Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Filsafat ilmu adalah bagian dari filsafat yang menjawab beberapa
pertanyaan mengenai hakikat ilmu. Bidang ini mempelajari dasar-dasar filsafat,
asumsi dan implikasi dari ilmu, yang termasuk di dalamnya antara lain ilmu alam
dan ilmu sosial. Di sini, filsafat ilmu sangat berkaitan erat
dengan epistemologi dan ontologi.
Filsafat ilmu berusaha menjelaskan masalah-masalah seperti: apa dan
bagaimana suatu konsep dan pernyataan dapat disebut sebagai ilmiah, bagaimana
konsep tersebut dilahirkan, bagaimana ilmu dapat menjelaskan, memperkirakan
serta memanfaatkan alam melalui teknologi; cara menentukan validitas dari
sebuah informasi; formulasi dan penggunaan metode ilmiah; macam-macam
penalaran yang dapat digunakan untuk mendapatkan kesimpulan; serta implikasi
metode dan model ilmiah terhadap masyarakat dan terhadap ilmu pengetahuan itu
sendiri.
Filsafat ilmu merupakan pengembangan atau komplemen dari filsafat
pengetahuan yang dikenal sebagai Theory of Knowledge atauErkennist Lehre
(Jerman), ken leer (kennies theorie) Belanda. Sebagai cabang ilmu dari filsafat,
maka filsafat ilmu mempunyai obyek sendiri, sehingga filsafat ilmu sering disebut
dengan ilmu tentang ilmu pengetahuan.

Mempelajari filsafat ilmu, sasaran yang dijadikan bahan kajian adalah


ilmu pengetahuan itu sendiri. Seperti halnya ilmu yang mempunyai syarat-syarat
tertentu untuk dapat disebut sebagai ilmu, maka dalam filsafat ilmu juga
dilingkupi dengan prasyarat dimaksud . yaitu adanya objek formal

Sedangkan menurut Islam “ Filsafat, lewat metodologi –berpikirnya yang


ketat, mengajari oang untuk meneliti, mendiskusikan, dan menguji kesahihan dan
akuntabilitas setiap pemikiran dan gagasan-pendeknya, menjadikan kesemuanya
itu bisa dipertanggungjawabkan secara intelektual dan ilmiah”.

1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana gambaran umum posisi peradaban Islam di tengah-tengah
revolusi sains saat ini?
2. Ada konflik intelektual antara pemikiran Timur Islam dan ideologi
intelektual Barat, dan Islam juga yang menjadi sasaran utama kritik epistemologi
Barat. Bagaimana Filsafat Ilmu dapat berperan dalam dialektika keilmuan Timur
dan Barat?

3. Bagaimana anda mensikapi kenyataan ini, dan bagaimana merancang


model epistemologi keislaman agar ilmu pengetahuan dan teknologi dapat
terintegrasi dan memberi bobot ketrampilan untuk hidup secara lebih luas
seimbang dan harmonis dalam peradaban yang besar, maju dalam keragaman
agama ilmu dan budaya. Secara khusus sebagai intelektual muslim, bagaimana
anda memerankan diri di tengah tuntutan global?

4. Bagaimana landasan ilmu keislaman yang dianggap dapat dipandang


sebagai asas untuk bertukar pengetahuan secara mendalam, kritik yang
membangun, jauh dari menjatuhkan dan menghina-hina, tidak dikotomis Sehingga
dialog dan kritik epistemologi bisa saling melengkapi bukan malah menimbulkan
pertentangan?. Analisis anda diarahkan pada strategi integrasi ilmu.

5. Apa pendapat anda mengenai hambatan dan keterbelakangan ilmu


keislaman dalam membentuk peradaban. Apakah semua itu diperlukan
pengetahuan dan pendekatan kefilsafatan, terhadap kasus-kasus untuk menjawab
problematika internal, dan bagaimana mengkaitkan kepentingan agama dan ilmu
dengan peradaban global yang berlaku saat ini?
6. Bagaimana seharusnya Islam membangun wacana keilmuan sebagai
landasan pijak bagi penyelesaian setiap masalah.

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Peradaban Islam dan Revolusi Sains

Islam merupakan sebuah kemajuan, hal tersebutlah yang telah menjadi


catatan dalam sejarah peradaban umat manusia. Sebuah peradaban yang oleh
Seyyed Hossein Nasr dikatakan sebagai Peradaban yang didasarkan pada
kewahyuan Nabi Muhammad, Kesederhanan ritual agama warisan Adam dan
Ibrahim, Pembaharuan atas primordialisme Arab dan Persatuan Umat. Kemajuan
ini telah menjadi api obor yang menerangi peradaban manusia dari kegelapan
peradaban.

Dibandingkan dengan peradaban Eropa, Peradaban Islam justru menjadI


cahaya baru bagi era Renaissance dan Revolusi sains yang lebih luas. Islam dan
kelompok pemikirnya seakan merambah dan mempengaruhi kaum ilmuwan
Eropa, yang terbilang sedikit, melalui sains. Kota2 muslim seperti : Baghdad,
Damascus, Cairo, Cordoba dan Qum telah lahir sebagai pusat – pusat peradaban
dunia dengan segala kemajuan sainsnya seperti : Fisika, Matematika, Metafisika,
Filsafat, Astronomi, Sastra, dll. Situasi yang bertolak belakang justru terjadi di
Eropa. Kegagalan gereja Katolik, sebagai sebuah institusi terkuat di Eropa, untuk
melahirkan pembaruan-pembaruan ilmu pengetahuan justru membentuk
radikalisasi Eropa yang berujung pada Perang Salib. Tak berlebihan kiranya A.
Lewis menjelaskan bahwa tentara perang salib adalah “Manusia yang haus darah
dan bukan manusia yang haus akan ilmu”. Akan tetapi disinilah mulai terjadi
pergeseran titik peradaban manusia, dari Islam bergeser ke Eropa.

Titik penting dari kelahiran sains dalam peradaban Islam dimulai dengan
penerjemahan karya-karya klasik sains dan filsafat Yunani ke dalam bahasa Arab,
yang diawali oleh Hunayn ibn Ishaq (809-873) dan kemudian diteruskan oleh
Ishaq, Hubaish dan Isa bin Yahia. Perkembangan ini kemudian memicu
penerjemahan berbagai karya – karya sains seperti Matematika dari India dan
Cina, sedangkan karya –karya dalam bidang kedokteran banyak diterjemahkan

3
dari Persia. Pertukaran dan transformasi sains merupakan hal yang biasa dalam
Peradaban Islam.

Sebagaimana kita dapat melihat betapa terbukanya kota – kota besar yang
menjadi “Center of Excellent” (Pusat kemajuan), dengan berdatangannya para
intelektual dari berbagai penjuru dunia. Selain memang secara infrastruktur, kota-
kota tersebut sangatlah siap untuk membangun atmosfir ilmiahnya, seperti tiga
perpustakaan terbesar di dunia, Fatimiyyah di Mesir, Abbasiyah di Baghdad dan
Umayyah di Kordoba. Pada akhirnya, Kordoba sebagai pusat peradaban kaum
muslim di belahan Eropa, telah menjadi cahaya penerang bagi seantero jagad
Eropa. Seluruh ide awal masa Renaissance dan Revolusi sains Eropa berawal dari
Kordoba. Ribuan Peneliti, Pengajar dan Siswa dari seluruh dunia dan
terkhusus ,Eropa, telah menjadikan Kordoba sebagai kiblat ilmu pengetahuan dan
kemajuan sains. Banyak berdirinya akademi-akademi di sana merupakan daya
tarik utama bagi seluruh peneliti, pengajar dan siswa untuk mengembangkan
ilmunya.

