Anda di halaman 1dari 13

Tugas Teologi Kontemporer

TEOLOGI HISTORIKA
ZAMAN PATRISTIK

Disusun oleh:

AMOS WENDA
Nim .1916963033

SEKOLAH TINGGI TEOLOGI INJILI INDONESIA SURABAYA


SURABAYA
2020
TEOLOGI HISTORIKA : ZAMAN
PATRISTIK

Pendahuluan

Patristik diambil dari kata Peter yang berarti “bapak” maksud bapak disini adalah bapak
pemimpin gereja. Ketika peradaban Yunani mulai tersebar muncullah perbedaan pendapat di
antara para pemimpin gereja tentang perlu tidaknya filsafat dalam mewarnai peraturan-
peraturan dan kebijaksanaan yang mereka keluarkan. Perbedaan tersebut dibagi menjadi dua
kategori:
Pertama, segolongan orang yang menolak filsafat dikarenakan mereka sudah
mempunyai sumber kebenaran yaitu firman Tuhan dan tidak perlu menerima yang lain seperti
filsafat Yunani.
Kedua, segolongan orang yang menerima filsafat sebagai kebijaksanaan yang diambil.
Walaupun sudah mempunyai sumber kebenaran tidak ada jeleknya menggunakan filsafat
yunani sebagai metode (cara berpikir), selama tidak bertentangan dengan agama.
Perbedaan tersebut berkelanjutan sehingga menyebabkan pertikaian. Kemudian,
muncullah para pembela iman kristen dari serangan filsafat Yunani. Para pembela iman
kristen tersebut disebut Apologist, diantaranya Justinus Martir, Irenaeus, Klemens, Origenes,
Gregorius, Nissa, Tertullianus, Diosius Arepagos, Aurelius Agustinus.

SEJARAH PATRISTIK

Yustinus Martir (103-165 M)


Orang-Orang Apologis menggunakan Filsafat Yunani  untuk membela Injil, begitu juga
Justinus. Martir diambil dari Istilah orang-orang yang rela mati hanya untuk kepercayaannya
dan menurut pendapat yang lain akhir hidupnya dia menjadi martir.
Riwayat Hidup         
Flavius Justinus aktif mempelajari ajaran-ajaran Stoa, Phytagoras, Aristoteles, dan
sekarang menganut sistem pemikiran Plato. Ia menjadi pemeluk kristen setelah merenungkan
tulisan dalam Injil, Taurat dan surat-surat Paulus. Dia bertemu dengan seorang pertapa di
padang sunyi Palestina yang menerangkan kepadanya tentang para Nabi yang terdapat di
dalam Perjanjian Lama. Akhirnya, dia menemukan kebenaran sejati tentang agama Kristen
dan bertobat menjadi pemeluk kristen pada Tahun 130 M. Kemudian dia mengajarkan kristen
di Efesus.

Arah Pemikiran tentang Agama Kristen:


