Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENGERTIAN FILSAFAT ISLAM

A. Pengertian filsafat Islam

Istilah filsafat dapat ditinjau dari dua segi yaitu :

Segi semantik, perkataan filsafat berasal dari bahasa Arab falsafah, dan yang berasal
dari bahasa Yunani Philosophia, yang berarti philos (cinta) dan sophia(Pengetahuan),
hikmah(wisdom). Jadi Philosophia berarti cinta kepada kebijaksanaan atau cinta kepada
kebenaran, maksudnya setiap orang yang berfilsafat akan menjadi bijaksana. Orang yang
cinta kepada pengetahuan disebut philosopher, dalam bahasa arabnya ialah failasuf.

Segi praktis, dilihat dari pengertian paktisnya, filsafat berarti alam pikiran atau alam
berpikir. Berfilsafat artinya berpikir. Namun tidak semua berpikir berarti berfilsafat.
Berfilsafat adalah berpikir secara mendalam dan sungguh-sungguh.

Karena luasnya ruang lingkup pembahasan ilmu filsafat maka para ahli filsafat
memberikan beberapa definisi yang berbeda-beda diantaranya :

 Plato (427 SM-347 SM) seorang filsuf Yunani yang termasyhur murid
Socrates dan guru Aristoteles, mengatakan: Filsafat adalah
pengetahuan tentang segala yang ada (ilmu pengetahuan yang berminat
mencapai kebenaran yang asli).
 Aristoteles (382 SM-322 SM) mengatakan: Filsafat adalah ilmu
pengetahuan yang meliputi kebenaran, yang di dalamnya terkandung
ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik dan
estetika (filsafat menyelidiki sebab dan asas segala benda).
 Marcus Tullius Cicero (106 SM-43 SM) politikus dan ahli pidato
Romawi, merumuskan: Filsafat adalah pengetahuan tentang sesuatu
yang maka agung dan usaha-usaha untuk mencapainya.
 Al-Farabi (wafat 950 M), filsuf Muslim terbesar sebelum Ibnu Sina,
mengatakan: Filsafat adalah ilmu pengetahuan tentang alam maujud
dan bertujuan menyelidiki hakikat yang sebenarnya.
 Immanuel Kant (1724-1804), yang Bering disebut raksasa pikir Barat,
mengatakan: Filsafat itu ilmu pokok dan pangkal segala pengetahuan
yang mencakup di dalamnya empat persoalan, yaitu: Apakah yang
dapat kita ketahui? (dijawab oleh metafisika).Apakah yang boleh kita
kerjakan? (dijawab oleh etika).Sampai di manakah pengharapan kita?
(dijawab oleh antropologi).Prof. Dr. Fuad Hasan, guru besar psikologi
UI, menyimpulkan: Filsafat adalah suatu ikhtiar untuk berpikir radikal,
artinya mulai dari radiksnya suatu gejala, dari akarnya suatu hal yang
hendak dimasalahkan. Dan dengan jalan penjajakan yang radikal itu
filsafat berusaha untuk sampai kepada kesimpulan-kesimpulan yang
universal.
 Drs. H. Hasbullah Bakry merumuskan: Ilmu Filsafat adalah ilmu yang
menyelidiki segaia sesuatu dengan mendalam mengenai ketuhanan,
alam semesta, dan manusia, sehingga dapat menghasilkan pengetahuan
tentang bagaimana hakikatnya sejauh yang dapat dicapai oleh akal
manusia, dan bagaimana sikap manusia itu seharusnya setelah
mencapai pengetahuan itu.
Setelah mempelajari rumusan-rumusan tersebut di atas dapatlah disimpulkan bahwa:
Filsafat adalah ilmu istimewa yang mencoba menjawab masalah-masalah yang tidak dapat
dijawab oleh ilmu pengetahuan biasa karena masalah-masalah tersebut di luar jangkauan ilmu
pengetahuan biasa. Filsafat adalah hasil daya upaya manusia dengan akal budinya untuk
memahami atau mendalami secara radikal dan integral serta sistematis hakikat sarwa yang
ada, yaitu: hakikat Tuhan, hakikat alam semesta, dan hakikat 'manusia, Bertasikap manusia
sebagai konsekuensi dari paham tersebut.
Sebenarnya perbedaan istilah tersebut hanya perbedaan nama saja, sebab
bagaimanapun juga hidup dan suburnya pemikiran filsafat tersebut adalah di bawah naungan
Islam dan kebanyakan ditulis dalam bahasa Arab.
Kalau yang dimaksud dengan Filsafat Arab ialah bahwa filsafat tersebut adalah
hasil orang Arab semata-mata, maka tidak benar. Sebab kenyataan menunjukkan
bahwa Islam telah mempersatukan berbagai-bagai umat, dan kesemuanya telah ikut serta
dalam memberikan sumbangannya dalam filsafat tersebut.
Sebaliknya kalau yang dimaksud dengan filsafat Islam adalah hasil pemikiran kaum
muslimin semata-mata, juga berlawanan dengan sejarah, karena mereka pertama-tama
berguru pada aliran Nestorius dan Yacobias dari golongan Masehi, Yahudi dan
penganut agama. Shabi'ah, dan kegiatan mereka dalam berilmu dan berfilsafat selalu
berhubungan dengan orang-orang Masehi dan Yahudi yang ada pada masanya.
Namun pemikiran-pemikiran filsafat pada kaum muslimin lebih tepat disebut filsafat
Islam, mengingat bahwa Islam bukan saja sekedar agama, tetapi juga peradaban. Pemikiran
filsafat ini sudah barang tentu berpengaruh oleh peradaban Islam tersebut, meskipun
pemikiran itu banyak sumbernya dan berbeda-beda jenis orangnya. Corak pemikiran
tersebut adalah !slam, baik tentang problem-problermnya, motif pembinaannya maupun
tujuannya, karena Islam telah memadu dan menampung aneka peradaban serta pemikiran
dalam satu kesatuan. Apalagi hal ini ditunjang dengan pemakaian buku-buku yang berasal
dari filosuf Islam seperti Ibnu Sina, Ibnu Rusyd, ataupun Al-Farabi.
Tujuan, Fungsi dan manfaatnya.

Filsafat harus membantu orang-orang untuk membangun keyakinan keagamaan atas


dasar yang matang secara intelektual. Filsafat dapat mendukung kepercayaan keagamaan
seseorang, anal saia kepercayaan tersebut tidak bergantung kepada konsepsi yang pra ilmiah,
yang usang, yang sempit, dan yang dogmatis. Urusan (concerns) utama agama ialah harmoni,
pengaturan, ikatan, pengabdian, perdamaian, kejujuran, pembebasan, dan Tuhan.

Oleh karena itu tujuan filsafat adalah mencari hakekat kebenaran sesuatu baik dalam
logika(kebenaran berpikir), etika(berprilaku) maupun metafisika(hakekat keaslian).

Dengan demikian filsafat mencakup seluruh benda dan semua yang hidup yakni
pengetahuan terhadap sebab-sebab yang jauh yang tak perlu lagi dicari sesudahnya. Filsafat
berusaha untuk menafsirkan hidup itu sendiri yang menjadi sebab pokok bagi partikel-
partikel itu beserta fungsi-fungsinya. Cakupan filsafat Islam tidak jauh berbeda dan obyek
filsafat ini. Hanya dalam proses pencarian itu Filsafat Islam telah diwarnai oleh nilai-nilai
yang Islami. Kebebasan pola pikirannya pun digantungkan nilai etis yakni sebuah
ketergantungan yang didasarkan pada kebenaran ajaran ialah Islam.
B. Hubungan Filsafat Islam Dengan Filsafat Yunani.

Proses sejarah masa dahulu, tidak dapat dielakkan begitu saja bahwa pemikiran
filsafat Islam terpengaruh oleh filsafat Yunani. Para filsuf Islam banyak mengambil
pemikiran Aristoteles dan mereka banyak tertarik terhadap pikiran-pikiran Platinus. Sehingga
banyak teori-teori filosuf Yunani diambil oleh fiisuf Islam.

Demikian keadaan orang, yang datang kemudian. Kedatangan para filsuf Islam yang
terpengaruh oleh orang-orang sebelumnya, dan berguru kepada filsuf Yunani. Bahkan kita
yang hidup pada abad ke-20 ini, banyak hal berhutang budii kepada orang-orang Yunani dan
Romawi. Akan tetapi berguru tidak berarti. mengekor dan mengutip, sehingga dapat
dikatakan bahwa filsafat Islam itu hanya kutipan semata-mata dari Aristoteles, sebagaimana
yang dikatakan Renan, karena filsafat Islam telah marnpu menampung dan mempertemukan
berbagai aliran pikiran. Kalau filsafat Yunani merupakan salah satu sumbernya, maka tidak
aneh kalau kebudayaan India dan Iran juga menjadi surnbernya. Pertukaran dan perpindahan
suatu pikiran bukan selalu dikatakan utang budi. Suatu persoalan kadang-kadang dapat
dibicarakan dan diselidiki oleh orang banyak, dan hasilnya dapat mempunyai bermacarn-
macam corak. Seorang dapat mengambil persoalan yang perlu dikemukakan oleh orang lain
sambil mengemukakan teorinya sendiri. Spinoza, misalnya, rneskipun banyak mengikuti
Descartes, ia mempunyai mazhab sendiri. Ibnu Sina, meskipun menjadi murid yang setia dari
Aristoteles, ia mempunyai pemikiran yang berbeda.

Para filsauf Islam pada umumnya hidup dalam lingkungan dan suasana yang berbeda
dari apa yang dialami oleh filsuf-filsuf lain. Sehingga pengaruh lingkungan terhadap jalan
pikiran mereka tidak bisa dilupakan. Pada akhirnya, tidaklah dapat dipungkiri bahwa dunia
Islam berhasil membentuk filsafat yang sesuai dengan prinsip-prinsip agama dan keadaan
masyarakat Islam itu sendiri.
BAB II
ALIRAN-ALIRAN FILSAFAT ISLAM

A. Pembagian Aliran Filsafat Dalam Islam.

Jika kita perhatikan bagaimana cepatnya perkembangan cara berpikir sesudah Islam
dalam segala bidang, maka secara garis besar dapat kita bagi aliran-aliran itu dalam tiga
bagian, yaitu aliran-aliran i'tiqad, aliran-aliran ilmu hukum (fiqh), dan aliran-aliran politik
(as-siyasah).
Muhammad Abu Zahrah membagi mazhab dalam Islam kepada tiga bagian besar
seperti tersebut di atas. Dia menulis dalam kitabnya yang berjudul: AI-Mazahibul Imamiyah
dengan pokok-pokok pendirian dari berbagai mazhab dalam Islam itu secara ringkas.
Kami dahulukan pembicaraan mengenai aliran i'tiqad ini, karena sebagian besar dari aliran ini
merupakan pokok-pokok dasar pemikiran dalam filsafat Islam. Orang menamakan filsafat
Islam, jika di dalam ilmu ini dibicarakan filsafat dalam keseluruhannya atas dasar pemikiran
Islam. Tetapi jika di dalam ilmu ini dibahas perdebatan-perdebatan antara aliran-aliran
i'tiqad dalam Islam, mengenai penolakan terhadap mereka yang menimbulkan pengertian-
pengertian bare yang menyeleweng dari keyakinan mazhab Salaf dan ahli Sunnah, maka ia
dinamakan ilmu Kalam. Demikian kata Ibnu Khaldun dalam Muqaddimahnya, dan
demikian pula kata Imam Al-Juwaini (419478 H) dalam kitabnya yang berjudul Kitabbul
Irsyad ila Qawadi'il Adillati fi Usuld Itiqad " (Mesir, 1950). Ada orang yang menamakan
ilmu Ushutuddin, jika pengetahuan filsafat itu hanya membahas pokok persoalan dalam
agama saja seperti persoalan mengenai Tuhan, Nabi, kejadian pada hari akhir dan hukum-
hukum yang tumbuh dari amar yang tegas dan nahi yang terang. Yang pada akhirnya,
persoalan-persoalan filsafat mengenai ketuhanan telah disimpulkan menjadi sebuah kitab
amalan yang diwajibkan kepada semua orang Islam, Yang pada akhirnya, persoalanpersoalan
filsafat mengenai ketuhanan telah disimpulkan menjadi sebuah kitab amalan yang
diwajibkan kepada semua orang Islam pada permulaan mempelajari agamanya, diselingi
dengan keterangan-keterangan dari Quran dan hadis, maka hasil filsafat ini dinamakan
ilmu Tauhid, ataudalam bentuk sederhana dinamakan Sifat Dua puluh, yaitu ilmu untuk
mempelajari dan mengenal sifat-sifat Tuhan menurut konsep Al-Asy'ari.
Yang akan dibicarakan di dalam bagian i'tiqad, ialah pendirianpendirian mengenai
persoalan-persoalan keyakinan dari mazhab-mazhab Salaf, Jabariyah, Qadariyah,
Muji'ah, Mu'tazilah, Asy'ariyah, Maturidiyah, dan lain-lain.
Mengenai bagian hukum agama dalam mazhab-mazhab Al-Jayari, Al-Hanaft, Al-
Maliki, Asy'SyqfVi, Al-Hambah, As-Salafi, Al-Auza-i, As-Zahiri, At-Tabari dan filsafat fiqih
dalam bagian Syi'ah, seperti mazhab Isna 'Asyar Imamiyah Zaidiyah, Ismailiyah, dan lain-
lain. Dalam bagian siasat (politik) akan disinggung siasat dalam masa Nabi, sahabat dan
Tabi'in, siasat dalam masa Bani Umayyah, siasat dalam masa Bani Abbas, siasat yang
dianut oleh golongan-golongan Syi'ah, seperti Sabaiyah, Ghurabiyah, Kisaniyah,
Isma'iliyah, Fathimiyah, Zaidiyah dan Isna 'Asyar Imamiyah.

B. Aliran-Aliran Pokok.

Ada beberapa aliran pokok dalam Islam yaitu aliran-aliran Syiah, Khawarij, Mu'tazilah
clan Asy'ariah.
Pada masa Nabi Muhammad, aliran-aliran itu tidak ada atau tidak menonjol ke
depan. Umat Islam pada masa Nabi Muhammad Saw, bersatu bulat dalam segala-galanya.
Tidak ada aliran dan mazhab ketika itu. Nabi merupakan kesatuan sumber dalam ilmu dan
amal, dalam perintah dan ketaatan, serta teladan untuk seluruh kehidupan. Sumber itu ialah
mengenai dan mempelajari wahyu Tuhan yang disampaikannya, yang tidak ada sesuatu pun
yang dapat mengatasinya dalam kebenaran. Jika sesuatu perbantahan dan perbedaan paham,
ucapan Nabi adalah hak yang memutuskan, yang harus ditaati dan tidak ada pendapat
lain. Dalam Quran jelas diperintahkan: "Apabila kami berbeda faham tentang sesuatu
persoalan kembalikan keputusannya kepada Allah dan Rasul". (QS. An-Nisa': 58). Tidak
terdapat pada waktu itu dua macam pikiran yang bertentangan, melainkan
keputusannya dikembalikan kepada Allah dan Rasul-Nya.

Sesudah Nabi Muhammad wafat, umat Islam tetap bersatu dalam keyakinan dan perkataannya,
bahwa Tuhan itu satu, bahwa Muhammad itu Rasul Allah, bahwa Quran itu datang dari Allah, bahwa
hari kebangkitan itu benar, bahwa hisab itu benar, surga dan neraka pun benar adanya dan akan
terjadi, sebagaimana tidak terdapat perselisihan faham di antara mereka tentang sesuatu hukum agama
yang sudah ditetapkan dan diperintahkan menjalankannya oleh Rasulullah, seperti salat, zakat, haji,
puasa, dan lain-lain.

Mereka hanya berselisih faham tentang pandangan dan ijtihad, baik mengenai pokok agama
dari keyakinan maupun mengenai urusan hukum fiqih dan tasyri', tetapi tidak mengenai pokok-
pokok dasar Islam, yang dapat mengeluarkan salah seorang yang berbeda faham itu dari agamanya.
Mereka tidak berselisih tentang ada dan satu Tuhan, tetapi berselisih tentang sifatnya, apakah sifat itu
merupakan zat Tuhan atau tidak. Mereka tidak berselisih tentang Nabi Muhammad benar Rasul
Allah, tetapi berbeda faham tentang terpelihara dosanya sebelum atau sesudah dibangkitkan. Mereka
tidak berselisih bahwa Quran itu wahyu Tuhan, tetapi berbeda faham apakah ia qadim atau
hadis. Mereka tidak berselisih tentang pokok kebangkitan manusia pada hari kemudian, tetapi
berbeda pikiran apakah yang dibangkitkan itu tubuh jasmaninya atau rohaninya. Mereka tidak
berselisih tentang salat itu wajib, tetapi kadang-kadang berbeda faham dalam menentukan hukum
mengenai bagian-bagiannya, apakah masuk rukun salat yang wajib dikerjakan atau tidak. Mengenai
perincian inilah mereka berbeda faham, dan oleh karena itu, di dapat dalam kalangan umat Islam
beberapa aliran agama mengenai perincian itu yang berbeda-beda.