Akademi merupakan sebuah tradisi ilmiah yang telah dibangun sejak lama
oleh kaum Muslim mulai tahun 600 – 700. Dimana hal yang sama justru baru
dilakukan oleh peradaban Eropa pada abad 13 dengan Universitas Paris dan
Universitas Oxford sebagai avant garde. Pembentukan –pembentukan pendidikan
pascasarjana di Eropa merupakan kelanjutan dari ide orisinal pola pendidikan
Islam, seperti Sarjana (Undergraduate) atau Mutafaqqih, dan Pascasarjana
(Graduate) atau Sahib.

Antara abad ke-9 dan ke-13, peradaban Islam berkontribusi besar terhadap
perkembangan sains pramodern dan pengetahuan yang diteruskan dari Yunani ke
Eropa melalui penerjemahan secara besar-besaran. Seiring waktu, keadaan
berubah. Tiga abad kemudian, yaitu abad ke-16, muncul perkembangan sains
modern di Eropa. 
Terjadi revolusi besar metode keilmuan. Peristiwa ini membuat hubungan
kekuasaan antarnegara diukur berdasarkan penguasaan teknologi. Akhirnya, hal
itu mengarah pada kolonisasi bangsa-bangsa Eropa terhadap dunia Islam. Di sisi

4
lain, ada upaya yang ditempuh sejumlah figur di negara-negara Islam dengan
mengadopsi teknologi mereka.  
Hal itu terjadi sekitar abad ke-19. Menurut Ensiklopedi Oxford Dunia
Islam Modern, setelah Mesir ditaklukkan Napoleon Bonaparte, Muhammad Ali
mengambil alih kekuatan negara dan berkuasa pada 1805 sampai 1848. Selama
berkuasa, ia mengalihkan teknologi Prancis dan Inggris ke Mesir dengan
mengandalkan para pekerja asing di Mesir. 

Ia memperkenalkan cetak pres pertama. Semula langkahnya itu dikecam


sebagian ulama karena ada bagian dari alatnya yang terbuat dari kulit babi.
Namun, dia mampu mengatasinya sehingga Bulaq Press yang didirikannya
mampu mencetak 81 buku berbahasa Arab dalam bidang sains antara 1821 dan
1850.
Percetakan, teknologi irigasi, pabrik tekstil, penambangan batu bara dan
besi, serta perlengkapan militer menjadi prioritas perhatian. Sekolah-sekolah
teknik didirikan untuk membangun sumber daya yang berketerampilan. Lebih dari
400 mahasiswa kala Muhammad Ali berkuasa dikirim ke Eropa untuk menimba
ilmu sains dan taktik militer. 

Orang-orang Turki Usmaniyah membangun kekuasaan yang besar dan


luas pada abad ke-16, juga segera menyadari manfaat teknologi militer, khususnya
senjata-senjata berat yang dapat mereka pinjam dari Barat. Perubahan radikal
mencuat pada masa pemerintahan Selim III yang berlangsung pada 1761 hingga
1808. 

Gagasan tentang modernitas mendorong Sayyid Akhmad Khan menjadi


pembela perkembangan sains dan pemikiran modern. Ia berbeda pendapat dengan
mereka yang menentang sains karena dianggap tabu dalam ajaran agama. Ia
meyakini kekalahan umat Muslim oleh Barat akibat keterbelakangan mereka di
bidang sains. 

Ia tergerak menafsirkan kembali teologi Islam agar dapat dipadukan


dengan gagasan sains dan humanisme. Kecaman mendera dirinya karena
penafsiran ulang itu, tapi tak menghentikan sikapnya. Bahkan, ia mendirikan
Universitas Islam Aligarh. Melalui lembaga pendidikan tinggi ini, ia memberi
kesempatan kaum Muslim untuk belajar.

Dorongan untuk mengejar ketertinggalan penguasaan sains modern oleh


umat Islam disampaikan pula oleh Jamal al-Din al-Afghani (1883-1897). Al-

5
Afghani menegaskan, tak ada kontradiksi antara Islam dan sains. Islam, kata dia,
justru menganjurkan pemikiran rasional dan melarang taklid buta. 

B. Konflik Pemikiran Intelektual Antara Timur Islam dan Ideologi


Barat
Kaum Intelektual, nama tersebut pastilah tidak asing lagi di telinga kita
masyarakat Indonesia. Sebelum membahas permasalahan-permasalahan yang ada
di Indonesia, akan dibahahas terlebih dulu siapa itu Kaum Intelektual.

Kaum Intelektual dapat diartikan sebagai seseorang atau golongan yang


merasa berkepentingan untuk memikirkan secara rasional dan sepanjang
pengetahuannya tentang bagaimana suatu masyarakat atau kemanusiaan pada
umumnya bisa lebih baik. Hasil-hasil dari pemikiran tersebut diusahakan, melalui
satu atau lain jalan, menyampaikan dalam bentuk gagasan-gagasan kepada
anggota masyarakat lainnya.

Seseorang yang mungkin sudah menjalani proses pendidikan formal yang


begitu lama serta telah banyak menyadap ilmu pengetahuan belum tentu akan
begitu saja berhasil menjadi seorang Intelektual kalau seandainya dia tidak
mempunyai pemikiran tentang perbaikan masyarakat, atau kalaupun dia ada dia
mau memonopolinya sendiri, tidak mau menyampaikannya pada orang lain.
Kualitas seorang Intelektual ditentukan oleh seberapa jauh kesanggupan
pemikiran dan ilmunya memecah permasalahan-permasalahan masyarakat.

Jelas sebagai konsekuensi dari perbedaan worldview masing-masing.


Sebagai elemen yang paling mendasar dari keduanya yaitu Epistemologi Barat
dan Timur. Dimana Epistemologi Barat kajiannya didasarkan pada praduga-
praduga sedangkan Epistemologi Timur didasarkan pada kajian metafisika.
Sumber ilmu pengetahuan pada Epistemologi Barat adalah hanya pada akal (rasio)
dan data/fakta empiris sedangkan Sumber Epistemologi Timur adalah akal sehat,
panca indra, intuisi dan wahyu.

6
Disamping itu, Jika filsuf Yunani dan banyak filsuf lainnya masih
berspekulasi tentang asal mula dan masa depan kehidupan, maka filsafat dalam
Islam yang berdasarkan wahyu sudah memberikan ilmu yang jelas dan tidak
spekulatif. Asal usul manusia sudah sangat jelas, yaitu beradal dari keturunan
Adam as. Ketika manusia menolak informasi dari wahyu, maka secara otomatis,
mereka akan berspekulasi. Malangnya berspekulasi kemudian diberi nilai yang
sangat tinggi, yaitu sedang berfilsafat.
Masalah epistemologi ilmu  theory of knowledge ini adalah masalah yang
penting. Epistemologi berbicara tentang sumber-sumber ilmu dan bagaimana
manusia bisa meraih ilmu. Sementara itu knowledge atau ilmu pengetahuan
merupakan sesuatu yang sangat mendasar dalam kehidupan manusia. Islam adalah
agama yang sangat menghargai ilmu. Al Quran adalah kitab yang begitu besar
perhatiannya terhadap aktivitas pemikiran dan keilmuan. Ini misalnya tergambar
dari penyebutan kata “al ilm” dan derivasinya, mencapai 823 kali.

