah tradisional mengkonsentrasikan pandangan
pada apa yang sedang berada di dalam suatu tabung percobaan.
Adapun para pemikir eksistensialis-dengan metode eksistensial
mereka- mengkonsentrasikan pandangan mereka pada manusia yg berada di
luar tabung percobaan.
Dengan demikian subjektivitas lebih berguna dari pada objektivitas,
dan nilai lebih perlu dari pada fakta. Memang harus diakui bahwa justru inilah
yg terlupakan dalam metode lain yg lebih dikenal selama itu, yg terlalu
memutlakkan objektivitas.
Umat manusia masa kini patut berterima kasih pada filsuf-filsuf
eksistensialis yg dengan berani telah menyampaikan koreki yg amat
dibutuhkan terhadap metode-metode yg begitu memutlakkan objektivitas.
Kebenaran tidak selamanya bersifat objektif ilmiah.
Tokoh-tokoh aliran ini: Immanuel Kant, Jean-Paul Sartre, S.
Kierkegaard, Friedrich Nietsche, Karl Jaspers (1883- 1969) Martin Heidegger
(1889 -1976), Gabriel Marcel (1889-1973), Ren Le Senne dan M. Merlau-
Ponty (1908-1961)
Positivisme
Auguste Comte ( 1798-1857 ) ia memiliki peranan yang sangat penting
dalam aliran ini. Istilah “positivisme” ia populerkan. Ia menjelaskan
perkembangan pemikiran manusia dalam kerangka tiga tahap.
Pertama,tahap teologis. Disini , peristiwa-peristiwa dalam alam
dijelaskan dengan istilah-istilah kehendak atau tingkah dewa-dewi.
Kedua, tahap metafisik. Disini, peristiwa-peristiwa tersebut dijelaskan
melalui hukum-hukum umum tentang alam.
Ketiga, tahap positif.Disini, peristiwa-peristiwa tersebut dijelaskan
secara ilmiah.
Fenomenologi
Secara harafiah fenomenologi atau fenomenalisme adalah aliran atau
faham yg menganggap bahwa fenomena (gejala) adalah sumber
pengetahuan dan kebenaran. Seorang fenomenalisme suka melihat gejala.
Dia berbeda dgn seorang ahli ilmu positif yg mengumpulkan data, mencari
korelasi dan fungsi, serta membuat hukum-hukum dan teori.
Fenomenalisme bergerak dibidang yg pasti. Hal yg menampakkan
dirinya dilukiskan tanpa meninggalkan bidang evidensi yg langsung.
Fenomenalisme adalah suatu metode pemikiran, “a way of looking at
things”.
Tokoh terpentingnya adalah Edmund Husserl 1859 – 1938. Ia selalu
berupaya ingin mendekati realitas tidak melalui argumen-argumen, konsep-
konsep, atau teori umum. “Kembali kepada benda-benda itu sendiri”
merupakan inti dari pendekatan yg dipakai untuk mendeskripsikan realitas
menurut apa adanya.
Fenomenologi bersumber dari pembedaan yg dilakukan oleh Immanuel
Kant antara noumenal (alam yg sesungguhnya) dan phenomenal (yang tal
tampak/terlihat). Dan juga merupakan pengembangan dari phenomenology of
spirit-nya Hegel.
Dalam mengembangkan fenomenologi-nya Hussrel menyadari betapa
sulitnya membiarkan benda-benda itu sendiri mengungkapkan hakikat dirinya
yg murni, sesuai dengan realitas yg sesungguhnya. Menurut Hussrel, itu
karena fenomena atau objek dalam hubungan dengan kesadaran tidak
secara langsung menampakkan hakikat dirinya. Hakikat fenomena yg
sesungguhnya berada dibalik yg menampakkan diri itu.
Pengamatan pertama (first look) belum sanggup membuat fenomena
itu mengungkapkan hakikat dirinya. Karena itu diperlukan pengamatan kedua
(Second Look) yang disebut sebagai pengamatan intuitif
Pengamatan Intuitif itu harus melewati 3 tahap reduksi atau tiga tahap
penyaringan. Ketiga tahap penyaringan itu adalah reduksi fenomenologis,
reduksi eidetis, reduksi transendental.
Lewat ketiga tahap ini Hussrel berharap akan sanggup membuat fenomen itu
mengungkapkan hakikat dirinya dengan semurni mungkin.
Fenomenologi banyak diterapkan dalam epistemologi, psikologi,
antropologi, dan studi-studi keagamaan (misalnya kajian atas kitab suci).
Tokoh tokohnya: Edmund Husserl, Maz Scheller, Hartman, Martin
Heidegger, Maurice Merleau-Ponti, Jean Paul Sartre, dan Soren Kierkegaard.
Intuisionalisme
Intuisionalisme adalah suatu aliran yg menganggap bahwa intuisi
(naluri/perasaan) adalah sumber pengetahuan dan kebenaran. Intuisi
termasuk salah satu kegiatan berpikir yg tidak di dasarkan pada penalaran.
Jadi intuisi adalah non-analitik dan tidak didasarkan atau suatu pola
berpikir tertentu dan sering bercampur aduk dengan perasaan.
Tokoh-tokoh nya adalah: Plotinos (205-270) dan Henri Bergson (1859 – 1994)
Tomisme
Nama aliran ini disandarkan kepada Thomas Aquinas, salah seorang
tokoh intelektual termasyhur skolastik Barat yg hidup pada th 1225- 1274. ada
yg berpendapat bahwa Thomas hanya menyesuaikan Aristoteles dengan
ajaran Katholik.
Hal ini tidaklah betul. Ia memang menyerap ajaran Aristoteles tetapi ia
menyususn sistem yg berlainan dgn sistem Aristoteles. Filsafat dan Teologi
adalah dua hal yg banyak dikaji dan ditelaahnya. Bagi Thomas kedua disiplin
ilmu itu tidak bisa dipisahkan dan malah saling berkait dan mempengaruhi.
Pragmatisme
Istilah Pragmatisme berasal dari kata Yunani “pragma” atau
tindakan.”Isme” disini sama artinya dgn isme-isme lainnya yaitu aliran atau
faham. Dengan demikian, pragmatisme berarti ajaran yg menekankan bahwa
pemikiran itu menuruti tindakan.
Kriteria kebenarannya adalah “faedah” atau “manfaat”. Suatu teori
atau hipotesis dianggap oleh pragmatisme benar apabila membawa suatu
hasil.
Dengan kata lain, suatu teori adalah benar if it work (apabila teori itu dapat
diaplikasikan).
Pada awal perkembangannya, prgamatisme lebih merupakan suatu
usaha-usaha untuk menyatukan ilmu pengetahuan dan filsafat agar filsafat
dapat menjadi ilmiah dan berguna bagi kehidupan praktis manusia.
Sehubungan dengan usaha tersebut, pragmatisme akhirnya
berkembang menjadi suatu metode untuk memecahkan berbagai perdebatan
filosofis-metafisik yg tiada henti-hentinya, yg hampir mewarnai seluruh
perkembangan dan perjalanan filsafat sejak zaman Yunani kuno.
Pragmatisme telah menmbawa perubahan yg besar thd budaya
Amerika dari lewat abad 19 hingga kini. Falsafah ini telah dipengaruhi oleh
Charles Darwin dengan teori evolusinya dan Albert Einstein dengan teori
relativitasnya.
Falsafah ini cenderung kepada falsafah epistemologi dan aksiologi dan
sedikit perhatian terhadap metafisik. Falsafah ini merupakan falsafah di
antara idea tradisional mengenai realitas dan model mengenai nihilisme dan
irasionalisme. Ide tradisional telah mengatakan bumi ini tetap dan manusia
mengetahui hakiki mengenai bumi dan perkara-perkara nilai murni,
sementara nihilisme dan irasionalisme adalah menolak semua dugaan dan
ketentuan.
Karena metode yg dipakai sangat populer untuk dipakai dalam
mengambil keputusan melakukan tindakan tertentu, dan menyangkut
pengalaman manusia sendiri, filsafat ini pun segera populer. Filsafat yg
berkembang di Amerika pd abad 19 ini sekaligus menjadi filsafat khas
Amerika dgn tokoh-tokohnya: Charles Sander Pierce, William James, dan
John Dewey.
Bagi kaum pragmatis, untuk mengambil tindakan tertentu, ada dua hal
yg penting. Pertama, ide atau keyakinan yg mendasari keputusan yg harus
diambil untuk melakukan tindakan umum. Kedua, tujuan dari tindakan itu
sendiri. Keduanya tidak dapat dipisahkan.
Pertama-tama manusia memiliki ide atau keyakinan itu yg ingin di
realisasikan. Untuk merealisasikan ide dan keyakinan itu, manusia mengambil
keputusan yg berisi: akan dilakukan tindakan tertentu sebagai realisasi dari
ide atau keyakinan tadi.
Dalam hal ini pragmatisme tidak lain adalah suatu metode untuk
menentukan konsekuensi praktis dari suatu ide atau tindakan. Itu berarti
pragmatisme bukan suatu sistem filosofis yg siap pakai yg sekaligus
memberikan jawaban terakhir atas masalah-masalah filosofis.
Pragmatisme hanya berusaha menentukan konsekuensi praktis dari
masalah-masalah itu, bukan memberikan jawaban final atas masalah-
masalah itu.
Aliran pragmatisme ini beranggapan bahwa segala sesuatu kebenaran
ialah apa yg membuktikan dirinya sebagai yg benar dengan memperhatikan
kegunaannya secara praktis.
Filsafat Analitik:
Verifikasi dan Klarifikasi
Dalam berfilsafat aliran ini berprinsip bahwa jangan katakan jika hal itu
tidak dapat dikatakan. “Batas-batas bahasaku adalah batas-batas duniaku”.
Soal-soal filsafati seyogyanya dipecahkan melalui analisis bahasa, untuk
mendapatkan atau tidak mendapatkan makna di balik bahasa yg digunakan.
Hanya dalam ilmu pengetahuan alam pernyataan memiliki makna,
karena pernyataan itu bersifat faktual.
Pencetus aliran ini adalah Ludwig Wittgenstein (1889-1952).
Belakangan, tepat th 1960 berkembang aliran strukturalisme yg menyelidiki
pola-pola dasar yg tetap yang terdapat dalam bahasa-bahasa, agama-agama,
sistem-sistem dan karya-karya kesusastraan.
Filsafat analitik adalah suatu aliran yg berasal dari suatu kelompok
filsuf yang menyebut diri Lingkaran Wina. Filsafat analitik filsafat Wina itu
berkembang hingga keluar Jerman. Pada umumnya filsuf analitik menolak
metafisika karena mereka berpendapat bahwa metafisika tidak dapat
“dipertanggungjawabkan” secara ilmiah.
Metode yg digunakan oleh para filsuf berbeda-beda satu sama lain.
Hampir setiap tokoh memiliki metode sendiri. Ada dua metode kontemporer
yg memiliki pengaruh yg cukup besar. Metode yg pertama ialah metode
verifikasi atau konfirmasi (verification and confirmation) dan yg kedua adalah
metode klatifikasi (clarification).
Metode Kalrifikasi.
Wittgenstein yakin bahwa segala teka-teki dan kekacauan filsafat akan
dapat diatasi oleh analisis bahasa. Ia menyatakan bahwa apabila suatu
pertanyaan dapat diajukan, pertanyaan itu pun seyogyanya dapat di jawab.
Akan tetapi kenyataannya tidak semua pertanyaan yg diajukan itu benar-
benar bermakna. Agar tidak terperangkap ke dalam persoalan filsafat yg tidak
berarti, yg bersumber dari pertanyaan-pertanyaan yg tidak bermakna itu,
harus ditemukan peraturan-peraturan tentang permainan bahasa (language
game) yg di gunakan lewat ungkapan bahasa sehari-hari.
Berbeda dgn Ayer, bagi Wittgenstein, hal yg penting bukanlah
bagaimana suatu ungkapan bahasa itu harus berarti/bermakna, tetapi kita
harus mendengarkan apa arti yg terkandung dalam suatu ungkapan bahasa
itu. Untuk mendengar apa arti yg terkandung dalam suatu ungkapan bahasa
itu, kita harus menganalisa…
Bentuk-bentuk hidup (form of live) hingga ke dasar terdalam dari setiap
permainan bahasa. Wittgenstein menegaskan bahwa arti ditentukan oleh
bagaimana suatu kata digunakan dalam konteksnya. Lewat analisis bahasa,
seseorang akan dapat membuat jelas (Clarify) arti bahasa sebagaimana yg
dimaksud oleh orang yg menggunakan bahasa itu.
Apabila disimak lebih dalam seluruh ajaran Wittgenstein, akan terlihat
jelas bahwa filsafatnya tidak lain hanya menawarkan suatu metode yg sering
disebut metode analisis bahasa.
Metode ini bersifat netral tanpa pengandaian filsafati, epistemologis,
atau metafisik. Analisis bahasa itu di dasarkan semata-mata pada penelitian
bahasa secara logis tanpa mendeduksikan sesuatu sehingga pada prinsipnya
hanya membuat jelas (clarify) apa yg dikatakan lewat suatu ungkapan
bahasa. Metode ini disebut juga metode klarifikasi.
Strukturalisme
Adalah teori yang menyatakan bahwa seluruh organisasi manusia
ditentukan secara luas oleh struktur sosial atau psikologi yg mempunyai
logika independen yg menarik, berkaitan dgn maksud, keinginan, maupun
tujuan manusia.
Bagi Freud, strukturnya adalah psyche; bagi Marx, strukturnya adalah
ekonomi; dan bagi Saussure, strukturnya adalah bahasa.
Kesemuanya adalah subjek manusia individual atau human agent dan
menentukan apa yg akan dilakukan manusia pada semua keadaan.
Srukturalisme terutama berkembang sejak Claude Levy-Sttrauss,
Hubungan antara bahasa dan mitos menempati posisi sentral dalam
pandangan Levy Sttrauss tentang pikiran primitif yg menampakkan dirinya
dalam struktur-struktur mitosnya, sebanyak struktur bahasa.
Strukturalisme merupakan suatu gerakan pemikiran filsafat yang
mempunyai pokok pikiran bahwa semua masyarakat dan kebudayaan
mempunyai suatu struktur yang sama dan tetap.