 Agama Kristen bukan agama baru, karena kristen lebih tua dari filsafat Yunani, dan
Nabi Musa dianggap sebagai awal kedatangan agama Kristen. Nabi Musa lebih dahulu
datang sebelum Socrates dan Plato. Socrates dan Plato menurunkan hikmah dengan memakai
hikmahnya Musa.
Selanjutnya, dikatakan bahwa filsafat Yunani itu mengambil dari kitab Yahudi.
Pandangan ini didasarkan bahwa Kristus adalah logos. Dalam memahami logosnya orang-
orang Yunani kurang paham apa yang terkandung dan memancar dari logosnya, yaitu
pencerahan. Mereka telah menyimpang dari ajaran murni karena terpengaruh oleh demon
atau setan. Kemudian setan menyimpangkan dari pengetahuan yang benar kepada
pengetahuan yang dipalsukan sehingga, agama Kristen lebih bermutu dibandingkan dengan
filsafat Yunani.
Karya-karya Justinus  masih eksis hingga sekarang, karyanya yang pertama kali adalah
Apologia yang ditujukan kepada kaisar Antonius Pius dan masih banyak karyanya yang
bukan hanya tertulis. Bagi Yustinus, seluruh kebenaran adalah kebenaran Allah (all truth
is God's truth). Para filsuf Yunani yang tersohor sedikit banyak telah dilihami Allah, namun
mata mereka belum dibukakan bagi keutuhan kebenaran Kristus. Oleh karenanya, Yustinus
menyetir pemikiran Yunani dengan bebas dan kemudian menjelaskan kepada mereka bahwa
kesempurnaan itulah Kristus. Ia mengutip prinsip Yohanes tentang Kristus sebagai Logos =
Firman Allah. Allah Bapa adalah kudus adanya dan terpisah dari manusia jahat – tentang hal
ini Yustinus setuju denga Plato. Namun melalui Kristus, LogosNya, Allah dapat berhubungan
dengan manusia. Sebagai Logos Allah, Kristus  adalah bagian dari hakikat
Allah, (demikianlah pemikiran Yustinus telah menjadi alat bagi kesadaran akan Tritunggal
dan Inkarnasi yang berkembang di Gereja Meskipun Yustinus bersandar pada pemikiran
Yunani, namun aliran pemikiran Yahudi ada padanya. Ia kagum pada nubuat yang digenapi.
Mungkin ia terpengaruh  orang tua yang ia temui di pantai. Tetapi iapun melihat bahwa
nubuat Ibrani telah meyakinkan identitas Yesus Kristus yang unik. Seperti Paulus, Yustinus
tidak meninggalkan orang-orang Yahudi ketika ia berpaling kepada  orang-orang Yunani.
Dalam karya besar Yustinus lainnya,  Dialog dengan Tryfo (Dialogues with Trypho), ia
menulis kepada seorang Yahudi – kenalannya, bahwa Kristus adalah penggenapan tradisi
Ibrani. Disamping menulis, Yustinus mengadakan perjalanan yang cukup jauh.
Dalam perjalanannya ia selalu beragumentasi tentang iman yang diyakininya. Di efesus, ia
bertemu dengan Tryfo. Di Roma, ia bertemu Marcion, pemimpin Gnostik. Pada suatu
perjalannya ke Roma, ia pernah bersikap tidak ramah terhadap seseorang yang bernama
Crescens, seorang Cynic. Ketika Yustinus kembali ke Roma pada tahun 165, Crescens
mengadukannya kepada penguasa atas tuduhan memfitnah. Yustinuspun ditangkap, disiksa
dan akhirnya dihukum pengal.