C. Epistimologi Keislaman dan Ilmu Pengetahuan


Biasanya, epistemologi diterjemahkan sebagai teori tentang ilmu,
memahami ilmu (nadzariyyatul ‘ilm, fahmul ‘ilm). Setiap peradaban memiliki
paham tersendiri tentang ilmu, demikian pula Islam. Bagi seorang muslim,
epistemologi bukan sekadar teori. Epistemologi Islam adalah bagian dari akidah.
Ini sudah dibahas oleh para ulama pada masa dahulu.

Dalam buku ‘Al-‘Aqaid an-Nasafiyah’ misalnya, adalah di antara buku


akidah yang menjadi pegangan bagi ahlus-sunnah wal-jamaah. Buku itu sudah
membicarakan apa yang hari ini disebut sebagai epistemologi. ‘Haqaaiq al-asy’ya
tsabitatun wal-‘ilmu bihaa mutahaqqiqun khilafan li ash-shufastaiyyah’. (Hakikat
sesuatu itu adalah tsabit (tetap). Dan pengetahuan kita tentang hakikat tadi adalah
benar, berbeda dengan para sophist). Jadi, itu merupakan pembahasan soal
epistemologi.

Adapun cara dan sebab musabab manusia menerima ilmu serta jalan mana
saja memperolehnya (asbabul-‘ilm), yang pertama melalui panca indera yang lima
(khawasul-khamsah). Dan jalan kedua adalah melalui al-‘aqlus-salim (akal yang
sehat). Dan selanjutnya melalui khabar shadiq (berita yang benar). Melalui ketiga
jalur inilah manusia bisa menerima ilmu.

7
Dalam bahasa kontemporer, dikenal sumber empiris (al-haqiqah at-
tajribiyyah), sumber rasional (al-haqiqah al-‘aqliyyah), dan sumber otoritas (al-
haqiqah al-muthlaqah). Jika kita mendapatkan ilmu dengan cara melihat, berpikir,
dan menerima berita. Bagaimana Anda tahu bahwa burung gagak itu hitam?
Benarkah pelangi itu berwarna-warni? Apakah bisa dipertanggungjawabkan
bahwa warna cahaya matahari itu putih? Saya melihatnya sendiri. Melihat itu
suatu bukti empiris yang paling dasar.

Epistemologi mempunyai tempat yang cukup sentral dalam bangunan


filsafat ilmu, sehingga epistemologi telah menarik perhatian para pemikir baik di
Barat maupun di bangunan pemikiran Islam modern.

Pertama, Di dunia Barat, epistemologi menjadi suatu disiplin ilmu baru di


Eropa yang dipelopori oleh Descartes (1596-1650), dan dikembangkan oleh
filosof Leibniz (1646–1716), kemudian disempurnakan oleh John Locke di
Inggris. Epistemologi berkembang sejak gagasan renaissance dibangkitkan.     

Renaissance adalah produk dari gerak individualisme yang kuat yang


menggoncang tatanan yang sudah mapan pada abad k-14 dan ke-15. Pada abad
ke-18 dimulailah suatu zaman baru, yang memang telah berakar
pada Renaissance, serta yang mewujudkan potensi diri manusia dalam
mengindera, berpikir dan melakukan berbagai eksperimen dalam mengolah alam,
sehingga lahir dua aliran rasionalisme dan empirisme. Abad ke-18 disebut abad
Pencerahan (Aufklarung). Sementara itu, abad ke-19, dimulai Gerakan Neo-
Positivisme, yang dimotori oleh Lingkaran Wina (Wiener Kreis, Vienna Circle)
adalah suatu kelompok yang terdiri dari sarjana-sarjana ilmu pasti dan ilmu alam
di Wina.

Selanjutnya, Mazhab Frankfurt dan Marxisme, nama “Mazhab Frankfurt”


(Die Frankfurter Schule) digunakan untuk menunjukkan sekelompok sarjana yang
bekerja pada Institut fur Sozialforschung (Lembaga untuk Penelitian Sosial) di
Frankfurt am Main. Lembaga ini didirikan pada tahun 1923 oleh Felix Well,
dimaksudkan untuk membentuk sebuah pusat penelitian sosial yang independen.

Kedua, Permasalahan epistemologi dalam filsafat Islam tidak dibahas


secara tersendiri, akan tetapi, begitu banyak persoalan epistemologi dikaji secara
meluas dalam pokok-pokok pembahasan filsafat Islam, misalnya dalam pokok
kajian tentang jiwa. Begitu pula hal-hal yang berkaitan dengan epistemologi

8
banyak dikaji dalam pembahasan tentang akal, objek akal, akal teoritis dan
praktis, wujud pikiran, dan tolok ukur kebenaran dan kekeliruan suatu proposisi.
Dalam perkembangan filsafat Islam, epistemologi menjadi suatu bidang disiplin
baru ilmu yang mengkaji sejauh mana pengetahuan dan makrifat manusia sesuai
dengan hakikat, objek luar, dan realitas eksternal.

Dinamika epistemologi dalam pemikiran keagamaan di dunia Islam telah


berlangsung  sejak  periode klasik (650-1250), periode pertengahan (1250-1800)
dan periode modern (1800-sekarang). Periode  perkembangan pemikiran modern
sebagai periode ketiga dipandang sebagai periode kebangkitan kembali umat
Islam setelah tenggelam selama abad pertengahan. Namun demikian, kehadiran
modernisme telah menyebabkan respons yang beragam dan memunculkan
ketegangan di kalangan umat islam. Dengan adanya modernisasi di segala bidang
di beberapa Negara, seperti Mesir memasuki masa liberal (liberal age). Paham
liberalisme tumbuh mekar yang mengakibatkan munculnya sejumlah gagasan
tentang pemisahan antara agama, kebudayaan dan politik.

Epistemologi yang telah tumbuh sejak ratusan tahun silam, kini berada
pada posisi perkembangan yang semakin menggairahkan. Kehadiran perguruan
tinggi di berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia sesuai dengan fungsi
utamanya untuk mengembangkan ilmu, telah memberikan kontribusi signifikan
dalam memelihara semangat perkembangan ilmu. Berbagai temuan dalam bidang
sains, teknologi dan seni telah ikut memperkaya khazanah intelektual, sekaligus
memberikan kontribusi penting bagi kehidupan manusia.

Hampir semua disiplin ilmu yang saat ini berkembang baik di dunia
pendidikan maupun di lingkungan para penggunanya, pada dasarnya bermula dari
buah pemikiran para penggagas atau penemunya. Mereka telah memberikan
sumbangan besar dalam proses transformasi budaya masyarakat dunia. Informasi
para penggagas dan penemu teori yang telah memperkaya ilmu pengetahuan itu,
kini tersebar dalam berbagai literatur khususnya berkaitan dengan sejarah
perkembangan sesuatu ilmu.

Perkembangan ilmu pengetahuan, baik di lingkungan lembaga pendidikan


maupun dalam lingkup wilayah pemanfaatannya di dunia praktis, selalu membuka
peluang untuk ditelaah, dikritik, atau bahkan dibantah sesuai dengan perbedaan
perspektif yang digunakannya. Namun demikian, secara filosofis, pertumbuhan
dan perkembangan ilmu pengetahuan pada gilirannya akan berujung pada tema-
tema kemanusiaan, kealamsemestaan, dan ketuhanan. Ilmu pengetahuan
kemudian muncul dan berkembang sebagai jawaban atas berbagai pertanyaan di
seputar ketiga tema tersebut.

