PEMBAHASAN
A. Hakikat Filsafat.
1
Mukhtar Latif, Filsafat Ilmu, (Jakarta: Kencana, 2014), h. 17
The Liang Gie (2007) mengemukakan cakupan filsafat ilmu dari para
filsuf dunia sebagai berikut2:
Peter Angeles, yang menurutnya filsafat ilmu mempunyai empat bidang
konsentrasi utama: (a) telaah mengenai berbagai konsep, pra-anggapan, dan
metode ilmu, berikut analisis, perluasan, dan penyusun untuk memperoleh
pengetahuan yang lebih ejeg dan cermat; (b) telaah kebenaran mengenai proses
penalaran dalam ilmu berikut struktur pengembangannya; (c) telaah mengenai
keterkaitan antara berbagai ilmu; (d) telaah mengenai akibat pengetahuan ilmiah
bagi hal-hal yang berkaitan dengan penyerapan dan pemahaman manusia
terhadaprealitas, entitas, teoritis, dan keabsahan pengetahuan, serta sifat dasar
kemanusiaan.
Dari sekian banyak telaah tentang cakupan filsafat dan filsafat ilmu, baik
dari masa Plato, Aristoteles, Renaisans, maupun pemikiran filsafat kontemporer,
ternyata cakupan filsafat dan filsafat ilmu sangat luas. Namun demikian, dia tetap
2
Ibid., h. 26-28
saja berputar disekitar lapangan utama filsafat, yakni seputar logika, etika,
estetika, fisika, dan metafisika. Walaupun ada para ahli yang membahasnya dari
segi pembahasan yang relatif berbeda dan dia hanya bergerak pada konstruk
filsafat, yaitu ontologis, epistemologis, dan aksiologis.
3
Cakupan objek filsafat lebih luas dibandingkan dengan ilmu karena ilmu
hanya terbatas pada persoalan yang empiris saja, sedangkan filsafat mencakup
yang empiris dan yang non empiris. Objek ilmu terkait dengan filsafat pada objek
empiris. Disamping itu, secara historis ilmu berasal dari kajian filsafat karena
awalnya filsafatlah yang melakukan pembahasan tentang segala yang ada ini
secara sistematis, rasional, dan logis, termasuk hal yang empiris. Setelah berjalan
beberapa lama kajian yang terkait dengn hal yang empiris semangkin bercabang
dan berkembang, sehingga menimbulkan spesialisasi dan menampakkan kegunaan
yang praktis. Inilah proses terbentuk nya ilmu secara berkesinambungan. Will
durant mengibaratkan filsafat bagaikan pasukan marinir yang merebut pantai
untuk pendaratan pasukan infanteri. Pasukan infantri ini adalah sebagai
pengetahuan yang diantaranya adalah ilmu. Karna itu, filsafat oleh para filsafat
oleh para filosof disebut sebagai induk ilmu sebab dari filsafatlah, ilmu-ilmu
modrenddan kontemporer bekembang sehingga manusia dapat menikmati ilmu
dan sekaligus buahnya yaitu teknologi.
3
Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), h. 1
bidang ilmu dengan yang lain. Tugas filsafat diantranya adalah menyatukan visi
keilmuan itu sendiri agar tidak terjadi bentrokan antara berbagai kepentingan.
Dalam konteks inilah kemudian ilmu sebagai kajian filsafat sangat relevan untuk
dikaji dan didalami.
