Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

I. Latar Belakang
Sudah dikenal sejak lama bahwa filsafat adalah induk dari segala macam ilmu
pengetahuan. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa ilmu pengetahuan pada mulanya
hanya ada satu, yaitu filsafat. Akan tetapi, karena filsafat mempersoalkan kebenaran
pengetahuan yang bersifat umum, abstrak dan universal, maka wajarlah jika filsafat tidak
mampu menjawab persoalan-persoalan hidup yang bersifat konkret, praktis, dan pragmatis.
Manusia selalu mencari kebenaran, jika manusia mngerti dan memahami kebenaran,
sifat asasinya terdorong pula untuk melaksanakan kebenaran itu, sebaliknya pengethuan dan
pemahaman tentang kebenran, tanpa melaksanakan konflik kebenaran manusia akan
mengalami pertentangan batin, konflik psikologis. Karena didalam kehidupan manusia
sesuatu yang dilakukan harus diiringi akan kebenaran dalam jalan hidup yang dijalaninya,
dan manusia juag tidak akan bosan untuk mencari kenyatan dalam hidupnya dimana selalu
ditunjukkan oleh kebenaran. Dimaksud disini yaitu aspek kepribadian yang mengkap
kebenaran itu. Misalnya pada tingkat kebenaran indera, potensi subyek yang mengkap nya
yaitu pancaindera. Kebenaran itu merupakan fungsi kejiwaan, fungsi rohaniah.

II. Rumusan Masalah


 Apa yang dimaksud dengan hakikat filsafat dan kebenaran ?
 Apa-apa saja kriteria, jenis, sifat kebenran ilmiah?
 Bagaimana cara mendapatkan kebenran ilmiah ?
 Apa yang menjadi keterkaitan filsafat ilmu dengan kebenran ilmiah ?
 Bagaimana penjelajahan ilmu dan batas-batasnya ?

III. Tujuan
 Untuk mengetahui hakikat filsafat dan kebenaran.
 Untuk mengetahui kriteria, jenis, sifat kebenaran ilmiah.
 Untuk mengethui cara mendapatkan kebenaran ilmiah.
 Untuk mengetahui keterkaitan filsafat ilmu dengan kebenran ilmiah.
 Utuk mengetahui penjelajahan ilmu dan batas-batasnya.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Hakikat Filsafat
Filsafat secara epistemologis berasal dari bahasa yunani philosophia. Philos artinya
suka, cinta atau kecenderungan pada sesuatu, sedangkan Sophia artinya kebijaksaan. Dengan
demikian secara sederhana filsafat dapat diartikan cinta atau kecenderungan pada
kebijaksaan. Dengan demikian secara sederhana filsafat dapat diartikan cinta atau
kecenderungan pada kebijaksaan.
Ada beberapa defenisi filsafat yang telah diklasifikasikan berdasarkan watak dan
fungsinya:1
 Filsafat adalah sekumpulan sikap dan kepercayaan terhadap kehidupan dan alam yang
biasanya diterima secara kritis (arti informal).
 Filsafat adalah suatu proses kritik atau pemikiran terhadap kepercayaan dan sikap
yang sangat kita junjung tinggi (arti formal).
 Filsafat adalah usaha untuk mendapatkan gambaran keseluruh. Artinya filsafat
berusaha untuk mengkombinasikan hasil bermacam-macam sains dan pengalaman-
pengalaman kemanusiaan sehingga menjadi pandangan yang konsisten tentang alam
(arti spekulatif).
 Filsafat adalah sekumpulan analisis logis dari bahasa serta penjelasan tentang arti kata
dan konsep. Corak filsafat yang demikian yang juga logosentrisme.
 Filsafat adalah sekumpulan problema yang berlangsung, yang mendapat perhatian
dari manusia dan yang dicarikan jawabannya oleh ahli-ahli filsafat.

B. Hakikat Kebenaran
Secara Etimologi (bahasa) kata “benar” mempunyai arti:
1. Tidak salah, lurus, dan adil.
Contohnya dalam kalimat, “hitungannya benar”.
2. Sungguh-sungguh, tidak bohong.
Contohnya dalam kalimat,” kabar itu benar”.