 Ireneus (130-202 BC)


Dilahirkan di Asia Kecil lebih kurang pada tahun 125. Perdagangan yang lancar
antara Asia Kecil dan Gaul/Gallia (Perancis) memberi peluang bagi orang-orang Kristen
untuk membawa agamanya ke Perancis, tempat mereka mendirikan sebuah gereja yang
mapan di kota Lyons. Sebagai imam di Lyons, Ireneus hidup sesuai namanya, yang artinya
'damai', dengan berkunjung ke Roma untuk meminta kepada uskup kelonggaran bagi kaum
Montanis di Asia Kecil. Ketika itulah pembantaian orang-orang Kristen sedang marak di
Lyons, dan dalam peristiwa ini uskup Lyons terbunuh.
Ireneus diangkat menjadi uskup untuk menggantikan uskup yang terbunuh. Ketika itu
terdapat banyak orang yang telah menganut Gnostisisme di Perancis. Penyebaran aliran ini
sangat pesat karena kaum Gnostis (gnosis dalam bahasa Yunani artinya "pengetahuan")
menggunakan istilah orang-orang Kristen — meskipun mereka memberikan interpretasi yang
berbeda secara radikal.
Ireneus pun mempelajari bentuk-bentuk ajaran Gnostik. Meskipun sangat berbeda
dengan Kristen, secara umum mereka mengajarkan bahwa dunia fana ini jahat; bahwa dunia
ini diciptakan dan diperintah oleh kuasa malaikat, bukan Tuhan; bahwa Tuhan berada jauh
dan tidak ada hubungannya dengan dunia ini; bahwa keselamatan dapat diraih dengan
mempelajari ajaran-ajaran rahasia khusus; bahwa kaum Gnostik itulah orang-orang rohani
(bahasa Yunani: pneumatikoi) yang lebih unggul daripada orang-orang Kristen (bahasa
Yunani: psychikoi) biasa. Para guru aliran Gnostik sangat mendukung pendapat ini dengan
Injil Gnostik mereka – buku yang biasanya membawa-bawa nama para rasul dan
menggambarkan Yesus yang mengajarkan doktrin-doktrin Gnostik. Setelah uskup Lyons itu
mempelajari ajaran sesat itu, ia menulis Melawan Ajaran Sesat, suatu karya besar yang
membeberkan kebodohan "ajaran yang secara keliru disebut Gnostik" tersebut.
Sepanjang hidupnya, Ireneus dengan gembira mengenang perkenalannya dengan
Polikarpus, yang pernah akrab dengan Rasul Yohanes. Jadi, tidaklah mengherankan bahwa ia
berpegang pada keabsahan para rasul ketika ia menolak paham Gnostik. Sang uskup
menegaskan bahwa para rasul mengajar di tempat-tempat umum dan tidak ada satu pun yang
dirahasiakan. Di seluruh kekaisaran, gereja-gereja berpegang pada ajaran-ajaran yang hanya
disampaikan para rasul Kristus, dan hanya inilah satu-satunya dasar keyakinan. Ireneus
menyatakan bahwa para uskup yang merupakan pelindung iman Kristen adalah penerus para
rasul. Dengan demikian, ia telah mengangkat martabat para uskup. Dalam bukunya
"Melawan Ajaran Sesat", Ireneus menetapkan standar bagi teologi gereja. Semua kebenaran
yang kita butuhkan sudah tercantum dalam Alkitab. Ia juga membuktikan bahwa dirinya
adalah seorang teolog terbesar semenjak Rasul Paulus. Argumentasinya yang tersebar luas
merupakan pukulan besar bagi aliran Gnostik pada masanya.