Ciri khas strukturalisme ialah pemusatan pada deskripsi keadaan
aktual obyek melalui penyelidikan, penyingkapan sifat-sifat instrinsiknya yang
tidak terikat oleh waktu dan penetapan hubungan antara fakta atau unsur-
unsur sistem tersebut melalui pendidikan. Strukturalisme menyingkapkan dan
melukiskan struktur inti dari suatu obyek (hirarkinya, kaitan timbal balik antara
unsur-unsur pada setiap tingkat) (Bagus, 1996: 1040)
A. Filsafat India
1. Zaman Weda
• Bangsa Arya masuk India, sekitar th 1500 SM. Literatur mereka
disebut Weda, yg terdiri dr Samhita, Brahmana, Aranyaka, dan
Upanisad. Samhita memuat Rigweda (kumpulan puji-pujian),
Samaweda (himne-himne liturgis), Yajurweda (rumus-rumus kurban),
dan Atharwaweda ( rumus-rumus magis). Upanisad adalah yg
terpenting utk filsafat yang merupakan sumber yg kaya utk inspirasi.
• Suatu yang menonjol dlm Upanisad adalah ajaran tentang hubungan
Atman dan Brahman. Atman adalah segi subyektif dr kenyataan "diri"
manusia. Brahman adalah segi obyektif, makrokosmos, alam semesta.
Upanisad mengajarkan bahwa Atman dan Brahman memang sama
dan bahwa manusia mencapai keselamatan (moksa, mukti) kalau ia
menyadari identitas Atman dan Brahman.
2. Zaman Skeptisisme
• Muncul suatu reaksi pada sekita th 600SM thd ritualisme imam-imam
dan juga dalam hubunganya dgn kurban. Para rahib mengajarkan
suatu metafisika yg tidak sampai ke hati org biasa.
• Muncul Siddharta Gautama yg memberi pedoman praktis utk mencapai
keselamatan.
• Reaksi lainnya adalah Jainisme dr Mahawira Jina.
• Muncul juga penyembahan ekslusive kepada Siwa dan Wisnu, dua
bentuk agama yg lebih menarik daripada ritualisme dan spekulasi dari
para imam dan para rahib.
• Muncul dalam Hinduisme enam sekolah ortodoks (disebut "ortodoks"
krn Budha dan Jainisme dianggap bidah). Keenam sekolah ini adalah
Sadharsana, yaitu: Nyaya, Waisesika, Samkhya, Yoga, Purwa-
Mimamsa, dan Ynana (Uttara-Mimamsa). Yg terpenting dr sekolah-
sekolah tsb adalah Samkhya dan Yoga.
3. Zaman Puranis
• Setelah th 300, Budhisme mulai lenyap dr India. Bergeser dan menjadi
penting di negara2 tetangga India. Pemikiran India dlm "abad
pertengahannya"-nya dikuasai oleh spekulasi teologis, teurtama
mengenai inkarnasi dewa2. Cerita2 tsb terdapat dlm dua epos besar,
Mahabarata dan Ramayana.
4. Zaman Muslim
• Ada dua nama yg menonjol dlm zaman ini yaitu pengarang syair Kabir
dan guru Nanak.
• Kabir mencoba utk memperkembangkan suatu agama universal.
• Guru Nanak adalah pendiri aliran Sikh yang mencoba menyerasikan
Islam dan Hindu.
5. Zaman Modern
Adalah zaman Inggris berpengaruh di India, mulai 1757. Nilai2 klasik India
mulai berkembang kembali. Nama-nama terpenting di zaman ini adalah Raja
Ram Mohan Roy (1772-1833) yg mengajarkan monoteisme berdasarkan
Upanisad dan suatu moral berdasarkan Kotbah di Bukit dr Injil. Vivekananda
(1863-1902) yg mengajarkan bhw semua agama benar dan agama Hindu yg
paling cocok di India. Gandi (1869-1948) dan Rabindranath Tagore (1861-
1941) sang pengatang sair san pemikir religius yg membuka pintu utk ide-ide
dr luar.
Radhakrisnan (1888-1975) guru besar filsafat di Calcuta dan Oxford, presiden
India, wkl pada PBB dan Unesco, mengusulkan pembongkaran batas-batas
ideologis untuk mencapai suatu sinkretisme hindu-kristiani, yg berguna
sebagai pola berpikir masa depan seluruh dunia. Pemikir2 lain tidak begitu
optimis dg pemikiran ini. Menurut mereka pebedaan antara corak berpikir
Rimur dan Barat terlalu besar utk mengadakan suatu interaksi dalam arti
"saling melengkapi". Filsafat Barat terlalu duniawi, rasional dan positivisme,
sedang timur terlalu intuisi dan mistik.
B. Filsafat Cina
Filsafat Cina
Pemikiran filsafat Cina lebih antroposentris daripada filsafat India dan
filsafat Barat. Filsafat Cina lebih pragmatis: selalu diajarkan bagaimana
manusia harus bertindak supaya ada keseimbangan antara dunia dan surga.
1. Zaman Klasik
Sama halnya dgn di Yunani, zaman klasik terletak antara 600-200SM.
Menurut tradisi di zaman ini dibedakan 100 sekolah filsafat, seratus aliran yg
semua mempunyai ajaran yg berbeda. Namun dalam pluriformitas ini
sekurang-kurangnya kelihatan sejumlah konsep yg dipentingkan secara
umum. Konsep2 spt: tao ('jalan'), te ('keutamaan' atau 'seni hidup'), yen
('perikemanusiaan'), i ('keadilan'), ti'en ('surga') dan yin-yang (harmoni kedua
prinsip induk, prinsip aktif laki-laki dan prinsip aktif perempuan).
Sekolah-sekolah terpenting dalam zaman klasik diuraikan sbb:
A. Konfusianisme
Konfusius (bentuk latin dr nama "Kong-Fu-tse" yg berarti 'guru dr suku Kung')
hidup antara 551-497SM. Ia mengajarkan bhw Tao ('jalan', sebagai prinsip
utama dr kenyataan) adalah "jalam manusia". Artinya: manusia sendirilah yg
dapat menjadikan Tao luhur dan mulia, kalau ia hidup dengan baik. Kebaikan
hidup dapat dicapai melalui perikemanusiaan (yen). Merupakan suatu model
yg berlaku utk semua orang.
B. Taoisme
Taoisme diajarkan oleh guru Lao Tse ('guru tua') yang hidup sekitar th
550SM. Lao Tse melawan Konfusius. Menurut Lao Tse, bukan "jalan
manusia" melainkan " jalan alam"-lah yang merupakan Tao. Tao menurut Lao
Tse adalah prinsip kenyataan obyektif, substansi abadi yg bersifat tunggal,
mutlak, dan tak-ternamai. Ajaran Lao Tse lebih metafisika, sedangkan ajaran
konfusius lebih etika. Puncak metafisik Taoisme adalah kesadaran bahwa kita
tidak tau apa-apa tentang Tao. Kesadaran ini juga dipentingkan di India
(ajaran neti, na-itu: 'tidak begitu') dan dalam filsafat barat (dimana kesadaran
ini disebut docta ignorantia, 'ketidaktahuan yg berilmu').
C. Moisme
Didirikan oleh Mo Tse, antara 500-400SM. MoTse mengajarkan bahwa yg
terpenting adalah 'cinta universal", kemakmuran utk semua orang, dan
perjuangan bersama-sama utk memusnahkan kejahatan. Filsafat Moisme
sangat pragmatis, langsung terarah kepada yg berguna. Segala sesuatu yg
tidak berguna dianggap jahat. Bahwa perang itu jahat serta menghambat
kemakmuran umum tidak sukar dimengerti. Mao Tse juga melawan musik
sebagai sesuatu yg tidak berguna. Etika Mao mengenal suatu prinsip yg
antara lain dlm Kristen disebut "kaidah emas": setiap org harus
memperlakukan negara-negara asing seperti tanah airnya sendiri, keluarga-
keluarga lain seperti keluarga sendiri, orang lain seperti dirinya sendiri.
Perintah ini cukup utk mencapai kebahagiaan dan kemakmuran umum.
E. Ming Chia
Ming Chia atau "sekolah nama-nama" menyibukkan diri dgn analisis istilah2
dan perkataan2. Ming Chia disebut "sekolah dialektik" dapay dibandingkan
dgn aliran sofismendan filsafat Yunani. Ajaran mereka penting sebagai
analisis dan kritik yg mempertajamkan perhatian utk pemakaian bahasa yg
tepat, dan yg memperkembangkan logika dan tata bahasa. Selakn itu dalam
Ming Chia juga terdapat khayalan ttg hal2 seperti "eksistensi", "relativitas",
"kausalitas", "ruang" dan "waktu".
F. Fa Chia
Adalah "sekolah hukum" cukup berada dari semua aliran klasik lain. Sekolah
hukum tidak berpikir tentang manusia, surag atau dunia, melaknkan tentang
soal-soal praktis dan politik. Fa Chia mengajarkan bahwa kekuasaan politik
tidak harus dimulai dari contoh baik yg diberikan oleh kaisar atau pembesar2
lain, melainkan dr suatu sistem undang2 yang keras sekali.
Keenam sekolah klasik tsb kadang-kadang dikatakan bhw mereka berasal
dari ke-enam golongan masyarakat Cina.
1. Konfusianisme berasal dr kaum ilmuwan
2. Taoisme dari rahib-rahib
3. Yin-yang dari okultisme (ahli-ahli magi)
4. Moisme dari kasta ksatrya
5. Ming Chia dari para pendebat
6. Fa Chia dari ahli-ahli politik
3. Zaman Neo-konfusianisme
• Dari tahun 1000 Konfusianisme klasik kembali menjadi ajaran filsafat
terpenting. Budhisme ternyata memuat unsur2 yg bertentangan dgn
corak berpikir Cina. Kepentingan dunia ini, kepentingan hidup
keluarga, dan kemakmuran material, yg merupakan nilai-nilai
tradisional di Cina sama sekali dilalaikan, bahkan disangkal, dalam
Budhisme, sehingga ajaran ini oleh orang dialami sebagai sesuatu
yang sama sekali asing.
4. Zaman Modern
• Dimulai di Cina sekitar th 1900. Filsafat dlm periode ini memperlihatkan
tiga tendensi. Pada permulaan abad 20, pengaruh filsafat Barat cukup
besar. Byk tulisan pemikir-pemikir Barat diterjemahkan ke dlm bahasa
Cina. Aliran filsafat Barat yg paling populer di Cina adalah
pragmatisme, suatu jenis filsafat yg lahir di AS.
• Setelah pengaruh Barat ini, mulailah suatu reaksi, yaitu
kecenderungan utk kembali ke tradisi-tradisi pribumi. Akhirnya,
terutama sejak th 1950, filsafat Cina dikuasai pemikiran Marx, Lenin,
dan Mao Tse Tung.
• Ada tiga tema yg selanjang sejarah dipentingkan dlm filsafat Cina:
harmoni, toleransi, dan perikemanusiaan.
• Harmoni. Antara manusia dan sesama, antara manusia dgn alam,
antara manusia dan surga. Selalu dicari keseimbangan, diantara dua
ekstrim.
• Toleransi. Kelihatan dlm keterbukaan terhadap pendapat2 pribadi,
suatu sikap perdamaian yg memungkinkan pluriformitas yg luar biasa,
jg dlm bidang agama.
• Perikemanusiaan. Karena selalu manusialah yg merupakan pusat
filsafat Cina, manusia yg pada hakikatnya baik dan yg harus mencari
kebahagiaannya di duna ini dgn memperkembangkan dirinya sendiri
dlm interaksi dgn alam dan dgn sesama.
C. Filsafat Barat
1. Zaman Kuno (a. permulaan)
• Dimulai dr Milete /Miletus di Asia kecil sekitar th 600 SM. Pada waktu
itu Miletus merupakan kota penting dimana banyak jalir perdagangan
bertemu dari Mesir, Itali, Yunani dan Asia. Juga banyak ide bertemu di
sini, sehingga Milete menjadi pusat intelektual.
• Pemikir-pemikir besar Milete lebih menyibukkan diri dgn filsafat Alam.
Mereka mencari suatu unsur induk (arche) yang dapat dianggap
sebagai asal segala sesuatu. Menurut Thales (600 SM), air lah yg
merupakan unsur induk ini. Menurut Anaximander (610-540 SM),
segala sesuatu berasal dr "yg tak terbatas", dana menuru
Anaximenes (585-525 SM) udaralah yg merupakan unsur induk
segala sesuatu.
• Pythagoras (500SM), yg mengajar di Italia selatan, adalah org
pertama yg menamai diri "filsuf". Ia memimpin suatu sekolah filsafat yg
kelihatannya merupakan suatu biara di bawah perlindungan dewa
Apollo. Ajaran filsafatnya mengatakan antara lain bhw segala sesuatu
terdiri dari "bilangan-bilangan": struktur dasar kenyataan adalah
ritme (rhythm)
• Dua nama lain yg penting dari periode ini adalah Herakleitos (500SM)
dan Parmenides (515-440SM). Herakleitos mengajarkan bhw segala
sesuatu mengalir (panta rhei); segala sesuatu berubah terus-menerus
spt air dlm sungai. Parmenides mengatakan bhw kenyataan justru
tidak berubah. Segala sesuatu yg betul-betul ada, itu kenyataan
mutlak yg abadi dan tak terbagikan.
1. Zaman Kuno (b. Puncak Zaman Klasik)
• Puncak filsafat Yunani dicapai pada Sokrates, Plato dan Aristoteles.
Sokrates (470-400 SM), guru Plato, mengajarkan bhw akal budi harus
menjadi norma terpenting dlm tindakan kita. Sokrates sendiri tidak
menulis apa-apa. Pikirannya hanya dot diketahui melalui tulisan-
tulisan dr banyak pemikir Yunani lain, terutama melalui Plato.
• Plato (428-348SM) menggambarkan Sokrates sebagai seorang alim
yg mengajarkan bagaimana manusia dapat menjadi berbahagia berkat
pengetahuan ttg apa yg baik. Plato bersama Aristoteles menentukan
sebagian besar dr seluruh sejaran filsafat Barat selama lebih dr dua
ribu tahun. Dunia yg kelihatan menurut Plato hanya merupakan
bayangan dr dunia yg sungguh-sungguh, yaitu ide2 yg abadi. Jiwa
manusia berasal dari dunia ide-ide. Jiwa di dunia ini terkurung dlm
tubuh. Keadaan ini berarti keterasingan. Jiwa rindu utk kembali ke
"surga ide-ide". Kalau jiwa "mengetahui" sesuatu, pengetahuan ini
bersifat "ingatan". Jiwa pernah berdiam dlm kebenaran dunia ide-ide,
dan oleh karena itu pengetahuan mungkin sebagai "mengingat".