1
Muhammad Faisal. Filsafat Ilmu. Diktat.

2
3. Sesungguhnya, memang demikian halnya.
Contohny dalam kalimat,” benar ia tidak bersalah, tetapi ia terlibat perbuatan ini”.
4. Sangat, deksli.
Contohnya dalam kalimat,”enak benar manga ini”.2
Jadi, kebenaran merupakan suatu hal yang mutlak diperlukan untuk membuktikan
suatu kebenaran dari teori ataupun pengetahuan yang kita dapatkan. 3 Dalam pencarian
kebenaran itu terjadi berbagai perubahan gejala, peningkatan ataupun kemajuan bagi ilmu itu
semdiri. Tiga teori kebenaran itu pun mendukung pelaksanaan kegiatan ilmu secara konkret,
yaitu sebagai penerapan antara sisi teiritis dan sisi praktis, praktik dan kegunaanya. Disisi lain
batas pengetahuan juga menjadi landasan dalam teori kebenaran. Batas pengetahuan adalah
pengetahuan yang memiliki keluasan wilayah secara tertentu. Melalui keluasannya yang
terukur itu pengetahuan dibatasi oleh pancaindera manusia.
Kebenaran memiliki tingkatan kebenaran antara lain:
1. Tingkat kebenaran indera adalah tingkat yang paling sederhana dan pertama yang
dialami manusia. Indera adalah gerbang kesadaran mansuia.
2. Tingkat ilmiah, pengalaman-pengalaman yang didasarkan di samping melaui
indera, diolah pula melalui rasio.
3. Tingkat filosofi, kedua tingkat dia atas telah dilalui sebagai tahap pendahuluan.
Rasio dan piker murni, renungan yang mendalam, mengolah kebenaran itu
semakin tinggi nilainya.
4. Tingkat religious kebenaran mutlak yang bersumber dari Tuhan Yang Maha Esa,
dan dihayati dengan seluruh kepribadian, dengan integritas kepribadian, dengan
iman dan kepercayaan.4

C. Kreteria Kebenaran Ilmiah


Kebenaran yang diperoleh secara mendalam berdsarkan proses penelitian dan
penalaran logika ilmiah. Kebenaran ilmiah ini dapat ditemukan dan diuji dengan pendekatan
pragmatis, koresponden, dan koheren. Berbeda dengan kebenaran ilmiah yang diperoleh
berdasarkan penalaran logika ilmiah,
Seseorang yang berpendidikan lebih-lebih yang berpendidikan tinggi maka kebenaran
diukur dengan ilmu pengetahuan atau rasio, yakni kebenaran menurut ukuran ilmu
2
Muhammad Muhid. 2009. Etika dan filsafat komunikasi. Kencana. Jakarta. Hal: 67.
3
Usiono. 2015. Filsafat ilmu. Perdana mulya sarana. Medan. Hal:74.
4
Mohammad Noor Syam. 1986. Filsafat kependidikan dan dasar filsafat kependidikan pancasila. Usaha
Nasional. Surabaya. Hal: 90

3
penegtahuan. Inilah kebenaran ilmiah, kebenaran yang dipandang obyektif. Tetapi bila
dianalisa lebih lanjut tidak seluruhnya kebenaran kebenaran imiah itu obyektif. Terutama
pada bidang ilmu sosial (ekonomi politik, hokum, sejarah dan sebagainya) amat relatif dan
subyektif. Sosio kultural, sosio psikologis, hasrat ethnocentrisme, dan lain-lain membuat ilmu
sosial itu tidak obyektif. Dewasa ini ilmu-ilmu eksakta relative amat dipengaruhi oleh faktor-
faktor lingkungan, iklim, kondisi alam dan sosial. Karena itu menyamaratakan bahwa ilmu
itu obyektif, justru bertentangan dengan kenyataan yang harus menjadi prasyarat orientasi
sikap ilmiah. Disamping itu oleh sifat dinamis progresif suatu ilmu, maka kesimpulan-
kesimpualan dan kebenaran-kebenaran ilmu itu mengalami pula perkembangan dan
perubahan. Perubahan itu baik karena faktor-faktor sosiokultural, faktor ilmiah, maupun
faktor-faktor subyek mendekati persoalan tersebut. Kebenaran ilmiah terbatas, baik ruang
(wilayah) maupun waktu (zamannya). 5
Dalam menguji suatu kebenaran diperlukan teori ataupun metode yang berfungsi
sebagai penunjuk jalan bagi jalannya pengujian kebenaran. Ada beberapa teori yang
mengemukan tentang kebenaran ilmiah atau ilmu, yaiu:6
1. Teori Koherensi
Menurut Teori ini suatu pengetahuan, teori, pernyataan, proposisi atau hipotesis
dianggap benar bila ia sejalan dengan pengetahuan, teori, proposisi atau hipotesis
lainnya, yakni kalau proposisi itu meneguhkan dan konsisten dengan sebelumnya.
Teori koherensi yaitu pendalaman dan kelanjutan yang teliti dari teori korespondensi.
Teori kohorensi menganggap suatu pertanyaan benar bila didalamnya tidak ada
pertentangan, bersifat koheren dan konsisten dengan pernyataan sebelumnya yang
dianggap benar. Jika”semua manusia pasti akan mati” adalah benar , maka “si A akan
mati” adalah benar juga.
2. Teori Korespondensi
Suatu pernyataan adalah benar jika ia berhubungan dengan objek yang dituju oleh
pernyataan itu. Kebenaran atau keadaan dapat dinilai dengan membandingkan antara
preposisi dan fakta atau kenyataan yang berhubungan. Contoh,”Jakarta adalah ibu
kota Indonesia” adalah benar sesuai dengan fakta.
3. Teori Pragmatis
Suatu pertanyaan dinilai benar jika konsekuensi dari pernyataan itu mempunyai
kegunaan praktis bagi kehidupan mausia. Contoh,”memakai helm wajib bagi

