PENDAHULUAN
Perdebatan masalah filsafat Islam ternyata bukan hanya pada objek
kajianya saja, seperti Tuhan, Manusia dan Alam. Banyak dari kalangan para
penulis barat yang berpendapat bahwa Islam itu tidak mempunyai filsafat, karena
hampir semua paradigma filsafat di dalam Islam berasal dari yunani, terutama
tokoh-tokoh yang mendominasi pemikiran para filosof Muslim, yaitu Plato dan
Aristoteles.
Akan tetapi tidak semua pemikiran-pemikiran filsafat Islam hasil
pengadopsian dari yunani belaka, memang sebagian hasilnya dari Yunani, tetapi
jika dilihat dari fakta sejarah, islam sebelum masa helenisme sudah mempunyai
pemikiran teologi atau ada yang menyebutnya kalam awal, yang kerap sekali
diperdebatkan, dan sistem ini tidak luput dari rasionalisme, dan silogisme. Jadi,
sistem teologi inilah yang disebut filsafatnya orang Islam, ditambah lagi dengan
para Sufi teosofi yang mensintesiskan antara rasional dengan intuisi, dan hal
seperti itu menghasilkan teori baru yang khas dari Islam dan tidak ada di dalam
pemikiran barat. Lantas apakah faktor penyebab terjadinya kontroversi filsafat
Islam? Lalu apakah dampak dari kontroversi tersebut dalam perkembangan
filsafat islam?
PEMBAHASAN
A. FAKTOR MUNCULNYA KONTROVERSI FILSAFAT ISLAM
Tidak bisa dipungkiri, bahwa setiap kelompok masyarakat tersebut
memiliki filsafat tersendiri, tanpa memandang keaslian dan keterpengaruhannya
dengan filsafat kelompok masyarakat lain. Karena proses akulturasi peradaban
antar kelompok masyarakat, tidak dapat dipungkiri, pasti terjadi bagaimana pun
bentuk dari akulturasi tersebut; apakah peradaban asli akan kalah oleh peradaban
pendatang, atau peradaban pendatang yang akan tunduk terhadap peradaban asli,
atau mungkin keduanya saling berkomunikasi dan melahirkan sebuah perad aban
baru yang merupakan campuran dari keduanya.
Islam, sebagai sebuah kelompok masyarakat, juga memiliki pemikiran
filsafati yang kemudian dinamai dengan filsafat Islam. Penamaan “filsafat Islam”
muncul belakangan. Artinya, frasa ini tidak terdapat dalam masyarakat Islam
terdahulu atau masyarakat Islam awal. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika
penamaan tersebut kemudian mengundang kontroversi. Filsafat Islam seolah-olah
adalah sebuah frasa yang saling bertolak belakang.
Dalam hal ketuhanan, dia terpengaruh dengan keyakinan rakyat Yunani
yang ada kala itu. Melepaskan diri dari segala pengaruh adalah hal yang mustahil,
tidak mungkin sama-sekali. Dengan begitu, frasa filsafat Islam tidaklah
merupakan frasa yang saling bertolak belakang.
Orang Islam, tatkala berfilsafat, tidak meninggalkan pengaruh lingkungan
dan Islam yang telah ada di dalam jiwa mereka. Akan tetapi mereka berusaha
mengokohkan kaidah-kaidah agama dengan logika Islam serta berusaha
menjadikan filsafat sejalan dengan agama. Mereka berusaha membuktikan
kebenaran agama sekaligus filsafat. Oleh karenanya, Islam bukanlah penghalang
bagi mereka untuk berpikir. Justru Islam membantu mereka untuk senantiasa
berpikir.
Selain perdebatan masalah kontradiksi makna frasa “filsafat Islam”,
penamaan filsafat yang lahir di dalam masyarakat Islam dengan sebutan filsafat
Islam pun juga menjadi poin perbedaan di antara kalangan sejarawan.
Argumen mereka terangkum dalam dua hal, pertama, jika filsafat tersebut
dinamai dengan filsafat Islam, akan mengesampingkan pemikiran filsuf non-
muslim yang punya andil di dalam filsafat ini. Kedua, penamaan filsafat Arab
merupakan penamaan yang pas dan sesuai dengan realita karena karya-karya para
filsuf ini tertulis dengan bahasa Arab.