• Filsafat Plato merupakan perdamaian ajaran Parmenides dan ajaran
Herakleitos. Dlm dunia ide-ide segala sesuatu abadi, dalam dunia yang
kelihatan, dunia kita yg tidak sempurna, segala sesuatu mengalami
perubahan. Filsafat Plato meliputi logika, epistemologi, antropologi,
teologi, etika, politik, ontologi, filsafat alam, dan estetika.
• Aristoteles ( 384-322SM), guru Alexander Agung dan murid Plato.
Tetapi byk hal yg ia tidak setuju dengan Plato. Ide-ide menurut
Aristoteles tidak terletak di dalam suatu surga di atas dunia ini,
melainkan di dalam benda-benda itu sendiri. Setiap benda terdiri dari
dua unsur yang tak terpisahkan, yaitu materi (hyle) dan bentuk (morfe).
Bentuk-bentuk dapat dibandingkan dgn ide-ide dari Plato. Tetapi pd
Aristoteles ide-ide ini tidak dapat dipikirkan lepas dari materi. Materi
tanpa bentuk tidak ada. Bentuk-bentuk "bertindak" dalm materi. Filsafat
Aristoteles angat sistematis dan memberi sumbangan besar thd ilmu
pengetahuan meliputi Logika, etika, politik, metafisika, psikologi, dan
ilmu alam.
1. Zaman Kuno (c. Hellenisme)
• Alexander Agung mendirikan kerajaan raksasa, dr India Barat sampai
Yunani dan Mesir. Kebudayaan Yunani yg membanjiri kerajaan ini
disebut Hellenisme (dr kata Hellas 'Yunani'). Helenisme yang masih
berlangsung selama kerajaan Romawi mempunyai pusat intelektualnya
di tiga kota besar: Athena, Alexandria ( Mesir), dan Antiokhia (Siria).
Tiga aliran filsafat menonjol dalm Zaman Hellenisme, yaitu Stoisisme,
Epikurisme, dan Neo-platonisme.
• Stoisisme (diajarkan a.l oleh Zeno dr Kition, 333-262SM) terutama
terkenal krn etikanya. Etika Stoisisme mengajarkan bahwa manusia
menjadi berbahagia kalau ia bertindang sesuai akal budinya.
Kebahagiaan itu sama dgn keutamaan. Kalau manusia bertindak
secara rasional, kalau ia tidak dikuasai lagi oleh perasaan-
perasaannya, maka ia bebas berkat ketenangan batin yg oleh
Stoisisme disebut apatheia.
• Epikurisme (dari Epikuros, 341-270 SM) juga terkenal karena etikanya.
Epikurisme mengajarkan bahwa manusia harus mencari kesenangan
sedapat mungkin. Kesenangan itu baik, asal selalu sekadarnya:"kita
harus memiliki kesenangan, tetapi kesenangan tidak boleh memiliki
kita." Manusia harus bijaksana. Ia harus puas dgn menikmati hal-hal
kecil yg sederhana. Dgn cara ini ia akan mencapai kebebasan batin.
• Neo-platonisme. Seorang filsuf Mesir, Plotinos (205-270 M),
mengajarkan suatu filsafat yg sebagian besar berdasarkan Plato dan
yg kelihatan sebagai suatu agama. Neo-platonisme ini mengatakan
bhw seluruh kenyataan merupakan suatu proses emanasi
(pancaran,percikan) yg berasal dr Yang Esa dan yang kembali ke
Yang Esa, berkat eros, kerinduan untuk kembali ke asal ilahi dr segala
sesuatu.
D. Masa Kini
• Dalam abad ke 17 dan 18, sejarah filsafat Barat memperlihatkan aliran-
aliran yg besar, yg mempertahankan diri lama dalam wilayah-wilayah
yg luas, yaitu rasionalisme, empirisme, dan idealisme. Dibandingkan
dgn itu, filsafat Barat dalam abad 19 dan 20 kelihatan terpecah-pecah.
Macam-macam aliran baru muncul, dan aliran-aliran ini sering terikat
pada hanya satu negara atau satu lingkungan bahasa.
• Di bawah ini hanya disebut aliran-aliran yg paling berpengaruh , yaitu
positivisme, marxisme, eksistensialisme, pragmatisme,
neokantianisme, neotomisme, dan fenomenologi.
a. Positivisme
• Positivisme mulai pada filsuf A.Comte (1798-1857). Comte (sosiolog
pertama) mengatakan bahwa pemikiran setiap manusia, pemikiran
setiap ilmu, dan pemikiran suku bangsa manusia pada umumnya
melewati tiga tahap, yaitu tahap teologis, tahap metafisis, dan tahap
positif-ilmiah.
• Positivisme (lawan dr khayalan metafisi) menjadi populer di Inggris
pada filsuf-filsuf spt: J Stuart Mill (1806-1873) dan H. Spenser (1820-
1903).
• Dkm abad 20 positivisme diperbaharui dlm neo-positivisme, suatu
aliran yg asalnya di Wina. Oleh karena itu, filsuf-filsuf dr aliran ini
disebut anggota dr Lingkaran Wina.
b. Marxisme.
Marxime mengajarkan, sebagai materialisme dialektis, bahwa
kenyataan kita akhirnya hanya terdiri dari materi, yg berkembang melalui
suatu proses dialektis (yaitu ritme tesis-antitesis-sintesis).
Tokoh-tokoh materialisme dialektis:
K. Marx (1818-1883)
F. Angels (1820-1895)
Marxisme lebih dr suatu sistem filsafati. Filsafat. Kata Marx, hanya
memberi interpretasi-interpretasi dr dunia dan sejarah. Yang dibutuhkan
bukan interpretasi, melainkan perubahan. Filsafat harus menjadi praksis:
merumuskan suatu ideologi, suatu strategi utk mengubah dunia.
c. Eksistensialisme.
• Eksistensialisme dipersiapkan dalam abad ke 19 oleh S. Kiekegaard
(1813-1855) dan F. Nietzsche (1844-1900). Dalam abad ke 20
eksistensialisme menjadi aliran filsafat yg sangat penting. Filsuf-filsuf
paling besar dr eksistensialisme dlm abad ini adalah
K. Jaspers (1883-1969)
M. Heidegger (1889-1976)
J.P. Satre (1905-1980)
G. Marcel (1889-1973)
M. Marleau-Ponty (1908-1961)
• Eksistensialisme merupakan nama utk macam-macam jenis filsafat.
Semua jenis ini mempunyai inti yg sama, yaitu keyakinan filsafat harus
berpangkal pada adanya (eksistensi) manusia yg konkret, dan tidak
pada hakikat (esensi) manusia pada umumnya. Nama eksistensialisme
memang hanya disenangi oleh J.P Satre. Filsuf2 lain dr aliran ini lebih
senang disebut "filsuf-eksistensi"
d. Fenomenologi
• Eksistensialisme berhubungan erat dgn fenomenologi. Fenomenologi
lebih suatu filsafati dr pd suatu ajaran. Metode fenomenologi berasal dr
E. Husserl (1859-1938) dan kemudian diperkembangkan oleh antara
lain M. Scheler (1874-1928) dan M. Marleau-Ponty). Fenomenologi
mengatakan bahwa kita harus memperkenalkan gejala-gejala dgn
menggunakan intusi. Kenyataan tidak harus di dekati dengan
argumen-argumen, konsep-konsep, dan teori-teori umum. Setiap
benda mempunyai hakikatnya, dan hakikat ini berbicara kepada kita
kalau kita membuka diri untuknya. Metode fenomenologi telah
membuktikan manfaatnya utk epistemologi, psikologi, antropologi, studi
agama-agama, dan etika.
e. Pragmatisme
Pragmatisme merupakan aliran filsafat yg lahir di Amerika Serikat
sekitar th 1900. Tokoh-tokoh terpenting dr aliran in adalah:
C. S. Pierce (1893-1914)
W. James (1842-1920)
J. Dewey (1859-1914)
Pragmatisme mengajarkan bahw ide-ide tdk benar / salah, melainkan
bhw ide-ide dijadikan benar oleh suatu tindakan tertentu. Seperti kita
mengenal sebatang pohon dr buah-buahnya. Kalau semua akibat dr suatu
teori itu baik, lalu kita boleh menarik kesimpulan bahwa teori itu baik, krn teori
itu berguna. Menurut pragmatisme, "Apa itu", melainkan "Apa gunanya" atau
"Untuk apa".
f. Neo-kantisme dan neo-tomisme
Sejumlah aliran filsafat dr periode2 terdahulu mengalami suatu kelahiran
kembali dlm masa sekarang, yaitu Skolastik, filsafat Kant, dan filsafat Hegel.
Yang terpenting dr filsafat-filsafat "neo" ini adalah neo-kantisme dan no-
tomisme.
Neo-kantisme
Berkembang di Jerman. Filsafat dalm aliran ini dianggap sebagai
epistemologi dan kritik ilmu pengetahuan.
Tokoh-tokohnya:
E. Cassirer (1874-1945)
H. Rickert ( 1863-1936)
H. Vaihinger (1852-1933)
Neo-Tomisme
Berkembang di dunia Katholik di banyak negara di Eropa dan di
Amerika. Neo-tomisme mula-mula agak konservatif, tetapi berkat dialognya
dgn filsfat Kant, denga eksistensialisme dan ilmu modern, menjadi suatu
aliran yang penting dan berpengaruh.
Tokoh-tokohnya
J. Marechal S. J (1878-1944)
A. Sertillanges. O.P (1863-1948)
J. Maritain (1882-1973)
g. Aliran-aliran Baru
Sekarang ini ada dua aliran filsafat yg mempunyai peranan besar,
tetapi yg belum dpt dianggap sebagai aliran yg membuat sejarah, karena
mereka masih baru. Kedua aliran ini adalah filsafat analitis dan
strukturalisme.
Filsafat analitis merupakan aliran terpenting di Inggris dan Amerika
Serikat sejak sekitar th 1950. Filsafat analitis (analitic philosophy / linguistic
philosophy) menyibukkan diri dgn analisis bahasa dan analisis konsep-
konsep.
Analisis ini dianggap sebagai "terapi": menurut filsuf-filsuf analitis
banyak soal falsafi (dan juga soal teologis dan ilmiah) dapat "sembuh" kalau,
berkat analisis bahasa, bisa ditunjukkan bahw soal-soal ini hanya diciptakan
oleh pemakaian yg tidak sehat dr bahasa. Filsafat analitis sangat dipengaruhi
oleh L. Wittgenstein.
Strukturalisme
Berkembang diPerancis, lebih-lebih sejak tahun 1960. Strukturalisme
merupakan suatu sekolah dlm filsafat, linguistik, psikiatri, fenomenologi
agama, ekonomi, dan politikologi.
Strukturalisme menyelidiki patterns (pola-pola dasar yg tetap) dlm bahasa-
bahasa, agama-agama, sistem-sistem, ekonomi dam politik, dan dalam
karya-karya kesusastraan.
Tokoh-tokohnya
Cl. Levi Strauss
J. Lacan
M. Foucault
ARISTOTELES
Full name Ἀριστοτέλης, Aristotélēs
Born 384 BC Stageira, Chalcidice
Died 322 BC (age 61 or 62) Euboea
Era Ancient philosophy
Region Western philosophy
School Peripatetic school,Aristotelianism
Main interests Physics, Metaphysics, Poetry, Theatre, Music, Rhetoric,
Politics, Government, Ethics, Biology, Zoology
Notable ideas Golden mean, Reason, Logic, Syllogism, Passion
Ayahnya seorang ahli fisika kenamaan. Pada umur tujuh belas tahun
Aristoteles pergi ke Athena belajar di Akademi Plato. Dia menetap di sana
selama dua puluh tahun hingga tak lama Plato meninggal dunia.
Dari ayahnya, Aristoteles mungkin memperoleh dorongan minat di bidang
biologi dan “pengetahuan praktis”. Di bawah asuhan Plato dia menanamkan
minat dalam hal spekulasi filosofis.
Pada tahun 342 SM Aristoteles pulang kembali ke Macedonia, menjadi guru
seorang anak raja umur tiga belas tahun yang kemudian dalam sejarah
terkenal dengan Alexander Yang Agung. Aristoteles mendidik si Alexander
muda dalam beberapa tahun.
Di tahun 335 SM, sesudah Alexander naik tahta kerajaan, Aristoteles kembali
ke Athena dan di situ dibukanya sekolahnya sendiri, Lyceum. Dia berada di
Athena dua belas tahun, satu masa yang berbarengan dengan karier
penaklukan militer Alexander.
Alexander tidak minta nasehat kepada bekas gurunya, tetapi dia berbaik hati
menyediakan dana buat Aristoteles untuk melakukan penyelidikan-
penyelidikan.
Walau begitu, pertaliannya dengan Alexander mengandung pelbagai bahaya.
Aristoteles menolak secara prinsipil cara kediktatoran Alexander dan tatkala si
penakluk Alexander menghukum mati sepupu Aristoteles dengan tuduhan
menghianat, Alexander punya pikiran pula membunuh Aristoteles.
Di satu pihak Aristoteles kelewat demokratis di mata Alexander, dia juga
punya hubungan erat dengan Alexander dan dipercaya oleh orang-orang
Athena.
Tatkala Alexander mati tahun 323 SM golongan anti-Macedonia memegang
tampuk kekuasaan di Athena dan Aristoteles pun didakwa kurang ajar kepada
dewa.
Aristoteles, teringat nasib yang menimpa Socrates 76 tahun sebelumnya, lari
meninggalkan kota sambil berkata dia tidak akan diberi kesempatan kedua
kali kepada orang-orang Athena berbuat dosa terhadap para filosof.
Aristoteles meninggal di pembuangan beberapa bulan kemudian di tahun 322
SM pada umur 62 tahun.
Hasil murni karya Aristoteles jumlahnya mencengangkan. 47 karyanya masih
tetap bertahan. Daftar kuno mencatat tidak kurang dari 170 puluh buku hasil
ciptaannya.
Bahkan bukan sekedar banyaknya jumlah judul buku saja yang
mengagumkan, melainkan luas daya jangkauan peradaban yang menjadi
bahan renungannya juga tak kurang hebatnya.
Kerja ilmiahnya betul-betul merupakan ensiklopedi ilmu untuk jamannya.
Aristoteles menulis tentang astronomi, zoologi, embryologi, geografi, geologi,
fisika, anatomi, physiologi, dan hampir tiap karyanya dikenal di masa Yunani
purba.
Hasil karya ilmiahnya, merupakan, sebagiannya, kumpulan ilmu pengetahuan
yang diperolehnya dari para asisten yang spesial digaji untuk menghimpun
data-data untuknya, sedangkan sebagian lagi merupakan hasil dari
serentetan pengamatannya sendiri.
