Anda di halaman 1dari 26

Nama : Tahmi Dillah

Nim : 211003010
Mata Kuliah : Filsafat Ilmu
Prodi : PAI
Semester : Ganjil/2020-2021
Pengasuh : Prof. Dr. Hasbi Amiruddin, MA/ Dr. Nurma Dewi, MA.
Tugas : Resume buku Filsafat Ilmu dalam Perspektif Islam

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Filsafat Ilmu dalam sejarahnya dikenalkan dan dikembangkan oleh
ilmuwan-ilmuwan dari peradaban Barat. Malah ada yang berpendapat bahwa
Yunani lah kota yang menjadi tonggak kelahiran filsafat ilmu. Apalagi jika
ditelusuri dijejeran buku yang dijual di toko-toko buku tidak jauh berbeda, bahkan
dapat dikatakan lebih banyak buku-buku filsafat berasal dari pikiran Barat, karena
pembelinya juga para mahasiswa dari fakultas atau jurusan filsafat yang banyak
terdapat di universitas-universitas umum.
Ilmuwan muslim sebagai penegak peradaban Islam harus mampu dan
berani mengedepankan gagasasn Islam tentang ilmu, dan memberikan pengajaran
filsafat Islam tentang ilmu kepada seluruh calon ilmuwan muslim sebagai ujung
tombak peradaban Islam masa depan. Jika Ilmuwan Muslim tidak berusaha
mengkaji lagi sumber-sumber yang ada dalam khazanah warisan kaum muslimin
mengenai ilmu filsafat ilmu, seperti komentar Prof.Juhaya, generasi muslim masa
datang akan larut dengan perkembangan pemikiran Barat yang telah berkembang
pesat. Dan sangat mungkin mereka juga akan ikut seperti kecenderungan ilmuwan
Barat yang menganggap bahwa sesungguhnya tidak ada akar filsafat dalam tradisi
Islam, karena itu apa yang dilakukan oleh ilmuwan Muslim selama ini hanya
menjadi peniru para filosof Yunani saja atau filsafat yang dikembangkan oleh
ilmuwan-ilmuwan Barat modern.
B. Pertanyaan-Pertanyaan yang Mengusik
Dari sejarah dapat kita lihat Islam lahir setelah sekian ratus tahun
berkembangnya berbagai ilmu dikalangan manusia. Namun, bila kita
memperhatikan sejarah lahirnya Islam sesungguhnya justru ingin meluruskan
berbagai ilmu dan keyakinan yang keliru dipraktekan oleh manusia ketika itu.
Penelitian ini merumuskan beberapa pertanyaan sebagai masalah yang
akan dijawab dalam penelitian ini. Pertanyaan-pertanyaan tersebut diantaranya (1)
Apakah ada akar filsafat dalam tradisi Islam?.(2) Kalau ada bagaimana filsafat
ilmu dalam Islam?.(3) Apa perbedaan filsafat Ilmu dalam tradisi Islam dan konsep
Barat?.(4) Apa dampak negatifnya jika ilmuwan Islam secara tidak sadar terus
terpengaruh dan mengikuti hanya tradisi filsafat Barat termasuk dalam filsafat
ilmu.
C. Signifikansi Buku ini
Buku ini yang berasal dari sebuah penelitian berusaha menjawab
pertanyaan-pertanyaan yang telah disebutkan pada point diatas. Dengan
ditemukan jawaban-jawaban ini akan dapat memberikan pencerahan kepada umat
manusia, bahwa Islam memeiliki konsep tersendiri terhadap ilmu mulai dari mana
sumber ilmu, bagimana cara memperolehnya, dan untuk apa ilmu dikembangkan.
D. Perlunya Mengangkat Tradisi Ilmu dalam Islam
Pengkajian filsafat ilmu dalam perpektif Islam bertujuan untuk
menemukan teori filsafat ilmu dari akar tradisi filsafat Islam sendiri yang
kemudian diharapkan dapat membekali para ilmuwan muslim kemampuan
memahami apa hakikat ilmu itu sendiri, dari mana ilmu diperoleh dan untuk apa
ilmu itu dimiliki. Diharapkan para ilmuwan muslim menyadari potensi dirinya,
kesempatan, tanggung jawab dan amanah yang diemban sehingga tidak akan salah
dalam penggunaannya.
E. Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatatif yang bersifat deskriptif
analistis. Data yang digunakan adalah data kualitatif. Data kualitatif merupakan
sumber dari deskripsi yang luas, serta memuat penjelasan dalam lingkup segmen
tertentu. Adapun dalam penelitian ini teknik pengumpulan data dilakukan melalui
teknik dokumentasi. Kegiatan analisis data terjadi secara bersamaan, melalui
reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.
BAB II
FILSAFAT
A. Pemikiran Filsafat dan Sejarahya
Pemikiran merupakan ciri yang tidak dapat dipisahkan dari manusia.
Manusia (Adam) sejak diciptakan oleh Allah dinobatkan sebagai makhluk
mulia karena kelebihan dalam bidang akal, yaitu suatu alat yang dapat
memiliki ilmu. Namun tidak ada informasi pasti mengenai pemikiran-
pemikiran manusia yang tidak dapat diwariskan kepada kita sebelum sampai
pada masa bahasa tulisan ditemukan.
Ahli pikir pertama kali muncul adalah Thales (±625-645 SM) yang
berhasil mengembangkan geometri matematika. Liokippos dan democritos
mengembangkan teori materi, Hipocrates mengembangkan teori tentang moral.
Plato mengembangkan teori tentang ide, Aristoteles mengembangkan teori
yang menyangkut dunia dan benda, dan berhasil mengumpulkan data 500 jenis
binatang (ilmu biologi). Suatu keberhasilan yang luar biasa dari Aristoteles
adalah menemukan system pengaturan pemikiran (logika formal) yang sampai
sekarang masih dikenal.
Para ahli pikir Yunani kuno ini mencoba membuat konsep tentang asal
mula alam semesta. Walaupun sebelumnya sudah ada konsep tersebut. Akan
tetapi konsepnya bersifat mitos yaitu mite kosmogonis (tentang asal usul alam
semesta) mite kosmogonis (tentang asal usul serta sifat kejadian-kejadian dalam
alam semesta). Karena konsep mereka sebagai mencari asal mula alam
semesta, maka mereka disebutnya sebagai filosof alam.
Di abad pertengahan, lembaga-lembaga pendidikan yang dibangun di
Eropa dicirikan dengan dominasi gereja termasuk lembaga pendidikan tingkat
universitas. Sebenarnya saat itu sudah mulai lagi berkembangnya filsafat. Di
antara tokoh yang dikenal ketika itu Santo Agustinus, dialah yang berusaha
mencoba menggunakan prinsip-prinsip filsafat, terutama pandangan-pandangan
Plato dan neo Platonis, untuk menjabarkan dogma-dogma kekristenan.