Pendapat kedua, filsafat ini layak dan pas jika dinamai dengan filsafat
Islam. Di antara yang menyatakan demikian adalah tokoh orientalis.
Di zaman modern ini perdebatan sengit tentang masalah penamaan kata
filsafat islam sangat intens sekali. Banyak sekali buku-buku filsafat islam di
namai dengan judul buku Filsafat Islam, akan tetapi kebanyakan sang penulis
jarang sekali memikirkan ketepatan penempatan filsafat Islam itu sendiri.
Misalnya, ada sebagian ahli filsafat yang mengasumsikan bahwa filsafat dengan
Islam itu adalah dua entitas yang berbeda bahkan susah untuk disatukan, karna
memang ajaran filsafat yang datang dari yunani sangat bertolak belakang sekali
dengan ajaran islam. Oleh karnanya golongan ini menamainya dengan filsafat
muslim, karna yang mempelajari filsafat itu sendiri orang muslim. Dan ada juga
sebagian yang memprobelmkan dari segi bahasa, bahwa ketepatan untuk judul
filsafat islam ini bukan filasafat islam, tapi filsafat arab, karna awal mula yang
mempelajari filsafat dalam islam adalah orang arab dan semua filsafat dalam
islam identik dengan bahasa arab. bahkan madjid fkhri yang menyebut karya
monumentalnya dengan filsafat islam (islamic philosophy) juga malah
menganggap nama filsafat arab lebih tepat ketimbang filsafat islam dan filsafat
muslim.
Selain kedua nama tersebut ada juga yang mengusulkan nama lain, yaitu
“filsafat dalam islam”, karna inilah filsafat yang dikembangkan oleh para pemikir
muslim dalam masyarakat islam.
Namun saya sendiri lebih cenderung dan sepakat dengan apa yang di
katakan Dr.Mulyadi Kartanegara bahwa yang paling tepat untuk judul filsafat
islam adalah Filsafat islam dengan beberapa alasan.
Ilham adalah inspirasi atau pancaran ilahi yang ditiupkan ruh suci ke
dalam hati nabi atau wali. Inspirasi atau intuisi pada prinsipnya dapat diterima
setiap orang. Oleh sebab itu, di satu sisi epistemologi Islam berpusat pada Allah,
dalam arti Allah sebagai sumber pengetahuan dan kebenaran, tetapi di sisi lain,
Epistimologi barat
11 Ibn Sina, Ahwāl al-Nafs, ter. M.S. Nasrullah (Bandung: Pustaka Hidayah, 2009), 167-
8.
12 Suparman Syukur, Epistemologi dalam Filsafat Ibn Rusyd (Yogyakarta: IAIN Sunan
Kalijaga, 1996), 145.
demikian pula halnya dengan corak pengetahuan yang berkembang di dunia
Barat. Pengetahuan yang berkembang disana memiliki karakteristik seperti
rasional, sekuler, pragmatis dan cenderung mengarah pada bentuk-bentuk
eksploitasi alam sekitarnya.13
Barat sekarang ini telah mencapai kemajuan yang begitu pesat, berbagai
belahan dunia merasa tertarik menjadikan Barat sebagai referensi dalam
mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Barat dianggap mampu
menyajikan berbagai temuan baru secara dinamis dan varian, sehingga
memberikan sumbangan yang besar terhadap sains dan teknologi modern.
Pengaruh Barat ini makin meluas, bukan saja dari segi wilayahnya, melainkan
disamping sains dan teknologi, juga sampai pada persoalan gaya hidup, gaya
berpakaian dan sebagainya.
Ilmu pengetahuan Barat ini diletakkan dalam posisi yang berbeda dengan
kebudayaan timur, bukan karena menafikan keterpengaruhan dan kontribusi
peradaban Timur terhadap ilmu pengetahuan Barat, namun karena ilmu
pengetahuan Barat sejak renaissance (aufklarung) telah menciptakan bentuk dan
paradigma baru yang diderivasikan dari corak pemikiran rasionalistis dan
antropomorpis serta sekularisasi kosmos. Bentuk baru ini melahirkan ilmu
pengetahuan yang monolitik dan unilateral.