4
Buku pertama tentang “Kedudukan dan Peranan Filsafat” memberi
gambaran kepada kita betapa luasnya lapangan filsafat. Paling tidak batas
lapangan itu ialah batasan alam. Kalau alam nyata merupakan lapangan ilmu,
adalah alam gaib nisbi dan hakiki jadi lapangan filsafat. Kebebasan berfikir budi
sukar untuk dibatasi. Bukan saja alam yang dipikirkannya, malahan ia menjelajah
ke luar alam, memikirkanpula ketuhanan. Masalah ketuhanan melewati batas
alam. Ilmu-ilmu yang lain itu semua masih bersifat “khusus’ atau ‘regional’,
tetapi filsafat itu bersifat total. Misalnya ada filsafat alam, filsafat manusia, filsafat
ketuhanan, dan filsafat ilmu. 5Filsafat adalah cara memandang kenyataan dengan
hampiran tersendiri; maka kerap disebut ilmu dalam pangkat kedua (a second-
level science). Sebagai objeknya yang pertama filsafat mempelajari semua objek,
sampai yang paling kaya dan ruwet, dan khususnya manusia dalam segala
dimensinya. Dalam hal itu filsafat memiliki kesamaan dengan ilmu-ilmu sosial
dan human. Tetapi juga alam dunia, dengan segala dimensi seperti dipelajari oleh
ilmu-ilmu eksakta, termasuk sasaran penelitian filsafat secara langsung. Tidak
terkecualikan halal paling sederhana pun. Akan tetapi bahan itu pun harus
ditampung dalam objek formal filsafat. Baru kemudian filsafat juga mempelajari
4
Sidi Gazalba, Sistematika Filsafat, (Jakarta: Bulan Bintang, 1991), h. 3
5
Anton Barker, Metodologi Penelitian Filsafat, (Yogyakarta: Kanisius (Aggota IKAPI), 1990), h. 35
semua ilmu lain, sebagai cara pengetahuan manusia khusus untuk menghampiri
kenyataan.
6
Mohammad Adib (2010) mengemukakan ilmu filsafat juga mempunyai
objek material dan objek formal. Objek material yaitu apa yang dipelajari dan
dikupas sebagai bahan atau materi pembicaraan. Objek material yaitu objek yang
dijadikan sasaran menyelidiki suatu ilmu, atau objek yg dipelajari ilmu itu.
6
Mukhtar Latif, Filsafat Ilmu, (Jakarta: Kencana, 2014), h. 31
manusia sepanjang masa ( lihat the liang gie,” penelitian dalam bidang filsafat”,
dalam dari administrasi ke filsafat, hlm 70-73) dari ide-ide besar itu dapat
diperoleh pemahaman konkret mengenai implikasi objek formal filsafat itu.
a. Metode-metode filsafat.
7
Metode-metode filsafat yang dibicarakan berikut ini adalah metode-
metode yang pernah dikembangkan sepanjang sejarah filsafat, teristimewa yang
memiliki pengaruh cukup kuat bagi perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan
pada umumnya.
7
Jan Hendrik Rapar, Pengantar Filsafat, (Yogyakarta: Kanisius, 1996), hal: 93-112
titik A dan B adalah benar. Jadi, jelas bahwa pluralitas itu absurd, tidak
masuk akal, dan mustahil.
Metode Sokrates: Maieutik Dialektis Kritis Induktif.
Kendati Sokrates (470-399) dianggap sebagai salah seorang filsuf besar
sepanjang zaman, pada kenyataannya ia tidak pernah menulis sesuatu apa
pun juga sehingga tidak seorang pun dapat memaparkan pemikiran
Sokrates berdasarkan hasil karya tulisnya sendiri. Sokrates hanya dikenal
lewat berbagai karya tulis murid-muridnya yakni Aristhopanes, Xenophon,
Plato, dan karya tulis murid Plato, Aristoteles. Ajaran-ajaran dan
pandangan-pandangan Sokrates yang ditanpilkan oleh keempat orang itu
pun taknbegitu jelas dan tidak lengkap. Sokrates mengatakan bahwa
seperti apa yang dilakukan ibunya, yang sering menolong orang
melahirkan (ibunya seorang bidan), demikianlah pula yang dilakukannya.
Maka cara yang dilakukannya dia sebut dengan maieutika tekhne (teknik
kebidanan). Dalam dialog-dialog yang dilakukannya, Sokrates melibatkan
diri secara aktif dengan menggunakan argumentasi rasional yang didikung
oleh analisis yang cermat tentang apa saja, dalam menunjukkan perbedaan,
pertentangan, penolakan, meyaring, membersihkan, serta menjelaskan
keyakinan dan pendapat demi lahirnya kebenaran objektif.
Metode Plato: Deduktif Spekulatif Transendental.
Pada umumnya para ahli membagi dialog-dialog Plato ke dalam tiga
periode:
1. Periode dialog-dialog awal, disebut juga sebagai periode
penyelidikan(inquiry).