5
Ibid., Hal: 88.
6
Usiono. 2015. Filsafat ilmu. Perdana mulya sarana. Medan. Hal: 76.

4
pengendara sepeda motor”,adalah benar karena pernyataan tersebut berguna dalam
kehidupan praktis.
4. Teori Performatif
Teori ini menyatakan kebenaran diputuskan oleh pemegang otoritas tertentu.
Kebenaran performatif dapat membawa kepada kehidupan social yang rukun,
kehidupab beragama yang tertib, adat yang stabil.
5. Teori Struktural
Teori ini menyatakan bahwa suatu teori dinyatakan benar jika teori itu berdasarkan
pada paradigm tertentu, dan ada komunitas ilmuwan yang mengakui paradigm ini.

D. Jenis dan Sifat Kebenaran Ilmiah


Jenis-jenis Kebenara Ilmiah antara lain:
a. Kebenaran Epistemologikal, adalah kebenaran dalam hubungannya dengan
pengetahuan manusia,
b. Kebenaran Ontologikal, adalah kebenaran sebagai sifat dasar yang melekat kepada
segala sesuatu yang ada maupun diadakan.
c.  Kebenaran Semantikal, adalah kebenaran yang terdapat serta melekat di dalam tutur
kata dan bahasa.
Sifat-sifat kebenaran Ilmiah, yaitu:
1. Logis
Kebenaran ilmiah dapat dicapai berdasarkan kesimpulan logis atau rasional dari
proposisi ertentu.
2. Empiris
Esensi kebenaran perlu diuji dengan kenyatan yang ada, bahkan sebagian besar
penegtahuan dan kebenaran ilmiah, berkaitan dengan kenyataan empiris di alam ini
3. Pragmatis.
Kebenaran ilmiah yang menghubungkan kedua kebenaran antara rasional-logis, dan
empiris. Kalau pernyataan dianggap benar secara logis dan empiris, pernyataan
tersebut juga harus berguna dalam membantu memecahkan berbagai persoalan dalam
hidup manusia.7

E. Cara Mendapatkan Kebenaran Ilmiah


7
Ibid., Hal: 79.

5
Dari penjelasan diatas kita dapat mengetahui cara mendapatkan keenaran ilmiah yaitu
melalui pendekatan-pendekatan, diantaranya:8
1. Pendekatan-pendekatan Empiris
kita telah mengetahui, bahwa hanya dalam keputusanlah kebenaran itu menjadi
pengetahuan. Dan itu sudah cukup memberi alasan untuk menyimpulkan, bahwa pengamatan
tersendiri itu hanya menghasilkan kenyataan atau kenyataan semu. Ia menetapkan, bahwa
dalam kesadaran ada peristiwa ini-itu.
Manusia mempunyai seperangkat indera yang berfungsi sebagai penghubung dirinya
dengan dunia nyata. Dengan inderanya manusia mampu mengenal berbagai hal yang ada di
sekitarnya, yang kemudia diproses dan mengisi kesadarannya. Indera bagi manusia
merupakan pintu gerbang jiwa. Tidak ada pengalaman yang diperoleh tanpa melalui indera.
Kenyataan seperti yang disebutkan di atas menyebabkan timbulnya anggapan bahwa
kebenaran dapat diperoleh melalui penginderaan atau pengalaman. Kebenaran dari pendapat
tersebut kiranya tidak dapat dipungkiri. Bahwa dengan pengalaman kita mendapatkan
pemahaman yang benar mengenai bentuk, ukuran, warna, dst. mengenai suatu hal. Upaya
untuk mendapatkan kebenaran dengan pendekatan demikian merupakan upaya yang
elementer namun tetap diperlukan.
Mereka yang mempercayai bahwa penginderaan merupakan satu-satunya cara untuk
memperoleh kebenaran disebut sebagai kaum empiris. Bagi golongan ini, pengetahuan itu
bukab didapatkan melalui penalaran rasional yang abstrak, namun melalui pengalaman yang
konkrit. Gejala-gejala alamiah menurut anggapan kaum empiris adalah bersifat konkrit dan
dapat dinyatakan melalui tangkapan indera manusia.