Origenes (184-253 BC)


Origenes lahir di Alexandria sekitar tahun 185. Ia berasal dari keluarga Kristen yang
saleh. Kira-kira pada tahun 201, ayah dari salah satu tokoh gereja yang terkenal ini, Leonidas,
dipenjarakan dalam satu gelombang penyiksaan oleh Septimus Severus. Origenes pun
menulis surat kepada ayahnya di penjara agar tidak memungkiri Kristus demi keluarganya.
Meskipun Origenes ingin menyerahkan diri kepada penguasa agar dapat menjadi martir
bersama-sama dengan ayahnya, namun ibunya mencegahnya dengan menyembunyikan
pakaiannya.
Setelah Leonidas mati sebagai martir, hartanya disita, dan jandanya telantar dengan
tujuh orang anak. Origenes pun mulai menanggulangi keadaan dengan bekerja sebagai guru
sastra Yunani dan penyalin naskah. Karena banyak di antara cendekiawan senior telah
meninggalkan Alexandria dalam gelombang penyiksaan, maka sekolah katekisasi Kristen
sangat membutuhkan tenaga pengajar. Pada usianya yang kedelapan belas, Origenes pun
memangku jabatan kepala sekolah di sekolah katekisasi tersebut dan memulai karier
mengajarnya yang panjang, termasuk belajar dan menulis.
la menjalani kehidupan asketis, menghabiskan waktunya pada malam hari dengan
belajar dan berdoa, serta tidur di lantai tanpa alas. Mengikuti petunjuk Yesus, ia memiliki
hanya satu jubah dan tidak mempunyai alas kaki. Ia bahkan mengikuti Matius 19:12 secara
harafiah; mengebiri dirinya untuk mencegah godaan jasmani. Origenes berhasrat setia pada
gereja dan membawa kehormatan bagi nama Kristus.
Sebagai seorang penulis yang sangat produktif Origenes dapat membuat tujuh
sekretarisnya sibuk dengan diktenya. Ia telah menghasilkan lebih dari dua ribu karya,
termasuk tafsiran-tafsiran atas setiap kitab dalam Alkitab serta ratusan khotbah.
Karyanya "Hexapla" merupakan prestasi dalam bidang kritik teks. Di dalamnya, ia mencoba
menemukan terjemahan Yunani yang terbaik bagi Perjanjian Lama, dan dalam enam kolom
sejajar ia membentangkan Perjanjian Lama Ibrani, sebuah transliterasi Yunani, tiga
terjemahan Yunani dan Septuaginta. "Melawan Celsus" adalah karya besar yang merupakan
pertahanan bagi kekristenan terhadap serangan kafir. "Atas Prinsip Pertama" merupakan
upaya pertamanya dalam teologi sistematis; di sini Origenes dengan saksama meneliti
keyakinan Kristen tentang Allah, Kristus, Roh Kudus, penciptaan, jiwa, kehendak bebas,
keselamatan dan Kitab Suci.
Origenes bertanggung jawab atas peletakan dasar-dasar penafsiran alegoris terhadap
Kitab Suci yang berpengaruh hingga Abad Pertengahan. Pada setiap teks, ia percaya ada tiga
tingkat pengertian: pengertian harafiah, pengertian moral - yaitu untuk memperbaiki jiwa,
dan pengertian alegoris atau pengertian rohani - yakni pengertian tersirat yang penting untuk
iman Kristen. Origenes sendiri mengabaikan makna harafiah atau gramatikal-historis teks dan
lebih menekankan makna alegoris.
Origenes berupaya menghubungkan kekristenan dengan ilmu pengetahuan dan filsafat
pada masanya. Ia percaya bahwa filsafat Yunani merupakan persiapan untuk memahami
Kitab Suci, dan secara analogi, yang kemudian dianut Augustinus, bahwa khazanah
pengetahuan orang kafir dapat digunakan oleh orang Kristen, seperti kisah orang Israel yang
meminta seluruh harta bangsa Mesir ketika keluar dari Mesir.
Dalam mempelajari filsafat Yunani, Origenes telah mengambil banyak gagasan Plato yang
sangat asing dengan kekristenan Ortodoks. Dari kesalahan-kesalahannya, yang paling
mencolok adalah paham Yunani bahwa benda dan dunia ini jahat.
Ia percaya akan eksistensi roh sebelum lahir dan mengajarkan bahwa keberadaan
manusia di atas bumi ini ditentukan oleh perilakunya ketika dalam keadaan praeksistensi
(sebelum lahir).
Ia menolak paham kebangkitan daging dan mempertimbangkan gagasannya bahwa
akhirnya Allah akan menyediakan keselamatan bagi semua manusia dan malaikat. Origen
mengajarkan bahwa dari awal semua makhluk yang rasional mulanya adalah berupa roh; ia
mengajarkan bahwa setelah penebusan dosa melalui penyaliban Yesus di kayu salib maka
baik orang yang telah masuk neraka juga akan ditebus dosanya dan kembali menjadi suci dan
percaya bahwa jika orang sudah berada di surga dan melakukan pelanggaran disana akan
dikeluarkan dari surga. Karena Allah tidak mungkin menciptakan bumi ini tanpa
berhubungan langsung dengan zat awal, maka Sang Bapa memperanakkan Putra-Nya untuk
menciptakan bumi yang abadi ini. Ketika Sang Putra mati di kayu salib, maka itu hanya
kemanusiaan Yesus yang mati sebagai tebusan bagi iblis atas kejahatan dunia.
Karena kesalahan-kesalahan semacam ini, maka Uskup Demetrius dari Aleksandria
mengadakan sidang yang mengekskomunikasi Origenes dari gereja. Dalam gelombang
penyiksaan pada masa Kaisar Decius, Origenes dipenjarakan, disiksa dan diputuskan untuk
dihukum mati pada tiang. Tetapi hukuman itu tidak terlaksana karena kaisar telah meninggal
dunia. Karena penderitaan (batin) inilah Origenes jatuh sakit, kemudian meninggal sekitar
tahun 251 di Kaisarea.

Tertulianus (160-230 BC)


Quintus Septimius Florens Tertullianus (nama lengkap Tertulianus) lahir, hidup, dan
meninggal di Kartago (sekarang Tunisia). Ia berasal dari keluarga pagan (kafir: bukan
kristen), namun pada perkembangannya ia menjadi pembela kristen yang fanatik. Pada
awalnya, ia juga bukan seorag filsuf, ia menolak filsafat dengan begitu keras, ia menganggap
bahwa kebenaran berasal dari agama (kristen), dan agama tidak ada hubungannya dengan
filsafat. Namun, pada akhirnya ia pun menerima filsafat sebagai pencari kebenaran dengan
jalan rasio (akal).