Dia filosof orisinal, dia penyumbang utama dalam tiap bidang penting falsafah
spekulatif, dia menulis tentang etika dan metafisika, psikologi, ekonomi,
teologi, politik, retorika, keindahan, pendidikan, puisi, adat-istiadat orang
terbelakang dan konstitusi Athena.
Mungkin sekali, yang paling penting dari sekian banyak hasil karyanya adalah
penyelidikannya tentang teori logika, dan Aristoteles dipandang selaku pendiri
cabang filosofi yang penting ini.
Hal ini sebetulnya berkat sifat logis dari cara berfikir Aristoteles yang
memungkinkannya mampu mempersembahkan begitu banyak bidang ilmu.
Dia punya bakat mengatur cara berfikir, merumuskan kaidah dan jenis-
jenisnya yang kemudian jadi dasar berpikir di banyak bidang ilmu
pengetahuan.
Aristoteles tak pernah kejeblos ke dalam rawa-rawa mistik ataupun ekstrim.
Aristoteles senantiasa bersiteguh mengutarakan pendapat-pendapat praktis.
Pengaruh Aristoteles terhadap cara berpikir Barat di belakang hari sungguh
mendalam. Di jaman dulu dan jaman pertengahan, hasil karyanya
diterjemahkan ke dalam bahasa-bahasa Latin, Arab, Itali, Perancis, Ibrani,
Jerman dan Inggris.
Penulis-penulis Yunani yang muncul kemudian, begitu pula filosof-filosof
Byzantium mempelajari karyanya dan menaruh kekaguman yang sangat.
Buah pikirannya banyak membawa pengaruh pada filosof Islam dan berabad-
abad lamanya tulisan-tulisannya mendominir cara berpikir Barat. Ibnu Rusyd
(Averroes), mungkin filosof Arab yang paling terkemuka, mencoba
merumuskan suatu perpaduan antara teologi Islam dengan rasionalismenya
Aristoteles.
Maimomides, pemikir paling terkemuka Yahudi abad tengah berhasil
mencapai sintesa dengan Yudaisme.
Tetapi, hasil kerja paling gemilang dari perbuatan macam itu adalah Summa
Theologia-nya cendikiawan Nasrani St. Thomas Aquinas. Di luar daftar ini
masih sangat banyak kaum cerdik pandai abad tengah yang terpengaruh
demikian dalamnya oleh pikiran Aristoteles.
Beberapa ide Aristoteles kelihatan reaksioner diukur dengan kacamata
sekarang. Misalnya, dia mendukung perbudakan karena dianggapnya sejalan
dengan garis hukum alam. Dan dia percaya kerendahan martabat wanita
ketimbang laki-laki. Kedua ide ini-tentu saja –mencerminkan pandangan yang
berlaku pada jaman itu. Tetapi, tak kurang pula banyaknya buah pikiran
Aristoteles yang mencengangkan modernnya, misalnya kalimatnya,
“Kemiskinan adalah bapaknya revolusi dan kejahatan,” dan kalimat
“Barangsiapa yang sudah merenungi dalam-dalam seni memerintah manusia
pasti yakin bahwa nasib sesuatu emperium tergantung pada pendidikan anak-
anak mudanya.”
Istilah-istilah ciptaan aristoteles masih dipakai samapai sekarang:
Informasi, relasi, energi, kuantitas, kualitas, individu, substansi, materi,
esensi, dsb.
Ahli filsafat terbesar di dunia sepanjang zaman, bapak peradaban barat,
bapak eksiklopedi, bapak ilmu pengetahuan, atau guru(nya) para ilmuwan
adalah berbagai julukan yang diberikan pada ilmuan ini.
Berbagai termuannya seperti logika yang disebut juga ilmu mantic yaitu
pengetahuan tentang cara berpikir dengan baik, benar, dan sehat, membuat
namanya begitu dikenal oleh setiap orang di seluruh dunia yang pernah
mengecap penididkan.
Pria inilah orang pertama di dunia yang dapat membuktikan bahwa bumi
bulat. Pembuktian yang dilakukaknya dengan jalan melihat gerhana.
Sepuluh jenis kata yang dikenal orang saat ini seperti. Kata kerja, kata benda,
kata sifat dan sebagainya merupakan pembagian kata hasil pemikirannya.
Dia jugalah yang mengatakan bahwa manusia adalah mahluk sosial.
Ayahnya yang bernama Nicomachus, seorang dokter di sitana Amyntas III,
raja Mecedonia, kakek Alexander Agung. Meninggal ketika Aristoteles berusia
15 tahun. Karenanya, ia kemudia dipelihara oleh proxenus, pamannya-
saudara dari ayahnya, pada usia 17 tahun ia masuk akademi milik plato di
Athena. Dari situlah ia kemudian menjadi murid plato selama 20 tahun
Filsafat Abad Pertengahan
Apabila dunia filsafat kita bagi menjadi beberapa fase, setidaknya ada empat
fase filsafat. Filsafat Klasik (Yunani), Filsafat Abad Pertengahan, Filsafat
Modern, dan Filsafat Postmodern (Postmo).
Di antara empat fase ini, filsafat abad pertengahan kiranya memiliki
karakteristik yang khas dibanding fase-fase lainnya. Karena, pada fase inilah,
tradisi berpikir (filsafat) bersentuhan langsung dengan tradisi beragama
(teologi).
Filsafat abad pertengahan dapat dibagi menjadi:
– Masa Patristik
– Masa Skolastik
Masa Skolastik Islam
Masa Skolastik Kristen:
– Masa Skolastik Awal (Abad 9 – 12)
– Masa Skolastik Keemasan (Abad 12 -13)
– Masa Skolastik Akhir (Th 1300 – 1450 )
1. MASA PATRISTIK
Patristik adalah para pujangga gereja dan tokoh tokoh gereja yang
sangat berperan sebagai peletak dasar intelektual kekristenan. Mereka
mencurahkan perhatian pada pengembangan teologi, tapi tidak
menghindarkan diri dari wilayah kefilsafatan.
Mereka berpendapat bahwa setelah Allah memberikan wahyu kepada
manusia, maka mempelajari filsafat Yunani yang non-Kristen dan non-Yahudi
adalah sia-sia bahkan berbahaya yang mengancam kemurniaan iman
krisriani.
• Bapak Gereja terpenting pada masa itu antara lain
– Tertullianus (160-222),
– Justinus,
– Clemens dari Alexandria (150-251), masa patristik Awal
– Origenes (185-254),
– Gregorius dari Nazianza (330-390),
– Basilus Agung (330-379),
– Gregorius dari Nyssa (335-394), masa patristik Yunani
– Dionysius Areopagita,
– Johanes Damascenus,
– Ambrosius,
– Hyeronimus, dan masa keemasan patristik Latin
– Agustinus (354-430).
Masa keemasan patristik Yunani didorong oleh Edic Milan yang dikeluarkan
Kaisar Constatinus Agung tahin 313 yang menjamin kebebasan beragama
bagi umat Kristen.
Agustinus
Adalah seorang pujangga gereja dan filsuf besar. Setelah melewati
kehidupan masa muda yang hedonistis, Agustinus kemudian memeluk agama
Kristen dan menciptakan sebuah tradisi filsafat Kristen yang berpengaruh
besar pada abad pertengahan.
Karyanya yang terpenting adalah Confessiones (pengakuan-pengakuan) dan
De Civitate Dei (tentang kota Allah).
Agustinus menentang aliran skeptisisme (aliran yang meragukan
kebenaran). Menurut Agustinus skeptisisme itu sebetulnya merupakan bukti
bahwa ada kebenaran. Orang ragu-ragu itu sebenarnya bukti bahwa dia tidak
ragu-ragu tehadap satu hal yaitu bahwa ia ragu-ragu. Orang yang ragu-ragu
itu sebetulnya berpikir, dan siapa yang harus berpikir harus ada. Aku ragu-
ragu maka aku berpikir, aku berpikir maka aku berada.
Agustinus menerima penafsiran atas kitab Kejadian, yang
menyatakan bahwa alam semesta dicipta creatio ex nihilo dalam 6 hari, dan
pada hari ketujuh Allah beristirahat, sesudah melihat semua itu baik adanya.
(konsep yang kemudian juga diikuti oleh Thomas Aquinas)
“Allah tidak ingin mengajarkan kepada manusia hal-hal yang tidak relevan
bagi keselamatan mereka”.
Menurut Agustinus penciptaan bukanlah suatu peristiwa dalam waktu,
namun waktu diciptakan bersama dengan dunia. Penciptaan adalah tindakan
tanpa-dimensi-waktu yang melaluinya. Waktu menjadi ada, dan tindakan
kontinu yang melaluinya Allah memelihara dunia.
Istilah ex-nihilo tidak berarti bahwa tiada itu merupakan semacam
materi, seperti patung dibuat dari perunggu, namun hanya berarti “tidak terjadi
dari sesuatu yang sudah ada”. Hakikat alam ciptaan ialah menerima seluruh
Adanya dari yang lain, yaitu Sang Khalik. Alam ciptaan adalah
ketergantungan dunia kepada Tuhan.
2. Masa Skolastik
Sebutan skolastik mengungkapkan, bahwa ilmu pengetahuan abad
pertengahan yang di usahakan oleh sekolah-sekolah, dan ilmu tersebut
terikat pada tuntutan pengajaran di sekolah-sekolah itu. Sifat filsafat skolastik
adalah pengetahuan yang digali dari buku-buku diberi tekanan berat. Jagad
raya memang di pelajari, akan tetapi bukan dengan penelitian-nya, melainkan
dengan menanyakan kepada pendapat para filsuf yunani tentang jagad raya
itu.
• Sejak pemerintahan Karel Agung (742-814), keadaan mulai pulih,
Kegiatan intelektual mulai bersemi kembali. Ilmu pengetahuan,
kesenian, dan filsafat mendapat angin segar.
•
Masa Skolastik mencapai puncak kejayaannya pada abad XIII. Di
masa ini filsafat dikaitkan dengan teologi, tetapi sudah menemukan
tingkat kemandirian tertentu. Patut diberi catatan khusus tentang
penyebaran karya-karya filsafat Yunani, karena inilah faktor terpenting
bagi perkembangan intelektual dan filsafat.
• Masuknya filsafat Aristoteles ke barat dimungkinkan lewat filsuf-filsuf
arab yaitu Ibnu Sina atau Avicenna (980-1037), dan Ibnu Rusyd (1126-
1198) alias Averroes. Avicenna berusaha menggabungkan filsafat
Aristoteles dan Neoplatonisme sedangkan Averroes merupakan
pengagum Aristoteles dan menulis komentar tentang pemikiran-
pemikiran Aristotelian. Sebab itu ia dijuluki Sang Komentator.
• Kehadiran karya-karya Aristoteles itu memberikan nuansa baru. Orang
yang berhadapan dengan karya-karya nonkristen. Tugas filsafat dan
teologi adalah mendamaikan alam pikiran baru itu dengan ajaran
Kristen, khususnya alam pemikiran Agustinus yang mendominasi
masa-masa sebelumnya.
• Ada yang mengatakan juga bahwa skolastik itu filsafat yang
berdasarkan atas agama atau kepercayaan.
• Masa skolastik terbagi dapat juga dibagi dalam 2 tahapan
– (1) masa skolastik timur, yang diwarnai situasi dalam komunitas
Islam di Timur Tengah, abad 8 s/d 12 M, dan
– (2) masa skolastik barat, abad 12 s/d 15 M, yang diwarnai oleh
perkembangan di Eropa (termasuk jazirah Spanyol).
Boethius
Adalah seorang menteri pada pemerintahan Raja Theodorik Agung di
Italia. Namun, ia dijebloskan ke penjara karena dianggap sebagai komplotan.
Dipenjara ia menulis buku yang berjudul De Consolatione Philosophiae.
Petrus Abelardus
Mempunyai jasa besar dalam etika dan logika. Dia ikut memberikan
pendapat yang sangat berharga menyangkut perdebatan di masa itu tentang
Universalia (konsep-konsep umum), antara kelompok penganut Realisme dan
Nominalisme.
Bonaventura
Adalah biarawan ordo Fransiskan yang menjadi professor di Paris, dan
pernah dipercaya memimpin ordo tersebut.
Siger
Dari Brabant adalah mahaguru di fakultas sastra diparis.
Albertus Agung
Adalah seorang biarawan ordo Dominikan, dan pernah menjadi
mahaguru di sejumlah Universitas di Jerman dan Paris.
Thomas Aquinas
Sangat terpengaruh oleh filsafat Aristoteles.
Orang Katolik terima Thomas Aquinas sebagai Bapak gereja.
Orang protestan banyak menolak argumen-argumen Thomas yang terlalu
terpengaruh oleh Aristoteles sehingga kadang-kadang menyimpang dari
exegese yang sehat dari Alkitab.
Thomas Aquinas dijuluki pangeran masa skolastik. Ia adalah seorang
biarawan ordo Dominikan, mengajar di Paris, Jerman, dan Italia.
Thomas Aquinas berpendapat bahwa filsafat harus mengabdi
teologi, waktu itu dikenal ungkapan Philosophia Est Ancilla Theologiae.
Manusia dapat mengenal Allah dengan menggunakan rasio. Tetapi,
pengenalan itu hanya melalui ciptaan-ciptaan.
Thomas membuktikan adanya Allah melalui rangkaian argumentasi
dalam Summa Teologica yang dikenal dengan Quinqae Viae (Lima Jalan)
yaitu.
• Gejala adanya perubahan atau gerak
• Gejala sebab dan akibat
• Gejala kontingensi
• Adanya hierarki kesempurnaan
• Finalitas dunia
Manusia terdiri dari tubuh dan jiwa. Jiwa merupakan forma dan tubuh
merupakan materinya. Keduannya tidak dapat dipisahkan dan merupakan
satu substansi.
William Ockham
Adalah seorang biarawan ordo Fransiskan. Ia dianggap pemikir
bermasalah di gereja, di bidang filsafat ajarannya bercorak empiristis.
Nicholaus Cusanus
Adalah Uskup dan Kardinal. Meskipun dipercaya mampu memangku
tugas kegerejaan, Nicholaus dikenal sebagai ilmuwan.
Renaisans
Adalah suatu periode sejarah yang mencapai titik puncaknya kurang
lebih pada tahun 1500. Perkataan "renaisans" berasal dari bahasa Perancis
renaissance yang artinya adalah "Lahir Kembali" atau "Kelahiran Kembali".