B. Konsep Dasar Filsafat
1. Pengertian filsafat
Filsafat yang secara etimologis berasal dari bahasa Yunani,
philosophia, philos artinya suka, cinta atau kecendrungan pada sesuatu dan
sopia artinya kebijaksanaan. Ketika digabung menjadi Philosophia yang
dalam bahasa Indonesia mejadi filsafat secara sederhana berarti cinta kepada
kebijaksanaan. Kata falsafah dalam bahasa Arab juga sering dibuat padanan
dengan ilmu hikmah. Jadi dapat kita katakana bahwa filsafat adalah ilmu
yang dengan ilmu itu akan melahirkan kebijaksanaan.
2. Ciri-ciri berpikir filsafat
Berfikir filsafat memiliki karakteristik tersendiri yang dapat
dibedakan dari bidang ilmu lain. Di antara ciri berfikir kefilsafatan misalnya
radikal, universal, konseptual, koheren, sistematik, komprehensif dan bebas
dari prasangka social historis cultural bahkan juga bisa bebas dari pengaruh
agama dan yang paling penting lagi adalah bertanggungjawab.
Definisi lain, berfikir secara filsafat dicirikan secara bebas, sampai
batas-batas yang luas, maka setiap filsafat boleh dikatakan merupakan suatu
hasil pemikiran yang bebas dari prasangka-prasangka social, historis,
cultural bahkan juga ada yang berpendapat bebas dari pengaruh pemahaman
agama-agama tertentu.
3. Objek filsafat
Inu Kencana Syafi’I ketika membahas objek filsafat menyebutkan
yang dimaksud objek filsafat adalah sesuatu yang akan diamati, diteliti dan
dipelajari serta dibahas sebagai kajian inti. Dalam penjabarannya objek
tersebut terdiri dari objek material dan objek formal.
4. Cabang-cabang filsafat
Bidang utama filsafat yaitu ontology, epistimologi, dan aksiologi
merupakan landasan pengembangan ilmu pengetahuan. Landasan ontology
merupakan ilmu yang berkaitan dengan hakikat ilmu. Sebab secara
ontologis, ilmu mengkaji realitas sebagaimana adanya (das sein). Landasan
epistimologis ilmu berkaitan dengan aspek-aspek metodologis ilmu dan
sarana berfikir ilmiah lainnya seperti bahasa, logika, matematika, statistika.
Landasan aksiologi ilmu berkaitan dengan dampak ilmu bagi umat manusia.
BAB III
AKAR DAN FILSAFAT ISLAM

A. Filsafat Islam dan Sejarahnya


Sejak awal diangkatnya Muhammad sebagai nabi, Islam telah memulai
memotivasi umat untuk mengembangkan ilmu. Al-Qur’an yang merupakan
wahyu Allah yang dijadikan sebagai pedoman hidup kaum muslimin
mengandung berbagai ilmu yang sering dijadikan sumber inspirasi melahirkan
filsafat oleh para filosof. Misalnya ilmu geometri, astronomi, geologi,
matetamatika.
Masa-masa kejayaan Islam telah lahir begitu banyak ilmuwan-ilmuwan
Islam di berbagai bidang ilmu, termasuk dibidang filsafat. Dalam lingkungan
tradisional, terdapat anggapan lazim bahwa filosof pertama yang muncul dalam
dunia muslim adalah seorang Persia bernama Irasnshari yang mencoba
membawa filsafat ke Timur yang dianggap rumah asalnya oleh para filosof
sesudahnya dari Al-Farabi hingga Suhrawardi.
Sejumlah filosof sudah sangat dikenal dalam dunia filsafat seperti Al-
Kindi, Ibnu Sina, Al-Ghazali, Mula Sadra dan Ibnu Rusyd. Ketika Islam sudah
berkembang ke Spanyol (Andalusia) umat Islam juga membangun lembaga
pendidikan di sana sampai tingkat universitas. Sebagaimana telah disinggung
sebelumnya bahwa masa-masa tersebut Eropa sedang dalam kemunduran,
banyak masyarakatnya yang tidak terdidik, maka kebanyakan masyarakatnya
ketika itu memasuki universitas-universitas yang dibangun oleh umat Islam,
disini juga mereka belajar ilmu filsafat kembali yang menginspirasi mereka
untuk membangun kembali bangsa Eropa yang terkenal dengan renaissance.
B. Pandangan barat pada Filsafat Islam
Barat sering meremehkan umat Islam dalam hal filsafat. Ada diataranya
para orienralis mengatakan bahwa orang Islam hanya peniru para filosof
Yunani saja. Tidak ada akar filsafat dalam tradisi Islam. Misalny Annemarie
Schimmel, ketika menulis Islam Interpretatif: Upaya menyelami Islam dari inti
ajaran, aliran-aliran sampai realitas modern, menulis bahwa ‘diskusi antar
berbagai aliran teologis, juga karena bertambahnya kontak dengan agama asing
karena kerajaan Islam meluas, yang terinspirasakan pada abad X dan XI.
Banyak konsep dalam ilmu pengetahuan menempatkan warisan Arab
Islam, nama-nama bintang, istilah-istilah matematika seperti aljabar, algoritma
juga penomoran Arab, misalnya nol yang asli dari India dan dibawa ke barat
oleh kaum muslim optic geometri juga merupakan bagian warisan Islam dan
beragam desain geometris artistic yang tak terhingga dalam dekorasi dan
kontruksi stalaktis menunjukkan skil kaum muslim yang tinggi dalam
menggabungkan problem-problem matematis.
Beragam uraian dikemukakan oleh para pakar tentang persoalan yang
dibahas dalam epistimologi, tetapi agaknya tidak dapat menyimpulkan bahwa
bidang filsafat ini mempertanyakan: 1. Darimana sumber pengetahuan?
Bagaimana manusia mengetahuinya? 2. Apa watak pengetahuan? Apakah
sesuatu yang diketahui itu ‘ada’ wujudnya di alam nyata? Kalau dia ada apakah
manusia dapat menjangkaunya? Apakah pengetahuan kita, yang ada dalam
benak kita benar adanya? Bagaimana kita membedalan yang benar dan yang
salah?.
C. Faktor-Faktor yang Mendorong Berdirinya Ilmu Kalam
1. Faktor intern
a. Pesan-pesan dalam Al-qur’an
Al-ur’an diturunkan kepada nabi Muhammada SAW, pertama
kali seruan dakwah kepada tauhid, mempercayai kenabian, dan hal-hal
yang berhubungan dengannya. Bersamaan dengan menyeru kepada
tauhid Al-ur’an juga menyinggung golongan-golongan agama yang
meperaktikkan kehidupan yang menyimpang lalu Al-Qur’an
menolaknya dan membatalkan pendapat-pendapat mereka.
Seperti tertera dalam sejarah sebagian kaum musyirik
menuhankan bintang, lalu A-Qur’an menolak sikap masyarakat
tersebut. (Al-An’am: 76-78).