Sesudah Nabi wafat, umat Islam berbeda-beda fahamnya mengenai beberapa pokok
agama yang kembali kepada iman dan keyakinan dalam hatinya, sebagaimana mereka
berbeda faham dalam masalah perincian atau furu' clan tasyri' dalam menetapkan sesuatu
hukum yang belum jelas dalam agama mengenai amal seseorang, apakah wajib,
haram atau jaiz. Lalu terbagilah umat Islam itu dalam beberapa aliran seperti golongan
Asy'ari dan golongan Mu'tazilah, yang mempunyai pandangan yang berbeda-beda mengenai
akidah dan ushul agama dann, yang merupakan iman dan i'tikad orang Islam, meskipun
mereka berbeda dalam masalah furu' dan tasyri' mengenai amal Perbuatan. Sementara itu ahli-
ahli hukum fiqih, seperti Hanafi, Maliki, Syafi’i, berbeda-beda fahamnya dalam menetapkan hukum
furu', meskipun mereka sepakat mengambil pokok-pokok mazhab Asy'ari untuk dasar keyakinan
mereka.
Demikianlah keadaannya dengan ulama-ulama Syiah yang kadang-kadang sepaham mengenai
usul agama, tetapi berselisih pendapat dalam masalah fiqh. Kesepakatan dalam usul (pokok
kenyakinan agama), tidak memastikan sepakat dalam hukum fiqh dan furu, serta sebaliknya.
Demikian pendirian seorang ulama Syiah yang terkemuka, Muhammad Jawab Mughniyah dalam
kitabnya AsySyiah wal Hakimun, (Beirut 1962), yang kita jadikan bahan pembicaraan dalam bagian
ini.
Aliran dalam Islam itu banyak, seperti yang pernah digambarkan oleh Nabi semasa hidupnya
dalam sebuah hadis, dikatakan umat Islam akan berpecah sampai 73 firkah, demikian
katanya: "Yahudi akan berpecah atas 71 aliran, Nasrani akan berpecah atas 72 aliran, sedang
umatku akan terbagi-bagi dalam 73 aliran". (Al-Hadis).
Apa yang disabdakan Nabi itu mungkin terjadi, sudah atau akan terjadi, tetapi dalam
sejarah Islam dapat kita golongkan mazhab-mazhab yang banyak itu kepada empat aliran
besar yang pokok yang akan kita bahas di sini dengan menyebut dasar-dasar pendiriannya
yang utama,yaitu :
1) Aliran syiah

Aliran Syiah berbeda pendapat dengan aliran-aliran lain, di antaranya alam pendirian, bahwa
penunjukan iman sesudah wafat Nabi ditentukan oleh Nabi sendiri dengan nash. Nabi tidak boleh
melupakan nash ini terhadap pengangkatan khalifahnya, sehingga menyerahkan pekerjaan
pengangkatan itu secara bebas kepada umatnya dan khalayak ramai. Selanjutnya Syiah berpendirian
bahwa seseorang imam yang diangkat itu harus maksum atau terpelihara dari dosa besar dan dosa
kecil, dan bahwa Nabi Muhammad dengan nash meninggalkan nasihatnya untuk Ali bin Abi Thalib
adalah seorang sahabatnya yang pertama dan utama.Dibawah ini adalah beberapa pendapat mengenai
aliran syiah ;
 Sebab-seba kelahiran syiah
Dalam masa Nabi penggunaan kata Syiah dalam pengertian berpihak atau memilih
golongan Ali sudah ada baik sebelum Nabi wafat maupun sesudahnya, sebagaimana yang
diterangkan oleh An-Nubakhti, pengarang pada abad ke-4 H, dalam kitabnya Al Firaq
wal Maqalat. Ia menerangkan bahwa seluruh golongan yang terdapat dalam islam tidak
keluar dari 4 aliran paham, yaitu Syiah, Mu’tazilah, Murji’ah dan Kawarij. Syi’ah itu
ialah suatu aliran paham yang berpegang pada Ali Bin Abi Thalib, baik pada masa Nabi
maupun sesudahnya, yang dikenal dengan ketaatanya dalam keputusannya dan
keimanannya.
Dalam kitab az Zinah karangan Abu Hatim Sahl Bin Muhammad Sajastani(205 H),
sebagaimana juga dalam kitab Kazyfwz Zunun jus III uraian tentang perkataan Syiah itu
seperti berikut : Lafaz Syi’ah dalam masa Rasul digunakan untuk menamakan empat
orang sahabat nabi yaitu Salman Al Farisi, Abu Zar al-Ghaffari, Miqdad bin al- kindi dan
Ammar bin Yassar. Kemudian setelah pembunuhan Usman dalam pembrontakan
Mu’awiyah serta pengikutnya menghadapi Ali bin Abi Thalib, maka banyaklah orang-
orang islam memilih golongan-golongannya, orang yang membenarkan Usman
dinamakan Usmaniyah, dan yang berpihak pada Ali bin Abi Thalib dinamakan Awaliyah.
Namun setelah pada zaman pemerintahan Bani Abbas perkataan Usmaniyah dan
Awaliyah di hapus. Barulah timbul golongan-golongan islam yaitu : nama Syi’ah dan
Sunah.
 Menurut Abu Zahrah bahwa kelahiran Syiah, dalam kitabnya Al-Mazahibul Islamiyah
bahwa Syi’ah merupakan mazhab politik Islam yang paling tua lahir pada masa
pemerintahan Usman tumbuh dan berkembang pada masa pemerintahan Ali bin Abi
Thalib . Kemudian mazhab ini lahir pada zaman peperangan Jamal. Aliran ini lahir jga
bersamaan dengan aliran Khawarij.
 Mazhab Syiah mewjibkan keyakinan berpegang kepada imam,yang selalu harus ada
ditengah-tengah masyarakat islam, seperti pada zaman Nabi masih hidup. Imam itu
harus merupakan pemimpin dalam urusan dunia dan agama.

2) Aliran khawarij
Pokok-pokok pendirian aliran ini orang Islam tidak mesti seorang yang berasal dari suku
Quraisy, bahkan tidak mesti dari seorang Arab. Kesalahan dalam berpikir dan berijtihad
adalah dosa apabila terdapat bertentangan dengan pikiran mereka. Oleh karena itu mereka
mengkafirkan Ali karena menerima tahkim, meskipun tahkim damai antara Muawiyah dan
Ali tidak dikemukakan secara merdeka. Mazhab Azraqiyah dari aliran ini berkeyakinan,
bahwa tiap orang Islam yang menyalahi pendiriannya dihukum musyrik, tetap dalam api
neraka, wajib dibunuh dan diperangi.

3) Aliran Mu’tazilah.

Aliran ini mempunyai lima pendirian, yaitu :


1) At-Tauhid, keyakinan bahwa Allah itu satu dalam zatnya dan sifatnya, dan sifat Allah itu
adalah zat Allah itu sendiri.
2) Al-'Adl, bahwa Tuhan itu adil, yaitu bahwa manusia diberi kemauan yang
merdeka untuk bertindak dan tidak digerakkan oleh kodrat dan iradat Tuhan saja.
3) Al-Manzilah baina manzilataini, memberikan kedudukan di antara dua kedudukan mukmin
dan kafir. Orang Islam yang mengedakan dosa besar akan ditempatkan pads suatu tempat
antara orang mukmin dan orang kafir. la bukan orang mukmin karena tidak
menyernpurnakan sifat kebajikan, dan bukan pula orang kafir karena sudah mengucapkan
dua kalimah syahadat. la tetap abadi di dalam neraka, karena di akhirat itu cuma ada satu
surga dan satu neraka, tetapi diringankan azabnya dan masih disebut orang Islam.
4) Al-Wa'ad wal wa'id. Yang dimaksud dengan istilah ini bahwa jika Allah menjanjikan
pahala atas sesuatu kebajikan, mesti dikerjakannya, dan apabila ia menjanjikan siksaan atas
suatu kejahatan maka janjinya itupun wajib ditepati,tidak berhak Tuhan member ampunan
atas janji yang sudah diterapkan.
5) Amar ma’ruf Nahi mungkar. Pekerjaan ini wajib berdasarkan akal manusia.
Sebelum Mu’tazilah hadir dalam kancah pemkiran islam rasional, telah ada berbagai
aliran pemikiran yang nantinya memiliki pengaruh kuat terhadap Mu’tazilah. Masalah yang
diangkat menjadi topic utama berkisar pada masalah teologi dan filsafat.
Mu’tazilah secara etomologis adalah berarti golongan yang mengasingkan atau
memisahkan diri. Dalam sejarah islam golongan yang mengasingkan diri itu pernah timbul
disaat terjadi pertikaian antara Khalifah Ali bin Abi Thalib dengan Mu’awiyah bin Abu
Sufyan dari Bani Umayyah sebagai akibat dari terbunuhnya Khalifah Usman dari Bani
Umayyah yang kemudian digantikan oleh Ali bin Abi Thalib. Pada saat itulah banyak sahabat
Nabi yang tidak ingin terlihat pada pertikaian tersebut. Mereka tidak membaiat Ali sebagai
Khalifah dan bersifat netral. Diantara kelompok- kelompok ini adalah Sa’ad bin Abi Waqas,
Abdullah bin Umar, Muhammad bin Maslamah, Usman bin Zaid dan lainnya.
Tetapi, jika kata Mu'tazilah disebut dalam konteks aliran-aliran teologi atau filsafat,
maka yang dimaksud dengan kata itu sesungguhnya adalah para pengikut orang yang
mengasingkan atau memisahkan diri dari gurunya, karena berbeda paham dalam sesuatu hal.
Orang itu ialah Washil bin 'Atha yang memisahkan diri dari gurunya Hassan Al-Bashri.
Keduanya berbeda pendapat tentang kedudukan orang mukmin yang berdosa besar, apakah
masih mukmin atau telah menjadi kafir, sebagaimana pernah menjadi perbedaan pendirian
antara kaum Khawarij dan murji'ah sebelumnya. Kisahnya demikian pada suatu hari, Washil
bin 'Atha (700 – 794 M) dalam majelis gurunya, Hassan Al-Bashri, mengemukakan pendapat
yang berbeda dari gurunya mengenai orang mukmin yang mengerjakan dosa besar, apakah
menjadi kafir atau tidak. Washil menegaskan pendapatnya bahwa orang itu sudah tidak
mukmin, tetapi belum sampai kafir. Ia berada di satu posisi di antara dua posisi (manzilat
bayn manzilatain). Dan posisi antara dua posisi itu adalah fasiq. Sedangkan Hassan Al-Bashri
berpendapat bahwa orang itu munafiq. Setelah mengemukakan pendapatnya itu, Washil
memisahkan diri dari majelis gurunya, yang diikuti jugs oleh orang-orang yang mendukung
pendapatnya. Kemudian Washil pun bertindak sebagai guru yang dikerumuni murid-
muridnya, dan salah seorang yang bergabung dengan Washil adalah 'Amr bin 'Ubaid. Dua
tokoh inilah yang kemudian dipandang sebagai tokoh angkatan pertama aliran Mu'tazilah.
Melihat muridnya memisahkan diri, Hassan Al Bashri mengatakan: "I'tazala 'anna Washil"
(Washil telah memisahkan diri dari kami). Dari sinilah Washil dan pengikut-pengikutnya
kemudian disebut Mu'tazilah.
Sebutan lain bagi kaum Mu’tazilah adalah sebagai berikut :
1) Ahl al-‘adli wa al tawhid(kaum pendukung keadilan dan ke-Esaan Allah).
2) Ahl AL-Haq (kaum yang berada dala kebenaran).
3) Al- Qadariyah (kaum yang berpendapa bahwa manusia berkuasa membuat atau
menentukan perbuatannya sendiri).
4) As-Sanawiyah dan Al- Majusiyah (kaum dualis dan Majusi).
5) Al-Khawarij (sebutan ini ditujukan kepada kaum mu’tajilah karena mereka
sejalan dengan pemikiran kaum Khawarij).
6) Al-Wa’idiyah (sebutan ini bersal dari golongan Murji’ah maksudnya adalah
kaum Mu’tazilah menekankan kebenaran janji dan ancaman Allah, dan bahwa
Allah tidak akan mengampuni dosa-dosa kecil kecuali setelah orangnya
bertobat)
7) Al-Mu’ttilah.
Dan dapat disimpulkan bahwa pokok-pokok ajaran teologi kaum Mu’tazilah adalah
sebagai berikut :
1) Al-Tawhid(ke-Esaan , atau lebih tepat mengesakan Allah(Allah adalah Esa
mutlak). Ini adalah inti ajaran kaum Mu’tazilah. Allah tidak ada yang
menyamainya, tidak berjisim, tidak bertubuh, tidak berbentuk dan tidak
berjasad.
2) Al ‘Adl ( keadilan Allah , dalam kontek tanggung jawab manusia terhadap
Allah).
3) Al- Ma’du wa Al-Wa’id (janji dan ancaman, ini berarti janji dan ancaman
Allah pasti terjadi).
4) Al-Manzilah bayna Al-manzilatain (orang Mu’tazilah tidak mengkafirkan
orang mukmin yang melakukan dosa besar seperti kaum Khawarij).
5) Amar Ma’ruf dan Nahi Munkar.

Dari uraian sebelumnya ditarik kesimpulankesimpulan berikut:


1. Aliran Mu'tazilah lahir ditengah-tengah umat Islam dengan menghadapi banyak
persoalan politik, teologi, filsafat dan sosial. Yang paling dominan
mempengaruhi lahimya Mu'tazilah adalah persoalan teologi, meskipun tidak
dapat dielakkan adanya faktor politik.
1. Amat kompleksnya permasalahan yang dihadapi, mendorong Mu'tazilah untuk
memberikan jawaban mengenai banyak masalah dalam memberikan jawaban,
mereka mengutamakan akal. Akal herada pada shaf teratas sedang wahyu pada
shaf kedua.
3. Atas dasar itulah Mu'tazilah banyak menerima konsep-konsep filsaat Yunani.
Masuknya filsafat Yunani dalam pemikiran Mu'tazilah dimulai dari masa
angkatan kedua dengan tokoh utamanya adalah Abu Hudzail Al-'Allaf.

4. Berbekal filsafat Yunani, Mu'tazilah mampu memberikan jawaban persoalan


kefilsafatan secara lengkap.
5. Ushulul Khamsah (lima ajaran pokok) Mu'tazilah merupakan ciri khan seseorang
agar bisa diakui sebagai penganut Mu'tazilah, yaitu: ke-Esa-an, ke-Adil-an, janji
dan ancaman Allah, manzilah bayna al-manzilatain, dan amar ma'ruf nahi munkar.
6. Ada yang perlu pendapat catatan khusus, yaitu bahwa Mu'tazilah yang lantang
menyuarakan kebebasan manusia itu ternyata tidak memberi kebebasan pada
orang lain untuk mempunyai pendapat yang berbeda dengan pendirian mereka.
Mereka memperlakukan kekerasan bagi orang yang tidak sepaham dengan
dukungan kekuatan penguasa, terutama pada masa Al-Makmun dari Bani
Abbasiyah. Faktor kekerasan inilah yang membuat Mu'tazilah mundur, dan
kedudukannya digantikan oleh Ahlussunnah yang sampai sekarang tetap dominan
di dunia Islam.
7. Ajaran-ajaran Mu'tazilah yang sifatnya memang rasionalistis, sesuai sifat akal
yang relatif, memungkinkan ter adanya perbedaan pendapat di kalangan mereka
sendiri. Misalnya perbedaan antara Abu Al-Hudzail Al-'Allaf dengan An-
Nazhzham tentang teori atom yang diambil dari Yunani dan India.
8. Ajaran Mu'tazilah (ushulul Khamsah) telah berjasa dalam usaha mempertahankan
kemumian Islam, meskipun di sana-sini terdapat kelemahan dalam penerapannya.
9. Sejalan dengan prinsipnya yang mendudukan akal pada shaf teratas, maka
Mu'tazilah merupakan aliran pertama yang disebut paham rasionalisme dalam
Islam.

4) Aliran Al-Asy’ri
Aliran ini menentang pendirian-pendirian aliran Mu’tazilah yang lima itu. Aliran ini
berkata, bahwa sifat Allah itu bukan zatnya, tetapi sesuatu tambahan atas zatnya.
Tiap manusia berbuat atas kehendak Tuhan, tidak mempunyai kemauan yang bebas.
Allah tidak wajib memenuhi janji atas kebaikan dan atas kejahatan, dengan memberi
pahala kepada yang berbuat baik clan menyiksa yang berbuat jahat. Balasan yang
berlaman dengan janji ini boleti dilakukan Tuhan, karena ticlak sesuatupun yang mewajibkan
Dia menepati janji itu. Selanjutnya aliran ini berpendapat, bahwa orang yang berbuat
dosa besar tidak diletakkan pada tempat di antara orang mukmin dan orang kafir,
clan bahwa amar ma'ruf nahi mungkar itu diwajibkan karena Quran dan Hadis bukan
karena penetapan akal manusia.Demikianlah empat aliran besar clan dari aliran ini lahirlah
mazhab-mazhab yang banyak, yang berbeda satu sama lain dalam pendirian mengenai
usul dan furu'.
Aliran Syiah sejalan dengan Mu'tazilah mengenai tauhid dan keadilan, dan tidak
sejalan dalam tiga pendirian yang lain. Orang Syiah sefaham, dengan Asy'ari dalam
masalah dosa besar clan dosa kecil, amar ma'ruf nahi mungkar. Mereka berbeda dengan
Mu'tazilah dan Asy'ari dalam persoalan wa'ad dan wa'id karena mereka
berkeyakinan bahwa Allah selalu menepati janji bagi mereka yang berbuat kebajikan
dan tidak wajib menjalankan janji-Nya kepada hamba-Nya yang berbuat diputuskan
dengan hukum akal, bahwa Tuhan menyalahi janji-Nya akan memberi pahala kepada
hamba-Nya yang berbuat baik.