Arah Pemikiran Tentang Tritunggal


a.    Tritunggal
Pada tahun 196 ketika Tertulianus mengalihkan kemampuan intelektualnya pada
pokok-pokok Kristen, ia mengubah pola pikir dan kesusasteraan gereja di wilayah
Barat hingga digelari "Bapak Teologi Latin" atau "Bapak Gereja Latin". Ia
memperkenalkan istilah "Trinitas" (dari kata yang sama dalam bahasa Latin).
Tertulianus tidak mengambil terminologi dari para filsuf, tetapi dari Pengadilan
Roma. Kata Latin substantia bukan berarti "bahan" tetapi "hak milik". Arti kata
persona bukanlah "pribadi", seperti yang lazim kita gunakan, tetapi merupakan "suatu
pihak dalam suatu perkara" (di pengadilan). Dengan demikian, jelaslah bahwa tiga
personae dapat berbagi satu substantia. Tiga pribadi (Bapa, Putra dan Roh Kudus)
dapat berbagi satu hakikat (kedaulatan ilahi).
Dalam sebuah wacana mengatakan bahwa Tuhan yang pertama (Bapa)
diibaratkan sebagai seorang raja, kemudian mengirimkan diri(roh)Nya ke dalam
rahim Maryam. Kemudian tumbuh dan lahir, itulah Tuhan Anak (disebut Yesus
Kristus), Ia pun menjadi wakil si Bapa di bumi (seperti konsep ke-khalifahan
manusia). Sedangkan posisi Roh Kudus mirip seperti “distributor” perintah. Dari sini,
ia menyimpulkan bahwa tidaklah mungkin ada pertentangan pikiran (rasio: perkataan)
antara satu sama lain, karena ketiganya memang satu.
b.    Roh
Meskipun Tertulianus mempersoalkan "Apa urusan Athena (filsafat) dengan
Yerusalem (gereja)?", namun, filsafat Stoa yang populer pada masa itu turut
mempengaruhinya (pada pembahasan konsep dosa). Ada yang berkata bahwa ide
dosa asal bermula dari Stoisisme, kemudian diambil alih Tertulianus dan selanjutnya
merambat ke Gereja Barat. Ia berpendapat bahwa roh (jiwa) itu adalah sebentuk
benda: seperti tubuh dibentuk ketika pembuahan, maka roh pun demikian. Dosa Adam
diwariskan seperti rangkaian genetik.
c. Derajat dan kuasa manusia (termasuk uskup)
Meskipun Tertulianus pernah menekankan ide suksesi para rasul – pengalihan
kuasa dan wibawa para rasul kepada para uskup – (mugkin salah satu bentuk upaya
kristenisasi), namun ia tidak dapat menerima bahwa para uskup memiliki kuasa
mengampuni dosa. Ia berpendapat bahwa ini akan menjurus pada terpuruknya moral.
Sementara itu para uskup terlampau yakin akan kuasa tersebut. Bukankah semua
orang percaya adalah imam? Apakah ini Gereja para orang kudus yang dikelola
mereka sendiri, ataukah sekumpulan orang kudus dan orang-orang berdosa yang
dikelola "kelas" profesional yang dikenal sebagai rohaniwan?. Hal itu digunakan
olehnya sebagai penolakan adanya “kuasa” manusia untuk mengatur yang lain secara
mutlak, terlebih dalam ke-ilahi-an.

Pengakuan Iman dan Ortodoks

Anthanasius (328-373 BC)


Athanasius dari Aleksandria, dijuluki pula Athanasius Agung, Athanasius Sang Pengaku
Iman atau, khususnya dalam Gereja Ortodoks Koptik, Athanasius Apostolik, adalah Uskup
Aleksandria (Athanasius I). Ia menjabat sebagai uskup selama 45 tahun (ca. 8 Juni 328 – 2
Mei 373). Semasa menjabat, 17 tahun lamanya ia lewatkan dalam pembuangan yang terjadi
lima kali atas titah kaisar-kaisar Romawi yang berbeda-beda. Athanasius adalah seorang
Teolog Kristen, Bapa Gereja, pembela utama paham Tritunggal melawan Arianisme.
Meskipun demikian, beberapa tahun setelah kematiannya, Gregorius dari Nazianzus
menjulukinya "Soko Guru Gereja". Karya-karya tulisnya sangat dihargai oleh Bapa-Bapa
Gereja sesudahnya, baik di Gereja Barat maupun di Gereja Timur, yang dapat melihat betapa
isi karya-karya tulis itu memperlihatkan bakti yang besar terhadap Sang Firman yang menjadi
manusia, perhatian yang besar terhadap urusan-urusan pastoral, serta minat yang besar
terhadap monastisisme. Athanasius digolongkan sebagai salah satu dari empat tokoh besar
Gereja Timur yang digelari Doktor Gereja oleh Gereja Katolik Roma. Dalam Gereja
Ortodoks Timur, ia digelari "Bapa Ortodoksi". Beberapa golongan Protestan menggelarinya
"Bapa Kanon Alkitab".