9
Dalam perspektif epistemologi Islam, tidak dikenal adanya dikhotomi
antara ilmu agama dengan ilmu non-agama (umum). Ilmu adalah ilmu, Ia berasal
dari sumber yang sama, kemudian berkembang sesuai dengan wilayah obyeknya
masing-masing, baik menyangkut obyek material maupun obyek forma. Ia terus
bersentuhan dengan fenomena alam, manusia dan apapun yang berada di luar
keduanya. Melalui persentuhan itulah ilmu pengatahuan terus berkembang
memasuki ruang sejarah dari waktu ke waktu.

Jika sains dan teknologi ini ditelusuri kembali ke masa-masa


pertumbuhannya, hal itu tidak lepas dari sumbangsih para ilmuwan muslim. Tidak
berlebihan jika dikatakan bahwa asal-usul sains modern atau revolusi ilmiah
berasal dari peradaban Islam. Memang sebuah fakta, umat Islam adalah pionir
sains modern. Jikalau mereka tidak berperang di antara sesama mereka, dan jika
tentara kristen tidak mengusirnya dari Spanyol, dan jika orang-orang Mongol
tidak menyerang dan merusak bagian-bagian dari negeri-negeri Islam pada abad
ke-13, tentulah mereka akan juga mampu melahirkan seorang Descartes, seorang
Gassendi, seorang Hume, seorang Copernicus, dan seorang Tycho Brahe, karena
kita telah menemukan bibit-bibit filsafat mekanika, emperisisme, elemen-elemen
utama dalam heliosentrisme dan instrumen-instrumen Tycho Brahe dalam karya-
karya al-Ghazali, Ibn al-Shatir, para astronom pada observatorium margha dan
karya-karya Takiyudin.

Disamping itu, Ada sebuah pertanyaan yang mendasar, sekaligus


keprihatinan yang mendalam, mengapa bangsa  mayoritas Muslim ini belum
memiliki kedaulatan dan martabat. Umat Islam yang dahulu mencapai puncak
kejayaan peradaban, kini hanya tinggal kenangan. Kaum Muslimin  tak lagi
menjadi bangsa  yang disegani, sebagaimana dahulu semasa Rasulullah. Islam dan
kaum Muslim saat itu dan beberapa abad setelahnya begitu disegani oleh siapa
pun karena kemajuan di bidang sains teknologi, ekonomi, budaya di bawah
kekuatan teologinya. Padahal, Rasulullah oleh Michael D Hart digambarkan
sebagai sosok paripurna peletak peradaban agung, " Kesatuan tunggal yang tidak
ada bandingannya dalam memengaruhi sektor keagamaan dan duniawi secara
bersamaan, merupakan hal yang mampu menjadikan Muhammad untuk layak
dianggap sebagai sosok tunggal yang memengaruhi sejarah umat manusia".

10
Hilangnya kedaulatan dan martabat  ini bermuara pada terpisahnya sains,
kosmos, dan teologi dari setiap diri Muslim. Singkatnya adalah karena
sekulerisasi yang telah merasuk ke dalam pikiran dan jiwa kaum Muslimin di
semua bidang kehidupan, seperti sains, politik, budaya, ekonomi,  pendidikan, dan
sosial. Keprihatinan inilah yang kemudian memunculkan ide untuk menyiapkan
kader-kader umat terbaik, yang akan meneruskan penegakan kembali peradaban
Islam yang telah lama runtuh. Kini umat sedang tidur, tapi tidurnya terasa terlalu
panjang. Mesti begitu, ada kader umat yang menjadi pelopor yang menggali dan
mencari mutiara yang hilang. Pemikiran Islam yang dulu menguasai dunia adalah
mutiara paling berharga, yang harus 'direbut' kembali. Kader pelopor kebangkitan
peradaban Islam inilah yang disebut cendekiawan Muslim dalam arti yang luas.
Karena itu, tugas seorang yang menyandang gelar cendekiawan Muslim
tidaklah ringan di mata Islam. Seluruh cendekiawan Muslim, ilmuwan Muslim,
dan para ulama terdahulu telah dengan gamblang memberikan contoh, bagaimana
mereka menghabiskan waktu demi meraih kemuliaan dan martabat Islam dan
kaum Muslimin sebagai sebuah bangsa. Dengan seluruh potensi yang dimiliki,
para pendahulu telah menorehkan sejarah kegemilangan kemajuan Islam, yang
adil dan beradab bagi seluruh manusia tanpa memandang ras, agama, suku, warna
kulit, dan bahasa.
Usaha bijak dan pengorbanan yang cerdas para cendekiawan Muslim,
pertama kali harus diorientasikan bagi pembangunan masyarakat yang baik.
Masyarakat yang baik adalah masyarakat yang dibangun di atas manhajAllah. Hal
ini relevan dengan kondisi masyarakat negeri ini yang semakin mengalami
degradasi sains dan moral. Usaha ini memerlukan keimanan  dan pemahaman
tentang realitas sebagai hakikat keimanan dan wilayahnya dalam sistem
kehidupan. Para cendekiawan Muslim harus berani memikul tanggung jawab
besar ini, tanpa menunggu imbalan duniawi jika masih ingin melihat bangsa ini
bangkit dan bermartabat. Bukankah Allah sendiri yang mengaitkan keimanan
suatu masyarakat dengan kesejahteraan dan keberkahan kehidupan. "Jika
sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan
melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka
mendustakan (ayat-ayat Kami) itu. Maka Kami siksa mereka disebabkan
perbuatannya."  (Qs al-A'raf: 96).
Menjadikan Islam sebagai dasar manhajberpikir dan bertindak menuju
bangsa yang bermartabat, bukanlah jalan yang pendek dan mudah. Usaha besar ini
membutuhkan waktu yang panjang dan usaha yang berkesinambungan. Para
cendekiawan Muslim mesti berhenti sejenak untuk merenungkan langkah-langkah
strategis fundamental, yang genuinedan tidak terkontaminasi dengan nilai-nilai
yang bertentangan dengan Islam. Jika konsisten, gerakan peradaban cendekiawan