2. Pendekatan-pendekatan rasional
Yang menjadi ciri rasional ialah pikiran, bahwa pengetahuan terjadi karena bahan
pemberian pancaindera dan batin diolah oleh akal, dan bahwa mungkinlah pula adanya
pengetahuan yang semata-mata berdasarkan akal (misalnya dalam ilmu pasti ada logika).
Rasionalis pun itu dapat dipandang secara realismus, maka kita bukan mencapai barang
sesuatu yang termasuk lingkungan kesadaran kita, melaikna obyek diluar pengetahuan kita.
Kepada yang sungguh ada itulah pengetahuan kita langsung tertuju, dan rasio meresep
kedalamnya. Sebagai rasionalis iya berpegang pada keyakinan, bahwa pengetahuan
melampaui pengalaman pancaindera yang sejati. Akan tetapi pengetahuan kita demikan orang
berpendapat tidak melampaui dirinya sendiri, segala sesuatu yang menjadi pokokusaha
8
Usiono. 2015. Filsafat ilmu. Perdana mulya sarana. Medan. Hal: 81.

6
pengetahuan kiita, adalah isi pengetahuan kita, dan apa yang tidak kita ketahui tidaklah
nampak bagi kita. Jadi mungkin adanya obyek yang terlepas dari pengetahuan kita.
Cara lain untuk mendapatkan kebenaran adalah dengan mengandalkan rasio. Upaya
ini sering disebut sebagai pendekatan rasional. Manusia merupakan makhluk hidup yang
dapat berpikir. Dengan kemampuannya ini manusia dapat menangkap ide atau prinsip tentang
sesuatu, yang pada akhirnya sampai pada kebenaran, yaitu kebenaran rasional.
Golongan yang menganggap rasio sebagai satu-satunya kemampuan untuk
memperoleh kebenaran disebut kaum rasionalis. Premis yang mereka pergunakan dalam
penalarannya adalah ide, yang menurut anggapannya memang sudah ada sebelum manusia
memikirkannya. Fungsi pikiran manusia adalah mengenal ide tersebut untukdijadikan
pengetahuan.

3. Pendekatan-pendekatan religious
Kebenaran religious ialah kebenaran yang bersumber dari Tuhan Yang Maha Esa,
yang dismapaikan melalui wahyukebenaran ini mungkin tak dapat dimengerti oleh rasio atau
bertentangan dengan kemauan (keinginan) manusia. Sebab tujuan dan nilai kebenaran ini
memang untuk membimbing. Nilai yang bersumber dari Tuhan Yang Maha Esa intu adalah
obyektif, namun bersifat siperrasional dan supernatural. Bahkan bagi kaum religious
kebenaran ini adalah kebenaran tertinggi, semua kebenaran lain.
Manusia merupakan makhluk yang menyadari bahwa alam semesta beserta isinya ini
diciptakan dan dikendalikan oleh kekuatan adi kodrati, yaitu Tuhan. Kekuatan adi kodrati
inilah sumber dari segala kebenaran. Oleh karena itu agar manusia memperoleh kebenaran
yang hakiki, manusia harus berhubungan dengan kekuatan adi kodrtai tersebut. Upaya untuk
memperoleh kebenaran dengan jalan seperti tersebutdi atas disebut sebagai pendekatan
religius atau pendekatan supra-pikir. Disebut demikian karena pendekatan tersebut melampai
daya nalar manusia manusia. Kebenaan religius bukan hanya bersangkuta paut dengan
kehidupan sekarang dan yang terjangkau oleh pengalaman, namun juga mencakup masalah-
masalah yang bersifat transcendental, seperti latar belakang penciptaan manusia dan
kehidupan setelah kematian.