Ajaran Ajaran Tentang KeAllahan Menentang Roh Yunani


1.    KeAllahan Kristus
Hasil perjuangan Athanasius, yaitu Gereja Kristen menyingkirkan ajaran roh Yunani
yang memberikan keselamatan. Hal ini membuktikan bahwa Kristus , anak Allah berbeda
jauh dengan Logos filsafat Yunani yang hanya setengah zat dengan ilahi di antara Allah dan
dunia. Athanasius begitu gigih mempertahankan bahwa keselamatan hanya berasal dalam
Yesus Kristus. Tema ini dibahas dalam buku De Incarnatione Verbi. Ia diperhadapkan pada
tuduhan-tuduhan dari pihak Yahudi dan kafir, bahwa inkarnasi dan penyaliban Anak Allah
tidak pantas dan mengurangi martabat-Nya. Namun, dengan tegas ia mengatakan bahwa
"dunia yang diciptakan melalui Dia hanya dapat dipulihkan oleh Dia". Pemulihan ini tidak
bisa terjadi, kecuali melalui salib.
Gagasan "deifikasi" atau "pendewaan" (menjadi ilahi) menunjukkan pengaruh Yunani
dalam pemikirannya. Selain itu, Athanasius adalah orang pertama yang secara serius
mempelajari status Roh Kudus. Hingga pertengahan abad ke-4 perhatian tertuju kepada
hubungan Allah Bapa dan Anak, sedangkan sebutan singkat "Dan kepada Roh Kudus" dalam
Pengakuan Iman Nicea dianggap sebagai bukti kurangnya perhatian terhadap Roh Kudus.
Sebuah Kelompok di Mesir, Tropici, mengajarkan bahwa Sang Anak adalah Allah, tetapi
Roh Kudus diciptakan dari yang tidak ada. Hal ini bertolak belakang dengan Pengakuan Iman
Nicea serta secara tersirat dalam hal Roh Kudus sejalan dengan Arianisme. Mereka berselisih
dengan uskup Serapion, yang meminta nasihat kepada Athanasius. Ia pun menjawab dalam
sejumlah Letter to Serapion (surat-surat kepada Serapion), yang di dalamnya terdapat
pembahasan teologi sesungguhnya mengenai Ketritunggalan dengan merinci status Roh
Kudus maupun Anak Allah.
Berbagai usaha dilakukan untuk membuat sebuah kesepakan mengenai "Trinitas" baik
itu melalui konsili Nicea dan konsili lainnya yang membahas hal serupa. Pada Konsili
Konstantinopel (381BC), akhirnya dicapai sebuah kesepakatan bersama mengenai "Trinitas":
Bapa, Anak, dan Roh Kudus Esa menurut'keAllahannya, tetapi merupakan tiga pribadi.
Namun, keesaaan tidaklah terlepas dari ketigaan begitu pun dengan ketigaan tidak akan
terlepas dari keesaan. Rumusan Konstantinopel ini ingin memasukkan semua unsur yang
terkandung dalam Alkitab, tetapi ternyata rumusan ini tidak memuaskan pemikiran manusia,
meskipun rumusan ini tetap dihargai.