11
Muslim ini, dengan izin Allah, akan membawa bangsa ini lebih bermartabat dalam
arti yang sesungguhnya. Meski harus disadari juga, sampai kapan pun
kebangkitan peradaban Islam akan terus menuai hambatan dan ujian.
D. Landasan Ilmu Keislaman dan Integrasi Ilmu
Pendidikan Islam sebagai suatu usaha membentuk manusia, harus
mempunyai landasan ke mana semua kegiatan dan semua perumusan tujuan
pendidikan Islam itu di hubungkan.Landasan Islam itu terdiri dari Al-Qur’an dan
Sunnah Nabi Muhammad SAW yang dapat dikembangkan dengan ijtihad, al
maslahah al mursalah, istihsan, qiyas dan sebagainya.
1.Al-Qur’an
Al-Qur’an ialah firman Allah berupa wahyu yang disampaikan oleh Jibril
kepada Nabi Muhammad SAW. Didalamnya terkandung ajaran pokok yang dapat
dikembangkan untuk keperluan seluruh aspek kehidupan melalui ijtihad. Ajaran
yang terkandung dalam Al-Qur’an itu terdiri dari dua prinsip besar, yaitu yang
berhubungan dengan masalah keimanan yang disebut AQIDAH, dan yang
berhubungan dengan amal yang disebut Syariah.
Ajaran-ajaran yang berkenaan dengan iman tidak banyak dibicarakan
dalam Al-Qur’an, tidak sebanyak ajaran yang berkenaan dengan amal perbuatan.
Ini menunjukkan bahwa amal itulah yang paling banyak dilaksanakan, sebab
semua amal perbuatan manusia dalam hubungannya dengan Allah, dengan dirinya
sendiri, dengan manusia sesamanya (masyarakat), dengan alam dan
lingkungannya, dengan makhluk lainnya, termasuk dalam ruang lingkup amal
saleh (syari’ah).
Didalam Al-Qur’an terdapat banyak ajaran yang berisi prinsip-prinsip
berkenaan dengan kegiatan atau usaha pendidikan itu. Sebagai contoh dapat
dibaca dalam kisah Lukman mengajari anaknya dalam surat Lukman ayat 12 s/d
19. Cerita itu menggariskan prinsip materi pendidikan yang terdiri dari masalah
iman, akhlak ibdah, sosial dan ilmu pengetahuan. Ayat lain menceritakan tujuan
hidup dan tentang nilai sesuatu kegiatan dan amal saleh. Itu berarti bahwa
kegiatan pendidikan harus mendukung tujuan hidup tersebut. Oleh karena itu
pendidikan islam harus menggunakan Al-Qur’an sebagai sumber utama dalam

12
merumuskan berbagai teori tentang pendidikan islam. Dengan kata lain,
pendidiakn Islam harus berlandaskan ayat-ayat Al-Qur’an yang penafsirannya
dapat dilakukan berdasarkan ijtihad di sesuaikan dengan perubahan dan
pembaharuan.
2.AS-SUNNAH
As-Sunnah ialah perkataan, perbuatan ataupun pengakuan Rasul Allah
SWT. Yang dimaksud dengan pengakuan itu adalah kejadian atau perbuatan orang
lain yang diketaui Rasulullah dan beliau membiarkan saja kejadian atau perbuatan
itu berjalan.
Sunnah merupakan sumber ajaran kedua sesudah Al-Qur’an. Seperti Al-
Qur’an, Sunnah juga berisi aqidah dan syari’ah. Sunnah berisi petunjuk
(pedoman) untuk kemashlahatan hidup manusia dalam segala aspeknya, untuk
membina umat menjadi manusia seutuhnya atau muslim yang bertaqwa.
Oleh karena itu, sunnah merupakan landasan kedua bagi cara pembinaan
pribadi manusia muslim. Seunnah selalu membuka kemungkinan penafsiran
berkembang. Itulah sebabnya, mengapa ijtihad perlu ditingkatkan dalam
memahaminya termasuk sunnah yang berkaitan dengan pendidikan.
3.IJTIHAD
Ijtihad adalah istilah para fuqaha, berfikir dengan menggunakan seluruh
ilmu yang dimiliki oleh ilmuwan syari’at islam untuk menetapkan atau
menentukan sesuatu hukum syari’at islam dalam hal-hal yang ternyata belum
ditegaskan hukumnya oleh Al-Qur’an dan Sunnah. Ijtihad dalam hal ini dapat saja
meliputi seluruh aspek kehidupan termasuk aspek pendidikan, tetapi tetap
berpedoman pada Al-Qur’an dan Sunnah. Namun demikian, ijtihad harus
mengikuti kaidah-kaidah yang diatur oleh para mujtahid tidak boleh bertentangan
dengan isi Al-Qur’an dan Sunnah tersebut. Karena itu ijtihad dipandang sebagi
salah satu sumber hukum islam yang sangat dibutuhkan sepanjang masa setelah
Rasul Allah wafat.
Ijtihad dalam pendidikan harus tetap bersumber dari Al-Qur’an dan
Sunnah yang diolah oleh akal yang sehat dari para ahli pendidikan Islam. Ijtihad

13
tersebut haruslah dalam hal-hal yang berhubungan langsung dengan kebutuhan
hidup di suatu tempat pada kondisi dan situasi tertentu.
Ijtihad dibidang pendidikan ternyata semakin perlu sebab ajaran islam
yang terdapat dalam Al-Qur’an dan Sunnah adalah bersifat pokok-pokok dan
prinsip-prinsipnya saja. bila ternyata ada yang agak terperinci, maka perincian itu
adalah sekedar contoh dalam menerapkan yang prinsip itu.sejak diturunkan
sampai Nabi Muhammad SAW wafat, ajaran Islam telah tumbuh dan berkembang
melalui ijtihad yang dituntut oleh perubahan situasi dan kondisi sosial yang
tumbuh dan berkembang pula. Sebaliknya ajaran Islam sendiri telah berperan
mengubah kehidupan manusia menjadi kehidupan muslim.
Kegiatan pendidikan dan pengajaran yang merupakan tugas setiap warga
negara dan pemerintah, harus berlandaskan filsafat dan pandangan hidup bangsa
ini, dan harus dapat membina warga negara yang berfilsafat dan berpandangan
hidup yang sama. Oleh karena itu, landasan pendidikannya harus sesuai dengan
filsafat dan pandangan hidup itu. Dan sebagai penganut suatu agama yang taat,
seluruh aspek kehidupannya harus disesuaikan dengan ajaran agamanya. Maka
warga negara yang setia pada bangsa dan taat pada agama, harus dapat
menyesuaikan filsafat dan pandangan hidup pribadinya dengan ajaran agama serta
filsafat dan pandangan hidup bangsanya.
Bila ternyata ada ketidaksesuaian atau pertentangan, maka para mujtahid
di bidang pendidikan harus berusaha mencari jalan keluarnya dengan
menggunakan ijtihad yang digariskan oleh agama, dengan ketentuan bahwa ajaran
agama yang prinsip tidak boleh dilanggar atau ditinggalkan.
Filsafat dan pandangan hidup bangsa indonesia adalah pancasiala yang
digali dan diramu dari berbagai filsafat dan pandangan hidup yang terdapat dalam
kelompok-kelompok masyarakat yang bergabung dalam masyarakat besar bangsa
indonesia.
Pancasila adalah rumusan manusia, hasil kombinasi dan godakan yang
diserasikan dari berbagai unsur tradisi dan kebudayaan daerah. Pekerjaan ini
merupakan ijtihad manusia, ijtihad para pemimpin bangsa dalam menciptakan
prinsip idea kesatuan seluruh rakyat indonesia. Semua ajaran yang terdapat dalam

14
negara indonesia tidak boleh bertentangan dengan pancasila sebagai filsafat dan
pandangan hidup bangsa dalam bernegara. Dilain pihak ajaran Islam harus
diamalkan oleh penganutnya dalam kehidupan bernegara dengan cara yang tidak
dipertentangkan dengan pancasila.
Sejalan dengan itu maka pendidikan agama (Islam) sebagai suatu tugas
dan kewajiban pemerintah dalam mengemban aspirasi rakyat, harus
mencerminkan dan menuju kearah tercapainya masyarakat pancasila dengan
warna agama. Dalam kegiatan pendidikan, agama dan pancasila harus dapat
meningkatkan dan mengembangkan kehidupan beragama, termasuk pendidikan
agama. Ini berarti bahwa pendidikan Islam itu, selain berlandaskan Al-Qur’an dan
Sunnah, juga berlandaskan Ijtihad dalam menyesuaikan kebutuhan bangsa yang
selalu berubah dan berkembang. Dengan ijtihad itu ditemukan persesuaian anatara
pancasila dengan ajaran agama yang secara bersamaan dijadikan landasan
pendidikan, termasuk pendidikan agama.