4. Pendekatan-pendekatan ilmiah

7
Pendekatan ilmiah merupakan pengombinasian yang jitu dari pendekatan empiris dan
pendekatan rasional. Kombinasi ini didasarkan pada hasil analisis terhadap kedua pendekatan
tersebut. Pada satu segi kedua pendekatan tersebut bisa dipertanggung jawabkan namun pada
segi yang lain terdapat beberapa kelemahan. Kelemahan pertama pendekatan empiris, bahwa
pengetahuan yang berhasil dikumpulkan cenderung untuk menjadi kumpulan fakta-fakta.
Kumpulan fakta-fakta tersebut belum tentu bersifat konsisten dan mungkin saja terdapat hal-
hal yang bersifat kontradiktif. Kelemahan kedua, terletak pada kesepakatan mengenai
pemahaman hakikat pengalaman yang merupakan cara untuk memperoleh kebenaran dan
indera sebagai alat yang menangkapnya.
Sedangkan kelemahan yang terdapat pada pendekatan rasional adalah terdapat pada
kriteria untuk menguji kebenaran dari suatu ide yang menurut seseorang jelas dan dapat
dipercaya. Apa yang menurut seseorang jelas, benar, dan dapat dipercaya belum tentu
demikian untuk orang lain. Dalam hal ini pemikiran rasional cenderung bersifat solipsisteik
dan subjektif. Kelemahan-kelemahan darikedua pendekatan tersebut bisa dihilangkan atau
paling tidak dikurangi dengan mengombinasikan keduanya. Kombinasi tersebut diwujudkan
dengan langkah-langkah yang sistematis dan terkontrol. Upaya memahami realitas dalam hal
ini didasarkan pada kebenaran atau teori ilmiah yang ada serta mengujinya dengan
mengumpulkan fakta-fakta. Suatu kebenaran dapat disebut sebagai kebenaran ilmiah bila
memenuhi dua syarat utama, yaitu : pertama, harus sesuai dengan kebenaran ilmiah
sebelumnya yang memungkinkan tidak terjadinya kontradiksi dalam teori keilmuan secara
keseluruhan, dan kedua, harus sesuai dengan fakta-fakta empiris. Sebab teori yang
bagaimanapun konsistennya sekiranya tidak didukung oleh pengujian empiris tidak dapat
diterima kebenarannya secara ilmiah.

5. Pendekatan-pendekatan intuitif
intuitif merupakan pengetahuan yang didapatkan tanpa melalui proses penalaran
tertentu. Seseorang yang sedang menghadapi suatu masalah secara tiba-tiba menemukan jalan
pemecahannya. Atau secara tiba-tiba seseorang memperoleh “informasi” mengenai peristiwa
yang akan terjadi. Itulah beberapa contoh intuisi. Intuisi bersifat personal dan tidak bisa
diramalkan. Bahwa intuisi yang dialami oleh seseorang bersifat khas, sulit atau tak bisa
dijelaskan, dan tak bisa dipelajari atau ditiru oleh orang lain. Bahkan seseorang yang pernah
memperoleh intuisi sulit atau bahkan tidak bisa mengulang pengalaman serupa. Kebenaran
yang diperoleh dengan pendekatan intuitif disebut sebagai kebenaran intuitif. Kebenaran
intuitif sulit untuk dipertanggung jawabkan, sehingga ada-ada pihak-pihak yang meragukan
8
kebenaran macam ini. Meskipun validitas intuitisi diragukan banyak pihak, ada sementara
ahli yang menaruh perhatian pada kemampuan manusia yang satu ini. Bagi Abraham
Maslow, intuisi merupakan pengalaman puncak (peak experience), sedangkan bagi
Nietzsche, intuisi merupakan inteligensi yang paling tinggi

6. Pendekatan-pendekatan otoritas
kebenaran juga dapat dilakukan dengan dasar pendapat atau pernyataan dari pihak
yang memiliki otoritas. Yang dimaksud dengan hal ini adalah individu-individu yang
memiliki kelebihan tertentu disbanding anggota masyarakat pada umumnya. Kelebihan-
kelebihan tersebut bisa berupa kekuasaan, kemampuan intelektual, keterampilan,
pengalaman, dan sebagainya. Mereka yang memiliki kelebihan-kelebihan seperti itu disegani,
ditakuti, ataupun dijadikan figur panutan. Apa yang mereka nyatakan akan diterima
masyarakat sebagai suatu kebenaran. Sepanjang sejarah dapat ditemukan contoh-contoh
mengenai ketergantungan manusia pada otoritas dalam mencari kebenaran. Pada masa
Yunani kuno para pemikir seperti Socrates, Plato, dan Aristoteles dipandang sebagai sumber
kebenaran, bahkan melebihi pengamatan atau pengalaman langsung. Apa yang dinyatakan
oleh para tokoh tersebut dijadikan acuan dalam memahami realitas, berpikir, dan betindak.