2َ ِ‫فَلَ َّما َجنَّ َعلَ ْي ِه اللَّ ْي ُل َرَأى َك ْو َكبًا قَا َل َه َذا َربِّي فَلَ َّما َأفَ َل قَا َل اَل ُأ ِح ُّب اآْل فِل‬
‫ين‬

َ‫فَلَ َّما َرَأى ا ْلقَ َم َر بَا ِز ًغا قَا َل َه َذا َربِّي فَلَ َّما َأفَ َل قَا َل لَِئنْ لَ ْم يَ ْه ِدنِي َربِّي َأَل ُكونَنَّ ِمن‬
2َ ِّ‫ضال‬
‫ين‬ َّ ‫ا ْلقَ ْو ِم ال‬

‫س بَا ِز َغةً قَا َل َه َذا َربِّي َه َذا َأ ْكبَ ُر فَلَ َّما َأفَلَتْ قَا َل يَا قَ ْو ِم ِإنِّي بَ ِري ٌء‬ َّ ‫فَلَ َّما َرَأى ال‬
َ ‫ش ْم‬
َ‫ش ِر ُكون‬
ْ ُ‫ِم َّما ت‬

‫ين‬ ْ ‫ض َحنِيفًا َو َما َأنَا ِمنَ ا ْل ُم‬


2َ ‫ش ِر ِك‬ َ ‫ت َواَأْل ْر‬
ِ ‫اوا‬ َّ ‫ِإنِّي َو َّج ْهتُ َو ْج ِه َي لِلَّ ِذي فَطَ َر ال‬
َ ‫س َم‬

Artinya: 76. ketika malam telah gelap, Dia melihat sebuah bintang
(lalu) Dia berkata: "Inilah Tuhanku", tetapi tatkala bintang itu
tenggelam Dia berkata: "Saya tidak suka kepada yang tenggelam."
77. kemudian tatkala Dia melihat bulan terbit Dia berkata: "Inilah
Tuhanku". tetapi setelah bulan itu terbenam, Dia berkata:
"Sesungguhnya jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaKu,
pastilah aku Termasuk orang yang sesat." 78. kemudian tatkala ia
melihat matahari terbit, Dia berkata: "Inilah Tuhanku, ini yang
lebih besar". Maka tatkala matahari itu terbenam, Dia berkata: "Hai
kaumku, Sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu
persekutukan.

Al-Qur’an juga meminta kepada umat Islam agar


menyampaikan nasihat yang baik kepada golongan yang menyimpang
dengan memberikan argument yang berdasar metode yang lebih baik
(An-nahl: 125). Selain penolakan dari Al-Qur’an terhadap pemikiran
dan praktik menyimpang umat Islam memerlukan metode dan argument
yang tepat untuk menolak ketidak benaran argumen yang
dikembangkan oleh kaum musyrikin seperti pesan Al-Qur’an.
b. Pertemuan dengan masyarakat taklukan
Seperti dicatat oleh sejarah sejak awal munculny Islam terus
berkembang, baik dakam bentuk wilayah maupun kualitas umatya.
Setelah daerah taklukan semakin luas dan Negara sudah berjalan stabil
serta perkembangan ekonomi telah dapat mensejahterakan rakyatnya,
mulailah muncul keinginan-keinginan para iluwan untuk
mengembangkan ilmu sehingga munculnya pemikiran-pemikiran baru.
Ketika inilah potensi telah digunakan secara maksimal sampai
munculnya pemikiran tingkat filsafat.
c. Pengaruh ilmuwan-ilmuwan Islam
Pada periode awal lahirnya Islam kebanyakan kaum muslimin
percaya pada takdir dengan iman secara kuat dan buta, tanpa membahas
secara mendalam. Tetapi periode kemudian datang ilmuwan-ilmuwan
Islam yang mengumpulkan ayat-ayat sekitar maslaah tersebut, dan
membahasnya secara mendalam yang sama dengan teori-teori filsafat.
2. Faktor ekstern
Pada awalnya umat Islam, terutama kaum Mu’tazilah,
memusatkan perhatiannya pada dakwah untuk masyarakat muslim
sendiri. Tetapi ketika wilayah Islam meluas mereka berhadapan dengan
masyarakat non muslim bahkan sebagian mereka masih membenci
Islam. Ketika berhadapan dengan masyarakat seperti itu mereka
membutuhkan argument-argumen hujjah yang dapat meyakinkan
mereka, karena mereka juga telah mempersiapkan diri dengan argument
lawan-lawannya kecuali mereka sudah mempelajari pendapat-pendapat
mereka serta argumennya.
D. Perbedaan Metode Ilmu Kalam dengan Filsafat Barat
Kaum muslimin mulai menarik perhatian pada filsafat Yunani,
terutama sekali sesudah ada buku-buku terjemahan mengenai filsafat Yunani
ke dalam bahasa Arab sejak khalifah Al-Mansur (754-775 M). Perhatian
terhadap filsafat ini baik dari kalangan mutakallimin maupun ahli-ahli filsafat
muslim seperti Al-Kindi, Al-Farabi, Ibnu Sina dan lain-lain. Mutakallimin
mengambil filsafat Yunani dan mempertemukannya dengan ajara-ajaran
Islam yang lahirnya seperti bertentangan, lalu dibuang yang bertentangan dan
diambil yang tidak bertentangan dengan ajaran Islam.
Ada perbedaan cara berpikir mutakklaimun dengan para filosof
sekuler. Mutakallimin itu lebih dahulu percaya pada pokok persoalan iman
dan menetapkan kebenarannya dan mempercayainya. Kemudian mereka
menggunakan dalil-dalil pikiran untuk membuktikannya. Mereka
membuktikannya dengan akal pikiran sebagaimana A-Qur’an
membuktikannya dengan wujdan. Adapun ahli-ahli filsafat membahas
persoalan-persoalan itu secara bebas dan pikiran mereka bebas dari pengaruh-
pengaruh kepercayaan agama.
E. Kontroversi Tentang Filsafat di Kalangan Muslim
Filsafat termasuk dari tradisi intelektual Islam, tetapi terdapat juga di
kalangan umat Islam, yang antipasti dengan teori berpikir filsafat. Yang
antipasti karena menganggap filsafat barang impor yang mengandung unsur-
unsur sekularisme dan atheisme relativisme, pluralism dan liberalism.
Berdasarkan pemikiran tersebut filsafat dianggap telah menggiring pelakunya
kepada sikap anti-Tuhan dan anti agama, mendewakan akal, melecehkan Nabi
dan sebagainya. Namun para ilmuwan muslim yang berkecimpung dengan
teori-teori filsafat tidak melihat ada pendapat seperti yang dituduhkan itu.
Yang setuju dengan filsafat mereka menganggap filsafat bukan sebagai sikap
mental, tetapi merupakan proses nalar dan kearifan dalam Islam.