Maraknya kajian dan pemikiran integrasi keilmuan (islamisasi ilmu


pengetahuan) didengungkan oleh kalangan intelektual muslim antara lain Naquib
al-Attas dan Ismail Raji’ al-Faruqy, tidak lepas dari kesadaran beragama islam di
tengah pergumulan dunia global yang sarat dengan kemajuan ilmu teknologi.
Misalnya ia berpendapat bahwa umat Islam akan maju dan menyusul barat
manakala mampu mentransformasikan ilmu pengetahuan dalam memahami
wahyu atau sebaliknya mampu memmahami wahyu untuk mengengembangkan
ilmu pengetahuan.

Usaha untuk menuju integrasi keilmuan sejatinya telah dimulai sejak abad
ke 9, meski mengalami pasang surut. Pada masa al-Farabi dimanifestasikan dalam
hirarki ilmu yang muncul sebagai hasil penyelidikan tradsional epistemology serta
merupakan basis bagi penyelidikan hidup subur dan mendapat tempatnya.

Integrasi keilmuan al-Farabi dimanifestasikan dalam hirarki keilmuan


yang dibuatnya. Ia menyebut tiga criteria dalam penyusunan hirarki ilmu.
Pertama, berdasarkan subjek ilmu. Kedua, kedalaman dalam berbagai ilmu yang
ditandai oleh perbedaan derajat dan keyakinan. Ketiga, berdasarkan manfaat suatu
ilmu. Kriteria yang ketiga ini berkaitan langsung masalah hukum etika.

15
Kriteria ilmu al-Farabi, Karena bukan didsarkan pada ilmu-ilmu tetapi
berdasarkan ketiga factor diatas, maka yang terdjadi adalah upaya pengintegralan
(islamisasi) ilmu pengetahuan. Dalam klasifikasi ini , belum terlihat jelas integrasi
antaara agama dan rasional.dalam.

E. Problematika dan Peradaban Global

Peradaban adalah sebuah istilah yang digunakan untuk menyebutkan


bagian-bagian atau unsur kebudayaan yang dianggap halus, indah dan maju.
Konsep kebudayaan adalah perkembagan kebudayaan yang telah mencapai
tingkat tertentu yang tercermin dalam tingkat intelektual, keindahan, teknologi,
spiritual yang terlihat pada masyarakatnya. Kebudayaan bersifat dinamis. Oleh
sebab itu ia dapat mengalami perubahan atau pergeseran.

Faktor utama dalam perubahan ini adalah adanya globalisasi.Antara


manusia dan peradaban mempunyai hubungan yang sangat erat karena diantara
keduanya saling mendukung untuk menciptakan suatu kehidupan yang sesuai
kodratnya. Suatu peradaban timbul karena ada yang menciptakannya yaitu
diantaranya ada faktor manusianya yang melaksanakan peradaban tersebut.

Problematika peradaban di Indonesia yang timbul akibat globalisasi


diantaranya dapat dilihat dalam bidang bahasa, kesenian, juga yang terpenting-
kehidupan sosial. Akibat perkembangan teknologi yang begitu pesat, terjadi
transkultur dalam kesenian tradisional Indonesia. Peristiwa transkultural seperti
itu mau tidak mau akan berpengaruh terhadap keberadaan kesenian kita. Padahal
kesenian tradisional kita merupakan bagian dari khasanah kebudayaan nasional
yang perlu dijaga kelestariannya.

Dengan teknologi informasi yang semakin canggih seperti saat ini, kita
disuguhi banyak alternatif tawaran hiburan dan informasi yang lebih beragam,
yang mungkin lebih menarik jika dibandingkan dengan kesenian tradisional kita.
Dengan televisi, masyarakat bisa menyaksikan berbagai tayangan hiburan yang
bersifat mendunia yang berasal dari berbagai belahan bumi. Hal ini menyebabkan

16
terpinggirkannya kesenian asli Indonesia. Perkembangan dunia IPTEK yang
demikian mengagumkan itu memang telah membawa manfaat yang luar biasa
bagi kemajuan peradaban umat manusia. Jenis-jenis pekerjaan yang sebelumnya
menuntut kemampuan fisik yang cukup besar, kini relatif sudah bisa digantikan
oleh perangkat mesin-mesin otomatis, Demikian juga ditemukannya formulasi -
formulasi baru kapasitas komputer, seolah sudah mampu menggeser posisi
kemampuan otak manusia dalam berbagai bidang ilmu dan aktifitas manusia.

Masyarakat yang beradab dapat diartikan sebagai masyarakat yang


mempunyai sopan santun dan kebaikan budi pekerti. Ketenangan, kenyamanan,
ketentraman, dan kedamaian sebagai makna hakiki manusia beradab dan dalam
pengertian lain adalah suatu kombinasi yang ideal antara kepentingan pribadi dan
kepentingan umum.

Realita saat ini akan banyaknyaperbedaan yang marak dalam ajaran islam


sendiri diantaranya, fundamentalisme, islam radikal, islam terorisme, liberalisme,
sekulerisme, dan masih banyak lagi dari sekian wacana yang belum mendapatkan
perhatian khusus sebagai objek pembahasan keilmuan dan inilah yang
seharusnya menjadi tugas kita untuk mengetahui lebih dalam tentang hal-hal yang
berorientasi kebaratan. Inilah problematika yang tersembunyi dibalik
gemerlap pemahaman kehidupan saat ini yang kita sebut
orientalisme yang secara tersembunyi memerangi islam sedikit demi sedikit yang
berorientasikan pada penyelewengan akan pemahaman. Bahkan permasalahan
berat pula bagi umat islam dalam mempertahankan hubungan sosial ditengah
maraknya perbedaan pemahaman.

Problematika yang kita anggap biasa sejatinya problematika yang akan


kelemahan persatuan umat islam itu sendiri bisa mengalahkan akar tonggak islam
yakni aqidah karena ketika aqidah telah mampu dilumpuhkan maka yang terjadi
semakin mudahnya para orientalis untuk menyerang islam dan memutarbalikkan
fakta kebenaran ajaran islam karena kelemahan persatuan umat islam itu sendiri.

Akan tetapi jangan pernah lupa akan janji Allah yang senantiasa
menyempurnakan cahaya agama yang diturunkan-Nya seklipun orang-orang islam
selalu mengusik ketenangan islam sekalipun, dan islam adalah agama yang akan
tetap jaya samapi akhir zaman, oleh karena itu jangan pernah putus dari
pertolongan Allah di setiap kesusahan kita, terlebih masalah akidah umat islam.

17
Manusia adalah kholifah yang mengemban amanat untuk menegakkan
jalan lurus kepada semua umat islam. Wujud awal akan kesadaran sebagai
kholifah yang mengemban tugas adalah sebuah keresahan dalam menyikapi
problematika yang tersembunyi dan mempertanyakan apa yang seharusnya
diperbuat untuk memecahkan problematika saat ini adalah sebagai wujud
kesadaran awal membentuk pola fikir untuk terus mencari solusi dan jalan keluar
problematika tersebut. Banyak hal yang seharusnya menjadi bahan pencarian
diantarnya mengkaji ilmu-ilmu agama, dan ilmu-ilmu umum lainnya dalam
rangka menutup pintu orientalisme. Kecerdasan bangsa orientalis dalam
menyerang islam dengan memutar balikkan fakta kebenaran agama islam
sangatlah nyata adanya sabagai bentuk misi utamanya untuk meruntuhkan agama
islam maka dengan seperti itu apakah umat islam masih saja terdiam terpaku
dengan keadaan ini.