Konflik Terjadi dengan Arianisme


Athanasius adalah seorang uskup yang begitu menolak ajaran Arius hingga hampir
setengah abad (tahun 328-373). Pertikaian kedua tokoh ini disebabkan ajaran Arius yang
dianggap bertolak belakang dengan Alkitab. Ajaran Athanasius pun dipandang berat sebelah.
Teologi keduanya sangat berbeda dalam mengungkapkan hubungan Kristus dan Roh Kudus
dengan Allah Bapa. Arianisme menjadi sebuah ancaman terbesar bagi kehidupan umat
Kristen saat itu. Arianisme mengajarkan bahwa seseorang yang datang kepada kita yaitu,
Kristus Yesus bukanlah Tuhan yang sesungguhnya melainkan makhluk yang diciptakan oleh
Allah.
Melihat kondisi ini, Kaisar Konstantinus mengadakan Konsili Nicea di kota Nicea
(tahun 325) dan membujuk para uskup untuk menerima rumusan bahwa Kristus sehakekat
dengan Allah (bahasa Yunani= homo-ousios). Konstantinus tidak memaksa para uskup untuk
menerima rumusan tersebut, namun hal ini telah menjadi keyakinan umat Kristiani yang telah
didiskusikan selama satu abad. Di lain pihak, ajaran Arius telah dikutuk.
Eusebius dari Nikomedia dan pemimpin Arian menganggap Athanasius merupakan
musuh mereka yang paling tangguh dan sulit dikalahkan. Mereka pun mencari jalan untuk
menjatuhkan Athanasius dengan mengedarkan rumor bahwa ia menjadi penganiaya atas umat
Kristen di Mesir dan menggunakan ilmu sihir. Menanggapi hal tersebut, Kaisar
Konstantinopel memerintahkan untuk bertemu sebelum konsili di Tirus berlangsung untuk
menjawab tuduhan yang diajukan kepadanya, terutama, untuk menjawab tuduhan bahwa
dirinya membunuh uskup Arsenius dan memotong tangannya untuk dijadikan sebagai
persembahan dalam ritus ilmu sihirnya. Namun, tuduhan tersebut tidak dapat menjatuhkan
Athanasius hingga ia pun dapat mengalahkan rumor tersebut.
Kedisiplinannya dalam biara, pengaruhnya dalam masyarakat, semangatnya yang tak
pernah padam, dan keteguhannya dalam keyakinan membuatnya sulit terkalahkan. Selain itu,
Athanasius adalah tipikal orang yang sulit untuk berkompromi; sikap inilah membuatnya
tidak disenangi oleh uskup dan negarawan, sehingga sekitar 17 tahun, ia menghabiskan
waktunya di lima tempat pengasingan yang berlainan. Athanasius dan Arius secara bergiliran
dibuang oleh kaisar. Masa pengasingan yang terpenting adalah ketika ia di Roma dari tahun
340 hingga 346, kemudian setelah itu, ia mengalami Dasawarsa Emas dari tahun 346 hingga
356 di Aleksandria, masa terpanjang sebagai uskup tanpa interupsi.
Athanasius adalah uskup yang selalu tegar dalam menghadapi masalah demi masalah
yang. Pada saat itu, kelompok anti-Arianisme (Gereja Barat, kelompok Antiokhia dan
Athanasius) berpendapat bahwa Allah adalah satu pribadi, sedangkan bagian terbesar
kelompok Origenes di bagian Timur berpendapat bahwa Allah terdiri dari tiga pribadi.

Kontribusi Athanasius dalam Kanon Perjanjian Baru


Pada tahun 367, Athanasius menulis Surat Paskah (Easter Letter). Di dalam surat
(yang ke-39) tersebut terdapat 27 buku yang ada dalam Perjanjian Baru. Ia menyatakan
bahwa tiada buku lain yang dapat dibandingkan dengan Injil Kristen walaupun ia tetap
mengakui Didakhe sebagai penuntun tata ibadah, liturgi serta doa. Tahun 397, Konsili
Kartago mensahkan daftar kanon Perjanjian Baru dari Athanasius.

 Augustinus (325-430 BC)