Yang dimaksudkan biasanya adalah kelahiran kembali budaya klasik
terutama budaya Yunani kuno dan budaya Romawi kuno. Namun zaman
sekarang hal ini bisa menyangkut segala hal.
Masa ini ditandai oleh kehidupan yang cemerlang di bidang seni,
pemikiran maupun kesusastraan yang mengeluarkan Eropa dari kegelapan
intelektual abad pertengahan.
Masa Renaissance bukan suatu perpanjangan yang berkembang
secara alami dari abad pertengahan, melainkan sebuah revolusi budaya,
suatu reaksi terhadap kakunya pemikiran serta tradisi Abad pertengahan.
Abad Renaisans (Bahasa Perancis/Bahasa Inggris: Renaissance;
Bahasa Italia: Rinascimento; arti harafiah: kelahiran kembali) adalah sebuah
gerakan kebudayaan antara abad ke-14 hingga abad ke-17, bermula di Italia
pada akhir Abad Pertengahan dan kemudian menyebar ke seluruh Eropa.
Gerakan ini mencakup kebangkitan pengetahuan berdasarkan sumber-
sumber klasik, tumbuhnya panutan pada Sri Paus dan segala sesuatu yang
anggun, perkembangan gaya perspektif dalam seni lukis, dan kemajuan ilmu
pengetahuan.
Gerakan Masa Pencerahan memberikan efek yang luar biasa pada
semua usaha untuk mengembangkan ilmu pengetahuan, tapi mungkin yang
paling terkenal adalah kemajuan dari segi kesenian dan kontribusi dari para
polymath (orang yang memiliki ilmu yang tinggi dalam berbagai macam hal)
seperti Leonardo da Vinci dan Michelangelo, yang menyebabkan
munculnya sebutan “Renaissance Men”.
Renaisans pertama kali diperkenalkan di Eropa Barat, di kawasan
Italia. Hal ini dipicu kekalahan tentara salib dalam perang suci.
Kekalahan tersebut membuat para pemikir dan seniman menyingkir dari
Romawi Timur menuju Eropa Barat.
Mereka menyadari telah dimulainya masa mesiu peledak dan untuk
menguasai teknologi tersebut mereka harus melepaskan diri dari pengaruh
mistisme zaman pertengahan dengan kembali kepada sains zaman klasik
yang sebelumnya dilarang karena dianggap pelanggaran terhadap misi
ketuhanan.
Niccolo Machiavelli
Lahir di Florence, Italia, 3 Mei 1469 – meninggal di Florence, Italia, 21
Juni 1527 pada umur 58 tahun) adalah diplomat dan politikus Italia yang juga
seorang filsuf.
Sebagai ahli teori, Machiavelli adalah figur utama dalam realitas teori
politik, ia sangat disegani di Eropa pada masa Renaisans.
Dua bukunya yang terkenal, Discorsi sopra la prima deca di Tito
Livio (Diskursus tentang Livio) dan Il Principe (Sang Pangeran), awalnya
ditulis sebagai harapan untuk memperbaiki kondisi pemerintahan di Italia
Utara, kemudian menjadi buku umum dalam berpolitik di masa itu.
Il Principe, atau Sang Pangeran menguraikan tindakan yang bisa atau perlu
dilakukan seorang seseorang untuk mendapatkan atau mempertahankan
kekuasaan.
Nama Machiavelli, kemudian diasosiasikan dengan hal yang buruk,
untuk menghalalkan cara untuk mencapai tujuan. Orang yang melakukan
tindakan seperti ini disebut makiavelis.
Selengkapnya karya-karya Machiavelli dalam bahasa Italia meliputi;
1. Discorso sopra le cose di Pisa (1499),
2. Del modo di trattare i popoli della Valdichiana ribellati (1502),
3. Del modo tenuto dal duca Valentino nell’ ammazzare Vitellozo Vitelli,
4. Oliverotto da Fermo (1502),
5. Discorso sopra la provisione del danaro (1502),
6. Decennale primo (1506 poema in terza rima),
7. Ritratti delle cose dell’Alemagna (1508-1512),
8. Decennale secondo (1509),
9. Ritratti delle cose di Francia (1510),
10. Discorsi sopra la prima deca di Tito Livio (1512-1517),
11. Il Principle (1513),
12. Andria (1517),
13. Mandragola (1518),
14. Della lingua (1514),
15. Clizia (1525),
16. Belfagor arcidiavolo (1515),
17. asino d’oro (1517),
18. Dell’arte della guerra (1519-1520),
19. Discorso sopra il riformare lo stato di Firenze (1520),
20. Sommario delle cose della citta di Lucca (1520),
21. Vita di castruccio Castracani da Lucca (1520),
22. Istorie fiorentine (1520-1525), dan
23. Frammenti storici (1525).
Blaise Pascal
Lahir di Clermont-Ferrand, Perancis, 19 Juni 1623 – meninggal di
Paris, Perancis, 19 Agustus 1662 pada umur 39 tahun) berasal dari Perancis.
Minat utamanya ialah filsafat dan agama, sedangkan hobinya yang lain
adalah matematika dan geometri proyektif.
Bersama dengan Pierre de Fermat menemukan teori tentang
probabilitas.
Pada awalnya minat riset dari Pascal lebih banyak pada bidang ilmu
pengetahuan dan ilmu terapan, di mana dia telah berhasil menciptakan mesin
penghitung yang dikenal pertama kali (kalkulator).
Pascal dikenal sbg orang yg genius yang religius dan filosifis yg tak
tertandingi pd zamannya. Pd th 1646, ketika masih muda, ia terlibat gerakan
pro-Royal yg keras dan para Jansenis, yg sangat terpisah dengan dunia.
Karyanya yg terkenal adalah Pensees, yang terbit setelah ia
meninggal dunia. Inti buku ini berusaha menyingkap pemikiran personalnya
mengenai religiusitasnya yang amat dalam dan penolakan terhadap
rasionalisme filosofis.
Walaupun ia menulis beberapa telaah yg luar biasa mengenai fondasi
matematika, ia tetap menyadari pentingnya topik-topik yg lebih manusiawi yg
sering diabaikan filsuf di jamannya.
Pascal mencemaskan kebosanan, kesia-siaan, dan penderitan
manusia.
Filsafat Modern
Para filsuf zaman modern menegaskan bahwa pengetahuan tidak
berasal dari kitab suci atau ajaran agama, tidak juga dari para penguasa,
tetapi dari diri manusia sendiri. Namun tentang aspek mana yang berperan
ada beda pendapat.
Rasionalisme ,sumber pengertahuan = rasio
Empirisme, sumber pengetahuan = pengalaman (Batin dan indrawi).
Kritisisme, memadukan kedua pendapat tsb.
1. René Descartes
ʀəˈne deˈkaʀt; lahir di La Haye, Perancis, 31 Maret 1596 – meninggal
di Stockholm, Swedia, 11 Februari 1650 pada umur 53 tahun), juga dikenal
sebagai Renatus Cartesius dalam literatur berbahasa Latin, merupakan
seorang filsuf dan matematikawan Perancis.
Descartes, kadang dipanggil "Penemu Filsafat Modern" dan "Bapak
Matematika Modern", adalah salah satu pemikir paling penting dan
berpengaruh dalam sejarah barat modern. Dia menginspirasi generasi filsuf
kontemporer dan setelahnya, membawa mereka untuk membentuk apa yang
sekarang kita kenal sebagai rasionalisme kontinental, sebuah posisi filosofikal
pada Eropa abad ke-17 dan 18.
Pemikirannya membuat sebuah revolusi falsafi di Eropa karena
pendapatnya yang revolusioner bahwa semuanya tidak ada yang pasti,
kecuali kenyataan bahwa seseorang bisa berpikir.
Karyanya yang terpenting ialah Discours de la méthode (1637) dan
Meditationes de prima Philosophia (1641).
Tokoh rasionalisme ini beranggapan bahwa dasar semua pengetahuan
ada dalam pikiran. Dalam buku Discours de la méthode ia menegaskan
perlunya metode yang jitu sebagai dasar kokoh bagi semua pengetahuan,
yaitu dengan menyangsikan segalanya, secara metodis. Kalau sesuatu
kebenaran tahan terhadap ujian kesangsian yang radikal ini, maka kebenaran
itu 100% pasti menjadi landasan bagi seluruh pengetahuan.
Namun dalam kesangsian itu ternyata ada satu hal yang tidak dapat
diragukan, yaitu “saya ragu-ragu”. Ini bukan khayalan, tetapi kenyataan
bahwa “aku ragu-ragu”. Jika aku menyangsikan sesuatu, aku menyadari
bahwa aku menyangsikan adanya.
Dengan kata lain, kesangsian itu langsung menyatakan adanya aku.
Itulah “cogito ergo sum”, aku berpikir (= menyadari) maka aku ada. Itulah
kebenaran yang tidak dapat disangkal lagi.
Mengapa kebenaran itu pasti? Sebab aku mengerti itu dengan “jelas dan
terpilah-pilah” – “clearly and distinctly”, “clara et distincta”. Artinya, yang jelas
dan terpilah-pilah itulah yang harus diterima sebagai benar. Dan itu menjadi
norma Descartes dalam menentukan kebenaran.
Descartes menerima 3 realitas atau substansi bawaan yang sudah ada
sejak lahir, (1) realitas pikiran (res cogitan), (2) realitas perluasan (res
extensa,”extention) atau materi, (3) Tuhan (sebagai wujud yang seluruhnya
sempurna, penyebab sempurna dari kedua realitas itu).
Pikiran = kesadaran. Tidak mengambil ruang ruang dan tidak dapat dibagi-
bagi menjadi bagian yang lebih kecil. Materi adalah keluasan, mengambil
tempat dan dapat dibagi-bagi, dan tidak memiliki kesadaran. Kedua substansi
berasal dari Tuhan, sebab hanya Tuhan sajalah yang ada tanpa tergantung
kepada apa pun.
Descartes adalah seorang dualis, yang menerapkan pembagian tegas
antara realitas pikiran dan realitas yang meluas. Manusia memiliki keduanya
sedangkan binatang hanya memiliki realitas keluasan: manusia memiliki
badan seperti binatang dan memiliki pikiran seperti malaikat.
Binatang adalah mesin otomat, bekerja mekanistik, sedang manusia
adalah mesin otomat yang sempurna karena dari pikirannya ia memiliki
kecerdasan.
Dalam karyanya yang termasyhur, Discours de la méthode , diajukan 6
bagian penting berikut:
1) Menjelaskan masalah ilmu-ilmu yang diawali dengan menyebutkan akal
sehat (Common-sense) yang pada umumnya dimiliki semua orang. Menurut
Descartes, akal sehat ada yang kurang, ada pula yang lebih banyak
memilikinya, namun yang terpenting adalah penerapannya dalam aktivitas
ilmiah. Metode yang ia coba temukan itu merupakan upaya untuk
mengarahkan nalarnya sendiri secara optimal. Baginya pengetahuan budaya
itu tetap kabur, pengetahuan bahasa memang berguna, puisi itu memang
indah tapi memerlukan bakat. Ia lebih tertarik pada bidang matematika yang
dianggap belum dimanfaatkan secara optimal kemungkinannya yang
cemerlang.
Filsafat bagi Descartes rancu dengan gagasan yang acapkali sering
bertentangan, oleh karena itu perlu dibenahi.
2) Menjelaskan kaidah-kaidah pokok tentang metode yang akan
dipergunakan dlm aktivitas ilmiah. Bagi Decartes, sesuatu yang dikerjakan
oleh satu orang lebih sempurna dari pada yang dikerjakan oleh sekelompok
orang secara patungan. Dalam hal ini, Descartes mengajukan 4 langkah atau
aturan yg dapat mendukung metode yg dimaksud sbb:
Pertama, jangan pernah menerima pengetahuan dan informasi
sebagai kebenaran jika anda tidak mempunyai pengetahuan yang jelas
mengenai kebenarannya. Maksudnya, hindari kesimpulan yang tergesa-gesa
sampai anda meneliti sendiri dan dapat menemukan kebenaran yang tidak
dapat diragukan lagi kebenarannya.
Kedua, pilah-pilah tiap kesulitan yang anda rasakan menjadi bagian-
bagian sebanyak mungkin. Kemudian kelompokkan tingkat kesulitan tersebut
mulai yang teringan sampai yang terberat.
Ketiga, pecahkan tingkat kesulitan tersebut dimulai dari tingkat yang
paling ringan, sederhana, dan mudah diketahui, lalu meningkat sedikit demi
sedikit ke kesulitan yang paling berat dan kompleks.
Keempat, buatlah penomoran untuk seluruh permasalahan selengkap
mungkin dan tinjau ulang secara menyeluruh sehingga anda dapat merasa
pasti tidak sesuatu pun yang ketinggalan.
Langkah-langkah Descartes tersebut menggambarkan suatu sikap
skeptis-metodis dalam upaya memperoleh kebenaran yang pasti. Karena
itulah metode filsafat Descartes sering juga disebut metode skeptis, artinya
meragukan segala sesuatu sebelum ditemukan kebenaran yg pasti.
5) Menegaskan perihal dualismen dalam diri manusia yang terdiri atas dua
substansi, yaitu res cogitans (jiwa bernalar), dan res extensa (jasmani yang
meluas). Tubuh (res extansa) diibaratkan dengan mesin, yang tentunya
karena ciptaan Tuhan maka tertata dengan baik. Ketergantungan antara dua
kodrat ialah bahwa jiwa bernalar dan kodrat jasmani, jiwa secara kodrati tidak
mungkin mati bersama dengan tubuh. Jiwa manusia itu abadi.
2. Baruch de Spinoza
(24 November 1632 – 21 Februari 1677) (Bahasa Ibrani: )ברוך שפינוזה
adalah filsuf keturunan Yahudi-Portugis berbahasa Spanyol yang lahir dan
besar di Belanda. Pikiran-pikirannya berakar dalam tradisi Yudaisme.
Spinoza adalah satu filsuf istimewa yang tidak hanya percaya apa
yang dikatakanya, tetapi juga bertindak sesuai dengannya.Bahkan ia menolak
jabatan filsafat di Heidelberg karena itu merupakan posisi resmi, dan bahwa
hal itu berarti menerima ide-ide dan pembatasan-pembatasan resmi.
Dari segala sisi ia adalah orang yang jujur, terhormat, dan sopan.
Tentu saja hal ini menyebabkan ia diserang hampir oleh setiap orang, bahkan
setelah ia mati
Seperti Descartes Spinoza yakin bahwa dengan mengikuti metode
geometri, kita dapat menghasilkan pengetahuan yang tepat mengenai dunia
nyata. Namun, keyakinannya lebih jauh dari pada Descartes; ia berusaha
untuk menyusun FILSAFAT GEOMETRI.