BAB IV
FILSAFAT ILMU
A. Defenisi dan Tujuan
Filsafat Ilmu merupakan cabang filsafat yang membahas masalah
ilmu, yang selanjutnya dianalisis mengenai ilmu pengetahuan, dan cara
bagaimana pengetahuan ilmiah diperoleh. Filsafat ilmu adalah merupakan
penyelidikan tentang ciri-ciri pengetahuan ilmiah dan cara untuk
memperolehnya. Perhatian filsafat ilmu adalah proses penyelidikan ilmiah itu
sendiri.
Filsafat ilmu sebagai sarana pengujian penalaran ilmiah, sehingga
orang menjadi kritis terhadap kegiatan ilmiah. Maksudnya seorang ilmuwan
memiliki pandangan yang luas tidak boleh hanya terbatas dalam bidang
ilmunya sendiri, sehingga dapat menghindarkan diri dari sikap solipsistik,
yaitu menganggap hanya pendapatnya yang paling benar.
Filsafat Ilmu juga bertujuan untuk menyadarkan seorang ilmuwan agar
tidak terjebak ke dalam pola pikir 'menara gading' yakni hanya berpikir murni
dalam bidangnya tanpa mengaitkannya dengan kenyataan yang ada di luar
dirinya. Padahal setiap aktivitas keilmuwan nyaris tidak dapat dilepaskan dari
konteks kehidupan sosial-kemasyarakatan di sekitarnya
B. Objek Material dan Formal Filsafat Ilmu
Objek material dari filsafat ilmu adalah ilmu pengetahuan itu sendiri.
Ilmu pengetahuan disusun secara sistimatis dengan metode ilmiah tertentu,
sehingga dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya secara umum.
Pengetahuan lebih bersifat dan didasarkan atas pengalaman sehari-hari.
Sementara ilmu pengetahuan adalah pengetahuan yang bersifat khusus dengan
ciri ilmiah yaitu sistematis, dan dapat diuji kebenarannya.
Objek formal filsafat ilmu yaitu hakikat atau esensi ilmu
pengetahuan. Maksudnya filsafat ilmu lebih memberi fokus perhatian
terhadap problem mendasar ilmu pengetahuan. Misalnya apa fungsi ilmu
pengetahuan tersebut bagi manusia. Problem-problem inilah yang
diperbincangkan dalam landasan pengembangan ilmu pengetahuan, atau yang
sering disebut landasan ontologi,landasan epistimologi dan landasan
aksiologi.
B. Lingkup Filsafat Ilmu
Filsafat Ilmu memiliki ruang lingkup kerjanya seperti :
1. Penelaahan terhadap berbagai konsep, mulai dari pra anggapan, dan
metode ilmu, berikut analisis, perluasan, dan penyusunannya untuk
memperoleh pengetahuan yang kuat dan cermat demi mencapai
kebenaran.
2. Penelaahan dan pembenaran mengenai proses penalaran dalam
ilmu, termasuk perumusan struktur perlambangan.
3. Ruang lingkup filsafat ilmu juga termasuk pada penelaahan
mengenai saling kaitan diantara berbagai ilmu. Karena seperti
sudah pernah disinggung sebelumnya bahwa antara satu ilmu
dengan ilmu lainnya selalu ada korelasinya.
4. Penelahaan terhadap akibat akibat pengetahuan ilmiah bagi hal hal
yang berkaitan dengan penyerapan dan pemahaman manusia
terhadap realitas, hubungan logika dan matematika dengan realitas,
entitas teoritis, sumber dan keabsahan pengetahuan, serta sifat dasar
kemanusiaan sebagai sebuah kenyataan.
5. Ruang lingkup filsafat ilmu lainnya adalah perenungan mengenai
konsep dasar, struktur formal dan metodologi ilmu yang dilakukan
secara mendalam sehingga akan ditemukan suatu kebenaran yang
dapat diterima umum.
6. Persoalan-persoalan ontologi, epistimologi dan aksiologi ditelaah
secara rinci dan mendalam dalam filsafat ilmu sehingga jelas
memperlihatkan sup tour struktur dari ilmu dengan metode apa
didapat dan ke mana dan untuk apa ilmu dibangung tersebut.
C. Metode Filsafat Ilmu
Ilmu dapat digali atau dicari menggunakan prosedur yang disebut
dengan metode ilmiah. Tidak semua pengetahuan dapat disebut sebagai ilmu,
karena ilmu merupakan pengetahuan yang cara mendapatkannya harus
memenuhi syarat syarat tertentu, di mana syarat tersebut adalah metode
ilmiah.
Untuk dapat memahami metode filsafat ilmu akan dibahas secara
rinci mengenai ilmu, obyek ilmu dan cara memperoleh nya, sumber ilmu dan
klasifikasi ilmu .
1. Apa itu Ilmu ?
Ilmu merupakan pengetahuan yang didapat melalui metode
keilmuan sehingga metode inilah yang membedakan ilmu dengan buah
pemikiran lainnya.Dalam kamus bahasa Indonesia disebutkan bahwa ilmu
adalah pengetahuan tentang sesuatu bidang yang disusun secara bersistem
menurut metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerangkan
gejala tertentu dibidang pengetahuan tersebut
Kata ilmu yang terdapat dalam bahasa Indonesia adalah berasal
dari bahasa Arab.Penyebutan kata ilmu dalam Alqur’an bahkan berulang
sampai 854 kali. Kata ini digunakan dalam arti pencapaian pengetahuan
dan obyek pengetahuan. ‘Ilm dari segi bahasa Arab berarti kejelasan
karena itu segala yang terbentuk dari akar katanya mempunyai ciri
kejelasan.Jadi, Ilmu adalah pengetahuan yang tentang sesuatu. Dalam
pandangan Islam seperti dijelaskan oleh Alqur’an ilmu adalah
keistimewaan yang menjadikan manusia unggul terhadap makhluk
makhluk lain guna menjalankan fungsi kekhalifahan.
2. Objek Ilmu dan cara memporelehnya
Objek ilmu dalam Islam tidak semata mata berkaitan dengan objek
fisik atau yang tampak pada indra dan pikiran manusia, namun ia
mencakup objek fisik (‘alam al-syahadah tutup kurung dan metafisik
(‘alam al-ghaib).Oleh karena itu, kebenaran ilmu atau hal-hal yang
mengandung nilai ilmiah (scientific value) dalam epistimologi Islam,
tidak hanya mencakup hal hal yang bisa di justifikasi atau diverifikasi
atau difalsifikasi oleh fakta empiris dan di rasional kan melalui
eksperimen atau logika semata. Namun,kebenaran obyek ilmu yang
bersifat ghaib menurut epistimologi Islam hanya dapat diketahui melalui
sumber sumber ilmu dalam epistimologi Islam dan proses mengetahui.