F. Keterkaitan Antara Filsafat Ilmu dan Kebenaran


Kebenaran kefilsafatan harus memenuhi empat aspek, yakni objek materi, forma,
metode dan system yang terkait dengan kebenaran, dengan penjelasan sebagai berikut:
1. Objek materi
Dimana filsafat mempelajari segala sesuatu yang ada, sehingga dapat kita pahami
bahwa kebenaran ilmu pengetahuan filsafat bersifat umum universal, yang berarti
tidak dibatasi pada manusia etnis, golongan, dan zaman tertentu. Jadi, kebenaran
terkait pada manusia harus pula pencakup semua golongan manusia, apapun etnisnya
dan kapan pun zamannya. Dengan demikian, kebenran filsafatan lebih cenderung
bersifat universal.
2. Objek forma
Kebenaran ilmu pengetahuan filsafat itu bersifat metfisika, yakni meliputi ruang
lingkup mulai dari konkret-khusus sampai kepada yang abstrak-universal.

3. Metode
9
Kefilsafatan terarah pada pencapaian pengetahuan esensial atas setiap hal dan
pengetahuan eksistensial daripada segala sesuatu dalam keterikatan yang utuh
(kesatuan).
4. Sistem
Kebenaran bersifat dialektis, yakni senantiasa terarah kepada keterbukaan bagi
masuknya ide-ide baru dan pengetahuan-pengetahuan baru yang semakin
memperjelas kebenaran.
Bahwa yang pertama-tama menjadi pokok dalam filsafat ialah kebenaran sebagai
lawan dari kekhilafan dan khayalan. Yang menjadi pokok dalam filsafat ialah penegtahuan
tentang kesungguhan sebagai keseluruhan. Adapun pengetahuan itu ialah kesatuan antara
subyek yang mengetahui dan obyek yang diketahui. Suatu kesatuan dalam mana obyek itu
dipandang oleh subyek sebagai dikenalinya.
Pengetahuan yang sesungguhnya adalah pengetahuan yang benar dan kebenaran dapat
mengenai hal-hal yang berkenaan panca indera dan yang berkenaan dengan rohani. Oleh
sebab ada kekhilafan-kekhilafan peninjauan atau kekhilafan pemikiran maka terjadilah
pengetahuan yang tidak benar. Teori pengetahuan harus berurusan denan sumber-sumber
pengetahuan itu. Pun teori kebenaran tidak menetapkan apa yang sungguh atau yang tidak
sungguh dan tiap kebenaran yang didasari mempunyai kepastian. Maka yang tinggal bagi
teori kebenaran ialah memikirkan barang apakah didalam semuanya itu yang menumbuhkan
kesatuan. Barang itu adalah kenyataan, bahwa ada perhubungan antara pengetahuan kita dan
barang apa yang menjdi obyeknya dank arena perhubungan itulah, maka pengethuan itu
menjadi sungguh, sedangkan dalam segala hal yang lain ia tidak memenuhi tujuannya.
Perhubungan tersebut ialah persesuaian antara obyek dan pengetahuan kita akan obyek itu.
Kebenaran tidaak hanya berdasaarkan pda rasio, kepercayaan, dugaan, dan
seterusnya., tapi berdasarkan perhubungan antara jiwa kita dan barang apa yang dijurusinya.
Walau gambaran-gambaran dan pengertian-pengertian kita tentang benda-benda itu itu
bergantung juga kepada kemanusiaan kita sekalipun, namun gambaran-gambaran tersebut
menunjukkan bahwa segala yng ada itu tersusun menurut susunan yang “berdiri sendiri”.
Maka pengertian kebenaran itu yang melampaui batas-batas jiwa kita.
Meskipun filsafat ilmu mempunyai substansinya yang khas, namun merupakan bidang
pengetahuan campuran yang perkembangannya tergantung pada hubungan timbal balik dan
saling berpengaruh anatara filsafat dan ilmu. Oleh karena itu pemahaman bidang filsafat dan
pemahaman ilmu menjadi sangat penting, terutama hubungannya yang bersifat timbal balik,
meski dalam perkembangannya filsafat ilmu itu telah menjadi disiplin yang tersendiri dan
10
otonom terlihat dari objek kajian dan telaahannya dalam memperoleh kebenaran yang
bermakna, dan makna yang benar setiap individu harus menggunakan cara memperoleh
kebenaran dengan menggunakan empat jalur pemikiran filsafat, yaitu alur rasional, empiris,
intuisi dan otoriter. Oleh karena itu kebenaran yang diperoleh manusia relative, tergantung
cara memperoleh kebenaran yang dipakai, sedangkan kebenaran yang berasal dari Tuhan
bersifat hakiki.
Kant (1724-1804). Obyek yang pertama menjadi pokok pembicaraan kant sebagai
“objek yang ditujui oleh pemikir”, ialah alam semesta; cara memikirnya adalah menurut ilmu
pengetahuan alamiah. Menurut Kant manusia telah memiliki pengetahuan tetang alam,
sebelum ia menaruh perhatian pada masalah-masalah khusus yang mengenai ilmu
pengetahuan alamiah. Yang pertama-tama termasuk konstelasi jiwa manusia ialah bentuk-
bentuk yang harus dilalui oleh segala pengalaman, jadi termasuk pula pengalaman alam.
Dengan demikian telah terkucillah pula ucapan yang sombong itu:”apa yang benar bagi saya,
itulah benar”.9