5)
BAB III
FILSAFAT SLAM DIDUNIA ISLAM TIMUR

A. Al-Kindi

Nama. Al-Kindi adalah nisbat pada suku yang menjadi asal cikal bakalnya , yaitu Banu
Kindah. Banu Kindah adalah suku keturunan Kindah yang sejak dulu menempati daerah selatan
Jazirah Arab yang torgolong memiliki apresiasi kebudayaan yang cukup tinggi dan banyak dikagumi
orang. Nama lengkap Al-Kindi adalah Abu Yusuf Ya'qup bin Ishaq sh-Shabbah bin Imran bin
Ismail bin Al Asy'ats binQays Al- Kindi, dilahirkan di Kuffah tahun 185 H (801 M). Ayahnya,
Ishaq Ash-Shabbah, adalah Gubernur Kuffah pada masa pemerintahan Al-Mahdi dan Harun Al-Rasyid
dari Bani 'Abbas. Ayahnya meninggal dunia pada tahun setelah Al-Kindi lahir. Dengan demikian Al-
Kindi dibesarka dalam keadaan yatim.

Al-Kindi yang dilahirkan di Kuffah pada masa kecilnya memperoleh


pendidikan di Bashrah. Tentang siapa guru-gurunya tidak dikenal, karena tidak terekam dalam
sejarah hidupnya. Tetapi dapat dipastikan ia mempelajari ilmu-ilmu sesuai dengan kurikulum
pada masanya. Ia mempelajari Al-Qur'an, membaca, menulis, dan berhitung. Setelah
menyelesaikan pelajaran (dasar)-nya di Bashrah, ia melanjutkan ke Baghdad hingga tamat, ia
mahir sekali dalam berbagai macam cabang ilmu yang ada pada waktu itu, seperti
ilmu ketabiban (kedokteran), filsafat, ilmu hitung, manthiq (logika), geometri,
astronomi, dan lain-lain. Pendeknya ilmu-ilmu yang berasal dari Yunani juga ia pelajari, dan
sekurang-kurangnya salah satu bahasa yang menjadi bahasa ilmu pengetahuan kala itu ia
kuasai dengan baik yaitu bahasa Suryani. Dari buku-buku Yunani yang telah diterjemahkan
ke dalam bahasa Suryani inilah Al-Kindi menerjernahkannya ke dalam bahasa Arab.

Nama Al-Kindi semenanjak setelah hidup di istana pada masa pemerintahan Al-Mu'tashim
yang menggantikan Al-Makmun pada tahun 218 H (833 M) karena pada waktu itu Al-Kindi
dipercaya pihak istana menjadi guru pribadi pendidik puteranya, yaitu Ahmad bin Mu'tashim. Pada
masa inilah Al-Kindi berkesempatan menulis karya-karyanya, setelah pada masa Al-Makmun
menerjemahkan kitab-kitab Yunani ke dalam bahasa Arab.
Karya ilmiah Al-Kindi kebanyakan hanya berupa makalah-makalah, tetapi
jumlahnya amat banyak, Ibnu Nadim, dalam kitabnya Al-Fihrits, menyebutkan lebih dari 230
buah. George N. Atiyeh menyebutkan judul-judul makalah dan kitab-kitab karangan Al-Kindi
sebanyak 270 buah. Dalam bidang filsafat, karangan Al-Kindi pernah diterbitkan oleh Prof.
Abu Ridah (1950) dengan judul Rasail Al-Kindi Al-Falasifah (Makalah-makalah Filsafat Al-
Kindi), yang berisi 29 makalah. Prof. Ahmad Fuad Al-Ahwani pernah menerbitkan makalah
Al-Kindi tentang filsafat pertamanya dengan judul Kitab Al-Kindi Ila AI-Wtashim Billah fi-
Al-Falsafah Al-Ula (Surat Al-Kindi kepada Mu'tashim Billah tentang Filsafat Pertama).
Karangan-karangan Al-Kindi mengenai filsafat menunjukkan ketelitian dan
kecermatannya dalam memberikan batasan-batasan makna istilah-istilah yang
dipergunakan dalam terminologi ilmu filsafat. Masalah-masalah filsafat yang la babas
mencakup epistemologi, metafisika, etika, dan sebagainya. Sebagaimana halnya para
penganut aliran Phythagoras, Al-Kindi juga mengatakan bahwa dengan matematika
orang tidak bisa berfilsafat dengan baik.
Dari karangan-karangannya dapat diketahui bahwa Al-Kindi adalah penganut
aliran eklektisisme; dalam metafisika dan kosmologi ia mengambil pendapat-pendapat
Aristoteles; dalam psikologi ia mengambil pendapat Plato; dalam bidang etika ia mengambil
pendapat pendapat Socrates dan Plato. Meskipun demikian, kepribadian Al KIndi sebagai filosof
Muslim tetap bertahan.
Sebagai seorang filosuf yang memelopori mempertemukan agama dan filsafat Yunani, Al-
Kindi banyak menghadapi tantangan para ahli agama. Ia dituduh meremehkan dan membodoh-
bodohkan ulama yang tidak mengetahui filsafat Yunani. Usaha menjauhkan Al-Kindi dari Khalifah
Mu'tashim dengan berbagai macam dalih sering dilakukan oleh orang-orang yang tidak
senang kepadanya. Fitnahfitnah yang ditujukan kepadanya semakin deras dan keras, terutama sekali
ketika pemerintahan dikendalikan oleh Mutawakkil. Akhirnya Al-Kindi menyingkir dari kemelut
yang sudah berdimensi politis ini, hingga pada masa pemerintahan Al-Musta'im Billah yang menjadi
korban fitnah dan wafat pada tahun 252 H (866 M) is meninggal di Baghdad dalam tahun yang sama.
Sebagai seorang pelopor yang dengan sadar berusaha mempertemukan agama
dengan filsafat Yunani, Al-Kindi mengatakan bahwa filsafat adalah semulia-mulia ilmu dan
yang tertinggi martabatnya, dan filsafat menjadi kewajiban setiap ahli piker untuk memiliki
filsafat itu. Pernyataan ini terutama tertuju kepada ahli-ahli agama yang mengingkari filsafat
dengan dalih sebagai ilmu syirik, jalan menuju kekafiran dan keluar dari agama. Al-Kindi sendiri
sebagai filosof Muslim tidak kehilangan kepribadiannya berhadapan dengan pendapat filosof yang
dianutnya. Misalnya dalam membicarakan masalah kejadian alam, Al-Kindi tidak sependapat
dengan Aristoteles yang mengatakan bahwa alam itu abadi. Ia tetap berpegang pada keyakinannya
bahwa alam adalah ciptaan Allah, diciptakan dari tiada dan akan berakhir menjadi tiada pula.
Dengan demikian, bagi Al-Kindi, berfilsafat tidaklah berakibat mengaburkan dan
mengorbankan keyakinan agama, seperti yang sering dituduhkan orang kepadanya. Filsafat sejalan dan
dapat mengabdi kepada agama.

Definisi-definisi filsafat menurut Al-Kindi ada bebera pengertian. Al-Kindi


menyajikan banyak definisi filsafat tanpa menyatakan bahwa definisi mana yang menjadi
miliknya. Yang disajikan adalah definisi-definisi dari filsafat terdahulu, itu pun tanpa
menegaskan dari siapa diperolehnya. Mungkin dengan menyebut berbagai macam definisi itu
dimaksudkan bahwa pengertian yang sebenamya tercakup dalam semua definisi yang ada, tidak
hanya pada salah satunya. Hal ini berarti bagi Al-Kindi, bahwa untuk memperoleh pengertian lengkap
tentang apa filsafat itu harus memperhatikan semua unsur yang terdapat dalam semua definisi tentang
filsafat.

Definisi-definisi Al-Kindi sebagai berikut:


(a) Filsafat terdiri dari gabungan dua kata, Philo sahabat dan Sophia kebijaksanaan. Filsafat adalah
cinta kepada kebijaksanaan. Definisi ini berdasar atas etimologi Yunani dari kata-kata itu.
(b) Filsafat adalah upaya manusia meneladani perbuatan-perbuatan Tuhan sejauh dapat dijangkau
oleh kemampuan akal manusia. Definisi ini merupakan definisi fungsional, yaitu meninjau filsafat
dari segi tingkah laku manusia.
(c) Filsafat adalah latihan untuk mati. Yang dimaksud dengan mati adalah bercerainya jiwa dari
badan. Atau mematikan hawa nafsu adalah mencapai keutamaan. Oleh karenanya, banyak orang
bijak terdahulu yang mengatakan bahwa kenikmatan adalah suatu kejahatan. Definisi ini jugs
merupakan definisi fungsional, yang bertitik tolak pada segi tingkah laku manusia pula.
(d) Filsafat adalah pengetahuan dari segala pengetahuan dan kebijaksanaan dari segala
kebijaksanaan. Definisi ini bertitik tolak dari segi kausa.
(e) Filsafat adalah pengetahuan manusia tentang dirinya. Definisi ini menitikberatkan pada
fungsi filsafat sebagai upaya manusia untuk mengenal dirinya sendiri. Para filosof berpendapat
bahwa manusia adalah badan, jiwa dan aksedensial Manusia yang mengetahui dirinya
demikian itu berarti mengetahui segala sesuatu. Dari sinilah para filosof menamakan
manusia sebagai Mikrokosmos
(f) Filsafat adalah pengetahuan tentang segala sesuatu yang abadi dan bersifat menyeluruh
(umum), baik esensinya maupun kausakausanya. Definisi ini menitikberatkan dari sudut
pandang materinya.
Alkindi menyebutkan adanya tiga pengetahuan manusia yaitu;
 Pengetahuan indrawi.
 Pengetahuan yang diperoleh dengan jalan menggunakan akal yang disebut
pengetahuan rasional.
 Pengetahuan yang diperoleh langsung dari Tuhan yang disebut pengetahuan Isyraqi
atau iluminatif.
Alkindi adalah filsuf Islam yang mula-mulasecara sadar berupaya mempertemukan ajaran-
ajaran islam dengan filsafat Yunani. Sebagai seorang filsuf, Al-Kindi amat percaya kepada
kemampuan akal untuk memperoleh pengetahuan yang benar tentang realitas.tetapi dalam waktu yang
sama diakuiny apula keterbatasan akal untuk mencapai pengetahuan metafisika. Oleh karena itu
menurut Al-Kindi diperlukan adanya Nabi yang mengajarkan hal-hal diluar jangkauan manusia yang
diperoleh dari wahyu Tuhan. Dengan demikian Al-Kindi tidak sependapat dengan para filsuf Yunani
dalam hal-hal yang dirasakan bertentangan dengan ajaran islam yang diyakininya. Misalnya mengenai
kejadian alam berasal dari ciptaan Tuhan yang semula tiada berbeda dengan pendapat Aritoteles yang
mengatakan bahwa alam tidak diciptakan dan bersifat abadi. Oleh karenanya Al-Kindi tidak termasuk
filsuf yang dikritik oleh Al-Ghozali dalam kitabnya Thafut Al Falasifah(Kerancuan Para Filosuf).

B. Al Razi
Nama lain Al Razi adalah Abu Bakar Muhammad Ibn Zakaria Ibn Yahya Al Razi.
Ia lahir di Rayy pada tanggal 1 Sya'ban 251 H/865 M. Pada rnasa mudanya, ia menjadi
tukang intan dan suka pada musik (kecapi). Ia cukup respek terhadap ilmu kimia, sehingga
tidak mengherankan apabila kedua matanya buta akibat dari eksperimen yang dflakukannya.
Ia juga belajar ilmu kedokteran (obat-obatan) dengan sangat tekun pada seorang dokter
dan filosuf yang lahir di Merv pada tahun 192 H/808 M yang bernama Ali Ibn Robban
al Thabari. Kemungkinan guru ini pula yang menumbuhkan minas Al Razi untuk bergelut
dengan filsafat agama, karena ayah guru tersebut adalah seoran g pendeta Yahudi yang ahli
dalam kitab-kitab suci.
Dengan latar belakang itulah Al Razi di kota kelahirannya dikenal sebagai dokter,
sehingga ia dipercayakan untuk memimpin rumah sakit di Rayy oleh Mansur bin Ishaq Ibn
Ahmad Ibn Asad, ketika bellau menjadi gubernur. Al Razi menulis suatu buku yang
berjudul A/ Tibb Al Mansur. Buku ini dipersembahkan kepada gubernur tersebut.
Pada waktu pergi ke Baghdad, di masa kholifah Muhtafi, tahun 289 H, ia jugs diserahi
untuk memimpin sebuah rumah sakit. Ia menjabat kepemimpinan ini selama enam tahun,
sebab setelah Al Muktafi meninggal pada tahun 295 H, ia kembali ke Rayy.

Sebagai seorang yang terkenal pada dasarnya, ia mempunyai banyak murid yang belajar
kepadanya. Metoda penyampaian pemikirannya adalah bersistem pengembangan daya
intelektual. Apabila ada seorang murid bertanya maka pertanyaan itu tidak langsung
dijawabnya melainkan dilemparkan kembali kepada murid-murid lainnya yang terbagi
kepada beberapa kelompok. Apabila kelompok pertama tidak bisa memecahkannya, maka
pertanyaan itu dilemparkan kepada kelompok kedua, dan begitu seterusnya, sehingga apabila
tidak ada yang sanggup, maka Al Razi sendiri yang menjawabnya. Di antara muridnya
yang cerdas adalah Abu Bakar Ibn Qarin Al Razi, yang kemudian menjadi seorang dokter.
Al Razi jika tidak bersama murid-muridnya atau pasiennya, ia selalu menggunakan
waktunya untuk menulis dan belajar. Kemungkinan hal itu Sebagai salah satu indikasi dari
kebutaan matanya.

Sebagai ilmuwan dan dokter ia seorang yang bermurah hati, sayang kepada
pasien-pasiennya, dermawan, karena itu memberikan pengobatan secara gratis kepada
mereka yang tidak mampu (materi). Al Razi meninggal dunia pada tanggal 5 Sya'ban 313
H./7 Oktober 925 M. Sampai meninggalnya ia belum dapat disembuhkan kebutaan matanya.
Al Razi termasuk orang yang aktif berkarya, buku-bukunya sangat banyak, bahkan
dia sendiri mempersiapkan sebuah katalog yang kemudian diproduksi oleh Ibn Al-Nadim.
Adapun buku-buku yang ditulisnya, mencakup ilmu kedokteran, ilmu fisika, logika,
matematika dan astronomi, komentar-komentar, ringkasan dan ikhtisar, filsafat dan ilmu
pengetahuan hipotesis, atheisme, dan campuran.
Menurut Abu Abi Usaibah, buku Al Razi berjumlah 36 karya, tetapi ada beberapa
yang tidak jelas pengarangnya. Dr. Mahmud al Najmabadi dalam bukunya Syarh
Muhammad Ibn Zakaria yang diterbitkan pada tahun 1318 H, menyebutkan 250 judul.
Brockelman menambahkan dengan 59 judul lagi. Kemudian ada lagi yang
berpendapat lain, yakni buku yang diproduksi oleh al Nadim berjumlah
118 buku, 19 Surat, satu makalah clan 4 buku sehingga berjumlah 148 buah.
Adapun buku-buku itu di antaranya adalah:
a) Al Tibb al Ruhani.
b) Al Shirath al Falsafiyah.
c) Amarat Iqbal al Daulah
d) Kitab al Ladzdzah.
e) Kitab al ibn al Ilahi.
f) Makalah fi mabadd al tabiah.
g) Al Syukur 'ala Proclas.

Demikian di antara karya-karyanya yang dapat dijumpai, sampai sekarang di antara


buku-buku tersebut hanya terhimpun dalam suatu kitab yang dikarang oleh orang lain.
Yang banyak berperan dalam masalah ini adalah:
1) Lima keabadian yaitu Tuhan, ruh semesta, materi pertama, ruang mutlak, dan waktu
mutlak.
2) Materi.
3) Waktu dan ruang.
4) Ruh dan dunia.