2. Periode dialog-dialog pertengahan, disebut juga sebagai periode
spekulasi/pemikiran (speculation).
3. Periode dialog-dialog akhir, disebut juga sebagai periode kritisisme
penilaian, dan apklikasi (criticism, appraisal, dan application).
Metode Aristoteles: Silogis Deduktif.
Aristoteles mengatakan bahwa ada dua metode yang dapat digunakan
untuk menarik kesimpulan demi memperoleh pengetahuan dan kebenaran
baru. Kedua metode itu disebut metode induktif dan deduktif. Induksi
(epagogi) ialah cara menarik konklusi yang bersifat umum dari hal-hal
yang khusus. Adapun deduksi (apodiktif) ialah cara menarik konklusi
berdasarkan dua kebenaran yang pasti dan tidak diragukan.
Metode Plotinos: Kontemplatif-Mistis.
Plotinos adalah seorang filsuf Neoplatonis. Filsafat Plotinus merupakan
suatau sistem yang hendak menjelaskan asal mula dan tujuan seluruh
realitas, termasuk manusia. Oleh sebab itu, filsafatnya hanya meruapakan
suatu doktrin, melainkan juga merupakan suatu way of life. Filsafat
Plotinus merupakan jalan pembebasan dari keterikatan dengan materi yang
merupakan penyimpangan dari kebenaran, menuju kesatuan mistis dengan
to hen yang adalah kebaikan dan kebenaran mutlak, lewat kontemplasi.
Karena itu, metode Plotinus disebut metode kontemplatis-mistis.
Metode Descrastes: Skeptis.
Pada hakikatnay metode Descrastes sangat rasionalistis. Pertama-tama,
dengan analisis konseptual diidentifikasikan lebih dahulu elemen-elemen
sederhana (yang rumit harus direduksi menjadi seserhana lebih dahulu).
Kemudian, diidengtifikasikan suatu pemahaman struktur realitas dengan
memahami hubungan-hubungan yang perlu yang di dalamnya elemen-
elemen tersebut harus berdiri satu diantara lainnya.
Metode Bacon: Induktif.
Bacon memang bukan penemu metode induktif, namun ia berupaya
memperbaiki dan menyempurnakan metode itu melaui pengombinasian
metode induktif tradisional dengan eksperimentasi yang cermat demi
meraih kebenaran ilmiah yang konkret, praktis, dan bermanfaat bagi
manusia.
Metode Eksistensialisme: Eksistensial.
Eksisitensialisme adalah suatu filsafat yang menolak pemutlakan akal budi
dan menolak pemikiran-pemikiran abstrak murni. Eksistensialisme
berupaya untuk memahami manusia yang berada di dalam dunia, yakni
manusia yang berada pada situasi yang khusus dan unik.
8
Sebagai perangkat berpikir adalah: analisis dan sintesis, sedangkan dalam
menganalisis dan mensisntesis para ahli pikir menggunakan alat pemikiran yaitu:
Logika, deduksi, analogi, dan komparasi.
Disamping metode-metode yang disebut itu, tentu masih ada metode yang
lain seperti metode struktualis, dekonstruksi, podst-strukturalis, semiotika, analisis
wacana, dan lain-lain. Metode-metode ini juga digunakan bukan hanya dalam
penelitian filsafat akan tetapi juga pada ilmu-ilmu khusus lainnya.
1. Ontologi ilmu.
Ontologi, menyangkut teori teori tentang ada (being) sebagai obyek sains.
Dalam sains (Barat) modern “ada” dibatasi pada obyek-obyek empiris. Dalam
ontologi, diupayakan penjelesan mengenai sifat-sifat obyek dan hubungannya
dengan subyek (perceiver atau knower).
dijangkau oleh pancaindera, tidak berbentuk, tak berupa tak berwaktu dan tak
bertempat. Jadi, ontologi ilmu adalah bagian dari metafisika yang mempelajari
hakikat dan digunakan sebagai dasar untuk memperoleh pengetahuan, atau
mempertanyakan apa hakikat ilmu.
2. Epistemologi Ilmu.
3. Aksiologi Ilmu.
10
Ibid., h. 54
Tujuan filsafat ilmu11:
11
Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, (Jakarta: Raja Pers, 2011), h. 20