Pandangan Spinoza mengenai substansi tunggal merupakan
tanggapannya atas pemikiran Descartes tentang masalah substansi dan
hubungan antara jiwa dan tubuh.
Pertama-tama, Spinoza merumuskan pemikirannya tersebut dengan
memberikan pengertian pada 'substansi'. menurutnya, substansi adalah
sesuatu yang berada di dalam dirinya sendiri. Spinoza menyatakan bahwa
keberadaan substansi dalam dirinya sendiri juga berarti substansi memikirkan
dirinya sendiri.
Karya utama Spinoza adalah Ethics. Secara umum, buku Spinoza
tersebut menggunakan metode Cartesian dan berusaha membuat Hipotesis
mengenai kehidupan ini bahwa ada dan hanya satu substansi dengan banyak
sifat yang tak terbatas jumlahnya. Dalam konteks ini manusia dan Tuhan
adalah satu substansi meski berbeda. Inilah yang membuat sebagian orang
bisa menerima tapi tidak sedikit yang mampu memahami pikiran Spinoza
karena memang agak membingungkan.
Spinoza menyuburkan pemakaian pengertian sebab Aristoteles dan
pengertian istimewa yang ditetapkan tentang Tuhan, khsusunya tentang
penyebab didinya atau causa sui.
Para skolastik telah memakai pengertian ini dalam bukti kosmologis dan
dapat diduga Spinoza mereproduksi versi bukti tersebut. Namun demikian
Spinosa memiliki sesuatu yang lain dalam benaknya, dan itu
merupakan determinisme. Yakni, klaim bahwa dari suatu sebab yang telah
ditentukan akibat menyusul secara niscaya. Tetapi determinisme Spinoza
tidak berkaitan langsung dengan ilmu secara khusus namun lebih tepatnya
dengan apa yang barang kali dianggap sebagai nasib.
Karya Ethics Spinoza yang terakhir mengulas masalah emosi. Banyak
komentator yang meninggalkannya, karena tidak menambah kerangka kerja
metafisik yang telaj ditetapkan di buku keduanya.
Spinoza dalam buku tersebut tidak beda pendapat dengan apa yang
disebut dengan apatheia, ketidakpedulian. Diskusi moral dalam buku tersebut
sangat penting dan memberi kontribusi bagi khazanah filsafat.
Karya-karyanya
• Renati Descartes Principiorum Philosophiae, 1663 (Prinsip Filsafat
Descartes)
• Tractatus Theologico-Politicus, 1670 (Traktat Politis-Teologis)
• Tractatus de intellectus emendatione, 1677 (Traktat tentang Perbaikan
Pemahaman)
• Ethica more geometrico demonstrata, 1677 (Etika yang dibuktikan
secara geometris)
5. David Hume
Lahir 26 April 1711 – meninggal 25 Agustus 1776 pada umur 65 tahun)
adalah filsuf Skotlandia, ekonom, dan sejarawan. Walaupun kebanyakan
ketertarikan karya Hume berpusat pada tulisan filosofi, sebagai sejarawanlah
dia mendapat pengakuan dan penghormatan. Karyanya The History of
England.
Pada jaman Hume-lah aliran empirisme memuncak. Empirisme
mendasarkan pengetahuan pada pengalaman, bukan rasio. Hume memilih
pengalaman sebagai sumber utama pengetahuan. Pengalaman dapat bersifat
lahiriah (yg menyangkut dunia) dan batiniah (menyangkut pribadi manusia).
Dua hal yang dicermati Hume adalah “substansi” dan “kausalitas”.
Hume tidak menerima “substansi”. Sebab yang dialami manusia hanya
kesan-kesan saja tentang beberapa ciri yang selalu ada bersama-sama. Dari
kesan muncul gagasan. Kesan adalah hasil pengindraan langsung atas
realitas lahiriah, sedang gagasan adalah ingatan akan kesan-kesan.
Contoh: jika tangan kita terbakar api, kita akan mendapatkan kesan panas
dgn segera. Dan setelah itu kita mengingat bahwa tangan terbakar akan
panas., ingatan inilah yang disebut gagasan.
Realitas masuk dalam diri kita melalui kesan. Apa yang dilihat indra
kemudian tersimpan dalam ingatan (memori) itulah kesan. Sementara hasil
ingatan mereproduksi kesan itulan gagasan.
Sama halnya dengan “kausalitas” (hubungan sebab-akibat). Jika gejala
tertentu selalu diikuti oleh gejala lainnya, dengan sendirinya kita cenderung
pada pikiran bahwa gejala yang satu disebabkan gejala sebelumnya.
Misalnya gelas jatuh dari atas meja, gelas itu pecah. Pikiran umum akan
menyimpulkan bahwa jatuh menyebabkan pecah. Menurut Hume kesimpulan
itu tidak berdasarkan pengalaman. Pengalaman hanya memberi kita urutan
gejala, tetapi tidak memperlihatkan kepada kita urutan sebab akibat. Karena
di lain peristiwa gelas jatuh ternyata tidak pecah. Yang disebut kepastian
hanya mengungkapkan harapan kita saja dan tidak boleh dimengerti lebih dr
“probable” (berpeluang). Hume lebih suka menyebut “urutan kejadian”
7. Immanuel Kant
Lahir:April 22, 1724 Königsberg, Kerajaan Prussia Meninggal: 12
Februari 1804 (umur 79)
Königsberg, Kerajaan Prussia Aliran/tradisi: Kantianisme, Abad Pencerahan.
Minat utama: Epistemologi, Metafisik, Etika Gagasan penting: Imperatif
kategoris, Idealisme transdental, Proposisi sintetik, Noumenon, Sapere aude,
Hipotesis nebular
Ia mempunyai keteraturan yang luar biasa, sama teraturnya dengan
menghasilkan makalah dan buku. Orang-orang di Konigsberg mencocokan
jam mereka dengan nya sewaktu ia berjalan setiap harinya.
Ia tidak menikah dan tidak pernah sakit keras. Kekecualiannya hanya
ketika ia pertama kali membaca Emile-nya Rousseau, ia tinggal di rumah
beberapa hari untuk membacanya dan orang-orang diseluruh Konigsberg
terlambat mengerjakan segala sesuatu.
Karya Kant yang terpenting adalah Kritik der Reinen Vernunft, 1781.
Dalam bukunya ini ia “membatasi pengetahuan manusia”. Atau dengan kata
lain “apa yang bisa diketahui manusia.” Ia menyatakan ini dengan
memberikan tiga pertanyaan:
• Apakah yang bisa kuketahui?
• Apakah yang harus kulakukan?
• Apakah yang bisa kuharapkan?
Pertanyaan itu dijawab sebagai berikut:
Apa-apa yang bisa diketahui manusia hanyalah yang dipersepsi dengan
panca indria. Lain daripada itu merupakan “ilusi” saja, hanyalah ide.
Semua yang harus dilakukan manusia harus bisa diangkat menjadi sebuah
peraturan umum. Hal ini disebut dengan istilah “imperatif kategoris”. Contoh:
orang sebaiknya jangan mencuri, sebab apabila hal ini diangkat menjadi
peraturan umum, maka apabila semua orang mencuri, masyarakat tidak akan
jalan.
Postmodernisme
A. Pengertian Postmodernisme
D. Teoretisi Postmodernisme
1. Fracois Lyotard (1924 – 1998)
2. Michel Foucault (1926 – 1984)
3. Jacques Derrida (1930 – 2004)
4. Richard Rorty ( 1931 – 2007)
5. Jean Baudrillard (1929 – 2007)
6. Frederic Jameson ( 1934)
Jacques Lacan (1901-1999).
Teoritisi lain yang juga terkenal sebagai pemikir postmodernis
adalah Jacques Lacan. Ia merupakan salah satu psikoanalisis Prancis yang
memiliki kontribusi pemikiran pada murid dan pengikutnya. Lacan
menganggap dirinya sebagai seorang psikoanalisis struktural, tapi dalam
banyak hal ide-idenya justru mengawali berakhirnya strukturalisme dan
munculnya post-strukturalisme, juga post modernis.
Pemikiran Lacan ditulis dalam buku Ecrits: A
Selection(1966/1977), Feminine Sexuality (1966/1977), The Four
Fundamental Concept of Psycho-analysis (1973/1977) dan The Ethics of
Psychoanalysis (1982/1992).
Sebagaimana diketahui salah satu prinsip utama strukturalisme adalah
kematian subyek, tapi bagi Lacan sebagai seorang psikoanalisis hal demikian
tidak mudah diterima. Lacan menerima keyakinan strukturalis bahwa makna
kata ditentukan oleh perbedaan kata, dalam batas tertentu subyek juga
merupakan produk dari struktur tertentu.
Menurutnya subyektivitas manusia tidak abadi dan natural, bahkan
tidak dikonstruksi secara sosial. Lacan seringkali mengklaim bahwa ide-
idenya adalah kembali pada Sigmund Freud. Pendekatan Lacanian telah
memperkenalkan kembali persoalan dan konsep bahwa ilmu sosial secara
keliru telah termarginalkan oleh pembentukan subyektivitas diri, pentingnya
identifikasi yang imajiner.
Teori-teori Lacan melukiskan tantangan bagi sosiologi modern yang
berdasarkan pada ide agen-agen rasional. Tiga konsep inti pemikiran Lacan
adalah, yang imajiner, yang simbolik dan yang nyata. Tiga hal inilah key
word pemikiran Jacques Lacan. Bagi Lacan, psikoanalisis sangat dikaitkan
dengan ide-ide Saussure tentang bahasa.
Yang imajiner (the imaginary) adalah tatanan ketika individu
memahami dirinya sendiri sebagai hal menyeluruh dan subyek yang lengkap.
Merupakan suatu ranah ketika ego rasional berkembang melalui suatu
indentifikasi dengan keseluruhan citraan hingga individu memahami dirinya
sendiri. Namun menurut Lacan citraan itu adalah ilusi dan kepalsuan yang
salah.
Sedangkan yang simbolik adalah struktur supra personal dari
determinasi sosial yang sudah ada sebelumnya. Ia adalah ruang budaya dan
bahasa. Kita lahir di dalamnya, dan ia memberikan kita nama, dan
menceritakan apa ras, kelas, jenis kelamin, dan katagori sosial yang lain.
Pada yang imaginer, ego-ego didefinisikan melalui identifikasi mereka.
Pada yang simbolik subjek didefinisikan melalui individualitasnya, perbedaan
mereka dari yang lain (the other). Yang lain adalah tatanan simbolik yang
berada di luar kita dan mendahului kita dan bahkan menggambarkan satu-
satunya tempat di mana subjek muncul.
Jadi ada dua kecenderungan yang melewati ranah makna. Salah
satunya, yang imaginer selalu cenderung membakukan yang simbolik ke
dalam struktur makna yang stabil. Di sisi lain yang simbolik cenderung
mengeluarkan yang imaginer dan membubarkannya ke dalam permainan
yang berbeda tanpa makna.Tiada satupun yang benar-benar muncul karena
ada tatanan yang ketiga, yang disebut Lacan (1986/1992) dengan yang nyata
(the real).
Yang nyata membangun yang simbolik dan yang imajiner. Ia
memaksa yang imaginer mencari ekspresi yang mustahil dalam yang
simbolik, dan ia memaksa yang simbolik menggunakan yang imaginer
sebagai intinya dan secara intrinsik mengkonstruksi elemen yang tidak berarti
itu di sekitar identifikasi yang imajiner.
Dalam anjurannya untuk kembali kepada Freud, Lacan menyatakan
bahwa perbedaan antara yang simbolik, sebagai tatanan bahasa, dan yang
imajiner sebagai sesuatu yang dicitrakan oleh hubungan interpersonal ganda,
telah terdapat dalam pemikiran Freud secara implisit.
Analisis pasca Freudian justru memusatkan perhatian pada yang
imajiner. Akibatnya praktik psikoanalisis gagal memahami prinsip-prinsip
dasar psikoanalisis, yang terletak pada yang simbolik. Ini menurut Lacan
menyebabkan psikoanalisis di dalam praktiknya, mustahil bisa membedakan
antara yang esensial dengan ciri-ciri bersifat kontingen, sehingga yang terjadi
adalah konservatisme yang menghalangi inovasi, serta ritualistik teknik yang
dipahami secara keliru oleh para praktisinya.
Dikemukakannya segi yang simbolik itu, memungkinkan Lacan
membedakan antara ego yang diciptakan oleh serangkaian identifikasi
imajiner, dan subjek yang dipandang merupakan hasil dari efek bahasa
terhadap manusia.
Ide-ide Lacan berpengaruh besar dalam beberapa bidang kajian,
termasuk sosiologi. Banyak muridnya seperti Yulia Kristeva, Irigay, dan
Cixous sangat dipengaruhi oleh ide-ide Lacanian. Untuk memahami
pemikiran Lacan selain membaca buku-bukunya, juga bisa dibaca tulisan
tentang Lacan dari para teoritisi sosial seperti Mark Bracher (1997),Lacan
Discourse and Social Change: Psychoanalitic Cultural Critism. Atau juga
Russell Grigg, dalam buku Social Theory: A Guide to Central
Thinkers, dengan editor Peter Beilharz (1999) yang sudah diterjemahkan
dalam bahasa Indonesia.
ONTOLOGI ILMU
Ontologi ilmu meliputi apa hakikat ilmu itu, apa hakikat kebenaran dan
kenyataan yang inheren dengan pengetahuan ilmiah, yang tidak terlepas dari
persepsi filsafat tentang apa dan bagaimana (yang) “Ada” itu (being Sein, het
zijn)
Obyek penelaahan ilmu mencakup seluruh aspek kehidupan yang dapat diuji
oleh panca indera manusia, seperti batu-batuan, binatang, tumbuhan, atau
manusia itu sendiri; berbagai gejala dan peristiwa yang mempunyai manfaat
bagi kehidupan manusia.
Berdasarkan obyek yang ditelaahnya, maka ilmu dapat disebut sebagai suatu
pengetahuan empiris. Inilah yang merupakan salah satu ciri ilmu yakni
orientasi terhadap dunia empiris.
Ontologi merupakan salah satu kajian kefilsafatan yang paling kuno dan
berasal dari Yunani. Studi tersebut mebahas keberadaan sesuatu yang
bersifat konkret. Tokoh Yunani yang memiliki pandangan yang bersifat
ontologis dikenal seperti Thales, Plato, dan Aristoteles .