Al Razi adalah termasuk seorang rasionalis murni. Ia hanya mempercayai terhadap


kekuatan akal. Bahkan di dalam bidang kedokteran studi klims yang dilakukannya telah
menemukan metoda yang kuat, dengan berpijak kepada observasi dan eksperimen.
Sebagaimana yang terdapat dalam kitab Al faraj ba'd al Syaiddah, karya Al-Tanukhi
(wafat 384 H.).
Bahkan pemujaan Al Razi terhadap akal tampak sangat jelas pada halaman pertama
dari bukunya al Tibb. Ia mengatakan: Tuhan segala puji bagi-Nya, yang telah memberi
kita akal agar dengannya kita dapat memperoleh sebanyak-banyaknya manfaat, inilah karunia
terbaik Tuhan kepada kita. Dengan akal kita melihat segala yang berguna bagi kita dan yang
membuat hidup kita baik dengan akal, kita dapat mengetahui yang gelap, yang jauh dan
yang tersembunyi dari kita, dengan alai itu pule kita dapat memperoleh pengetahuan tentang
Tuhan, suatu pengetahuan tertinggi yang dapat kita peroleh, jika akal sedemikian mulia dan
penting, maka kita tidak boleh melerehkannya, kita tidak boleh menentukannya, sebab ia
adalah penentu atau tidak boleh mengendalikan, sebab ia merupakan pengendali atau
mernerintah, sebab ia pemerintah tetapi kita harus kembali kepadanya dalam segala hal clan
menentukan segala masalah dengannya, kita harus sesuai perintahnya.
Pokok-pokok pendirian Al Razi dalam pemikiran ini adalah pertama, alam kedua dan
ketiga kekekalan gerak. Ia menolak mereka yang berpendapat bahwa alam adalah prinsip gerak
terutama Aristoteles dan para pengulasnya, seperti Philoponas, Alexander dari Aphrodisiac,
dan Porphyry. Ia menolak ketidakperluan membuktikan keberatan alam, karena ia tak
terbukti dengan sendirinya. Jika alam itu satu dan sama, maka kenapa la dapat
menimbulkan berbagai akibat pada batu dan manusia. pengikut-pengikut pendapat itu
mengatakan bahwa ala mini mati, tak dapat dirasakan, lemah, bodoh, terkekang, dan
pada saat yang sama mereka menganggap bahwa alam mempunyai nilai yang sama dengan
Tuhan. Dalam menolak Porphyry, ia mengatakan, anda setuju bahwa adanya alam karena
adanya sesuatu, bahkan kebetulan belaka, kemudian mengapa anda mengatakan bahwa
alam itu mati clan bukannya sebagai suatu wakil yang hidup.
Pemikiran yang dikemukakan itu banyak yang meragukan tentang keasliannya. Hal ini
disebabkan dalam mengikuti periode lain perkembangan pemikirannya yang hanya berisi
kutipan historic dengan tanpa menulis sumbernya. Namun terlepas dari semua anggapan itu
bahkan Al Razi ingin menolak semua ajaran yang beranggapan bahwa alam adalah prinsip
gerak dan penciptaan dengan menunjukkan kontradiksi-kontradiksi ajaran-ajaran itu.
baginya tidak ada tempat untuk mengakui alam sebagai prinsip aksi dan gerak.
Adanya pendapat yang seperti itu menunjukkan kontradiksi antara satu sama lain. Hal ini
berarti bersifat polemic dan dialektis, sehingga tak dapat dirujukkan kepada pendapat Al
Razi tentang waktu, ruang clan Tuhan. Karena itu tulisan di etas yang dikatakan sebagai
pokokpokok pendirian Al Razi adalah palsu, bukan tahapan lain dari perkembangan jiwa Al
Razi.Dengan demikian mana pemikiran filsafat Al Razi yang nampak ke permukaan? Filsafat
Al Razi sebenarnya diwarnai oleh doktrinnya. tentang lima kekekalan yaitu Tuhan, ruh
universal, materi pertama, ruang mutlak, dan waktu mutlak. Kelima ini merupakan
landasan ajaran filsafatnya.
Meskipun Al-Razi seorang rasionalis murni, ia tetap ber-Tuhan hanya ia tidak mengakui
adanya wahyu dan kenabian. Berikut dan pokok-pokok penolakan Al-Rozi, bantahan Al-Razi
terhadap kenabian dengan alasan ;
1) Bahwa akal sudah memadai untuk membedakan antara yang baik dan yang buruk,
yang benar dan yang jahat yang berguna dan yang tak berguna. Melalui akal manusia
dapat mengetahui Tuhan dan mengatur kehidupan kita sebaik-baiknya. Kemudian
mengapa masih dibutuhkan nabi?
2) Tidak ada keistimewaan bagi beberapa orang untuk membimbing semua orang, sebab setiap
orang lahir dengan kecerdasan yang sama perbedaannya bukanlah karena pembawaan alamiah,
tetapi karena pengembangan dan pendidikan (eksperimen).
3) Para nabi saling bertentangan. Apabila mereka berbicara atas nama satu Tuhan mengapa
implementasi mereka terhadap pertentangan? Setelah menolak kenabian kemudian Al Razi
mengkritik agama, secara umum. Ia menjelaskan kontradiksikontradiksi kaum Yahudi Kristen
atau pun Majusi. Pengikatan manusia terhadap agama adalah karena meniru dan kebiasaan,
kekuasaan ulama, yang mengabdi negara dan manifestasi lahiriah agama, upacara-upacara, clan
peribadatan yang mempengaruhi mereka yang sederhana dan naif.

Al-Razi mengkritik secara sistematis kitab-kitab, wahyu AI-Quran dan injil. Ia


mencoba mengkritik yang satu dengan menggunakan yang lainnya. Misalnya ia mengkritik
agama Yahudi dengan paham-paham Kristen dan Islam. Kemudian ia mengkritik Al-Quran
dengan Injil. Pertama ia menolak mu'jizatnya Al-Quran baik karena gayanya maupun isinya
dan menegaskan adanya kemungkinan menulis kitab yang lebih baik dalam gaga yang lebih
baik.
Al-Razi lebih suka terhadap buku-buku ilmiah dari pada kitab suci, sebab buku-
buku ilmiah lebih berguna bagi kehidupan manusia dari pada kitab-kitab suci. Baku-buku
kedokteran, astronomi, geometri dan logika lebih berguna dari pada Injil dan Al-Quran.
Penulis-penulis buku ilmiah ini telah menemukan kenyataan dan kebenaran melalui
kecerdasan mereka sendiri tanpa bantuan para nabi.Ilmu pengetahuan berasal dari tiga
cumber yaitu: pemikiran yang didasarkan pada logika, tradisi dari para pendahulu
kepada para pengganti yang didasarkan pada bukti menyakinkan dan akurat seperti dalam
sejarah dan naluri yang menuntun manusia tanpa memerlukan banyak pemikiran.
Oleh karena itulah tidak masuk akal apabila Tuhan mengutus para nabi, karena
banyak melakukan kemadharatan. Adanya peperangan yang terjadi di antara
berbagai bangsa adalah sebagai akibat percaya kepada mereka tanpa reserve dengan
mempercayai ajaran-ajaran yang dibawa mereka, kemudian saling bertentangan akhjmya
timbal peperangan yang bersifat keagamaan di dunia.
Al-Razi sebenarnya filosuf yang hidup pada masa pendewaan akal secara
berlebihan. Hal ini sebagaimana Mu'tazillah yang merupakan aliran theologi dalam
Islam. Apabila ia seorang muslim, maka ia muslim yang tidak sempuma (tidak kaffah),
karena tidak mempercayai adanya wahyu dan kenabian. Pemikiran filsafatnya ticlak sistematis
dan tak teratur. namun pada masanya ia dipandang sebagai pemikir ulung yang tegar dan
liberal di dalam Islam. Bahkan dalam sejarah dialah satu-satunya pemikir rasional mumi
sangat mempercayai kekuatan akal, bebas dari segala prasangka, dan terlalu berani dalam
mengemukakan gagasan-gagasan filosufinya.
Ia seorang yang bertuhan, dan mengaku Tuhan Maha Bijak, tetapi ia tidak mengakui
wahyu-Nya/ajaran-Nya (agama). Sebaliknya mempercayai kemajuan dan pemikiran
manusia. Kami mengakui tentang keberaniannya dalam penggunaan akal sebagai ukuran
untuk menilai baik dan buruk, benar dan jahat atau berguna dan ticlak berguna. Sehubungan
dengan penolakan terhadap wahyu clan kenabian Berta tidak mengakui adanya semua
agama, maka dipandang dari segi theologi Islam adalah belum muslim karena keimanan
yang dipeluknya tidak konsekuen dalam pengertian tidak utuh.

C. Al-Farabi

Al-Farabi mempunyai nama lain Abu Nashr Ibnu Audagh Ibn Thorhan Al-Farabi.
Sebenarnya nama Al-Farabi diambil dari nama kota Farab, tempat ia dilahirkan di desa Wasij
dalam kota Farab pada tahun 257 H. (870 M). Kadang-kadang ia mendapat sebutan orang Turki,
sebab ayah A]-Farabi sebagai orang Iran menikah dengan wanita Turki. Sepertinya nama sebutan
orang Turki kepadanya karena ibunya berasal dari negara Turki. Kepribadian Al-Farabi, sejak kecil
ia tekun dan rajin belajar. Dalam berolah kata, tutur bahasa, ia mempunyai kecakapan yang luar
biasa. Penguasaan terhadap bahasa Iran, Turkistan dan Kurdistan sangat ia pahami. Justru bahasa
Yunani dan Suryani sebagai bahasa ilmu pengetahuan pada waktu itu, Al- Farabi belum bisa
menguasai.

Untuk memulai karir dalam pengetahuannya, ia hijrah dari negerinya ke kota


Baghdad, yang pada waktu itu disebut sebagai kota ilmu pengetahuan. Dia belajar di
sans selama kurang lebih dua puluh tahun. Ia betul-betul memanfaatkan untuk menimba
ilmu pengetahuan kepada: Ibnu Suraj untuk belajar tata bahasa Arab, Abu Bisyr Matta Ibn
Yunus untuk belajar ilmu mantiq (logika).
Dari Baghdad Al-Farabi mencoba pergi ke Harran sebagai salah satu pusat
kebudayaan Yunani di Asia Kecil. Di sini ia berguru dengan Yohana Ibn Hailan, namun
tidak lama kemudian, ia meninggalkan kota ini untuk kembali ke kota Baghdad. Di sini
kembali mendalami filsafat. Ia juga mampu mencapai ahli ilmu mantiq (logika), ia
kemudian mendapat predikat Guru kedua, maksudnya, ia adalah orang yang pertama kali
memasukkan ilmu logika ke dalam kebudayaan Arab. Keahlian ini rupanya sama yang
dialami oleh Aristoteles sebagai Guru pertama, ia (Aristoteles) orang yang pertama
menemukan ilmu logika.
Pada tahun 350 H. (941 M.), Al-Farabi pindah ke Damsyik. Ia menetap di kota ini,
kedudukan Al-Farabi sangat diperhatikan secara baik oleh Saif Al-Dullah, kholifah
dinasti Al-Hamdan di Allepo (Halab). Sampai wafat A-Farabi berusia 80 tahun.
Pengalaman selama di istana Saif Al-Dullah, AI-Farabi dapat mengembangkan ilmunya
dengan para sastrawan, ahli bahasa, para penyair dan ilmuan lainnya. Menjadilah ia filosuf
yang terkenal pada masanya di istana ini. Dalam kepandaian Al-Farabi dibidang filsafat,
membawa pengaruh terhadap kemajuan pemerintah Saif Al-Dullah, sebagaimana Al-Kindi
yang dapat mencemerlangkan pemerintahan Al Mu'tasyim.
Pemikiran Al Farabi pun datang dari banyak para ahli. Di antaranya Massignon
(ahli masalah ketimuran dari Perancis), bahwa Al Farabi merupakan filosuf Islam yang pertama,
dan Al Kindi adalah orang yang membuka pintu filsafat Yunani bagi dunia Islam, akan tetapi
persoalan-persoalan yang memuaskan. Akan tetapi Al Farabi telah menciptakan suatu sistem
filsafat yang lengkap. Bahkan Al Farabi dapat memainkan peranan penting di dunia Islam. Dalam
pengembangan keilmuannya agar dapat meluas, ia telah memberikan keilmuannya kepada Ibnu Sina,
Ibnu Rasyd serta filosuf-filosuf lainnya.
Karya Al-Farabi bila dibanding dengan karya muridnya seperti Ibnu Sina masih
kalah dalam jumlahnya. Dengan modal karangannya yang pendek berbentuk risalah dan
sedikit sekali jenis karangannya yang berupa buku besar dan mendalam dalam,
pembicaraannya. Sebagian karangan Al-Farabi masih diketemukan dibeberapa
perpustakaan, sehingga di dunia Islam dapat mengenang dan mengabadikan
namanya. Ciri khas tertentu yang ada pada karangannya adalah bukan saja mengarang
kitab besar atau makalah-makalah, namun juga memberi ulasan-ulasan dan penjelasan
terhadap karya Aristoteles, Iskandar Al Fraudismy dan Plotinus.
Sebagai contoh ulasan Al-Farabi; terhadap karya Aristoteles adalah masalah
Burhan (dalil), Ibarat (keterangan), Khitobah (cars berpidato), al Jadal
(argumentasi/berdebat), Qiyas (analogi), Mantiq (logika), adapun ulasan ia terhadap karya
Plotinus adalah kitab Al Majesti ft-lhnil Falaq, juga terhadap karya Iskandar Al Dfraudisiy
tentang Maqa1ah Fin-nafsi.
Karya-karya nyata dari Al-Farabi adalah:
a) Al jami'u Baina Ra'yai Al Hakimain Afalatoni Al Hahiy wa Aristho-thails
(pertemuan/penggabungan pendapat antara Plato dan Aristoteles).
b) Tahsilu as Sa'adah (mencari kebahagiaan).
c) As Suyasatu Al Madinah (politik pemerintahan).
d) Fususu Al Taram (hakikat kebenaran).
e) Arroo'u Ahli Al Madinati Al Fadilah (pemikiran-pemikiran utama pemerintahan).
f) As Syiyasyah (ilmu politik)
g) Fi Ma'ani Al AqU.
h) Ihsho'u Al Ulum (kumpulan berbagai ilmu).
i) At Tangibu alp As Sa'adah..
j) Isbatu A/ Mufaraqat.
k) At Ta'liqat.
Upaya-upaya untuk menyebarluaskan pemikiran-pemikiran Al Farabi, maka kitab-
kitabnya banyak diterjemahkan ke dalam bahasa Latin, Inggris, Almania, bahasa Arab dan
Prancis, adapun karya yang peftama. dari Al Farabi yaitu, Isho'u Al Ulum membahas berbagai
ilmu dan cabang-cabangnya. Sebagaimana di dalamnya memuat ilmu-ilmu bahasa, ilmu
matematika, ilmu logika, ilmu ketuhanan, ilmu musik, astronomi, ilmu perkotaan, ilmu
fiqh, ilmu fisika, ilmu mekanika dan ilmu kalam. Ilmu tersebut yang mendapat
perhatian besar oleh Al Farabi adalah ilmu fiqh dan ilmu kalam. Sedangkan ilmu mantiq
membahas delapan bagian yaitu-
1) Al Maqulaati Al Asyr (kategori)
1) Al Ibarat (ibarat)
2) Al Qiyas (analogi)
3) Al Burhan (argumentasi)
4) Al Mawadi Al Jadaliyah (the topics)
5) Al Hikmatu Mumawahan (sofistika)
2) Al Hithobah (ilmu. pidato)
6) Al Syi'ir (puisi)
Al-Farabi mendefinisikan filsafat adalah: Al Ilmu bilmaujudaat bima Hiya Al
Maujudaat, yang berarti suatu ilmu yang menyelidiki hakikat sebenarnya dari segala yang ada
ini. Al-Farabi berhasil meletakkan dasar-dasar filsafat ke dalam ajaran Islam. Dia juga
berpendapat bahwa tidak ada pertentangan antara filsafat Plato dan Aristoteles, sebab
kelihatan berlainan pemikirannya tetapi hakikatnya mereka bersatu dalam tujuannya.
Memahami atas pemikiran Al-Farabi di atas, seolah-olah filsafatnya adalah
perpaduan/campuran dari filsafat Aristoteles dan Plato. Dalam masalah alam, Al-Farabi
sependapat dengan pemikiran Plato bahwa alam ini baru, yang terjadi dari tidak ada (same
dengan pendapat Al -Kindi). Ide Plato tentang alam mirip suatu pengertian alam akhirat
pada dunia Islam. Persoalan tentang terjadinya alam serta bagaimana hubungan pencipta
(khaliq) dengan makhluknya, A]Farabi setuju atas teori emanasi Neo Platonisme (sebagaimana
pendapat Al-Kindi), lebih jauh Al-Farabi merinci lagi teori emanasi dengan istilah name
Nadhariyatul Faidl, dengan pemikiran dan uraiannya sendiri. Pole pikir pada bidang
mantiq dan fisika, Al-Farabi sependapat dengan alur pikir Aristoteles, dalam bidang etika
dan politik, ia sependapat dengan Plato dan persoalan metafisika ia sependapat dengan
Plotinus.
Pendapat Al-Farabi mengenai akal itu esa adanya, bahwa akal berisi hanya satu
pikiran yang memikirkan akan dirinya sendiri. Jadi akal Tuhan adalah aqil (berpikir) dan
ma'qul (dipikirkan), melalui Ta'aqul, Tuhan dapat mulai ciptaan-Nya. Ketika Tuhan
mulai memikirkan, timbullah suatu wujud baru atau akal baru yang disebut oleh Al-Farabi
dengan sebutan Al Aqlul Awwal (akal yang pertama). Berkelanjutan dari akal pertama yang
Ta'aqqul tentang pemikiran Tuhan dan dirinya sendiri. Dengan Ta'aqqul Tuhan melimpah
ke Al Aqlis Tsani (akal kedua), yang dapat menimbulkan al falakul Aqsha (langit yang
paling luar), maka timbul sifat pluralitas dari alam makhluk. Al Aq1its Tsani,
menimbulkan Al Aqluts Tsalis (akal ketiga) bersama timbulnya Karatul Kawakibits tsabitah,
langit bintang-bintang tetap, kemudian akal ketiga melimpah ke Al Aqlur Rabi' (akal
keempat) yang menimbulkan langit bintang zuhal (Saturnus), kemudian melimpah ke Al Aqlul
Khamis (akal kelima) dengan munculnya langit bintang Musytari (Yupiter), lalu ke Al
Aqlul Sadis (akal keenam) bersama bintang Mirris (Mars), selanjutnya Al Aqlust Tsani.'
(akal ketujuh) dengan munculnya langit matahari, Al Aqluts tsamin (akal kedelapan) bersama
langit bintang zuhrah (Venus), Al Aqlut-Tasi (akal kesembilan) dengan langit bintang
'Utharid (Merkurius), akhirnya, Al Aqlul Asyir bersama dengan langit bulan. Adapun al
aalul asyir (akal kesepuluh) ini dinamakan Al Aqlul Fdal (akal yang aktif bekerja),
orang barat menyebut Active Intellect.