G. Penjelajahan Ilmu dan Batas-batasnya


Surajiyo (2009) mengatakan, batas penjelajahan ilmu yaitu ketika manusia berhenti
berpikir untuk mencari pengetahuan, ilmu didapatkan dari penjajahan pengalaman manusia,
sehingga jika manusia memulai penjelajahannya pada pengalaman manusia dan berhenti di
batas pengalamn manusia. Ilmu membatasi penejelajahannya pada batas pengalaman manusia
juga disebabkan dimetode yang digunakan dalam menyusun yang telah teruji secara empiris
Ilmu memulai penjelajahannya pada pengalaman manusia dan berhenti pada batas
pengalaman manusia. Ilmu hanya merupakan salah satu pengetahuan dari sekian banyak
pengetahuan yang mencoba menelaah kehidupan dalam batas ontoligis tertentu. Penetapan
lingkup batas penelaahan keilmuan yang bersifat empiris ini, konsisten dengan asas
epistemologis keilmuan yang mensyaratkan adanya verifikasi secara empiris dalam proses
penemuan dan penyusunan pernyataan yang bersifat benar secara ilmiah.
Jadi, ilmu tidak mempelajari msalah surga dan neraka dan juga tidak mempelajari
sebab musabab kejadian terjadinya manusia, sebab kejadian ini berada di luar jangkauan
pengalaman manusia. Ilmu hanya membatasi daripada hal-hal yang berbeda dalam
pengetahuan, yaitu terletak pada fungsi ilmu ini sendiri dalam kehidupan manusia; yakni
sebagai alat pembantu manusia dalam menanggulangi masalah yang dihadapi sehari-hari.
9
Dr M. J. Langeveld. 1948. Menuju kepemikiran filsafat. PT Pembangunan. Jakarta. Hal: 35-39.

11
Ilmu membatasi lingkup penjelajahannya pada batas pengalaman manusia juga disebabkan
metode yang digunakan dalam menyusun yang telah teruji kebenarannya secara empiris.10
Selanjutnya surajiyo menagatakan, ilmu memulai penjelajahnanya pada pengalaman
manusia dan berhenti dibatas pengalaman manusia. Dibandingkan dengan pengetahuan lain,
maka ilmu berkembanag dengan sangat cepat. Salah satu factor utama yag mendorong
perkembangan ini yaitu faktor social dari komunikasi ilmiah yang membuat penemuan
individual segera diketahui dan dikaji oleh anggota masyarakat ilmuan lainnya.
Dapat disimpulkan bahwa batas-batas dari penjelajahan ilmu hanyalah “pengalaman”
manusia, yaitu mulai dari pengalaman manusia dan berhneti di pengalamna manusia itu juga.
Pengalaman manusia pada dasarnya dapat diperoleh melalui pancainderanya, oleh karena itu
jika pengalaman diperoleh dengan melihat maka “ilmu adalah penglihatanmu”, jika
pengalaman diperoleh dengan mendengarkan, maka “ilmu merupakan pendengaranmu”,
begitu juga untuk indera yang lainnya. Ilmu membatasi lingkup penjelajahannya pada batas
pengalaman manusia juga disebabkan metode yang digunakan dalam menyusun yang telah
teruji kebenarannya secara empiris. Batas penjelajahan ilmu sempit sekali, abhkan dalam
batas pengalaman manusia pun ilmu hanya berwenanag dalam menentukan benra atau
salahnya suatu pertanyaan. 11
Telaah ilmiah juag didasari asumsi, yakni asumsi yang relevan dengan bidang dan
tujuang pengkajian disiplin dari suatu ilmu itu sendiriasumsi dan peluang itu pada dasarnya
didasarkan oleh pengalaman manusia. Karena dipengaruhi aspek asumsi dan peluang yang
didasarkan oleh pemikiran manusia, maka ilmu itu memulai penjelajahanya pada pengalaman
manusia, dan berhenti di batas pengalaman manusia.
Berdasarkan fungsi ilmu, yaitu deskriftif, prediktif, dan pengendalian. Fungsi
deskriptif yaitu fungsi ilmu dalam menggambarkan objeknya secara jelas, lengkap, dan
terperinci. Fungsi prediktif merupakan fungsi ilmu dalam membuat perkiraan tentang apa
yang akan terjadi berkenaan denagn objek ytelaahannya. Dan fungsi pengendalian merupakan
fungsi ilmu dalam menjauhkan atau menghindar dari hal-hal yang tidak diharapkan serta
mengarahkan pada hal-hal yang diharapkan. Fungsi-fungsi ini hanya bisa dilakuakn bila yang
dipelajari berupa ilmu dunia nyata . dilihat dari sudut obyek, setiap ilmu dibedakan menjadi
dua: objek material dan objek formal. Objek material yaitu semua fenomena yang ada di
dunia ditelaah sebagai ilmu.. adapun objek formal yaitu pusat perhatian ilmuwan dalam