Melawan paham orientalisme bukanlah dengan kekuatan otot tetapi yang


dibutuhkan adalah kecerdasan akal untuk memberikan strategi khusus
sebagai pegangan untuk diri kita sendiri adalah keteguhan iman dan pribadi yang
kuat sebagai modal awal membuka hijab problematika umat islam saat ini,
sehingga strategi akan lebih mudah untuk di lancarkan dlam melawan orientalis.
Gejala goyahnya umat islam terlihat dari prilaku kehidupan umat islam, apakah
sudah maenjadikan nilai-nilai ajaran islam sebagai pedoman berprilaku terlebih
lagi apakah manusia telah menjalankan kehidupan secara selaras dengan
kehidupan modern tanpa menghilangkan nilai islam.

Peradaban adalah sebuah istilah yang digunakan untuk menyebutkan


bagian-bagian atau unsur kebudayaan yang dianggap halus, indah dan maju.
Konsep kebudayaan adalah perkembagan kebudayaan yang telah mencapai
tingkat tertentu yang tercermin dalam tingkat intelektual, keindahan,
teknologi, spiritual yang terlihat pada masyarakatnya. Kebudayaan bersifat
dinamis. Oleh sebab itu ia dapat mengalami perubahan atau pergeseran. Faktor
utama dalam perubahan ini adalah adanya globalisasi.

Globalisasi adalah suatu fenomena khusus dalam peradaban manusia yang


bergerak terus dalam masyarakat global dan merupakan bagian dari proses
manusia global itu. Kehadiran teknologi informasi dan teknologi komunikasi
mempercepat akselerasi proses globalisasi ini. Globalisasi menyentuh seluruh
aspek penting kehidupan. Globalisasi menciptakan berbagai tantangan dan
permasalahan baru yang harus dijawab, dipecahkan dalam upaya memanfaatkan
globalisasi untuk kepentingan kehidupan. Wacana globalisasi sebagai sebuah

18
proses ditandai dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
sehingga ia mampu mengubah dunia secara mendasar.

Globalisasi sebagai fenomena abad sekarang memberi implikasi yang luas


bagi semua bangsa dan masyarakat internasional. Dengan didukung teknologi
komunikasi dan transportasi yang canggih, dampak globalisasi akan sangat luas
dan kompleks. Akibatnya, akn mengubah pola pikir, sikap, dan tingkah laku
manusia. Hal seperti ini kemungkinan dapat mengakubatkan perubahan aspek
kehidupan yang lain, seperti hubungan kekeluargaan, kemasyarakatan,
kebangsaan, atau secara umum berpengaruh pada sistem budaya bangsa.

Globalisasi memberi pengaruh dalam berbagai kehidupan, seperti politik,


ekonomi, sosial, budaya, dan pertahanan. Pengaruh globalisasi terhadap ideologi
dan politik adalah akan semakin menguatnya pengaruh ideologi liberal dalam
perpolitikan negara-negara berkembang yang ditandai menguatnya ide kebebaan
dan demokrasi. Pengaruh globalisasi dibidang politik, antara lain membawa
internasionalisasi dan penyebaran pemikiran serta nilai-nilai demokratis termasuk
didalamnya hak asasi manusia.

Pengaruh globalisasi terhadap ekonomi antara lain menguatnya


kapitalisme dan pasar bebas. Hal ini ditunjukkan dengan semakin tumbuhnya
perusahaan-perusahaan transnasional yang beroperasi tanp mengenal batas-batas
negara. Kapitalisme juga menuntut adanya ekonomi pasar yang lebih bebas untuk
mempertinggi asas manfaat, kewiraswastaan, akumulasi modal, membuat
keuntungan, serta manajemen yang rasional..

Pengaruh globalisasi terhadap sosila budaya akan masuknya nilai-nilai dari


peradaban lain. Hal ini berakibat timbulnya erosi nilai-nilai sosial budaya suatu
bangsa yang menjadi jati dirinya. Pengaruh ini semakin lancar dengan pesatnya
media informasi dan komunikasi, seperti televisi, komputer, satelit, internet, dan
sebagainya.

Globalisasi juga memeberikan dampak terhadap pertahanan dan keamanan


negara. Menyebarnya perdagangan dan industri di seluruh dunia akan
meningkatkan kemungkinan terjadinya konflik kepentingan dan dapat
mengganggu keamanan bangsa.   

19
F. Islam dan Wacana Keilmuan
Pada hakekatnya ilmu pengetahuan berasal dari Tuhan pencipta Alam,
yang berupa wahyu, alam semesta beserta hukum yang ada di dalamnya, manusia
dengan perilakunya dalam kehidupannya, pemikiran dan pemahamannya serta
seluruh ciptaan dan anugrah Allah yang diturunkan ke Bumi demi menghormati
manusia yang ada di dalamnya. Dengan demikian pencipta ilmu pengetahuan
adalah Tuhan dan yang menemukan ilmu pengetahuan tersebut adalah manusia.
Atas dasar pandangan ini kita memahami bahwa dari sekian banyak ilmu yang
kita pahami (Ilmu hadits, Ilmu al-qur’an, matematika, fisika, biologi, geologi,
antropologi, seni, kedokteran, politik, hukum dan lain sebagainya) secara
substansial merupakan rangkaiyan ilmu pengetahuan yang satu yaitu berasal dari
Tuhan.

Maka sebenarnya tidak ada pandangan yang membedakan antara ilmu


yang satu dengan ilmu yang lain karena kita ketahui bahwa ilmu itu tetap ilmu
tidak ada dikotomis ilmu pengetahuan melainkan ilmu itu berasal dari yang satu
yaitu Tuhan semesta Alam. Seluruh ilmu hanya dapat dibedakan dalam nama dan
istilahnya baik dalam ilmu agama islam, maupun ilmu umum. Kita sering
temukan aliran atau mazhab yang beragam dari berbagai cabang ilmu yang cukup
berpengaruh terhadap pola pikir, pola sikap dan cara pandang umat. Dimana dari
satu sisi sangat besar pengaruhnya terhadap khazanah pemikiran manusia, namun
disisi lain umat dapat berpecah belah bahkan bermusuhan dan konflik yang
berkepanjangan.

Salah satu pengebab kemunduran peradaban umat, khususnya umat islam


pada saat ini adalah adanya pemisah (dikotomi) antara ilmu agama dengan ilmu
umum, padahal jika kita tela’ah secara historis dari sejarah peradaban islam,
ilmuwan-ilmuwan muslim pada saat itu misalnya Ibnu Sina, disamping dia ahli
pada bidang kedokteran, dia juga ahli Agama yang sampai pada hari ini dia
dikenal di dunia sebagai bapak kedokteran Dunia begitu juga dengan ilmuwan-
ilmuwan muslim lainya seperti Abu Musa Al-Khawarizmi, Ibnu Rusd, Abu Al-

20
Haitham, Al-Biruni dan lain sebagainya. Pemisah kedua ilmu tersebut pada
awalnya hanya sekedar spesifikasi, agar terjadi penggalian ilmu secara mendalam
yang professional dan mampu mengaktualisasikan untuk kemajuan peradaban,
hanya saja belakangan ini telah terjadi stigma (anggapan) yang sangat jauh,
sehingga timbul kesan ilmu agama hanya mengarah pada pembentukan spiritual
saja dan tidak menganggap menyentuh pergaulan sosial sehingga menjadi pemicu
kemunduran peradaban islam.