D. Ikhwan Al- Shafa’


Ikhwan Al-Shafa' adalah golongan dalam filsafat yang menyatakan bahwa
filsafat itu bertingkat-tingkat, yaitu:
Pertama, cinta ilmu
Kedua, mengetahui hakikat wujud-wujud menurut kesanggupan manusia
Ketiga, berkata dan berbuat sesuai dengan ilmu.
Mengenai lapangan filsafat, dikatakannya ada 4, yaitu:
a. matematika
b. logika
c. fisika
Ilmu Ketuhanan. Ilmu ini mempunyai 4 bagian:
1) mengetahui Tuhan.
2) ilmu kerohanian, yaitu malaikat-malaikat Tuhan.
3) ilmu kejiwaan, yaitu mengetahui ruh-ruh dan jiwa-jiwa yang ada pada benda-
benda langit dan benda-benda alam.
4) ilmu politik, yang mencakup politik kenabian, politik pemerintahan, politik
umum, politik khusus (rumah tangga), dan lain-lain.
Dapatlah disimpulkan, bahwa golongan Ikhwanussafa tidak membagi filsafat amalan,
melainkan bagian amalan ini keseluruhannya dimasukkan dalam bagian Ketuhanan. Di
samping itu mereka juga memasukkan politik kenabian clan ilmu keakhiratan pada
partikelpartikel yang baru.

E. Ibnu Maskawih.

Maskawaih adalah seorang filosuf Muslim yang memuaskan perhatiannya pada etika
Islam. Meskipun sebenarnya ia pun seorang sejarahwan, tabib, ilmuwan clan sastrawan.
Pengetahuannya tentang kebudayaan Romawi, Persia, clan India, di samping filsafat
Yunani, sangat luas.
Nama lengkapnya adalah Abu Ali Al-Khasim Ahmad bin Ya'qub bin Maskawaih.
Sebutan namanya yang lebih masyhur adalah Maskawaih atau Ibnu Maskawaih.
Nama itu diambil dari nama kakeknya yang semula beragama Majusi (Persia)
kemudian masuk Islam. Gelarnya adalah Abu Ali, yang diperoleh dari nama sahabat
Ali, yang bagi kaum Syiah dipandang sebagai yang berhak menggantikan nabi
dalam kedudukannya sebagai pemimpin umat Islam sepeninggalnya. Dari gelar ini tidak
salah jika orang mengatakan bahwa Maskawaih tergolong penganut aliran Syiah.
Gelar lain juga wring disebutkan, yaitu Al-Khazim, yang berarti bendaharawan,
disebabkan pada masa kekuasaan Adhud Al-Daulah dari Bani Buwaih ia memperoleh
kepercayaan sebagai bendaharawannya. Maskawaih dilahirkan di Ray (Teheran sekarang).
Mengenai tahun kelahirannya, para penulis menyebutkannya berbeda-beda. M.M. Syarif
menyebutkan tahun 320 H/932 M. Margoliouth menyebutkan tahun 330 H/932, M.
Abdul Aziz Izzat menyebutkan tahun 325 H. Sedang wafatnya (semua sepakat)
pada 9 Shafar 421 W16 Februari 1030 M.
Dilihat dari tahun lahir dan wafatnya, Maskawaih hidup pada masa pemerintahan
Bani Abbas yang berada di bawah pengaruh Bani Buwaih yang beraliran Syiah dan berasal
dari keturunan Parsi Bani Buwaih yang mulai berpengaruh sejak Khalifah Al-Mustakfi dari
Bani Abbas mengangkat Ahmad bin Buwaih sebagai Perdana Menteri (Amir Al-Umara') dengan
gelar Mu'izz Al-Daulah pada 945 M. Ayahnya, Abu Syuja' Buwaih, adalah pemimpin
suku yang amat gemar berperang, dan kebanyakan pengikutnya berasal dari daerah Pegunungan
Dailan di Persia, di daerah pegunungan pantai selatan Laut Waswain yang merupakan
penclukung keluarga Saman. Tiga anak Buwaih, di antaranya Ahmad bin Buwaih, mengadakan
ekspansi ke daerah selatan, hingga berhasil menduduki Asfahan, kemudian Syiraz dan daerah
sekitarnya pada tahun 934 M. Dua tahun berikutnya dia berhasil menaklukkan Khuziztan (Dulu
Ahwaz dan Karman)., Kemudian Syirazlah yang dipilih menjadi ibukota kekuasaan mereka. Pada
tahun 945 M. Ahmad bin Buwaih berhasil menaklukkan Baghdad di saat Bani 'Abbas berada di
bawah pengaruh kekuasaan Turki. Dengan demikian, pengaruh Turki terhadap Bani Abbas
digantikan oleh Banff Buwaih yang dengan leluasa melakukan penurunan clan pengangkatan
khalifah-khalifah Bani Abbas.

Riwayat pendidikan Maskawaih tidak diketahui dengan jelas. Maskawaih tidak


menulis autobiografinya, dan para penulis riwayatnya pun tidak memberikan informasi yang
jelas mengenai later belakang pendidikannya. Namun demikian dapat diduga bahwa
Maskawaih tidak berbeda dari kebiasaan anak menuntut ilmu pada masanya. Ahmad Amin
memberikan gambaran pendidikan anak pada zaman 'Abbasiyah bahwa pada umumnya anak-
anak bermula dengan belajar membaca, menulis, mempelajari Al-Qur'an dasar-dasar bahasa
Arab, tata bahasa Arab (nahwu) dan 'arudh (ilmu membaca dan membuat syair). Mata
pelajaran-meta pelajaran dasar tersebut diberikan di surausurau; di kalangan keluarga yang
berada dimana guru didatangkan ke rumahnya untuk memberikan les privat kepada anak-
anaknya. Setelah ilmu-ilmu dasar itu diselesaikan, kemudian anak-anak diberikan pelajaran
ilmu fiqih, hadist, sejarah (khususnya sejarah Arab, Parsi, dan India) dan matematika.
Kecuali itu diberikan pule macaw-macaw ilmu praktis, seperti: musik, bermain catur dan
furusiah (semacam ilmu kemiliteran).

Diduga Maskawaih pun mengalami pendidikan semacam itu pada mesa mudanya,
meskipun menurut dugaan juga Maskawaih tidak mengikuti pelajaran, privat, karena
ekonomi keluarganya yang kurang mampu untuk mendatangkan guru, terutama untuk
pelajaran-pelajaran lanjutan yang biayanya mahal. Perkembangan ilmu Maskawaih terutama
sekali diperoleh dengan jalan banyak membaca buku, terutama di saat memperoleh
kepercayaan menguasai perpustakaan Ibnu Al-'Amid, Menteri Rukn Al-Daulah, juga
akhirnya memperoleh kepercayaan sebagai bendaharawan 'Adhud Al-Daulah.

Pengetahuan Maskawaih yang amat menonjol dari hasil banyal membaca buku itu
ialah tentang sejarah, filsafat dan sastra. Hingga saat ini name Maskawaih dikenal terutama
sekali dalam keahlianny, sebagai sejarahwan dan filosuf. Sebagai filosuf, Maskawaih
memperoleh sebutan Bapak Etika Islam, karena Maskawaih-lah yang mule-mule
mengemukakan teori etika dan sekaligus menulis buku tentang etika.
Adapun karya-karya Maskawaih yang dapat terekam oleh para penulis (sejarahwan)
di antaranya adalah sebagai berikut:
1. Kitab Al-Fauz Al-Ashgar, tentang Ketuhanan, jiwa dan kenabian (Metafisika).
1. Kitab Al-Fauz Al-Akbar, tentang etika.
2. Kitab Thabarat Al-Nafs, tentang etika.
3. Kitab Tandzib Al-Akhlaq wa Tath-hir Al-'Araq, tentang etika.
4. Kitab Tartib As-Sa'adat, tentang etika dan politik terutama mengenai pemerintahan
Bani Abbas dan Banu Buwaih.
5. Kitab Tajarib Al-Umam, tentang sejarah yang berisi peristiwaperistiwa sejarah sejak
setelah air bah Nabi Nuh hingga tahun 369 H.
6. Kitab Al-Jami', tentang ketabiban.
7. Kitab Al-Adwiyah, tentang obat-obatan.
8. Kitab Al-Asyribah, tentang minuman.
9. Kitab Al-Mustaudi, berisi kumpulan syair-syair pilihan.
10. Kitab Maqalat fi Al-Nafsi wa Al-'Aql, tentang jiwa dan akal.
11. Kitab Jawizan Khard (Akal Abadi), yang membicarakan panjang lebar tentang
pemerintahan dan hukum yang berlaku di Arab, Persia, India, dan Romawi.

Sebenarnya masih banyak karya-karya dari Maskawaih yang tidak bisa disebutkan
satu-persatu dalam kesempatan ini.

Maskawaih membedakan antara pengertian hikmah (kebijaksanaan, wisdom) dan.


falsafah (filsafat). Menurutnya, hikmah adalah keutamaan jiwa yang cerdas (aqilah) yang
mampu membeda-bedakan (mumayyiz). Hikmah adalah: Bahwa engkau mengetahui segala
yang ada (Al-Maujudat) sebagai adanya. Atau jika engkau mau dapat kau katakan bahwa
hikmah adalah: Bahwa engkau mengetahui perkara-perkara. Ilahiah (Ketuhanan) dan perkara-
perkara. insaniah (kemanusiaan), dan hasil dari pengetahuan engkau mengetahui kebenaran-
kebenaran spiritual (ma'qulat) dapat membedakan mana yang wajib dilakukan dan mana yang
wajib ditinggalkan.
Dari uraian di muka dapat disimpulkan bahwa Maskawaih adalah filosof besar dalam
Islam. Tetapi kefilosofannya itu tidak ia raih melalui jalur pendidikan formal, melainkan
dengan otodidak. Dialah contoh seorang otodidak sukses clan sejati. Dan perlu dicatat di sini
bahwa pengaruh filsafat Yunani sangat besar merasuk dalam pikirannya sehingga berkesan
menomorduakan ajaran-ajaran agama. Filsafat Yunani mendapat porsi yang lebih besar
dibanding porsi agama. Misalnya ketika menyebut tentang keutamaankeutamaan moral,
bukannya menonjolkan nilai-nilai akhlak Islam tetapi justru mengadopsi konsep Plato,
Aristoteles, dan Galen.
Namun demikian, Maskawaih memiliki nilai plus dibandingkan filosof lainnya,
terutama sekali dalam pembahasannya tentang urgensi kenabian dan urgensi ditanamkannya
pendidikan agama terhadap anakanak, naik turunnya peradaban, bangsa-bangsa dan negara-
negara.

Untuk itu, ahli sejarah harus menjaga diri terhadap kecenderungan umum
mencampuradukkan kenyataan dan rekaan atau kejadian- kejadian palsu. Ia bukan saja harus
factual, tetapi harus kritis dalam mengumpulkan data.

F. Ibnu Sina

Nama lain Ibnu Sina adalah Abu Ali Al Hosain ibn Abdullah ibn Sina. Di Eropa
die lebih dikenal dengan name Avicenna. Beliau lahir di sebuah desa Afsyana, di daerah
Bukhara pada tahun 340 H. Yang bertepatan dengan tahun 980 M. Kelahiran Beliau
ditengah mesa yang sedang kacau, di mane kekuasaan Abbasiyah mulai mundur dan negeri-
negeri yang mule-mule berada di bawah kekuasaannya kini mulai melepaskan diri dan
untuk berdiri sendiri. Dan kola Baghdad sebagai pusat pemerintahannya dikuasai oleh
golongan Banu Buwaih pada tahun 334 H. hingga tahun 447 H. Ibnu Sina dibesarkan di
daerah kelahirannya. la belajar Al-Quran dengan menghafalnya dan belajar ilmu-ilmu agama
serta ilmu-iln-iii pengetahuan umum, seperti: astronomi, matematika, fisika, logik;i.
kedokteran, dan ilmu metafisika.
Ketika umur Beliau belum mencapai 16 tahun sudah menguasai ilmu kedokteran,
sehingga banyak orang yang datang kepadanya untuk berguru. Kepandaiannya tidak hanya
dalam teori saja, melainkan segi praktikpun ia menguasai. Pada waktu Nuh bin Mansur,
penguasa Bukhara menderita sakit, dan kebanyakan dokter tidak mampu mengobati,
maka setelah diperiksa dan diobati Ibnu Sina, Khalifah itu menjadi sembuh. Sejak itulah
ia mendapat sambutan yang baik sekali dari masyarakat.
Pada waktu usianya mencapai 22 tahun, ayahnya meninggal dunia, kemudian ia
meninggalkan negeri Bukhara untuk menuju ke Jurjan, dan dari sini ia pergi ke
Chawarazm. Di Jurjan ia mengajar dan mengarang, tetapi karena kekacauan politik, ia tidak
lama tinggal di situ. Kemudian ia hidupnya berpindah-pindah dari sate tempat ke tempat
lain, hingga sampai di Hamadan. Di tempat ini Beliau dijadikan menteri oleh
Syamsuddaulah untuk beberapa kali, meskipun di sini ia pernah dipenjarakan beberapa
bulan. Kemudian ia pergi ke Isfahan, di bawah penguasa Ala Addaulah, ]a disambut
baik olehnya. Namun pada akhir kehidupannya la kembali ke Hamadan, ketika Ala
Addaulah merebut negeri Hamadan. Ia meninggal pada tahun 428 H./1037 M. pada usia 57
tahun
Ibnu Sina meskipun disibukkan oleh kegiatan politik namun karena kecerdasan
yang dimilikinya, menyebabkan ia mampu menulis beberapa buku. Karena ia pandai
mengatur waktu dalam aktifitas politik, mengajar, dan mengarang. Dalam tulis menulis
tidak kurang dari 50 lembar karya yang dapat disajikan. Ia sangat berjasa bagi pare
ilmuwan, dengan karya-karya yang berguna.
Adapun karangan-karangan Ibnu Sina yang terkenal adalah:
1) As-Syifa, buku ini adalah buku filsafat yang terpenting dan terbesar, dan
terdiri dari 4 bagian, yaitu ; logika, fisika, matematika dan metafisika (ketuhanan).
Buku tersebut mempunyai beberapa naskah yang tersebar diberbagai perpustakaan
barat dan timur. Bagian ketuhanan dan fisika pernah dicetak dengan cetakan bate di
Teheran. Pada tahun 1956 Lembaga Keilmuan Cekoslowakia di Praha menerbitkan
pasal keenam dari bagian fisika yang khusus mengenai ilmu jiwa, dengan
terjemahannya ke dalam bahasa Prancis, di bawah asuhan Jean Pacuch. Bagian
logika diterbitkan di Kairo pada tahun 1954, dengan Hama Al Burhan, di bawah
asuhan Dr. Abdurrahman Badawi.
2) An-Najat, buku ini merupakan ringkasan buku As-Syifa, dan pernah ditcrbitkan
bersama-sama dengan buku Al Qanun dalam ilmu kedokteran pada tahun 1593 M.
Di Roma dan pada tahun 1331 H. di Mesir.
3) AI-Syarat Wat-Tanbihat, buku ini adalah buku terakhir dan yang paling baik, dan
pernah diterbitkan di Leiden pada tahun 1892, dan sebagiannya diterjemahkan ke
dalam bahasa Prancis. Kemudian diterbitkan lagi di Kairo pada tahun 1947 di bawah
asuhan Dr. Sulaiman Dunia.
4) Al-Hikinat AI-Masyriqiyyah, buku ini banyak dibicarakan orang, karena tidak
jelasnya maksud judul buku, dan naskah-naskahnya yang masih ada memuat bagian
logika. Ada yang mengatakan bahwa isi buku tersebut mengenai tasawuf. Tetapi
menurut Carlos Nallino, berisi filsafat timer sebagai imbangan dari filsafat barat.
5) Al-Qanun, atau Canon of Medicine, menurut penyebutan orangorang barat. Buku ini
pernah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dan pernah menjadi buku standard
untuk universitasuniversitas Eropa, sampai akhir abad ke 17M. Buku tersebut pernah
diterbitkan di Roma tahun 1593 M dan di India tahun 1323 H.
Kemudian risalah-risalah lainnya kebanyakan dalam lapangan filsafat, etika, logika
dan psikologi. Seperti risalah Itsbat an Nubuwwah 1i Ibnu Sina (risalah tentang peneguhan
kenabian), Hadiyat Ar Rais ila al Amir (Hadiah Ibnu Sina kepada Amir). Kitabnya yang
terakhir adalah mengupas masalah jiwa. Oleh karena itu is juga membuat beberapa syair yang
mengungkapkan filsafatnya, dengan tidak terlepas dari masalah jiwa.