10
Jujun S. Suriasumantri. 1999. Filsafat ilmu. CV Mulia Sari. Jakarta. Hal: 91.
11
Usiono. 2015. Filsafat ilmu. Perdana mulya sarana. Medan. Hal: 89.

12
penelaahan objek material. Atau dengan kata lain, objek formal merupakan kajian terhadap
objek material atas dasar tinjauan atau sudut pandang tertentu.
Ilmu merupakan pengetahuan yang mencoba menafsirkan alam ini sebagaimana
adanya. Karena itu kita tidak bisa melepaskan diri dari masalah yang ada didalamnya. Dan
mau atau tidak, masalah itu akan muncul dalam setiap penjelajahan ilmiah. Semua
permasalahn initelah menjadi bahan kajian para ahli filsafat sejak dahulu kala. Pada saat ilmu
mulai berkembang pada tahap ontologis, manusia mulai memberikan batas-batas eksistensi
masalah itu, yang memungkinkan manusia mengenal wujud masalah itu untuk kemudian
menelaah dan mencari pemecahan jawabannya.

BAB III

13
PENUTUP
Ksimpulan:
Bahwa substansi kebenaran adalah didalam antaraksi kepribadian manusia dengan
alam semesta. kebenaran merupakan suatu hal yang mutlak diperlukan untuk membuktikan
suatu kebenaran dari teori ataupun pengetahuan yang kita dapatkan. Kebenaran memiliki
tingkatan-tingkatan Tingkat kebenaran indera, Tingkat ilmiah, Tingkat filosofi, Tingkat
religious. Dan memiliki teori-teri yaitu teori koherensi, korespondensi, teori pragmatik, teori
performatif, teori struktural. Daan kebenran memiliki jenis dan sifat. batas-batas dari
penjelajahan ilmu hanyalah “pengalaman” manusia, yaitu mulai dari pengalaman manusia
dan berhneti di pengalamna manusia itu juga. Pengalaman manusia pada dasarnya dapat
diperoleh melalui pancainderanya, oleh karena itu jika pengalaman diperoleh dengan melihat
maka “ilmu adalah penglihatanmu”, jika pengalaman diperoleh dengan mendengarkan, maka
“ilmu merupakan pendengaranmu”, begitu juga untuk indera yang lainnya. Ilmu membatasi
lingkup penjelajahannya pada batas pengalaman manusia juga disebabkan metode yang
digunakan dalam menyusun yang telah teruji kebenarannya secara empiris. Batas
penjelajahan ilmu sempit sekali, abhkan dalam batas pengalaman manusia pun ilmu hanya
berwenanag dalam menentukan benra atau salahnya suatu pertanyaan.

DAFTAR PUSTAKA

14
Muhid, Muhammad. 2009. Etika dan filsafat komunikasi. Kencana. Jakarta.
Usiono. 2015. Filsafat ilmu. Perdana mulya sarana. Medan.
S. Suriasumantri, Jujun. 1999. Filsafat ilmu. CV Mulia Sari. Jakarta.
Faisal, Muhammad. Filsafat Ilmu. Diktat.
Noor Syam, Mohammad. 1986. Filsafat kependidikan dan dasar filsafat kependidikan
pancasila. Usaha Nasional. Surabaya.
Langeveld, M. J. 1948. Menuju kepemikiran filsafat. PT Pembangunan. Jakarta.
Adib, Muhammad. 2010. Filsafat ilmu Ontologi, epistemologi, aksiologi, dan logika ilmu
pengetahuan. Pustaka pelajar. Yogyakarta.
Susanto, A. 2014. Filsafat ilmu. Bumi aksara. Jakarta.

15

Anda mungkin juga menyukai