3. Sarana meraih ilmu
Menurut Suriasumantri epistimologi sebagai bagian dari kajian
filsafat membahas tentang proses dan prosedur penggalian ilmu, metode
dan sarana untuk meraih ilmu dengan memiliki kriteria kebenaran. Dalam
Pengkajian epistemologi yang mencakup kajian tentang sarana dan
metode ilmiah, klasifikasi ilmu dan teori kebenaran diusahakan untuk
memaparkan kedua konsep yaitu dari perspektif Barat dan Islam.
a. Indera
Al-Quran menjelaskan bahwa manusia memiliki potensi potensi
sebagai sarana memperoleh ilmu. Seperti yang dijelaskan dalam surat An-
Nahal ayat 78: “Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam
keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, kemudian Allah memberi kamu
pendengaran, penglihatan dan hati (al-afidah) agar kamu bersyukur.
Dari ayat ini dapat dipahami bahwa potensi manusia untuk
memperoleh ilmu ada tiga yaitu Indra seperti mata dan telinga kemudian
al-afidah yang memiliki makna akal dan hati.
b. Akal
Akal dalam Al-Quran tidak disebut dalam bentuk kata benda tetapi
selalu disebut dalam bentuk kata kerja. Karena itu untuk Melihat akal
sebagai suatu potensi untuk berfikir para ulama kebanyakan menunjuk
kepada kata al-Af idah Yang terdapat dalam surat An-Nahal ayat 78 yang
dapat bermakna hati dan juga akal.
c. Hati
Perbedaan antara akal dan hati adalah akal tidak mampu mencapai
hakikat Tuhan Allah SWT.Al-Quran menjelaskan bahwa kelemahan akal
tersebut kemudian dapat dilengkapi oleh hati. Misalnya Firman Allah:
“Kecuali orang orang yang menghadap Allah dengan hati yang damai”
(Qs.Al-Syu’ara:89).
d. Do’a
Dalam praktik ilmuwan Islam ternyata tidak hanya mengandalkan
tiga sarana tersebut, tetapi ada satu lagi yaitu do’a. Dalam hal ini
sebenarnya nabi Muhammad sendiri mempraktekkan hal tersebut,
kendatipun nabi sering mendapatkan wahyu tetapi selalu berdo’a agar
mendapatkan ilmu yang bermanfaat. Hal ini kemudian dipraktikkan oleh
ulama dan ilmuwan muslim.
4. Sumber-Sumber Ilmu
Sumber ilmu dalam epistimologi Islam seperti ditunjukkan oleh
Alqur’an dapat dibagi menjadi lima macam.
a. Kalam Allah berupa kitab Suci Alqur’an.
b. Nabi atau rasul S AW. Baik ucapan, wahyu, maupun ketetapan
yang berhubungan dengan hukum atau ketentuan ketentuan Allah
SWT yang disyariatkan pada manusia.
c. Akal. Sumber ilmu selain wahyu dan Hadis rasul adalah akal.
d. Qalb.Kalbu dalam bahasa Indonesia diterjemahkan sebagai hati.
e. Indra Indra lainnya yang terdapat dalam diri manusia.
5. Klasifikasi Ilmu
Sebagian ulama Islam hanya mengklasifikasikan ilmu dalam
bentuk kewajiban fardhu’ain atau fardhu kifayah. Tapi walaupun begitu
Golshani bersikukuh mempertahankan pendapatnya bahwa ilmu yang
dijelaskan Al-Quran jauh lebih luas dan tidak terbatas hanya pada bidang
keagamaan yang mungkin dianggap sebagai pengetahuan wajib bagi umat
Islam. Kelengkapan dan finalitas Islam sebagai sebuah agama
mengharuskan adanya pengmamfaatan setiap bidang ilmu pengetahuan
oleh masyarakat muslim, sehingga ilmu pengetahuan apapun juga akan
diangkat sebagai bagian dari ilmu keagamaan.
6. Untuk Apa Ilmu
Memiliki ilmu dalam Islam merupakan kewajiban dalam rangka
mengabdi kepada Allah. Karena dengan ilmulah seseorang hamba akan
mampu melakukan ibadah yang diwajibkan oleh Allah, baik itu ibadah
madhah maupun ibadah ghairu mahdhah. Dengan memiliki ilmu
sekaligus menjadi manusia yang berkualitas yaitu manusia yang memiliki
kemampuan dalam menyelesaikan berbagai masalah sehingga orang yang
telah memiliki ilmu akan menjadi umat yang bermartabat. Ilmu apa yang
harus dituntut ditelnya adalah berdasarkan kebutuhan sesuai dengan ruang
dan waktu. Jadi,menuntut ilmu dalam Islam harus selaras dengan tujuan
diturunkan agama Islam itu sendiri yaitu membawa rahmat bagi semesta
alam.
7. Hubungan Etika dengan Ilmu
Dalam Islam ilmu dan adab adalah dua hal yang saling terintegrasi,
saling menguatkan. Keduanya ibarat sebuah koin yang tak terpisahkan
dan kebermaknaan dengan satu tergantung pada yang lainnya. Ilmu tanpa
adab ibarat pohon tanpa buah, adab tempat ilmu ibarat orang yang
berjalan tanpa petunjuk arah. Jadi, ilmu dan adab harus bersinerji. Tidak
boleh dipisah-pisahkan.
Eksistensi etika yang berlandaskan pada nilai agama diyakini akan
membawa ilmuwan atau pemilik ilmu dalam hidup dan sistem kehidupan
yang mencakup segala aspek kehidupan menuju kehidupan yang lebih
baik, tertib dan berkualitas. Eksistensi ilmu pengetahuan bagi etika
berfungsi sebagai fondasi dan penguat agama bagi pemeluknya. Karena
dengan ilmu pengetahuan akan mampu mengungkapkan rahasia- rahasia
alam semesta dan seisinya sehingga akan menambah keyakinan
pemeluknya ketika manusia mempunyai hubungan dengan mikrokosmos
dan makrokosmos. Lebih lanjut umat manusia menguasai ilmu dengan
keyakinan bahwa semua yang ada adalah ciptaan Allah untuk makhluk-
Nya, maka mereka akan mendapatkan kehidupan bahagia,
sejahtera,makmur dan damai.
8. Adab Akademik
Ibn Jamaah memberi dua syarat yang dapat mengantar ilmuwan
menjadi pribadi yang patut dan pantas diteladani. Pertama, senantiasa
mendekatkan diri kepada Allah (muqarabatullah) dan merasa diawasi
oleh-Nya, baik ketika sendirian maupun di keramaian. Dengan demikian
akhlaknya tetap terjaga, baik lisanya, perbuatanya, pemikirannya, dan
pemahamannya, serta amanah ke ilmuwannnya.Kedua, hendaknya setiap
ilmuwan berperilaku Zuhud dalam kehidupan di duniawi. Zuhud yang
dimaksudkan di sini adalah setiap ilmuwan tidak menggantungkan
ilmunya hanya untuk kepentingan duniawi dunia hanya sebagai sarana
tempat pengabdian melalui ke ilmuwannya demi kesejahteraan semua
makhluk yang ada di dunia.