G. Al Ghazali

Nama lengkapnya adalah Muhammad bin Muhammad bill Muhammad bin


Ahmad Abu Hamid Al Ghazali. Beliau dilahirkan di Thus, suatu kota di Khurasan
pada tahun 450 M. Ayahnya seorang, pekerja pembuat pakaian dari bulu (wol) dan
menjualnya di pasar. Setelah ayahnya meninggal, Al Ghazali diasuh oleh
seorang ahli tasawuf.
Pada masa kecilnya ia mempelajari ilmu fiqh di negerinya sendiri pada Syekh
Ahmad bin Muhammad Ar Rasikani, kemudian belajar. pada Imam Abi Nasar Al
Ismaili di negeri Judan. Setelah mempelajari beberapa ilmu di negerinya, maka ia
berangkat ke Nishabur dan belajar pada Imam Al Haromain. Di sinilah ia mulai
kelihatan tanda-tanda ketajaman otaknya yang luar biasa dan dapat menguasai
beberapa ilmu pengetahuan pokok pada masa itu seperti ilmu mantiq (logika),
falsafah dan fiqh madzhab Syafi'i. Karena kecerdasannya itulah Imam Al Haromain
mengatakan bahwa Al Ghazali itu adalah "lautan tak bertepi .
Setelah Imam Al Haromain wafat, Al Ghazali pergi ke Al Ashar untuk
berkunjung kepada Menteri Nizam al Muluk dart pemerintahan dinasti Saijuk. la
disambut dengan penuh kehormatan sebagai seorang ulama besar. Kemudian
dipertemukan dengan para alien ulama dan para ilmuwan. Semuanya mengakui akan
ketinggian ilmu yang dirmliki Al Ghazali. Menteri Nizain al Muluk akhirnya melantik
Al Ghazali pada tahun 484 H./1091 M. sebagai guru besar (profesor) pada
Perguruan Tinggi Nizamiyah yang berada di kota Baghdad. Al Ghazali kemudian,
mengajar di perguruan tinggi selama empat tahun, ia mendapat perhatian yang
serius dari para mahasiswa, baik yang datang dari dekat atau dari tempat yang jauh,
sampai ia menjauhkan diri dari keramaian.
P a d a t a h u n 4 8 8 H . A l G h a z a l i p e r g i k e M a k k a h u n t u k iiienunaikan
kewajiban rukun Islam yang kelima. Setelah selesai mengerjakan haji, ia terus
pergi ke Syria (Syam) untuk mengunjungi 11intul, Maqdls, kemudian melanjutkan
perjalanannya ke Damaskus plan menetap untuk beberapa l ama. Di sini beribaclat di
masjid Al umawi pada suatu sudut hingga terkenal sampai sekarang dengan Hama
Al Ghazaliyah. Pada saat itulah ia sempat mengarang sebuah With yang sampai kini
kitab tersebut sangat terkenal yaitu Ihya Ulumuddin. Al Ghazali tinggal di Damaskus
itu kurang lebih selama 10 tahun, dimana ia hidup dengan amat sederhana, berpakaian
seadanya,menyedikitkan makan minum, mengunjungi masjid-masjid,
memperbanyak ibadah atau berbuat baik yang dapat mendekatkan diri
kepada Allah swt, dan berkhalawat.
Hasil karya Al-Ghazali banyak sekali berjumlah kurang lebih 100
buah. Kitabnya yang terkenal yaitu Ihya Ulumuddin, yang artinya menghidupkan ilmu-ilmu
agama, dan yang dikarangnya selama beberapa tahun dalam keadaan berpindah-pindah antara
Syam, Yerusalem, Hijaz dan Yus, dan yang berisi paduan indah antara fiqh, tasawuf dan
falsafat, bukan saja terkenal dikalangan kaum muslimin, tetapi juga di dunia barat dan luar
Islam. Bukunya yang lain yaitu Al Munqidz min Ad Dhalal (penyelamat dan kesesatan) berisi
sejarah perkembangan alam pikiran dan mencerminkan sikapnya yang terakhir terhadap
beberapa macaw ilmu, serta jalan untuk mencapai Tuhan. Di antara penulis-penulis modem
banyak yang mengikuti jejak Al Ghazali dalam menuliskan autobiografinya.

Ibnu Al 'Ibri dan Raymond Martin banyak mengambil pikiranpikiran Al Ghazali


untuk menguatkan pendiriannya. Demikian pula Pascal (Perancis 1623--1662) dan filosuf-
filosuf barat lainnya sebagaimana yang diakui Asin-Palacios, banyak persamaan dengan Al
Ghazali dalam pendiriannya, bahwa pengetahuan-pengetahuan agama tidak bisa diperoleh
dari akal pikiran, melainkan harus berdasarkan hati dan rasa. Thomas Aquinas (Italia, 1226-
1274) yang dengan pedasnya menyerang Al Ghazali, ketika menguraikan penglihatan (ru'yat)
manusia terhadap Tuhan di akhirat, uraiannya sama dengan uraian Al Ghazali, Dante (Italia,
1265-1321 M.) dalam menulis bukunya, Devina Commidia. (komidi ketuhanan) banyak
mengambil tulisan Al Ghazali tentang mi'raj.
Para orientalis banyak yang menulis buku tentang Al Ghazali, antara lain Carra De
Vaux, J. Wersink, Obermenn, dan Zwemmer. Bahkan yang terakhir ini (Zwemmer), ahli
ketimuran Inggris telah memasukkan Al Ghazali menjadi salah seorang dari empat orang
pilihan dari pihak Islam yang dimulai zaman Rasulullah hingga abad XX M. yaitu: 1) Nabi
besar Muhammad saw., 2) Imam Al-Bukhari, 3) Imam Al-Asy'ari, 4) Imam Al-Ghazali. Di
samping para penulis barat tersebut juga ada beberapa yang menterjemahkan beberapa
karangan Al Ghazali-yang terkenal ke dalam berbagai bahasa Eropa, yaitu seperti:
a) Carra De Vaux, menterjemahkan buku Tahafut Al Falasifah.
b) De Boer dan Asin Palacois masing-masing menterjemahkan beberapa bagian dari
buku Tahafut Al Falasifah.
a) H. Bauer, menterjemahkan Qawaid Al 'Aqaid, dalam bukunya Die Dogmatik Al
Ghazali's.
b) Barbier de Minard, menterjemahkan, Al Munqidzu min Ad Dhalalal.
c) W.H.T. Craidner, London, menterjemahkan buku Misykat Al Anwar.
d) D.B. Mac Donald, menterjemahkan beberapa pasal dari Ihya Ulum Ad Din..

Karangan Al Ghazali, di samping ada teman-teman yang sepaham dengan pemikiran-


pemikirannya, ada pula yang menentang akan pendiriannya. Adapun yang sepaham adalah
Renan Casanova, Carro De Vaux, dan lain-lain. Sedang yang menentang adalah Ibnu Rasyd,
lbnu Taimiyah, Ibnu Qayyim, dan lain-lain dari kalangan fuqaha.
Adanya penyerangan dari kalangan fuqaha dan tasawuf (Ibnu Rusyd) adalah
disebabkan sikap Al Ghazali yang menentang para
filosuf Islam, bahkan ia sampai mengkafirkan dalam tiga hal yaitu:
1) Pengingkaran terhadap kebangkitan jasmani.
2) Membatasi pengetahuan Tuhan kepada hal-hal yang besar saja, dan
3) Adanya kepercayaan tentang qadimnya alam dan keas-liannya.
Penyerangan ini termuat dalam kitabnya yang terkenal yaitu: Fidtafut Al Falasifah
dan Al Munqidz min Ad Dhalal. Akan tetapi dalam bukunya yang lain, yaitu Mizan Al
Amal, dikatakan bahwa ketiga-tiganya persoalan tersebut menjadi kepercayaan
orang-orang tasawuf juga. Juga dalam bukunya Al Madhnun 'ada Chairi Ahlihi, ia
mengakul qadminva alam.
Kemudian dalam Al Munqidz min Ad Dhalal ia menyatakan bahwa kepercayaan yang
dipeluknya ialah kepercayaan orang-orang tasawuf.
Dalam buku Maqashid Al Falasifah berisi tiga persoalan filsafat yaitu ilmu mantiq, metafisika
dan fisika yang diuraikan dengan sejujurjujurnya. Seolah-olah ia seorang filosuf yang
menulis tentang kefilsafatan, sesudah itu ia menulis sebuah buku Tahafutu al Falasifah
dimana ia bertindak bukan sebagai seorang filosuf, melainkan sebagai seorang tokoh Islam
yang hendak mengkritik filsafat clan menunjukkan kelemahan-kelemahannya serta
kejanggalan-kejanggalannya yaitu dalam hal-hal yang berlawanan dengan agama. Dengan
demikian dia seorang filosuf yang sanggup menggugat dirinya sendiri. la jujur, konsekuen dan
tegas dalam pendirian. Selalu mengacu pada kebenaran yang didasarkan pada ajaran Islam.

Menurut Al Ghazali agama tidak melarang ataupun memerintahkan ilmu matematika,


karena ilmu adalah hasil pembuktian pikiran orang yang tidak bisa diingkari, sesudah
dipahami dan dirnengerti. Tetapi ilmu tersebut menimbulkan 2 keberatan:
1. Karena keberatan dan ketelitian ilmu-ilmu matematika, maka boleh jadi orang ada
yang mengira bahwa semua lapangan filsafat demikian pula keadaannya, sampaipun
dalam lapangan ketuhanan.
2. Sikap yang timbal dari pemeluk Islam yang bodoh yaitu men duga bahwa
untuk menegakkan agama, harus mengingkari semua ilmu yang berasal dari
filosuf-filosuf, dan mengatakan bahwa mereka bodoh semua, sehingga pendapat-
pendapat mereka tentang gerhana juga harus diingkari dan dianggap perlawanan
dengan syara’.

Lapangan logika menurut Al Ghazali, juga tidak ada sangkut pautnya dengan
agama, atau dengan kata lain agama tidak inemerintahkan atau melarang
logika. Logika berisi tentang penyelidikan dalil-dalit pembuktian, qiyas-qiyas
(sylogisme), syaratsyarat pembuktian (burhan), definisi-definisi clan sebagainya. Semua
persoalan ini tidak perlu diingkari, sebab masih sejenis dengan yang dipakai oleh ulama-
ulama theologi Islam meskipun kadang-kadang berbecla istilah dan kata-katanya. Bahasa
yang ditimbulkan oleh logika dari filosuf-filosuf, ialah karena syarat-syarat pembuktian
tersebut juga menjadi pendahuluan dalam soal-soal ketuhanan (metafisika), Wdang
sebenarnya tidak demikian.

H. Suhrawardi Al- Maqtul

Suhrawardi adalah salah seorang dari generasi pertama para sufi filosuf . Nama
lengkapnya Abu Al- Futuh Yahya Ibnu Amrak bergelar Syihabuddin dilahirkan di Suhraward
sekitar tahun 550 H.
Al-Suhrawardi belajar kepada seorang faqih dan teolog terkenal, Majduddin Al-Jili, guru
Fakhruddin Al-Rani. Di Isfahan dia belajar logika kepada Ibnu Sahlan Al-Sawi, penyusun kitab Al-
Basha'ir AlNashiriyyah. Selain itu, dia juga bergabung dengan para sufi serta hidup secara
asketis. Ia kemudian pergi ke Halb clan belajar kepada Al-Syafir Iftikharuddin. Di kola inilah dia
menjadi terkenal dan membuat para fuqaha menjadi iri terhadapnya, dan mulai
mengecamnya. Akibatnya dia segera dipanggil Pangeran Al-Zhahir, putra Shalahuddin Al-Ayyubi,
yang ketika itu bertindak sebagai penguasa Halb. Pangeran kemudian melangsungkan suatu
pertemuan dengan dihadiri para teolog maupun fuqaha. Maka di sinilah dia berhasil
mengemukakan argumentasi-argumentasinya yang kuat, yang membuatnya menjadi dekat dengan Al-
Zhahir serta mendapat sambutan yang sangat balk. Tetapi orang-orang yang dengki
terhadapnya melaporkan kepada Shalahuddin Al-Ayyubi, yang memperingatkan bahaya akan
tersesatnya aqidah Al-Zhahir seandainya terns bersahabat dengan Al-Suhrawardi. Shalahuddin Al-
Ayyubi, yang terpengaruh laporan tersebut, kemudian memerintahkan putranya untuk segera
membunuh Al-Suhrawardi. Maka setelah meminta pendapat para fuqaha Halb, yang memang
menjatuhkan fatwa bahwa Al-Suhrawardi harus dibunuh, AI-Zhahir pun memutuskan agar Al-
Suhrawardi dihukum gantung. Penggantungan ini berlangsung pada tahun 587 H di Halb,
ketika Al-Suhrawardi bare berusia tiga pul'uh delapan tahun.
Al-Suhrawardi telah meninggalkan sejumlah karya dan risalah, yang antara lain ialah
Hikmah Al-Isyraq, Al-Talwihat (yang tampaknya mengikuti pemikiran-pemikiran
Aristoteles), Hayakil Al-Nur, AlMitqawimat, Al-Mutharibat Al-Wah Al-Imadiyyah, dan
sebagian doadoa. Namun karyanya yang paling penting serta paling menguraikan alirannya
hanyalah Hikmah Al-Isyraq, yang berisi pendapat-pendapatnya tentang tasawuf isyraqi
(iluminatif). Karya-karya Al Suhrawardi, pada umumnya, cenderung bercorak simbolis dan begitu
Samar.
Al-Suhrawardi Al-Maqtul adalah tokoh sufi filosofis yang paham tentang filsafat
Platonisme, Peripatetisme, Neo-Platonisme, hikmah Persia, aliran-aliran agama Sabean, dan
filsafat Hermetisisme. Dalam karya-karyanya is wring menyebut filosof Hermes dan
memandangnya sebagai tokoh penganut paham iluminasi, serta mendeskripsikannya sebagai
bapak para filosof. Dia menyebut Hermes bersama-sama dengan Agademon, Scalbius,
Pythagoras (yang dipandang sebagai para tokoh ilmu tersembunyi); dan juga Gamasp
serta Bazarjamhir, para filosof Persia. Menurut Corbin, Hermes adalah salah seorang dari
tiga tokoh yang mempengaruhi perjalanan iluminisme Al Suhrawardi. Dua tokoh
lainnya ialah Plato dan Zarathustra.
Dalam pengamatan kami, Al-Suhrawardi juga menguasai filsafat Islam, khususnya
filsafat-filsafat Al -Farabi serta Ibnu Sina. Sekalipun memang mengkritik kedua filosof Islam
ini, dan menyebutnya sebagai para penganut Peripatetisme, namun tidak ragu lagi bahwa dia
sendiri wipengaruh pandangan-pandangan mereka.
Di samping itu Al Suhrawardi Al-Maqtul pun mengenal balk whagian para sufi abad
ketiga dan keempat Hijriyah, misalkan saja dia memuji Abu Yazid Al-Busthami, yang
digelarinya dengan Sayyar 11tistham; clan Al-Hallaj, yang digelarinya dengan Fata Al-
Baidha. hi juga mengenal Abu Al-Hawn Al-Kharqani (meninggal tahun 46 1 5 H),
seorang tokoh sufi Persia yang menyatakan terjadinya ponyatuan Tuhan dengan
hamba-Nya). Mereka itu menurut AlSulirawardi adalah para iluminasionis Persia yang
asli.
Dari hal-hal di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa Al- Suhrawardi
mempunyai pengetahuan yang beraneka. Dalam kenywaannya hikmah isyraqiah Al-
Suhrawardi memang tersusun dan' liorbagai unsur, yang menurutnya sendiri justru dengar,
itulah dia menghidupkan kembali hikmah kuno dari para tokoh India, Babylonia, Mesir,
Yunani kuno sampai ke masa Plato. Jelasnya, hikmah isyraqiah adalah adonan hikmah-
hikmah abadi.
BAB IV
FILSAFAT ISLAM DI DUNIA BARAT