Agustinus lahir di Tagaste, Aljazair, Afrika Utara, 13 November 354 M sebagai putra
seorang ibu yang saleh yaitu Momika. Ayahnya bernama Patricius, seorang tuan tanah kecil
dan anggota dewan kota yang kurang taat beragama hingga menjelang akhir hayatnya.
Augustinus di didik dan dibesarkan secara Kristen kendatipun karena adat istiadat yang
berlaku pada masa itu, ia tidak dibaptiskan ketika masih bayi. Augustinus memperoleh
pendidikan dasar di Tagaste dan secara khusus mempelajari bahasa latin dan ilmu hitung.
Mengetahui Manusia secara Keseluruhan
a. Jiwa (batiniyah)
Barangkali satu-satunya kontribusi yang terbesar Augustinus bagi filsafat barat
(dan bukan hanya pemikiran Kristen) ialah penekanannya pada kehidupan
personal, kehidupan batiniah seseorang. Augustinus melihat hubungan antara
Tuhan dan jiwa manusia sebagai perhatian utama agama. Karena jiwa diciptakan
“dalam citra Allah”, pengetahuan diri menjadi alat untuk mengenal Tuhan, tak
lagi dipahami sebagai soal pengamatan dua akal budi, tetapi juga masalah
perasaan. Sehingga dalam mengenal Dia, tidak lah mungkin hanya menggunakan
akal (rasio: dalam arti sempit), namun juga perasaan (batiniyah).
b.
Pengetahuan dan Panca Indera
Menurut Augustinus, mengetahui adalah salah satu aktivitas dari jiwa. Jadi ketika
seseorang melihat suatu objek dengan pancainderanya, maka muncul suatu
gambaran tentang objek tersebut, gambaran tersebut, menurut Augustinus,
dibentuk oleh jiwa atau akal budi. Misalnya ia melihat dan mengatakan, bahwa
baju itu bagus, menurut Augustinus, dengan mata kita hanya mampu melihat
sebuah baju, tetapi kata bagus yang ditambahakan merupakan hasil perbandingan
dengan objek lain yang dibuat oleh jiwa atau akal budi. Dari sini kita sudah dapat
menarik suatu pemikiran, bahwa dalam mencapai suatu pengetahuan yang
mendalam ternyata manusia harus menggunakan akal budinya atau jiwanya.
Sedangkan beberapa sfat pokok dari ajaran filsafat Augustinus menurut Salam
(2000:49), seperti yang tercantum dalam sebuah makalah .

c.
Manusia dan agama tidak boleh dipisahkan.
Tanpa kepercayaan dari agama, manusia akan sesat, dan tanpa akal, orang tak akan
memperoleh pengertian yang jelas tentang kepercayaan dan agama itu. (mirip
kata-kata Einstein)
d. Kehendak manusia berpangkal diatas akal, dan cinta kasih sayang mempunyai arti
kesucian diatas ilmu pengetahuan. Juga berlaku terhadap Tuhan, sedang Tuhan
terutama berarti cinta kasih sayang.
b.

c.
e. Roh/jiwa agak bebas terhadap raga dan jiwa mengenal dirinya secara langsung dan
intuistif, yang terdiri atas “kebendaan” dan “bentuk”.
f. Spiritualisme yang antropologis (jiwa itu tak lain dari manusia itu sendiri) berjalan
berdampingan dengan spiritualisme yang bersifat teori mengenal.
g. Kebendaan itu pada hakikatnya cahaya. Bahwa jiwa menghendaki tubuh dan tubuh
menghendaki jiwa merupakan pandangan yang dualistis.

TEOLOGI HISTORIKA : ZAMAN PATRISTIK

Kesimpulan :
1. Melihat latar belakang Teologi Historika Zaman Patristik para Ahli memiliki suatu
kepercayaan yang mempertahankan Iman dan percaya Allah dan tidak di pengaruhi
oleh Filsafat Dunia
2. filsafat Yunani itu mengambil dari kitab Yahudi. Pandangan ini didasarkan bahwa
Kristus adalah logos. Dalam memahami logosnya orang-orang Yunani kurang paham
apa yang terkandung dan memancar dari logosnya, yaitu pencerahan. Mereka telah
menyimpang dari ajaran murni karena terpengaruh oleh demon atau setan.
3. Berbagai usaha dilakukan untuk membuat sebuah kesepakan mengenai "Trinitas" baik
itu melalui konsili Nicea dan konsili lainnya yang membahas hal serupa. Pada Konsili
Konstantinopel (381BC), akhirnya dicapai sebuah kesepakatan bersama mengenai
"Trinitas": Bapa, Anak, dan Roh Kudus Esa menurut'keAllahannya
4. Sampai saat ini di Indonesia juga harus pertahankan Tubuh, Jiwa , dan Roh yang
benar bersumber dari Ilahi Allah Sendiri atau Yesus dan Roh Kudus Berdasar Pada
Alkitab. Tidak dapat mengikuti penganut yang menyesatkan.
5. Bagi kita konflik boleh ada , namun teguh dalam kepercayaan Iman kita pada Firman
Tuhan.

Anda mungkin juga menyukai