Pada masanya, kebanyakan orang belum membedaan antara penampakan
dengan kenyataan. Ontologi ini pantas dipelajari bagi orang yang ingin
memahami secara menyeluruh tentang dunia ini dan berguna bagi studi ilmu-
ilmu empiris.
Ontologi merupakan salah satu dari obyek garapan filsafat ilmu yang
menetapkan batas lingkup dan teori tentang hakikat realitas yang ada (Being),
baik berupa wujud fisik maupun metafisik.
Ontologi dalam bahasa Inggris “ontology”; dari bahasa Yunani on, ontos
(ada, keberadaan) dan logos (studi, ilmu tentang). Ada beberapa pengertian
dasar mengenai apa itu “ontologi”.
Pertama, ontologi merupakan studi tentang ciri-ciri “esensial” dari Yang Ada
dalam dirinya sendiri yang berbeda dari studi tentang hal-hal yang ada secara
khusus. Dalam mempelajari ‘yang ada’ dalam bentuknya yang sangat abstrak
studi tersebut melontarkan pertanyaan seperti “Apa itu Ada dalam dirinya
sendiri?”
Kedua, ontologi juga bisa mengandung pengertian sebuah cabang filsafat
yang menggeluti tata dan struktur realitas dalam arti seluas mungkin, yang
menggunakan katagori-katagori seperti : ada/menjadi, aktualitas/potensialitas,
esensi, keniscayaan dasar, yang ada sebagai yang ada.
Istilah ontologi muncul sekitar pertengahan abad ke-17. Pada waktu itu
ungkapan filsafat mengenai yang ada (philosophia entis) digunakan untuk hal
yang sama. Menurut akar kata Yunani, ontologi berarti ‘teori mengenai ada
yang berada’.
Oleh sebab itu, orang bisa menggunakan ontologi dengan filsafat pertama
Aristoteles, yang kemudian disebut sebagai metafisika. Namun pada
kenyataannya, ontologi hanya merupakan bagian pertama metafisika, yakni
teori mengenai yang ada, yang berada secara terbatas sebagaimana adanya
dan apa yang secara hakiki dan secara langsung termasuk ada tersebut.
Beberapa ahli filsafat memang mempunyai pengertian yang berbeda satu
sama lain. Namun jika ditarik dalam garis benang yang saling berkaitan maka
ada beberapa hubungan yang hampir sama bahwa ontologi adalah ilmu
tentang yang ada sebagai bagian cabang filsafat yang sama.
A. Objek Formal
Objek formal ontologi adalah hakikat seluruh realitas. Bagi pendekatan
kuantitatif, realitas tampil dalam kuantitas atau jumlah, tealaahnya akan
menjadi kualitatif, realitas akan tampil menjadi aliran-aliran materialisme,
idealisme, naturalisme, atau hylomorphism (Yun. Hylo=matter, Morphe=form,
doktrin bhw objek phisik adalah combinasi dari materi dan bentuk)
hylomorphisme di ketengahkan pertama oleh aristoteles dalam bukunya De
Anima. Dalam tafsiran-tafsiran para ahli selanjutnya di fahami sebagai upaya
mencari alternatif bukan dualisme, tetapi menampilkan aspek materialisme
dari mental.
Ontologi adalah cabang filsafat yang membicarakan tentang yang ada. Dalam
kaitan dengan ilmu, landasan ontologis mempertanyakan tentang objek yang
ditelaah oleh ilmu. Secara ontologis ilmu membatasi lingkup penelaahan
keilmuannya hanya pada daerah yang berada dalam jangkauan pengalaman
manusia.
Dalam kaitannya dengan kaidah moral atau nilai-nilai hidup, maka dalam
menetapkan objek penelaahan, kegiatan keilmuan tidak boleh melakukan
upaya yang bersifat mengubah kodrat manusia, merendahkan martabat
manusia, dan mencampuri permasalahan kehidupan.
Hakekat kenyataan atau realitas memang bisa didekati ontologi dengan dua
macam sudut pandang:
1. Kuantitatif, yaitu dengan mempertanyakan apakah kenyataan itu
tunggal atau jamak?
2. Kualitatif, yaitu dengan mempertanyakan apakah kenyataan (realitas)
tersebut memiliki kualitas tertentu, seperti misalnya daun yang memiliki
warna kehijauan, bunga mawar yang berbau harum.
Secara sederhana ontologi bisa dirumuskan sebagai ilmu yang mempelajari
realitas atau kenyataan konkret secara kritis. Beberapa aliran dalam bidang
ontologi, yakni realisme, naturalisme, empirisme.
Asumsi ketiga, ilmu menganggap bahwa tiap gejala bukan merupakan suatu
kejadian yang bersifat kebetulan. Tiap gejala mempunyai suatu hubungan
pola-pola tertentu yang bersifat tetap dengan urutan kejadian yang sama.
Dalam pengartian ini ilmu mempunyai sifat deterministik. Namunpun demikian
determinisme dalam pengertian ilmu mempunyai konotasi yang bersifat
peluang (probabilistik)
Ada banyak model dan cara kerja ilmu yagn berkembang sesuai dengan
perkembangan filsafat manusia. Jika kita lihat ada pengertian-pengertian
Rasionalisme, Empirisme, Positivisme, Rasionalitas Kritis, Konstruktivisme.
Masing-masing mempunyai metodologi yang khas tetapi masih dalam
kesatuan ciri khas kerja sebuah ilmu.
Filsafat ilmu pada prinsipnya bertugas meneliti dan menggali sebab-musabab
pertama dari gejala ilmu pengetahuan, di antaranya paham tentang
kepastian, kebenaran dan objektivitas.
Cara kerja filsafat ilmu pengetahuan pada prinsipnya adalah sebuah
penelitian tentang apa yang memungkinkan ilmu-ilmu tersebut terjadi dan
berkembang.
Kesimpulan
Ontologi membahas tentang yang ada, yang tidak terikat oleh satu
perwujudan tertentu. Ontologi membahas tentang yang ada yang universal,
menampilkan pemikiran semesta universal.
Objek formal ontologi adalah hakikat seluruh realitas.
Ontologis; cabang ini menguak tentang objek apa yang di telaah ilmu?
Bagaimana ujud yang hakiki dari objek tersebut ? bagaimana hubungan
antara objek tadi dengan daya tangkap manusia (sepert berpikir, merasa dan
mengindera) yang membuakan pengetahuan?
Dengan demikian Ontologi Ilmu (dimensi ontologi Ilmu) adalah Ilmu yang
mengkaji wujud (being) dalam perspektif ilmu — ontologi ilmu dapat dimaknai
sebagai teori tentang wujud dalam perspektif objek materil ke-Ilmuan, konsep-
konsep penting yang diasumsikan oleh ilmu ditelaah secara kritis dalam
ontologi ilmu. Ontologi adalah hakikat yang Ada (being, sein) yang
merupakan asumsi dasar bagi apa yang disebut sebagai kenyataan dan
kebenaran.
Epistemologi Ilmu
Istilah epistemologi pertama kali dipakai oleh J.F. Feriere dari Institute of
Metaphysics pada tahun 1854 M dengan tujuan membedakan antara 2
cabang filsafat yaitu epistemologi dengan ontologi. Epistemologi ialah cabang
filsafat yang menyelidiki asal mula, susunan, metode-metode dan sahnya
pengetahuan (Louis Kattsoff).
Secara etimologi, epistemologi merupakan kata gabungan yang diangkat dari
dua kata dalam bahasa Yunani, yaitu episteme dan logos. Episteme artinya
pengetahuan, sedangkan logos lazim dipakai untuk menunjukkan adanya
pengetahuan sistematik. Dengan demikian epistemologi dapat diartikan
sebagai pengetahuan sistematik mengenai pengetahuan. Dalam Bahasa
Inggris epistemologis disebut sebagai The Theory of Knowledge dan dalam
bahasa Indonesia epistemologi disebut filsafat pengetahuan.
Pada suatu saat, manusia ingin mengetahui sesuatu tentang dirinya, dunia
sekitarnya, oranglain, yang baik dan yang buruk, yang indah dan jelek, dan
macam-macam lagi. Jika ingin mengetahui sesuatu, tentu ada suatu
dorongan dari dalam diri manusia yang mengajukan pertanyaan yang perlu
jawaban yang memuaskan keingintahuannya. Dorongan itu disebut rasa ingin
mengetahui.
Sesuatu yang diketahui manusia disebut pengetahuan. Pengetahuan yang
memuaskan manusia adalah pengetahuan yang benar. Pengetahuan yang
tidak benar adalah kekeliruan. Keliru seringkali lebih jelek dari pada tidak
tahu. Pengetahuan yang keliru jika dijadikan tindakan/perbuatan akan
menghasilkan kekeliruan, kesalahan dan malapetaka. Sasaran atau objek
yang ingin diketahui adalah sesuatu yang ada, yang mungkin ada, yang
pernah ada dan sesuatu yang mengadakan. Dengan demikian manusia
dirangsang keingintahuannya oleh alam sekitarnya melalui indranya dan
pengalamannya. Hasil gejala mengetahui adalah manusia mengetahui secara
sadar bahwa dia telah mengetahui.
A. Hakekat Pengetahuan
Ada dua teori yang digunakan untuk mengetahui hakekat Pengetahuan:
1. Realisme, teori ini mempunyai pandangan realistis terhadap alam.
Pengetahuan adalah gambaran yang sebenarnya dari apa yang ada
dalam alam nyata.
Idealisme, teori ini menerangkan bahwa pengetahuan adalah proses-proses
mental/psikologis yang bersifat subjektif. Pengetahuan merupakan gambaran
subjektif tentang sesuatu yang ada dalam alam menurut pendapat atau
penglihatan orang yang mengalami dan mengetahuinya. Premis pokok adalah
jiwa yang mempunyai kedudukan utama dalam alam semesta
B. Sumber Pengetahuan
Ada beberapa pendapat tentang sumber pengetahuan antara lain:
1. Empirisme, menurut aliran ini manusia memperoleh pengetahuan melalui
pengalaman (empereikos= pengalaman). Dalam hal ini harus ada 3 hal, yaitu
yang mengetahui (subjek), yang diketahui (objek) dan cara mengetahui
(pengalaman). Tokoh yang terkenal: John Locke (1632 –1704), George
Barkeley (1685 -1753) dan David Hume.
2. Rasionalisme, aliran ini menyatakan bahwa akal (reason) merupakan
dasar kepastian dan kebenaran pengetahuan, walaupun belum didukung oleh
fakta empiris. Tokohnya adalah Rene Descartes (1596 –1650, Baruch
Spinoza (1632 –1677) dan GottriedLeibniz (1646 –1716).
3. Intuisi. Dengan intuisi, manusia memperoleh pengetahuan secara tiba-tiba
tanpa melalui proses pernalaran tertentu. Henry Bergson menganggap intuisi
merupakan hasil dari evolusi pemikiran yang tertinggi, tetapi bersifat personal.
4. Wahyu adalah pengetahuan yang bersumber dari Tuhan melalui orang-
orang yang terpilih untuk menyampaikannya (Nabi dan Rasul). Melalui wahyu
atau agama, manusia diajarkan tentang sejumlah pengetahuan baik yang
terjangkau ataupun tidak terjangkau oleh manusia.
2. METODE ILMIAH
Kata metode berasal bahasa Yunani yaitu kata “methos” yang terdiri dari
unsur kata berarti cara, perjalanan sesudah, dan kata “kovos” berarti cara
perjalanan, arah.
Metode merupakan kajian atau telaah dan penyusunan secara sistematik dari
beberapa proses dan asas-asas logis dan percobaan yang sistematis yang
menuntun suatu penelitian dan kajian ilmiah.
Metode ilmiah merupakan prosedur dalam mendapatkan pengetahuan yang
disebut ilmu. Jadi ilmu merupakan pengetahuan yang didapatkan lewat
metode ilmiah. Metode, menurut Senn, merupakan prosedur atau cara
mengetahui sesuatu, yang memiliki langkah-langkah yang sistematis.
Metodologi ilmiah merupakan pengkajian dalam mempelajari peraturan-
peraturan dalam metode tersebut. Jadi metodologi ilmiah merupakan
pengkajian dari peraturan-peraturan yang terdapat dalam metode ilmiah.
Ada beberapa teori yang menjelaskan tentang kebenaran, antara lain sebagai
berikut:
1. The correspondence theory of truth. Menurut teori ini, kebenaran atau
keadaan benar itu berupa kesesuaian antara arti yang dimaksud oleh suatu
pendapat dengan apa yang sungguh merupakan halnya atau faktanya.
2. The consistence theory of truth. Menurut teori ini, kebenaran tidak
dibentuk atas hubungan antara putusan dengan sesuatu yang lain, yaitu fakta
atau realitas, tetapi atas hubungan antara putusan-putusan itu sendiri.
Dengan kata lain bahwa kebenaran ditegaskan atas hubungan antara yang
baru itu dengan putusan-putusan lainnya yang telah kita ketahui dan kita akui
benarnya terlebih dahulu.
3. The pragmatic theory of truth. Yang dimaksud dengan teori ini ialah
bahwa benar tidaknya sesuatu ucapan, dalil, atau teori semata-mata
bergantung kepada berfaedah tidaknya ucapan, dalil, atau teori tersebut bagi
manusia untuk bertindak dalam kehidupannya.
2. Metode Rasionalisme
Berbeda dengan penganut empirisme, karena rasionalisme memandang
bahwa metode untuk memperoleh pengetahuan adalah melalui akal pikiran.
Bukan berarti rasionalisme menegasikan nilai pengalaman, melainkan
pengalaman dijadikan sejenis perangsang bagi akal pikiran untuk
memperoleh suatu pengetahuan.
Menurut Rene Descartes (Bapak Rasionalisme), bahwa kebenaran suatu
pengetahuan melalui metode deduktif melalui cahaya yang terang dari akal
budi. Maka akal budi dipahamkan sebagai :
a. Sejenis perantara khusus, yang dengan perantara itu dapat dikenal
kebenaran.
b. Suatu teknik deduktif yang dengan memakai teknik tersebut dapat
ditemukan kebenaran-kebenaran yaitu dengan melakukan penalaran.
Fungsi pengalaman inderawi bagi penganut rasionalisme sebagai bahan
pembantu atau sebagai pendorong dalam penyelidikannya suatu memperoleh
kebenaran.
3. Metode Fenomenalisme
Immanuel Kant adalah filsuf Jerman abad XX yang melakukan kembali
metode untuk memperoleh pengetahuan setelah memperhatikan kritikan-
kritikan yang dilancarkan oleh David Hume terhadap pandangan yang bersifat
empiris dan rasionalisme. Menurut Kant, metode untuk memperoleh
pengetahuan tidaklah melalui pengalaman melainkan ditumbuhkan dengan
pengalaman-pengalaman empiris disamping pemikiran akal rasionalisme.