9. Objek Pendidikan dan Pencari Ilmu.
Konsep akal (penalaran atau reasoning) disebutkan sebanyak 49
kali dalam Alqur’an dan selalu disajikan dalam bentuk aktif, bukan
sebagai gagasan abstrak atau kemampuan pasif manusia. Ini menandakan
penegasan bahwa pada prinsipnya, manusia bisa mempelajari apapun. Hal
ini berarti bahwa alam semesta juga dapat dipahami oleh manusia dengan
pengetahuan yang bersifat luas, menyeluruh, dan meliputi berbagai
bidang. Karena itulah maka manusia dapat dikatakan sebagai objek
pendidikan. Karena itu pula manusia sudah seharusnya menyadari bahwa
dirinya harus selalu menjadi atau mendudukan dirinya sebagai pencari
ilmu. Manusia sebagai pencari ilmu harus menggunakan fasilitas yang
telah diberikan oleh pencipta-Nya Indera, akal ,dan hati semaksimal
mungkin untuk memahami ilmu demi kualitas dan kesejahteraan nya
secara pribadi dan juga umat sebagai tugas sosialnya.
BAB V
METODE ILMIAH DAN TEORI KEBENARAN
A. Beberapa Teori Kebenaran yang Berkembang
1. Teori kebenaran pragmatisme
Menurut teori ini, pernyataan dikatakan benar selama pernyataan
itu mempunyai kegunaan praktis dalam kehidupan masyarakat mereka. Jadi
apa yang diartikan “Benar” adalah yang terlihat berguna dalam kehidupan
manusia sehari-hari. Bagi penganut teori pragmatis, kebenaran itu adalah
kegunaan, dapat atau mampu dikerjakan. Rasa kebenaran lebih jauh adalah
kepuasan yang didapatkan akibat dari kebenaran tersebut. Karena itu teori
ini tidak mengakui adanya kebenaran yang tetap atau kekal karena
kebenaran diyakini selalu dipengaruhi oleh ruang dan waktu.
2. Teori kebenaran paradigmatik
Teori kebenaran paradigmatik adalah kebenaran yang berubah pada
berbagai ruang dan waktu. Sebagai suatu kenyataan bahwa setelah kurun
waktu tertentu berubah (untuk kategori waktu) dan pada tempat tertentu
berubah (untuk kategori ruang).
3. Teori kebenaran otoritas
Teori kebenaran otoritas disebut juga teori kebenaran performatif.
Teori kebenaran otoritas adalah keyakinan kepada sebuah kebenaran dari
pernyataan atau kebenaran atas keputusan seseorang yang dianggap ahli
dalam bidang nya atau pemegang otoritas tertentu.
4. Teori kebenaran korespondensi
Teori kebenaran korespondensi adalah teori yang berpandangan
bahwa suatu pernyataan adalah benar jika berkorespondensi terhadap fakta
yang ada. Kebenaran atau suatu keadaan dikatakan benar jika ada
kesesuaian antara makna yang dimaksud oleh suatu pendapat dengan
fakta.Dengan kata lain teori kebenaran korespondensi adalah kebenaran
yang sesuai antara pernyataan dengan fakta di lapangan.
5. Teori kebenaran koherensi
Teori kebenaran koherensi adalah teori kebenaran yang didasarkan
kepada kriteria koheren atau konsisten. Menurut teori ini suatu pernyataan
dianggap benar apabila pernyataan tersebut bersifat koheren dan konsisten
dengan pernyataan sebelumnya yang dianggap benar.Karena teori
kebenaran koherensi adalah kebenaran atas hubungan antara dua pernyataan
maka ketika ada dua pernyataan yang tidak koheren, pernyataan tersebut
tidak benar.
B. Teori Kebenaran Dalam Tradisi Islam
1. Kedudukan Ilmu dan tradisi ilmiah dalam Islam
Islam sangat memotivasi dan memulihkan usaha untuk mencari,
mengembangkan dan memanfaatkan ilmu. Bahkan ada klaim bahwa
deskripsi Islam tentang hakikat ilmu (al-‘ilm) melebihi penjelasan agama,
kebudayaan, dan peradaban lain, karena Alqur’an memberikan posisi
tertinggi dan peranan besar terhadap ilmu. Ada penelitian yang menemukan
bahwa agama Kristen memiliki watak menentang ilmu pengetahuan,
sebaliknya agama Islam memiliki watak mendukung pengembangan ilmu.
Maurice bocaile pernah menjelaskan hasil penelitiannya menunjukkan
bahwa pertentangan antara agama dan ilmu tidak pernah terjadi di dunia
Islam, karena tradisi Islam mendorong untuk mencari tanda tanda
kekuasaan Allah melalui perenungan terhadap alam semesta dan
keberadaan perintah untuk meningkatkan pengetahuan tanpa mengenal
waktu dan tempat. Islam memberikan dorongan terhadap tradisi ilmiah dan
mendukung aktivitas dalam usaha mengembangkan tradisi ilmiah.
2. Metode ilmiah dalam tradisi Islam
Secara umum untuk menghasilkan sesuatu ilmu pengetahuan
dalam Islam dikenal dengan istilah ijtihad.Ijtihad adalah mencurahkan
segenap kemampuan berfikir dalam menggali dan merumuskan ajaran
Islam, baik dalam bidang hukum, akidah tasawuf,maupun ilmu-ilmu
lainnya, termasuk dalam bidang sains berdasarkan wahyu dengan
pendekatan tertentu. Ada tiga Metode dalam tradisi Islam untuk mencari
ilmu yang benar berdasarkan petunjuk Allah dalam Al-Quran.
a. Metode Bayani
Metode ini merupakan studi filosofis terhadap sistem bangunan
pengetahuan yang menempatkan teks (wahyu) Sebagai suatu kebenaran
mutlak. Akal menempati kedudukan sekunder yang bertugas menjelaskan
dan membela teks yang ada. Dengan kata lain bahwa pendekatan ini bekerja
pada tataran teks. Oleh karena nya kekuatan pendekatan ini terletak pada
bahasa, baik nahwu-sharaf maupun balaghah. Sebagai implikasinya lafas
makna mendapatkan posisi yang cukup terhormat, terutama dalam
diskursus ushul fiqh.
b. Metode Burhani
Metode burhani adalah pendekatan rasional argumentatif yang
mendasarkan diri pada kekuatan rasio yang dilakukan melalui dalil-dalil
logika. Pendekatan ini menjadikan realitas teks maupun konteks sebagai
sumber kajian. Dalam pendekatan burhani tercakup metode ta’lili yang
berupa memahami realitas teks berdasarkan rasionalitas dan metode
istishlahi yang berusaha mendekati dan memahami realitas objektif atau
konteks berdasarkan filosofi dari teks tersebut.
c. Metode Irfani
Pendekatan Irfani adalah suatu pendekatan yang dipergunakan
dalam kajian pemikiran Islam oleh para mutasawwifun dan ‘arifun untuk
mengeluarkan makna batin dan batin lafz dan ‘ibarah. Metode ini juga
merupakan usaha istinbat al-ma’arif al-qalbiyah dari Al-Qur’an.