A. Ibnu Bajjah.

Nama asli Ibnu Bajjah adalah Abu Bakar Muhammad Ibn Yahya Al -Sha'igh.
Di dunia Barat ia terkenal dengan sebutan Avempace. Dia berasal dari keluarga Al
Tujib. Maka ia terkenal dengan sebutan Al tujibi. Ibnu Bajjah lahir pada abad 11
M atau abad V H, di kota Saragossa dan sampai besar. Dia dapat
menyelesaikan jenjang akademisnya, juga di kota Saragossa. Maka ketika pergi ke
Granada, ,ha telah menjadi seorang sarjana bahasa dan sastra Arab dan dapat
dikuasai dua belas macam ilmu pengetahuan.
Kisah tentang Ibnu Bajjah, diungkapkan oleh As-Syuyuti "Suatu hari Ibnu
Bajjah memasuki masjid (jami'ah) Granada. Dia melihat seorang ahli tata bahasa
sedang memberikan pelajaran tata bahasa kepada para murid yang duduk
mengelilinginya. Melihat seorang asing begitu dekat dengan mereka, para murid
muda itu menyapa Ibnu Bajjah dengan sedikit mengejek apa yang diajarkan oleh
ahli hokum itu? Ilmu apa yang dia kuasai dan bagaimana pandangannya? "coba
lihat" sahut Ibnu Bajjah, "aku membawa uang dua belas ribu dinar diba wah
ketiakku". Sambil berkata begitu dia memperlihatkan dua belas butir mutiara yang
sangat indah yang masing-masing berharga seribu dinar. "Dan, lanjut Ibnu Bajjah,
'aku telah mengumpulkan pengalaman dalam dua belas ilmu pengetahuan, terutama
dalam ilmu Araiyah yang sedang kalian bahas ini. Aku rasa kalian termasuk dalam
kelompok ini'. Dia kemudian menyebutkan aliran mereka. Para murid muda itu
mengutarakan keheranan mereka dan memohon maaf kepadanya.
Para ahli sejarah sama memandangnya sebagai orang yang berpengetahuan luas dan
mahir dalam berbagai ilmu. Fath ibn Khaqan, yang telah menuduh Ibnu Bajjah sebagai ahli
bid'ah dan mengecamnya dengan pedas dalam karyanya Qala'id al-'Iqyan, pun
mengakui keluasan pengetahuannya dan tidak meragukan keamat pandaiannya. Karena
menguasai sastra, tatabahasa dan filsafat kuno, oleh tokoh tokoh sezamannya dia telah
disejejarkan dengan al-Syaih al-Rais ibn Sina.

Lantaran ketenarannya yang makin menanjak, Abu Bakar Sahrawi,


Gubernur Saragossa, mengangkatnya sebagai pejabat tinggi dalam
pemerintahannya. Tapi ketika Saragossa jatuh ke tangan Alfonso I, Raja Aragon,
pada tahun 512 H/1118 M, Ibnu Bajjah sudah meninggalkan kota itu dan tiba di
Seville lewat Valencia, tinggal di sana dan menjadi tabib. Kemudian dia pergi ke
Granada, di sana teriadi peristiwa di atas. Lalu dia pergi ke Afrika Barat-laut.
Setibanya di Syatibah, Ibnu Bajjah dipenjarakan oleh Amir abu Ishaq Ibrahim ibn
Yusuf ibn Tasyifin, sangat boleh jadi karena dituduh sebagai ahli bid’ah. Tapi menurut
Renan, dia dibebaskan, atas anjuran muridnya sendiri, bapak filosof Spanyol termasyhur
ibn Rusyd. Kemudian, setibanya di Fez, Ibnu Bajjah memasuki Istana Gubernur
Abu Bakar Yahya ibn Yusuf ibn Tasyifin, dan menjadi pejabat tinggi berkat
kemampuan dan pengetahuannya yang langka. Dia memegang jabatan tinggi itu selama
dua puluh tahun.
Ini adalah masa kesulitan dan kekacauan dalam sejarah Spanyol dan Afrika Barat-
laut. Para Gubernur kota dan daerah menyatakan kemerdekaan mereka. Pelanggaran
hukum dan kekacauan melanda seluruh negeri. Mereka yang bermusuhan saling
menuduh sebagai berbuat bid'ah demi meraih keunggulan dan simpati rakyat. Musuli
musuh Ibnu Bajjah sudah mencapnya sebagai ahli bid'ah dan beberapa kali berusaha
membunuhnya. Tapi semua usaha mereka ternyata gagal. Tapi ibn Zuhr, seorang dokter
termasyhur pada masa itu berhasil membunuhnya dengan racun pada bulan Ramadhan
tahun 533 H/1138 M. di Fez, tempat dia dikubur di samping ibn al-Arabi muda
Beberapa karya Ibnu Bajjah antara lain:
a) Risalat al-Wada' berisi tentang ilmu pengobatan
b) Tardiyyah berisi tentang syair pujian
c) Kitab al-Nafs berisi tentang catatan dan pendahuluan dalam bahasa Arab
d) Tadbir al-Mutawahhid (Rezim Satu Orang)
a) Risalah-risalah Ibnu Bajjah yang berisi tentang penjelasan penjelasan atas
risalah-risalah Al Farabi dalam masalah logika.
a) Karya-karya yang disunting oleh Asin Palacios dengan terjemahan bahasa
Spanyol dan catatan-catatan yang diperlukan; (i) kitah al-Nabat, al-Andalus
jilid V, 1940, (ii) Risalah Ittishal al-Aql In al-Insan, al-Andalus, jilid VII, 1942;
(iii) Risalah al-Wada', A/ Anadalus, jilid VIII 1943; (iv) Tadbir al-
Mutawahhid dengan judul El Regimen Del Solitario, 1946.
b) Majalah al-Majama' al-'Ilm al-'Arabi.

Ibnu Bajjah adalah ahli yang menyadarkan pada teori dan praktik ilmu-ilmu
matematika, astronomi, musik, mahir ilmu pengobatan dan studi-studi spekulatif seperti
logika, filsafat alam dan metafisika, sebagaimana yang dikatakan De Boer dalam The
History of Philosophi in Islam, bahwa dia benar-benar sesuai dengan Al Farabi dalam tulisan
tulisannya logika dan secara umum setuju dengannya, bahkan dengan doktrin-doktrin fisika
dan metafisikanya Ibnu Bajjah menyandarkan filsafat dan logikanya pada karya karya
Al Farabi, dan dia telah memberikan sejumlah benar tanibahaii dalam karya-karya itu.
Dan dia telah menggunakan metoda penelitian filsafat yang benar-benar lain. Tidak seperti
Al Farabi, dia berurusan dengan segala masalah hanya berdasarkan nalar semata.
Ibnu Bajjah menjunjung tinggi para wall Allah (auliya' Allah) dan menempatkan
mereka di bawah para Nabi. Menurutnya, sebagian orang dikuasai oleh keinginan jasmaniyah
belaka, mereka berada di tingkat paling bawah, dan sebagian lagi dikuasai oleh spiritualitas-
kelompok ini sangat langka, dan termasuk dalam kelompok ini Uwais Al Qarni dan Ibrahim
ibn Adham.
Ibnu Bajjah hampir menyatakan dirinya sebagai seorang fatalis atas Tuhan dan
aturan-aturan-Nya. Dalam satu risalahnya, dia menyatakan bahwa seandainya kita berpaling
kepada ketetapan Tuhan dan kekuasaan-Nya maka kita benar-benar memperoleh kedamaian
dan kebahagiaan. Segala yang ada berada dalam pengetahuan-Nya dan hanya Dia yang
mampu mendatangkan kebaikan kepada mereka. Karena Dia mengetahui segala sesuatu
secara esensial, maka Dia memberikan perintah-perintah kepada suatu perantara untuk
menemukan suatu bentuk seperti yang ada dalam pengetahuan-Nya dan kepada penerima
bentuk-bentuk untuk menerima bentuk itu. Inilah yang terjadi pada semua yang ada, bahkan
pada materi yang fang Berta akal manusia. Untuk menunjang pandangannya bahwa Tuhan
adalah pencipta Utama segala tindakan, Ibnu Bajjah mengacu pada pandangan Al Ghazali
yang dikatakannya pada bagian akhir dari karyanya Misykat al Anwar, bahwa prinsip
Pertama itu menciptakan agen-agen dan obyek-obyek tindakan, dan dia selanjutnya
mengambil penunjang lain untuk pandangannya ini dari pengamatan Al Farabi dalam 'Ujun
Al Masa'il, bahwa semuanya berkaitan dengan Prinsip Pertama sebab Yang Pertama itu
merupakan pencipta mereka. Ibnu Bajjah juga menyatakan bahwa Aristoteles mengatakan
dalam bukunya Physics bahwa agen Pertama adalah agen sebenarnya, dan agen yang dekat
tidak bertindak kecuali lewat Yang Pertama. Yang Pertama membuat aksi yang dekat dan
obyek tindakan.
Tuhan menyebabkan keberadaan suatu benda berlanjut tanpa akhir setelah
ketakberadaan fisiknya. Bila suatu yang ada mencapai kesempurnaan, maka dia tidak akan
ada lagi dalam zaman, tapi ada selamanya dalam keterus-menerusan masa (dahr). Ibnu Bajjah
disini mengingatkan kita akan salah satu sabda Nabi Suci: Janganlah menyalahgunakan dahr
karena dahr itu Allah, dengan penafsiran begitu, perkataan itu mengandung makna bahwa
akal manusia itu kekal. Untuk menunjang penafsiran kata dahr ini, Ibnu Bajjah
menyebutkan para pendahulunya seperti Al-Farabi dan Al Ghazali.

B. Ibnu Tufail

Nama lengkap Ibnu Tufail ialah Abu Bakar Muhammad ibn 'Abd Al Malik ibn
Muhammad ibn Muhammad ibn Tufail, dalam tulisan latin, Abubacer. Ia adalah pemuka
pertama dalam pemikiran filosofis Muwahhid yang berasal dari Spanyol. Ibnu Tufail lahir
pada abad VI H/VIII M di kota Guadix propinsi Granada. Keturunan Ibnu Tufail termasuk
keluarga suku Arab yang terkemuka, yaitu suku Qais.
Karier Ibnu Tufail bermula sebagai dokter praktik di Granada. Karena ketenaran atas jabatan
tersebut, maka is diangkat menjadi Sekretaris Gubernur di Propinsi itu. Pada tahun 1154 M.
(549 H.), Ibnu Tufail menjadi sekretaris pribadi Gubemur Ceuta dan Tangier, Penguasa
Muwahhid Spanyol pertama yang merebut Maroko. Dan dia menjabat dokter tinggi dan
menjadi qadhi di pengadilan pada Khalifah Muwahhid Abu Ya'qub Yusuf (558 H/1163 M –
580 H./ 1184 M). Kemudian pemerintahan yang dipimpin oleh Abu Ya'qub Yusuf
menjadikan pemerintahannya sebagai pemuka pemikiran filosuf dan metoda ilmiah. Khalifah
ini memberikan kebebasan berfilsafat, dan membuat Spanyol disebut tempat kelahiran
kembali negeri Eropa. Sebagaimana dikatakan oleh R. Briffault. Bersama khalifah Abu
Yaqub Yusuf, Ibnu Tufail menjadi berpengaruh besar, dan dia yang memperkenalkannya
dengan Ibnu Rusyd (meninggal tahun 595 H/ 1198 M). Atas kehendak khalifah, dia memberi
saran kepada Ibnu Bajjah agar membuat keterangan atas karya-karya Aristoteles, suatu tugas
yang dilaksanakan dengan penuh semangat oleh Ibnu Bajjah tapi tak dapat diselesaikan
sampai dia meninggal. Ibnu Tufail meninggalkan jabatannya sebagai dokter pemerintah pada
tahun 578 H/1182 M, dikarenakan usianya yang telah lanjut dan dia menganjurkan
pelindungnya agar memilih Ibnu Rusyd agar menggantikan kedudukannya. Tapi dia tetap
mendapatkan penghargaan dari Abu Ya'qub dan setelah dia meninggal (pada tahun 580 H/
1184 M) dia mendapatkan penghargaan pules dari putranya Abu Yusuf Al Mansur (580 H/l
185 M – 595 H/1199 M). Ibnu Tufail meninggal di Maroko pada tahun 581 H./1185 – 86 M,
Al Mansur sendiri Nadir dalam upacara pemakamannya.

Ibnu Tufail adalah seorang dokter, filosuf, ahli matematika dan penyair yang sangat
terkenal dari Muwahhid Spanyol, akan tetapi sedikit karya-karyanya yang dikenal orang.
Ibnu Khatib menganggap dua risalah mengenai ilmu pengobatan itu sebagai karyanya. Al
Bitruji (muridnya) dan Ibnu Rusyd percaya bahwa dia memiliki gagasangagasan astonomis
asli. Al Bitruji membuat sangkalan atas teori Ptolemeus mengenai epicycles dan ecentric
circles, yang dalam kata pengantar dari karyanya Kitab Al Hai'ah dikemukakannya sebagai
sumbangan dari gurunya Ibnu Tufail. Dengan mengutip perkataan Ibnu Rusyd, ibn Abi
Usaibiah menganggap Fi Al Buqa' Al Maskunah wal-Ghair Al Maskunah sebagai karya Ibnu
Tufail, tapi dalam catatan Ihnu Rusyd sendiri acuan semacam itu tidak dapat ditemukan. Al
Marrakushi, yang ahli sejarah itu, mengaku telah melihat naskah asli dari salah satu
risalahnya mengenai ilmu ketuhanan. Miguel Casiri (1112 H/1710 M – 1205 H/1790 M)
menyebutkan dua karya yang masih ada: Risalah Hayy ibn Yaqzan dan Asrar Al Hikmah Al
Mashiriqiyyah, yang disebut terakhir ini berbentuk naskah. Kates pengantar dari Asrar
menyebutkan bahwa risalah itu hanya merupakan satu bagian dari Risalah Hayy ibn Yaqzan,
yang judul lengkapnya ialah Risalah Hayy ibn Yaqzan Fi Asrar Al Hikamat Al Mashiriqiyyah.

Sebagaimana, Al Ghazali, dia mengemukakan bahwa gagasan mengenai kemaujudan


sebelum ketidakmaujudan tidak dapat dipahami tanpa anggapan bahwa waktu itu telah ada
sebelum dunia ada, tapi waktu itu sendiri merupakan suatu kejadian tak terpisahkan dari
dunia, dan karena itu kemaujudannya mendahului kemaujudan dunia dikesampingkan.
Lagi, segala yang tercipta pasti membutuhkan pencipta. Kalau begitu mengapa sang
Pencipta menciptakan dunia saat itu dan bukan sebelumnya? Apakah hal itu
dikarenakan oleh suatu yang terjadi atas-Nya? Tentu saja tidak, sebab tiada sesuatupun
sebelum Dia untuk membuat sesuatu terjadi atas-nya. Apakah hal itu mesti dianggap
bersumber dari suatu perubahan yang terjadi atas sifat-Nya? Tapi adakah yang
menyebabkan terjadinya perubahan tersebut?
Karena itu Ibnu Tufail tidak menerima baik pandangan mengenai kekekalan maupun
penciptaan sementara dunia ini.