Syarat dasar bagi ilmu pengetahuan adalah bersifat umum dan mutlak serta
memberi pengetahuan yang baru. Menurutnya ada empat macam
pengetahuan :
a. Pengetahuan analisis a priori yaitu pengetahuan yang dihasilkan oleh
analisa terhadap unsur-unsur pengetahuan yang tidak tergantung pada
adanya pengalaman, atau yang ada sebelum pengalaman.
4. Metode Intuisionisme
Metode intuisionisme adalah suatu metode untuk memperoleh pengetahuan
melalui intuisi tentang kejadian sesuatu secara nisbi atau pengetahuan yang
ada perantaraannya.
Menurut Henry Bergson, penganut intusionisme, intuisi adalah suatu sarana
untuk mengetahui suatu pengetahuan secara langsung. Metode intuisionisme
adalah metode untuk memperoleh pengetahuan dalam bentuk perbuatan
yang pernah dialami oleh manusia.
Jadi penganut intuisionisme tidak menegaskan nilai pengalaman inderawi
yang bisa menghasilkan pengetahuan darinya. Maka intuisionisme hanya
mengatur bahwa pengetahuan yang diperoleh melalui intuisi.
5. Metode Ilmiah
Pada metode ilmiah, untuk memperoleh pengetahuan dilakukan dengan cara
menggabungkan pengalaman dan akal pikiran sebagai pendekatan bersama
dan dibentuk dengan ilmu. Secara sederhana teori ilmiah harus memenuhi 2
syarat utama yaitu harus konsisten dengan teori-teori sebelumnya dan harus
cocok dengan fakta-fakta empiris
Jadi logika ilmiah merupakan gabungan antara logika deduktif dan induktif
dimana rasionalisme dan empirisme berdampingan dalam sebuah sistem
dengan mekanisme korektif. Metode ilmiah diawali dengan pengalaman-
pengalaman dan dihubungkan satu sama lain secara sistematis dengan fakta-
fakta yang diamati secara inderawi.
Untuk memperoleh pengetahuan dengan metode ilmiah diajukan semua
penjelasan rasional yang statusnya hanyalah bersifat sementara yang disebut
hipotesis, sebelum teruji kebenarannya secara empiris. Hipotesis, yaitu
dugaan atau jawaban sementara terhadap permasalahan yang sedang kita
hadapi.
3. PENGETAHUAN ILMIAH
Pengetahuan Ilmiah atau Ilmu (Science) pada dasarnya merupakan usaha
untuk mengorganisasikan dan mensistematisasikan common sense, suatu
pengetahuan sehari-hari yang dilanjutkan dengan suatu pemikiran cermat dan
seksama dengan menggunakan berbagai metode.
Ilmu merupakan suatu metode berfikir secara objektif yang bertujuan untuk
menggambarkan dan memberi makna terhadap gejala dan fakta melalui
observasi, eksperimen dan klasifikasi. Ilmu harus bersifat objektif, karena
dimulai dari fakta, menyampingkan sifat kedirian, mengutamakan pemikiran
logik dan netral.
Berfikir dan pengetahuan merupakan dua hal yang menjadi ciri keutamaan
manusia, tanpa pengetahuan manusia akan sulit berfikir dan tanpa berfikir
pengetahuan lebih lanjut tidak mungkin dapat dicapai, oleh karena itu
nampaknya berfikir dan pengetahuan mempunyai hubungan yang sifatnya
siklikal.
Gerak sirkuler antara berfikir dan pengetahuan akan terus membesar
mengingat pengetahuan pada dasarnya bersifat akumulatit, semakin banyak
pengetahuan yang dimiliki seseorang semakin rumit aktivitas berfikir,
demikian juga semakin rumit aktivitas berfikir semakin kaya akumulasi
pengetahuan.
Semakin akumulatif pengetahuan manusia semakin rumit, namun semakin
memungkinkan untuk melihat pola umum serta mensistimatisirnya dalam
suatu kerangka tertentu, sehingga lahirlah pengetahuan ilmiah (ilmu),
disamping itu terdapat pula orang-orang yang tidak hanya puas dengan
mengetahui, mereka ini mencoba memikirkan hakekat dan kebenaran yang
diketahuinya secara radikal dan mendalam, maka lahirlah pengetahuan
filsafat, oleh karena itu berfikir dan pengetahuan dilihat dari ciri prosesnya
dapat dibagi ke dalam (1) Berfikir biasa dan sederhana menghasilkan
pengetahuan biasa (pengetahuan eksistensial); (2) Berfikir sistematis faktual
tentang objek tertentu menghasilkan pengetahuan ilmiah (ilmu); (3) Berfikir
radikal tentang hakekat sesuatu menghasilkan pengetahuan filosofis (filsafat).
Dari ketiga jenis berfikir tersebut, cara berfikir yang sistematis merupakan
cara untuk menghasilkan suatu pengetahuan ilmiah.
KESIMPULAN
Epistemologi adalah pengetahuan sistematik mengenai pengetahuan. Ia
merupakan cabang filsafat yang membahas tentang bagaimana proses yang
memungkinkan diperoleh pengetahuan berupa ilmu, bagaimna prosedurnya,
hal-hal apa yang perlu diperhatikan agar didapat pengetahuan yang benar,
apa kriterianya, cara, teknik, sarana apa yang digunakan untuk mendapatkan
pengetahuan berupa ilmu.
Pengetahuan adalah kemampuan manusia seperti perasaan, pikiran,
pengalaman, pengamatan, dan intuisi yang mampu menangkap alam dan
kehidupannya serta mengabstraksikannya untuk mencapai suatu tujuan.
Pengetahuan yang diakui dan teruji kebenarannya melalui metode ilmiah
disebut pengetahuan ilmiah atau ilmu pengetahuan (sains).
A. Aksiologi
Aksiologi adalah istilah yang berasal dari kata Yunani yaitu; axios yang berarti
sesuai atau wajar. Sedangkan logos yang berarti ilmu. Aksiologi dipahami
sebagai teori nilai.
Menurut John Sinclair, dalam lingkup kajian filsafat nilai merujuk pada
pemikiran atau suatu sistem seperti politik,social dan agama.
Sistem mempunyai rancangan bagaimana tatanan, rancangan dan aturan
sebagai satu bentuk pengendalian terhadap satu institusi dapat terwujud.
Yang mendapat perhatian adalah masalah etika/kesusilaan dan dalam etika,
obyek materialnya adalah perilaku manusia yang dilakukan secara sadar.
Sedangkan obyek formalnya adalah pengertian mengenai baik atau buruk,
bermoral atau tidak bermoral dari suatu perbuatan atau perilaku manusia.
2. Kata “nilai” digunakan sebagai kata benda kongkrit. Misalnya, ketika kita
berkata sebuah “nilai” atau nilai-nilai. Pada bentuk ini, ia seringkali dipakai
untuk merujuk pada sesuatu yang bernilai, seperti ungkapan “nilai dia
berapa? atau sebuah sistem nilai. Untuk itu, ia berlawanan dengan apa-apa
yang tidak dianggap baik atau tidak bernilai.
3. Kata “nilai” digunakan sebagai kata kerja. Seperti ungkapan atau ekspresi
menilai, memberi nilai dan dinilai. Pada bentuk ini, nilai sinonim dengan kata
“evaluasi” pada saat hal tersebut secara aktif digunakan untuk menilai.
Dari keterangan di atas, menarik sebuah pemahaman bahwa yang dimaksud
dengan “nilai” pada hakikatnya adalah sesuatu yang dimiliki manusia untuk
melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai.
Terkait dengan nilai etika atau moral, sebenarnya ilmu sudah terkait dengan
masalah-masalah moral, namun dalam perspektif yang berbeda. Nilai
menyangkut sikap manusia untuk menyatakan baik atau jelek, benar atau
salah, diterima atau ditolak. Dengan demikian manusia memberikan
konfirmasi mengenai sejauh mana manfaat dari obyek yang dinilainya.
Demikian juga terhadap ilmu.
Ilmu dan moral memiliki keterkaitan yang kuat. Ilmu bisa jadi malapetaka
kemanusiaan jika seseorang yang memanfaatkannya “tidak bermoral” atau
paling tidak mengindahkan nilai-nilai moral yang ada. Namun sebaliknya, ilmu
akan menjadi rahmat bagi kehidupan manusia jika dimanfaatkan secara
benar dan tepat,tentunya tetap mengindahkan aspek moral. Berbicara moral
sama artinya berbicara masalah etika atau susila, mempelajari kaidah-kaidah
yang membimbing kelakuan manusia sehingga baik dan lurus.Karena moral
umum diukur dari sikap manusia pelakunya,timbul pula perbedaan
penafsiran.
D. Nilai
a. Karakteristik Nilai
1) Bersifat abstrak; merupakan kualitas
2) Inheren pada objek
3) Bipolaritas yaitu baik/buruk, indah/jelek, benar/salah.
4) Bersifat hirarkhis; Nilai kesenangan, nilai vital, nilai kerohanian,
nilai kekudusan.
Menurut Ensyclopedia of Philosophy : aksiologi disamakan dengan value and
valuation yang terdiri 3 bentuk:
1) Nilai (baik, menarik dan bagus) lebih luas (kewajiban,
kebenaran dan kesucian)
2) Nilai sebagai kata benda konkret
3) Nilai sebagai kata kerja (menilai, memberi nilai, dinilai)
Berikut adalah beberapa contoh dari hakikat nilai dilihat dari anggapan atau
pendapatnya:
1) Nilai berasal dari kehendak, Voluntarisme.
2) Nilai berasal dari kesenangan, Hedonisme
3) Nilai berasal dari kepentingan.
4) Nilai berasal dari hal yang lebih disukai (preference).
5) Nilai berasal dari kehendak rasio murni.
b. Kriteria Nilai
Standar pengujian nilai dipengaruhi aspek psikologis dan logis.
1) Kaum hedonist menemukan standar nilai dalam kuantitas kesenangan
yang dijabarkan oleh individu atau masyarakat.
2) Kaum idealis mengakui sistem objektif norma rasional sebagai kriteria.
3) Kaum naturalis menemukan ketahanan biologis sebagai tolok ukur.
Dalam aksiologi, ada dua penilain yang umum digunakan, yaitu etika dan
estetika. Etika adalah cabang filsafat yang membahas secara kritis dan
sistematis masalah-masalah moral. Kajian etika lebih fokus pada prilaku,
norma dan adat istiadat manusia. Etika merupakan salah-satu cabang filsafat
tertua. Setidaknya ia telah menjadi pembahasan menarik sejak masa
Sokrates dan para kaum shopis. Di situ dipersoalkan mengenai masalah
kebaikan, keutamaan, keadilan dan sebagianya.
Etika sendiri dalam buku Etika Dasar yang ditulis oleh Franz Magnis Suseno
diartikan sebagai pemikiran kritis, sistematis dan mendasar tentang ajaran-
ajaran dan pandangan-pandangan moral. Isi dari pandangan-pandangan
moral ini sebagaimana telah dijelaskan di atas adalah norma-norma, adat,
wejangan dan adat istiadat manusia. Berbeda dengan norma itu sendiri, etika
tidak menghasilkan suatu kebaikan atau perintah dan larangan, melainkan
sebuah pemikiran yang kritis dan mendasar. Tujuan dari etika adalah agar
manusia mengetahui dan mampu mempertanggungjawabkan apa yang ia
lakukan.
Di dalam etika, nilai kebaikan dari tingkah laku manusia menjadi sentral
persoalan. Maksudnya adalah tingkah laku yang penuh dengan tanggung
jawab, baik tanggung jawab terhadap diri sendiri, masyarakat, alam maupun
terhadap Tuhan sebagai sang pencipta.
Dalam perkembangan sejarah etika ada empat teori etika sebagai sistem
filsafat moral yaitu, hedonisme, eudemonisme, utiliterisme dan deontologi.
Hedoisme adalah padangan moral yang menyamakan baik menurut
pandangan moral dengan kesenangan.
Eudemonisme menegaskan setiap kegiatan manusia mengejar tujuan. Dan
adapun tujuan dari manusia itu sendiri adalah kebahagiaan.
F. Estetika
Cabang lain dari aksiologi, yakni estetika. Estetika merupakan bidang studi
manusia yang mempersoalkan tentang nilai keindahan. Keindahan
mengandung arti bahwa didalam diri segala sesuatu terdapat unsur-unsur
yang tertata secara tertib dan harmonis dalam satu kesatuan hubungan yang
utuh menyeluruh. Maksudnya adalah suatu objek yang indah bukan semata-
mata bersifat selaras serta berpola baik melainkan harus juga mempunyai
kepribadian.
Sebenarnya keindahan bukanlah merupakan suatu kualitas objek, melainkan
sesuatu yang senantiasa bersangkutan dengan perasaan. Misalnya kita
bangun pagi, matahari memancarkan sinarnya kita merasa sehat dan secara
umum kita merasaakan kenikmatan.
Meskipun sesungguhnya pagi itu sendiri tidak indah tetapi kita mengalaminya
dengan perasaan nikmat. Dalam hal ini orang cenderung mengalihkan
perasaan tadi menjadi sifat objek itu, artinya memandang keindahan sebagai
sifat objek yang kita serap. Padahal sebenarnya tetap merupakan perasaan.
Kesimpulan
Aksiologi adalah “teori tentang nilai”. Jujun S.Suriasumantri mengartika
aksiologi sebagai teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari
pengetahuan yang diperoleh.
Sedangkan Aksiologi menurut Bramel, terbagi menjadi tiga bagian, yaitu:
pertama, moral conduct, kedua, esthetik expression dan ketiga, socio-politikal
life.
Drs. Prasetya mengatakan bahwa Aksiologi adalah study tentang nilai,
sedangkan nilai itu sendiri adalah sesuatu yang berharga, yang diidamkan
oleh setiap insan, adapun nilai yang dimaksud, yaitu: nilai jasmani, dan nilai
rohani.
Ilmu dan moral memiliki keterkaitan yang sangat kuat. Ilmu bisa menjadi
malapetaka kemanusiaan jika seseorang yang memanfaatkannya “tidak
bermoral” atau paling tidak mengindahkan nilai-nilai moral yang ada. Tapi
sebaliknya ilmu akan menjadi rahmat bagi kehidupan manusia jika
dimanfaatkan secara benar dan tepat, tentunya tetap mengindahkan aspek
moral.