14 M. A. Brouwer, Sejarah Filsafat Barat Modern, (Bandung: Alumni, 1986), hlm. 25-28
sedangkan yang disebut belakangan tiada lain adalah pengertian umum. Di sini
Socrates memunculkan pengetahuan yang bersifat umum sebagai pengetahuan
yang benar, dan pengetahuan yang khusus sebagai pengeta-huan yang
kebenarannya relatif.15
15
Ahmad Tafsir, Filsafat Umum Akal dan Hati Sejak Thales sampai James, (Bandung:
Remaja Rosda Karya, 1991),
16P. Hardono Hadi, Epistemologi, saduran dari Kenneth T. Gallagher, “The Philosophy
of Knowledge”, (Yogyakarta: Kanisius, 1994), hlm. 28-29
Filsafat Barat adalah hasil pemikiran radikal oleh para filosof Barat sejak
abad pertengahan sampai abad modern. Sedangkan Filsafat Islam adalah berpikir
bebas, radikal dan berada pada taraf makna yang mempunyai sifat, corak dan
karakter yang menyelamatkan dan kedamaian hati.
Perjalanan filsafat Barat dimulai dari masa Yunani Kuno, yang terfokus
pada pemikiran asal kejadian alam secara rasional. Segala sesuatu harus atas dasar
logika. Kemudian masa abad pertengahan filsafat berubah arah menjadi bersifat
teosentrik, segala kebenaran ukurannya adalah ketaatan pada Gereja. Maka
mereka banyak yang berasal dari kalangan pendeta (agamawan). Pada perjalanan
berikutnya para pendeta dogmatis itu ditinggal para ilmuwan yang kemudian
beralih pada pemikiran yang bercorak bebas, radikal, dan rasional yang realis.
Filsafat Islam segala bentuk pemikiran ilmuwan Muslim yang mendalam
secara teoritis maupun empiris, bersifat universal yang berlandaskan Wahyu.
Filsafat Islam merupakan pengembangan filsafat Plato dan Aristoteles yang telah
dilandasi dengan ajaran Islam dan memadukan antara filsafat dan Agama, filsafat
yang berciri religius dan berusaha sekuat tenaga memasukkan teks agama dengan
akal.
Tujuan Filsafat barat dan filsafat Islam sebenarnya hampir sama. Namun
karena terjadinya perbedaan agama maka pada filsafat Islam ada yang
membatasinya, yaitu menyelidiki segala sesuatu yang ada secara mendalam
dengan mempergunakan akal sampai pada hakikatnya, jadi dalam filsafat
objeknya tidak membatasi diri. Dalam filsafat membahas tentang objeknya sampai
kedalamannya, sampai ke radikal dan totalitas.
Filsafat Islam bertujuan sebagai berikut:
Pengkajian filsafat dapat membawa kepada perubahan keyakinan dan
nilai-nilai dasar seseorang, yang pada gilirannya dapat mempengaruhi arah
kehidupan yang lebih baik. Pengkajian filsafat dapat membuahkan kebebasan dari
dogmatisme, toleransi terhadap pandangan-pandangan orang yang berbeda, serta
kemandirian intelektual.
Kebebasan intektual dan sikap-sikap lainnya yang berkaitan, akan kita
peroleh dengan mengkaji persoalan-persoalan filsafat secara mendalam. Filsafat
adalah penilaian kritis. Tujuan berfilsafat bukan sekedar meninjau berbagai
macam teori, tetapi juga menilainya secara kritis. Sehingga, sikap kritis akan
senantiasa kita peroleh.17
Perbedaan antara Filsafat umum dan Islam.
1. Theosentris (berpusat pada Tuhan) sebuah pemikiran dimana semua proses
dalam kehidupan di muka bumi ini akan kembali kepada Tuhan. Contoh: Guru
harus berorientasi kepada Allah yang artinya bahwa segala sesuatu harus diniati
karena Allah.(Islam). Anthroposentris (berpusat pada manusia) adalah teori etika
lingkungan yang memandang manusia sebagai pusat dari sistem alam semesta.