Dalam filsafat, Ifani lebih dikenal dengan istilah intuisi. Dengan
intuisi, manusia memperoleh pengetahuan secara tiba-tiba tanpa melalui
proses penalaran tertentu. Ciri khas Intuisi antara lain; zauqi (rasa) Yaitu
melalui pengalaman langsung, ilmu huduri yaitu kehadiran objek dalam
diri subjek, dan eksistensial yaitu tanpa melalui kategorisasi, akan tetapi
mengenalnya secara intim.
C. Tasawuf
Tasawuf adalah suatu ilmu yang dengannya seseorang belajar
bagaimana berperilaku supaya berada dalam kehadiran Tuhan Yang Maha
Ada melalui pencucian batin dan mempermanisnya dengan amal baik. Jalan
Tasawuf dimulai sebagai suatu ilmu, tengahnya adalah amal dan akhirnya
hakiki. Basis Tasawuf ialah penyucian hati dan penjagaan-Nya dari setiap
cedera, dan bahwa produk akhirnya ialah hubungan yang benar dan Harmonis
antara manusia dengan penciptanya jadi Sufi adalah orang yang telah
dimaafkan Allah untuk menyucikan hatinya dan menegakkan hubungannya
dengan Dia dan ciptaan-Nya dan melangkah pada jalan yang benar,
Sebagaimana dicontohkan dengan sebaik-baiknya oleh nabi Muhammad
SAW. Dalam dunia Tasawuf dikenal tiga kategori yaitu Tasawuf amali,
akhlaki dan Tasawuf falsafi.
1. Tasawuf Amali
Tasawuf ‘amali adalah Tasawuf yang membahas tentang
bagaimana cara mendekatkan diri kepada Allah. Terdapat beberapa istilah
praktis dalam Tasawuf ‘amali yakni syari’at thariqat dan Ma’rifat.
2. Tasawuf Akhlaki
Tasawuf akhlaki adalah Tasawuf yang berorientasi pada perbaikan
akhlak mencari hakikat kebenaran yang mewujudkan manusia yang dapat
ma’rifah kepada Allah, dengan metode-metode tertentu yang telah di
rumuskan .Tasawuf Akhlaki ini dikembangkan oleh ulama salaf as-salih.
3. Tasawuf Falsafi
Tasawuf falsafi adalah Tasawuf yang didasarkan kepada
keterpaduan teori teori Tasawuf dan falsafah. Tasawuf fal Safi ini tentu saja
dikembangkan oleh para Sufi yang Filosof.
BAB VI
ISLAMISASI ILMU PENGETAHUAN
A. Perkembangan Ilmu Kontemporer
Perkembangan ilmu pengetahuan pada masa Modern dan Postmodern
begitu dinamis. Perkembangan tersebut tanpa disadari telah menjadi area
persaingan antar tokoh bahkan antar bangsa. Perkembangan inilah yang
kemudian menyebabkan munculnya ilmu-ilmu atau teori-teori baru. Situasi
ini sekaligus memunculkan perkembangan pemikiran-pemikiran para tokoh
dan ilmuwan menunculkan gagasan-gagasan yang pada akhirnya mempunyai
objek kajian tersendiri berupa ilmu pengetahuan.
Diantara masalah yang dihadapi umat Islam adalah terjadinya
perselisihan pendidikan Islam dengan pengetahuan modern yang berasal dari
barat. Barat telah mengklaim bahwa pendidikan barat adalah pendidikan yang
paling maju serta memiliki solusi terhadap berbagai masalah manusia dan
alam. Bahkan sampai pada tuduhan bahwa sarjana-sarjana timur hanya
mampu menghasilkan jiplatan dari para ahli barat. Disisi lain di dunia Islam,
setelah tasawuf dan thariqat mendominasi masyarakat muslim, pintu ijtihad
seolah-olah sudah tertutup. Seiring dengan situasi tersebut Lembaga-lembaga
Pendidikan di negeri muslim kurang menerima inovasi. Hal ini disebabkan
tidak lagi dijadikan mata kuliah wajib di perguruan tinggi apalagi di
madrasah-madrasah.
B. Teori Ismail Raji Al-Faruqi
Ismail Raji Al-Faruqi dilahirkan di Jaffa (Palestina) pada 1 januari
1921, memperoleh pendidikan pertamanya termasuk pendidikan agama di
rumahnya melalui ayahnya dan melalui masjid-mesjid didekat tempat
tinggalnya. Pada tahun 1936 memasuki kuliah di Frenh Dominacan College
Des Freres. Selanjutnya Faruqi memasuki Pendidikan tinggi di The American
University, Beirut, dan mendapatkan gelar sarjana muda pada tahun 1941. Al-
Faruqi meletakkan fondasi epistimologi Islamisasi ilmu pengetahuannya pada
prinsip tauhid. Masalah yang paling penting dan menjadi tema sentral
pemikiran Islam Al-Faruqi adalah pemurnian tauhid, karena nilai dari
keIslaman seorang itu adalah pengesaan terhadap Allah Swt. yang terangkum
dalam syahadat.
C. Teori Syeh Muhammad Naquib Al-Attas
Menurut Al-Attas tidak ada ilmu yang dapat dikatakan bebas nilai.
Hanya saja pengetahuan dan ilmu yang tersebar ke dalam masyarakat dunia,
termasuk masyarakat Islam selama ini telah diwarnai corak budaya dan
peradaban barat. Menurut Naquib Al-Attas, pengetahuan barat telah
membawa kita kepada skeptisisme terhadap derajat ilmiah dalam hal
metodologi, karena peradaban barat juga memandang keragu-raguan sebagai
suatu sarana epistimologi sebagai suatu keistimewaan untuk mengejar
kebenaran. Pengetahuan barat juga telah membawa kekacauan pada tiga
kerajaan alam yaitu hewan, nabati dan mileneral. Sebenarnya apa yang
dibanggakan barat sekarang terhadap IPTEK nya adalah berasal dari
kontribusi umat Islam masa silam.
Pandangan hidup Islam tidak berdasarkan kepada metode dikotomis
seperti obyektif dan subyektif, historis dan normative. Namun, realitas dan
kebenaran dipahami dengan metode yang menyatakan Tauhid. Pandangan
hidup Islam bersumber kepada wahyu yang didukung oleh akal dan intuisi.
Substansi agama seperti keimanan dan pengalamannya, ibadahnya, dokrinnya
serta sistem Teologinya telah ada dalam wahyu dan dijelaskan oleh Nabi.
Karena itu umat Islam harus menyadari hal ini dan harus bekerja keras untuk
mengembalikan seluruh teori ilmu itu sesuai dengan ajaran Islam.