C. Ibnu Rasyd

Nama lengkapnya adalah Abu Al Wahid Muhammad ibn Ahmad ibn Muhammad ibn
Rusyd. la lahir di kota Cordova pada tahun 1126 M/520 H. Ia keturunan dari keluarga
yang ahli dalam ilmu fiqh. Ayah dan kakeknya pernah menjabat di Andalusia sebagai
kepala pengadilan. Dengan terbekali keagamaan, Ibnu Rusyd menduduki peranan penting
dalam studi-studi ke-Islaman. Beliau mempelajari Al-Quran beserta penafsirannya, helots
Nabi, ilmu fiqh, bahasa clan sastra Arab. Metoda belajarnya secara lisan dari seorang ahli
('alim). Ibnu Rusyd merevisi buku Malikiah, Al Muwatha dipelajari bersama ayahnya
Abu Al Qasim, dan dapat dihafalnya. Di samping, itu, dia mempelajari matematika,
fisika, astronomi, logika, filsafat dan ilmu pengobatan.
Kota Cordova terkenal sebagai pusat studi-studi filsafat, sedangkan Seville
terkenal karena aktifitas-aktifitas artistiknya. Dalam sebuah dialog antara Ibnu Rusyd dengan
Ibnu Zuhr, ahli fisika, ketika berada di gedung pengadilan Al Mansur ibn 'abd Al Mu'min,
Ibnu Rusyd, yang merasa bangga dengan suasana ilmiah kota kelahirannya, berkata: "Jika
seorang terpelajar meninggal di Seville, maka bukunya akan dikirim ke Cordova untuk
dijual disana; dan jika seorang penyanyi meninggal di Cordova, maka alat-alat musiknya
akan dikirimkan ke Seville. Cordova pada saat itu menjadi saingan bagi Damaskus. Baghdad,
Kairo dan kota-kota besar lainnya di negeri-negeri Islam di Timur.
Dia bukan murid dui filosuf besar Maghribiah, Ibnu Bajjah thn Ibnu Tufail. Dalam
kisah Hayy ibn Yaqzan, Ibnu Tufail mendalmn kebanyakan alien Maghrib tertarik kepada
matematika dan balmil filsafat yang diajarkan lewat buku-buku Aristoteles, Al-Farabi ditis
Ibnu Sina tidak akan memadai. Filosuf pertama yang idith menghasilkan sesuatu
yang bernilai dalam masalah ini adalah 11-mi Bajjah, tapi dia terlalu sibuk dengan urusan-
urusan duniawi dis" meninggal sebelum sempat menyelesaikan karyanya. Al Ghazali
mengecam ajaran-ajaran filosuf-filosuf muslim dalam, bukunya Tahafut dan metoda yang
digunakannya dalam mencapai kebenaran adalah tasawuf.
Ibnu Rusyd terkenal sebagai seorang filosuf yang menentang, Al Ghazali.
Bukunya yang khusus menentang filsafat Al Ghazali, Tahafutut-tahafut, adalah reaksi
dari buku Al Ghazali, Tahafildis falasifah. Dalam bukunya itu Ibnu Rusyd membela
kembali pendapat pendapat ahli filsafat Yunani clan Islam yang telah diserang hat-i'Ll,
habisan oleh Al Ghazali disana dibantahnya. Sebagai pembela Aristoteles, tentu
saja Ibnu Rusyd menolak prinsip ijraul adat dari Al Ghazali. Dan seperti Al Farabi, dia
juga mengemukakan prinsip hukum kausal dari Aristoteles.
Di dunia Islam filsafat Ibnu Rusyd tidak berpengaruh besa. Oleh sebab itu
namanya tidak seharum nama Al Ghazali. Malahan, karena isi filsafatnya yang
dianggap sangat bertentangan dengan pelajaran agama islam yang umum, Ibnu
Rasyd dianggap orang zindik. Karena pendapatnya itu juga dia pernah dibuang oleh
khalifah Abu Yusuf (pengganti Abu Yakqub), diasingkan ke Lucena (Alisana).
Ibnu Rusyd banyak mengarang buku, tetapi yang ash berbahasa Arab sampai ke
tangan kita sekarang hanya sedikit. Sebagian bukubukunya telah diterjemahkan ke dalam
bahasa Latin dan Yahudi. Di antara karangan-karangannya dalam soal filsafat adalah:
a) Tahafutut-Tahafut.
b) Risalah fi Ta'alluqi 'Ilmillahi 'an 'Adami Ta'allugihi bil-juziyat
c) Tafsiru ma ba'dath-Thabiat.
d) Fashlul-Maqal fi ma Bainal-hikmah wary-Syariah Minal-Iffishal.
e) Al-Kasyfu 'an Manahijil 'Adilah ft 'Aqaidi Ahlil Millah.
f) Naqdu Kadhariyat ibni Sina 'Anil-Mumkin Lidzatihi wal-Mumkin Lighairihi.
g) Risalah fi-Wujudil-Azali wa1-Wujudil-Muaqqat.
h) Risalah fil-Aqli wal-Ma'quli.
BAB V
FILSAFAT ISLAM SESUDAH IBNU RUSYD

A. Nashiruddin Al Tusi

Nama lengkapnya adalah Khwajah Nasir al Din abu Ja'far Muhammad ibn
Muhammad ibn Hasan. Ia seorang sarjana yang mahir tialikin ilmu matematika,
astronomi, dan politik. Kelahiran Tusi di kola Tus pada tahun 1201 M/597 H.
Nama ayahnya Muhammad hill liasan, yang mendidik Tusi sejak pendidikan
dasar. Kemudian, ia mempelajari fiqh, ushul fiqh, hikmah, dan kalam, juaa isyaratnya
Ibn Sina dan matematika.
Kemudian Tusi meninggalkan kola kelahirannya, pergi ke kota Bagdad Di
sana ia belajar tentang ilmu pengobatan dan filsafat dari guru Qutb Al Din,
matematika dari Kamal Al Din ibn Yunus,dan fiqh serta ushul fiqh dari Salim ibn
Badran. Tentang karier Tusi bermula sebagai ahli astronomi, pada
pemerintahan Nasir Al Din 'Abd Al Rahim di benteng gunung Ismailliyah
Quhistan. Hal ini sampai masa pemerintahan 'Ala Al Din Muhammad, Syek Agung
VII dari Alamut.
Namun nasib yang kurang baik bagi Tusi, ketika dihentikan oleh
atasannya sebab dari hubungan Surat menyurat dengan wazir Khofifah Abbasiah
terakhir, Al Musta'sim dari Baghdad, kemudian di pindah ke Alamut. Dengan
pengawasan yang sangat ketat,tetapi Tusi dapat menikmati segala kemudahan dalam,
belajar. Yang membuat Tusi mencapai kemashuran adalah keberhasil annya
membujuk Hulagu untuk mendirikan observatorium yang terkenal itu (rasad
khanah) di Maraghah, Azarbaijan, pada tahun657 H/ 1259 M.
Tusi disebut sebagai sarjana yang mahir daripada seorang ibli pikir yang kreatif,
dan kedudukannya terutama sebagai seorang penganjur gerakan kebangkitan kembali
sementara karya-karyanya kebanyakan bersifat eklektis, dia tetap memiliki keaslian, terutama
dalam menyajikan bahan tulisannya. Kepandaiannya yang berap,;iiii sungguh mengagumkan.
Minatnya yang banyak dan berjenis-jenis mencakup filsafat, matematika, astronomi, fisika,
ilmu pengobatan, minerologi, musik, sejarah, kesusastraan, dan dogmatik. Karya-karya yang
penting filsafatnya sebagai berikut:

a) Asas Al Iqtibas (logika), 1974


b) Mantiq Al Tajrid (logika)
c) Ta'dil Al Mi'yar (logika)
d) Tajrid Al 'Aqa'id (dogmatik), Teheran, 1926
e) Qawa'id Al 'Aqa'id (dogmatik), Teheran, 1926
f) Risaleh-i Ptiqadat (dogmatik)
g) Akhlaq-i Nasiri (etika)
h) Ausaf Al Asyraf (etika sufi)
i) Risaleh Dar Ithbat-i Wajib (metafisika)
j) Itsbat-i Jauhar Al Mufariq (metafisika)
k) Risaleh Dar Wujud-i Jauhar-i Mujarrad (metafisika)
l) Risaleh Dar Itsbat-i 'Aql-i Fa'al (metafisika)
m) Risaleh Darurat-i Marg (metafisika)
n) Risaleh Sudur Kathrat az Wandat (metafisika)
o) Risaleh 'Hal wa Ma'lulat (metafisika)
p) Fushul (metafisika), Teheran, 1956
q) Tashawwurat (metafisika), Bombay, 1950
r) Talkhis Al Muhassal, Kairo, 1313 H./1905 M
s) Hall-i Musykilat Al Isharat, Lucknow, 1293 H/1876 M.

B. Muhammad Iqbal

Muhammad lqbal lahir pada tanggal 22 Pebruari 1873 di Sialkot, Punjab dari keluarga
yang nenek moyangnya berasal dari lembah Kashmir. Setelah menamatkan sekolah dasar di
kampung kelahirannya pada tahun 1895 ia segera melanjutkan pelajarannya di Lahore. Ia telah
mendapat binaan dan gemblengan dengan jiwa muda yang berhati baja oleh Maulana Mir
Hasan seorang ulama militan yang kawakan, Leman ayahnya.Ulama ini memberikan
dorongan dan semangat yang mewamai dan mendasari jiwa Iqbal dengan ruh agama
yang senantiasa bersemayam dalam jiwanya, menggelora dalam hati anak muda,
menentukan gerakan dan langkah, tujuan dan arah. Keberhasilan ulama tersebut dalam
membinanya membawa kesan yang mendalam di hati Iqbal.
Dalam perkumpulan-perkumpulan para sastrawan di Lahore di mana sastra Urdu
berkembang pesat dan bahasa Parsi semakin terdesak, melalui simposium-simposium
persajakan, Iqbal sering membacakan sajak-sajaknya. Lantaran masih muda usia,
pengaruhnya saat itu baru terbatas pada kalangan pelajar saja.
Iqbal telah pula memberanikan diri mendeklamasikan sajaknya tentang Himalaya di hadapan
para anggota terkemuka organisasi sastra di Lahore. Semangat patriotisme tampak sekali
dalam sajak yang ditampilkan itu, sehingga karma api semangatnya members, mendapat
sambutan yang luar biasa, mempersonakan dan memukau kalangan sastra.
Nama Iqbal semakin mencuat dan menjadi terns bertambah populer di seluruh
tanah air, setelah sajaknya dimuat dalam majalah Meehan, suatu majalah yang memakai
bahasa Urdu. Melalui majalah tersebut nama beliau dikenal masyarakat luas sehingga
mendorong bagi majalah dan harian-harian lainnya untuk saling berebut meminta izin akan
menyiarkan sajak-sajaknya.
Menyadari akan keadaan yang mengancam dan mencekam menyeret dan menjerat umat Islam,
maka dikernukakankili gubahim dan gugahan perasaan api semangat melalui sajak-sajaknya.
Seorang orientalis kenamaan Sir Thomas W. Arnold yang memiliki pandangan yang lain
terhadap Islam adalah termasuk pula, gurunya. Ia melihat akan kecerdasan lqbal dan
menyarankan agar Iqbal sudi melanjutkan studinya ke Eropa. Saran tersebut dilaksanakan sehingga
pada tahun 1905 Iqbal melanjutkan studinya di Fakultas Hukum Universitas Cambridge Inggris
hingga kemudian memperoleh gelar kesarjanaan dalam ilmu tersebut.
Tertarik akan ilmu filsafat, ia juga sempat mengenyam tingkat doktoral dalam filsafat modern
pada Universitas Munich di Jerman dengan desertasi The Development of Metaphysics in
Persia (Perkembangan Metafisika di Persia) dengan nilai yang sangat memuaskan. Keberadaannya di
negeri Barat, dimanfaatkan untuk menyelami watak-watak dan sikap bangsa Barat. Ia
berkesimpulan bahwa timbulnya kesulitan, perebutan, keributan dan pertentangan di duma ini
lantaran sifat-sifat individualisms dan egoisme yang bersemayam pada diri mereka Berta paham
nasionalisme yang sempit. Ia telah menyaksikan bahwa dalam kebudayaan Barat, citra susila
telah digantikan dengan paham serba guns (utilitarisme) dalam bentuk kasar sehingga menjelma
menjadi komersialisme dengan segala akibat-akibatnya. Namun Iqbal juga mengagumi sikap dinamik
bangsa Barat yang tidak kenal males, putus asa atau tidur pulas manakala usahanya telah
tercapai. Di samping ilmu yang diraih dan diperoleh dari perguruan tinggi di Eropa, berbagai
perpustakaan yang tersebar di Cambridge, Berlin dan London seringkali dikunjungi. Ketika di Inggris ia
pernah menjabat guru besar bahasa dan sastra Arab pada universitas London selama enam bulan,
dan sekembalinya dari London ia mengajar filsafat dan sastra Inggris di India tanah kelahirannya.
Sebagai seorang muslim yang sejak kecil telah ditempa dan digembleng oleh ulama
kenamaan, maka ia telah memiliki bekal pengetahuan agama yang cukup luas. Ketika di London
seringkali ia diminta ceramah mengenai ke-Islaman.

C. Mulla Sadra

Mulla Sadra mempunyai name lengkap Shadr Al-Din Syirazi. Beliau lahir pada tahun
1572 M di Syiraz. Kemudian ia pindah ke Jisfahan, sebuah kota pusat kebudayaan yang
penting pads mass itu, dan melanjutkan studinya pads Mir Damad Mir Abul Qasim
Fendereski (wafat 1640). Tetapi akhirnya ia kembali ke Syiraz sebagai guru pada sebuah
sekolah agama (madrasah) yang didirikan oleh gubernur Propinsi Fars. Ia telah berziarah tujuh
kali ke Mekkah dengan berjalan kaki dan meninggal di Basharah pads tengah perjalanan
sepulang naik haji yang ketujuh kalinya pada tahun 1641 M.
Al-Syirazi membagi filsafat kepada dua bagian utama pertama yang bersifat teoritis yang
mengacu kepada pengetahuan tentang segala sesuatu sebagaimana adanya, dan kedua yang
bersifat praktis yang mengacu pads pencapaian kesempurnaan-kesempurnaan yang cocok
bagi jiwa. Perwujudan kegiatan pertama ialah pencapaian tujuan akhir semua pengejaran
teoritis, yakni yang menyalin atau mencerminkan dunia akali yang dengannya jiwa menjadi
sebuah dunia akali bagi dirinya sendiri, seperti yang telah diajukan oleh AI-Farabi dan Ibnu
Sina. Perwujudan kedua ialah mendekatkan diri kepada Tuhan melalui semacam imitato
Deo yang membuat jiwa berhak memperoleh suatu hak istimewa seperti itu. Identitas
tujuan filsafat dan dogma menurut pandangan ini adalah sempurna. Untuk memperkuat
argumentasinya ini ia mengutip ayat-ayat Al-Quran, hadis-hadis Nabi dan ucapan-
ucapan Imam Syiah pertama, yaitu Ali. Di tempat manapun ia tidak mengajukan semacam
keberatan atau kualifikasi yang oleh para penulis Sunni tentang masalah teologi ini dirasakan
perlu dinyatakan ketika berbicara tentang hubungan antara filsafat dengan dogma. Seperti
Al-Suhrawardi, Al-Syirazipun percaya kepada kesatuan kebenaran yang dilahirkan
melalui mats rantai yang berkesinambungan dari mulai Adam, Ibrahim, orang-orang Yunani,
para sufi Islam dan para filosof. Dalam risalahnya yang lain ia melukiskan secara
panjang lebar bagaimana Seth dan Hermes (Yang dapat disamakan dengan Idris Dalam
Al-Quran dan Enoch dalam Injil) bertanggung jawab adirinya sendiri, seperti yang telah
diajukan oleh AI-Farabi dun 11)iiii Sina. Perwujudan kedua ialah mendekatkan diri kepada
Tuhan melalui semacam imitato Deo yang membuat jiwa berhak memperoleh AMU] hak
istimewa seperti itu. Identitas tujuan filsafat dan dogma MellUrM pandangan ini adalah
sempuma. Untuk memperkuat argumentasinya ini ia mengutip ayat-ayat Al-Quran,
hadis-hadis Nabi dan ucapanucapan Imam Syiah pertama, yaitu Ali. Di tempat manapun ia
tidak mengajukan semacam keberatan atau kualifikasi yang oleh par LI pe'nulis Sunni tentang
masalah teologi ini dirasakan perlu dinyatakan ketika berbicara tentang hubungan antara
filsafat dengan dogma. Seperti Al-Suhrawardi, Al-Syirazipun percaya kepada kesatuan
kebenaran yang dilahirkan melalui mats rantai yang berkesinambungan dari mulai Adam,
Ibrahim, orang-orang Yunani, para sufi Islam dan para filosof. Dalam risalahnya yang lain
]a melukiskan secara panjang lebar bagaimana Seth dan Hermes (Yang dapat
disamakan dengan Idris Dalam Al-Quran dan Enoch dalam Injil) bertanggung jawab etas
penyebaran pengkajian kebijakan (Al-Hikmah) ke seluruh dunia.

Pemikiran Syirazi yang menarik lainnya adalah tentang sikapnya yang sangat hormat
terhadap Ibnu Sina namun darinya ia menolak dua terra utama, yaitu keabadian dunia dan
kemustahilan pembangkitan jasmani. Ia berpendapat bahwa semua filosof kuno, mulai dari
Hermes, Thaler, Pythagoras dan Aristoteles dengan suers bulat percaya bahwa dunia ini
diciptakan dalam waktu (helots). Para penerus merekalah yang sama sekali salah paharn
terhadap ajaran para bijaksanawan itu. Anggaplah begitu, tetapi tesis keabadian waktu
dan gerak tetap lidak dapat dipertahankan. Mengenai adanya kebangkitan jasmani ia
sejalan dengan pemikiran Imam Al-Ghazalitas penyebaran pengkajian kebijakan (Al-Hikmah)
ke seluruh dunia.
Pemikiran Syirazi yang menarik lainnya adalah tentang sikapnya yang sangat hormat
terhadap Ibnu Sina namun darinya ia menolak dua terra utama, yaitu keabadian dunia dan
kemustahilan pembangkitan jasmani. Ia berpendapat bahwa semua filosof kuno, mulai dari
Hermes, Thaler, Pythagoras dan Aristoteles dengan suara bulat percaya bahwa dunia ini
diciptakan dalam waktu (helots). Para penerus merekalah yang sama sekali salah paharn
terhadap ajaran para bijaksanawan itu. Anggaplah begitu, tetapi tesis keabadian waktu
dan gerak tetap lidak dapat dipertahankan. Mengenai adanya kebangkitan jasmani ia
sejalan dengan pemikiran Imam Al-Ghazali.

Anda mungkin juga menyukai