Contoh: Belajar tapi dengan niat yang salah (Umum/barat)
17 http://makalahqw.blogspot.com/2014/05/filsafat-islam-definisi-obyek-kajian.html.
8. Apa yang di dapat dari akal dan ilmu terikat oleh Norma dan nilai (Islam).
Akal dan ilmu bebas nilai (barat).
9. Terdapat hak-hak Tuhan dan manusia lainnya terhadap ilmu yang dimiliki oleh
seseorang (Islam). Tidak membahas hak-hak Tuhan , paling tinggi pendidikan di
dasrkan pada kemanusiaan (humaniora) (Barat).
10. Tujuan pendidikan adalah terbentuknya insan kamil (Islam). Tujuan
pendidikan adalah agar manusia dapat hidup lebih baik sejahtera dan bahagia
dalam hidupnya (Barat). 18
KESIMPULAN
Epistimologi menurut Islam, akal atau rasiolah yang paling dominan
sebagai sarana untuk memperoleh pengetahuan yang benar dengan menggunakan
metode demonstratif (burhāni). Posisi al-Qur‟an dan al-hadis bagi mereka adalah
hanya sebagai alat legitimasi, sehingga penerapannya dengan cara memberikan
ta’wīl yang rasional.
Epistimologi menurut Barat berusaha menjauhkan diri dari pengaruh dan
keterlibatan agama dalam upaya mengembangkan dan menghasilkan pengetahuan.
REFERENSI
Al-Ahwani, Fu’ad. Dirāsat al-Falsafah al-Islāmiyyah (Mesir: Dar al-Fikr, tt), 85.
Asy’arie, Musa. Filsafat Islam, Kajian Ontologis, Epistemologis, Aksiologis, dan
Perspektif (Yogyakarta: LESFI, 1992), 23-24.
Brouwer, M. A. Sejarah Filsafat Barat Modern, (Bandung: Alumni, 1986), hlm.
25-28
Hartoko, Dick. Kamus Populer Filsafat (Jakarta: Rajawali Press, 1986), 79.
Hadi, P. Hardono. Epistemologi, saduran dari Kenneth T. Gallagher, “The
Philosophy of Knowledge”, (Yogyakarta: Kanisius, 1994), hlm. 28-29
http://makalahqw.blogspot.com/2014/05/filsafat-islam-definisi-obyek-kajian.html.
https://www.scribd.com/doc/39309031/Perbedaan-Antara-Filsafat-Umum-Dan-
Islam-Tugas-UTS-FPI
18https://www.scribd.com/doc/39309031/Perbedaan-Antara -Filsafat-Umum-Dan-Islam-
Tugas-UTS-FPI
Kartanegara, Mulyadi. Panorama Filsafat Islam (Bandung: Mizan, 2002), 58.
M. Amien, Miska. Epistemologi Islam (Jakarta: Universitas Indonesia, 1983), 10-
1.
Muslih, Muhammad. Filsafat Ilmu (Yogyakarta: Belukar, 2008), 7.
S. Suriasumantri, Jujun. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer (Jakarta: Sinar
Harapan, 1983), 105.
Setiawan, Mahbub. Epistimologi Barat; 2
Sina, Ibn. Ahwāl al-Nafs, ter. M.S. Nasrullah (Bandung: Pustaka Hidayah, 2009),
167-8.
Suhartono, Suparlan. Filsafat Ilmu Pengetahuan (Yogyakarta: al-Ruzz Media,
2008), 117.
Syukur, Suparman. Epistemologi Islam Skolastik (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2007), 42.
Syukur, Suparman. Epistemologi dalam Filsafat Ibn Rusyd (Yogyakarta: IAIN
Sunan Kalijaga, 1996), 145.
Tafsir, Ahmad. Filsafat Umum Akal dan Hati Sejak Thales sampai James,
(Bandung: Remaja Rosda Karya, 1991)
Wahyudi, Imam. Pengantar Epistemologi (Yogyakarta: LIMA dan Faisal
Fondation, 2007), 87.