BAB VII
LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM
A. Sejarah Pendidikan Islam dan Filosofi Lahirnya
Al-Qur’an dan Sunnah diajarkan Nabi Muhammad Saw. Di Madinah
yang berpusat dimesjid Nabawi. Masyarakat Islam pada masa Nabi SAW
disamping mengarahkan putra putrinya belajar dasar-dasar agama, Bahasa dan
sastra, juga menyadari perlunya keterampilan,yang dalam hal ini mereka
ajarkan juga keterampilan berenang, menunggang kuda dan memanah. Pada
masa awal Islam, dikenal apa yang dinamakan Al-Quttab yaitu insitusi
pendidikan setingkat Ibtidaiyah yang fokusnya adalah pengajaran, baca tulis
dan sedikit dasar-dasar agama. Dari hari ke hari masjid semakin tersebar dan
semakin banyak, dan dari sinilah kemudian ilmu-ilmu keIslaman berkembang
dalam masjid lahir halaqah-halaqah dan majelis ta’lim. Masjid juga ada yang
dinamakan masjid jami’ yang biasanya dibangun oleh penguasa da nada juga
masjid-mesjid kecil dibangun oleh kelompok-kelompok tertendu dalam
masyarakat. Halaqah yang begitu berkembang di suatu masjid menerima
pelajar-pelajar dari masa ke masa dan kapan saja. Setiap pelajar dapat
memilih halaqah atau syeh dan mudarris yang mengajar di berbagai sudut atau
tiang masjid.
Universitas Al-Azhar yang semakin besar dan terkenal sampai
sekarang di mesir juga bermulai dari sebuah masjid yang dibangun oleh Al-
Mu’iz li Dinillah al-Fathimiyah masjid ini dibangun sehubungan dibangunnya
kota Kairo yang waktu itu kota Fustath pada tahun 969 M. Universitas ini
diberi nama Al-Azhar yang berarti sebuah institusi di mana akan
memancarkan kecermerlangan atau sebagai sebuah harapan agar dari sana
terpancar sinar agama dan ilmu pengetahuan.
B. Kritikan Kecil terhadap Pendidikan Islam
Institusi pendidikan tertinggi seharusnya bersifat objektif dan mandiri.
Sehingga di Indonesia ada yang melihat organisasi perguruan tinggi yang
mirip organisasi militer. Yang lebih hipokrit lagi ada penguruan tinggi yang
bermain-main dengan dunia ilmiah demi kekuasaan atau uang seperti
memberikan gelar honouris causa kepada seseorang yang hamper tidak dapat
dilihat kontek ilmiahnya tetapi lebih ke konteks politik atau uang. Hal ini
adalah terjadinya kekaburan identitas sebagai lembaga pendidikan berlabel
Islam atau bukan seharusnya identitas keIslaman harus terjadi dalam tindakan
keseharian civitas akademika dan juga pada kegiatan ilmiah lainnya.
Lembaga pendidikan bagi umat Islam khususnya lembaga
pendidikan agama pada dasarnya mendidik manusia untuk memahami dan
mengamalkan ajaran agama. Keragamaan bersumber dari kalbu manusia.
Karena Pendidikan/pelajaran sudah melepaskan diri dari nilai-nilai ke
Tuhanan (tauhid), aspek moralpun menjadi terabaikan. Padahal sisi moral
inilah yang menjadi penekanan diturunkan Rasul terakhir Nabi Muhammad
SAW: “Aku diutus tidak lain keculai untuk menyempurnakan akhlak.”
Seharusnya kita menyadari bahwa keberadaan ajaran Islam sebagai ajaran
agama terakhir, tidak lain karena tuntutannya tidak bertentangan dengan akal.
Namun, ini tidak berarti bahwa segalanya harus dan mampu dipahami oleh
akal. Agama Islam adalah agama yang sejalan dengan fitrah.
C. Kurikulum dan Silabus
Kurikulum sebagai rancangan pendidikan mempunyai kedudukan
penting dalam seluruh kegiatan pendidikan baik dalam menentukan proses
maupun hasil pendidikan. Kurikulum dan silabus yang digunakan oleh
lembaga pendidikan Muslim sekarang seharusnya berakar dari Al-Qur’an
yang kemudian dikembangkan sesuai dengan perkembangan zaman yang
berubah. Tetapi dalam realitas selama ini sudah sangat jauh ketinggalan dan
sebagiannya tidak dibutuhkan lagi, kecuali dalam konteks pengetahuan
tentang perkembangan pemikiran. Kehilangan dinamika dalam merumuskan
kurikulum sering mengakibatkan keterpaksaan menerima Pendidikan Islam
kita bertentangan dengan azas Islam sendiri yang menginginkan umat Islam
selalu menjadi umat terbaik yaitu umat yang berkemajuan.
D. Etika Guru dan Murid
1. Guru
Dalam dunia pendidikan, guru memiliki arti dan peranan sangat
penting, bahkan esensinya jauh lebih penting dari metode belajar yang juga
merupakan alat vitalnya pendidikan. Dalam sebuah ungkapan dijelaskan
bahwa metode belajar lebih penting daripada materi belajar, akan tetapi
eksistensi guru dalam proses belajar mengajar jauh lebih penting dari
metode belajar itu sendiri. Guru tidak hanya melakukan fungsi alih ilmu
pengetahuan tapi juga berfungsi untuk menanamkan nilai serta membangun
karakter peserta didik secara berkelnajutan. Muallim, menurut Bahasa
berasal dari allama, berarti pengetahuan dan keyakinan. Muallim jika
dilihat dari dimensi keIndonesiaan dimaknai sebagai ahli agama atau guru
agama. Adapun etika guru adalah seorang guru yang baik dan dapat
memberi manfaat pada dirinya haruslah berniat mengajar karena Allah,
seorang guru haruslah yang memiliki keyakinan yang kuat, seorang guru
harus memelihara objektivitas ilmu, guru juga harus memiliki sikap hidup
yang Zuhud, guru harus terlihat sebagai figur yang sopan dan santun, dan
sebagainya.
2.Murid
Murid merupakan komponen penting dalam pendidikan, tanpa
murid tidak ada proses pendidikan. Murid merupakan makhluk Allah yang
memiliki fitrah jasmani maupun rohani. Adapun Etika murid adalah ketika
sudah masuk dalam dunia belajar murid harus melaksanakan dengan niat
ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah. Dengan niat seperti itu dalam
kehidupan sehari-hari mereka selalu akan berusaha menyucikan jiwanya
dari akhlak rendah serta berusaha memasukkan akhklak yang baik dan
terpuji. Karena seseorang yang sedang belajar harus mengurangi
kecendrungan kepada hal-hal yang bersifat duniawi semata, seorang murid
harus memiliki sifat tawadhu’, ketika sedang belajar sesuatu disiplin ilmu
hendaknya di tuntaskan, sebelum mengkaji dan mempelajari ilmu lainnya.

Anda mungkin juga menyukai