Sebaliknya dengan pemahaman yang berbeda di tengah masyarakat yang


sudah terlena dan terlarut pada pandangan skeptis dimana ilmu dunia banyak
mengiring kepada sikap liberalisasi umat, mendekati umat pada kesesatan bahkan
dipandangnya ilmu itu hanya sebatas di dunia yang dapat menyesatkan dan
menjauhkan diri dari hukum-hukum tuhan yang telah diwahyukan kepadanya.
Oleh karena itu agar tidak terlena dengan berlarutnya kedua pandangan tersebut
maka perlu menjadi perhatia serius supaya tidak menimbulkan stigma negatif bagi
kelangsungan hidup dan kemajuan peradaban umat. Sehingga hubungan antara
sains dengan agama perlu, seperti yang telah dikatakan oleh Albert Enstein bahwa
Ilmu Pengetahuan tanpa Agama buta, Agama tanpa Ilmu pengetahuan Pincang.

Dalam kajian keilmuan pembagian adanya ilmu agama dengan ilmu umum
adalah kesimpulan manusia yang mengidentifikasikan ilmu berdasarkan objek
kajian. Tetapi ketika kita melihat bahwa Al-qur’an dan Sunnah sesungguhnya
tidak membedakan antara ilmu agama dengan ilmu umum, bahkan menurut Imam
Suprayogo dalam bukunya Rekonstruksi Paradigma Keilmuan Perguruan Tinggi
Islam menyetakan bahwa posisi ilmu agama dan umum digambarkan dalam
bentuk pohon ilmu, dimana Al-qur’an dan sunnah diposisikan sebagai hasil
eksperimen dan penalaran logis atau menjadi sumber keilmuan.

Maka makna integrasi keilmuan dalam bingkai lembaga pendidikan


setidaknya meliputi lima objek kajian:

21
1.Jika objek antologis yang dibahasnya adalah wahyu (al-qu’an) termasuk
penjelasan Nabi saw berupa hadist dengan menggunakan metode ijtihad maka
ilmu yang dihasilkan adalah ilmu-ilmu agama seperti teologi islam, fiqih, tafsir,
hadist dan tasawuf.

2.Jika objek antologis yang dibahasnya adalah alam semesta, jagat raya
termasuk Galaxi bima sakti seperti langit bumi berserta segala isinya maka ilmu
yang dihasilkan adalah Natural Sciences (ilmu alam) yaitu astronomi, astrologi,
geologi, fisika, kimia, matematika, biologi dan lain sebagainya.

3.Jika objek kajian antologisnya perilaku ekonomi, perilaku budaya,


agama, sosial dengan menggunakan penelitian, eksperiment di Laboratorium
seperti wawancara, observasi, penelitian terlibat (ground Research) maka yang
dihasilkan adalah ilmu-ilmu sosial, ilmu politik, ilmu hukum, ilmu budaya,
sosiologi agama dan lain sebagainya.

4.Jika objek pemikirannya adalah akal pikiran dan pemikiran yang


mendalam dengan menggunakan metode mujadalah atau logika terbimbing, maka
yang dihasilkan adalah filsafat dan ilmu-ilmu Humaniora.

5.Jika objek kajiannya berupa intuisi batin dengan menggunakan mentode


pencucian batin (tazkiyah an-nafs) maka ilmu yang dihasilkan adalah ilmu
ma’rifah.
Inilah objek kajian yang kita kenal dalam lembaga pendidikan kita,
sehingga basis keilmuan (ontologis), batas-batas dan dasar pengetahuan
(epistimologis) dan kegunaan ilmu pengetahuan bagi kehidupan manusia
termasuk kajian tentang nilai, etika dan estetika (aksiologi) merupakan program
integrasi keilmuan. Karena bangunan keilmuan yang telah terintergrasi tidak
mempunyai arti jika didominasi oleh ilmu yang tidak bermoral (bernilai
spriktual), sehingga diperlukan integrasi keduanya (ilmu agama dan ilmu umum).
Jika seorang ilmuwan tidak mampu memahami dan mengintegrasi ilmu yang telah

22
diturukan di Bumi (sesuai dengan keadaan dan permintaan penghuni Bumi) maka
sebaiknya ilmu tersebut di kembalikan ke Langit saja agar langit tidak repot lagi
memikirkan keadaan Bumi.
Salah satu tantangan terbesar umat Islam saat ini adalah perang pemikiran
(al-ghazwul al-fikr). Perang pemikiran memang bukan hal yang baru dalam Islam.
Meskipun demikian, ancaman inilah yang justru mampu mengeluarkan umat
Islam dari agamanya. Bahkan, lebih bahaya lagi, perang ini bisa mengakibatkan
muslim memerangi agamanya sendiri.
Karena masalah pemikiran, maka tidak dapat terlepas dari konteks
keilmuan saat ini. Al-Attas mengatakan bahwa konsep ilmu yang dipahami umat
Islam saat ini lebih mengedepankan akal dari pada wahyu. Inilah yang menjadi
salah satu penyebab kemunduran umat Islam.
Akal yang seharusnya tunduk kepada wahyu kini dibalik. Wahyu (al-
Qur’an) dihujat dan akal pun dituhankan. Karena meninggikan akal di atas wahyu,
maka ilmu yang dihasilkan pun akhirnya menjadi sekular. Paham sekular ini
berusaha untuk melepaskan unsur agama dari keilmuan.
Selain itu, arus globalisasi yang dibawa oleh peradaban Barat pun menjadi
bagian dari tantangan Islam. Arus ini telah menebarkan benih-benih sekularisme,
liberalisme, dan pluralisme. Paham-paham tersebut ingin menghapuskan agama
dari tataran kehidupan manusia. Faktanya, ilmu ekonomi, sosial, politik,
pendidikan bahkan budaya kini benar-benar menjauh dari unsur-unsur agama.
Artinya, globalisasi telah sukses memisahkan agama dari semua bidang keilmuan.
Itulah hakekat dari peradaban Barat.
Berbeda dengan Islam. Islam justru mengikat semua bidang ilmu
pengetahuan dengan agama. Sebab, agama (Islam) adalah inti dari segala segi
kehidupan. Tanpa agama, Islam akan sulit untuk membangun peradaban dunia.
Dan tentunya, itu bukan prinsip agama Islam.
Islam sebagai agama (din) sejatinya telah memiliki konsep peradaban. Hal
ini dapat ditinjau dari kata din itu sendiri, seperti yang disampaikan oleh al-Attas
dalam Prolegomena bahwa din telah membawa makna keberhutangan, susunan
kekuasaan, struktur hukum, dan kecenderungan manusia untuk membentuk
masyarakat yang mentaati hukum dan mencari pemerintah yang adil.
Dalam konsep din tersembunyi sistem kehidupan. Sebuah sistem yang
berdasarkan al-Qur’an dan al-Hadits. Ketika agama Islam (din) telah
disempurnakan dan diterapkan, maka tempat itu diberi nama madinah. Dari akar
kata tersebut terciptalah kata baru madana, yang berarti membangun, mendirikan

23
kota, memajukan, memurnikan dan memartabatkan. Dan akhirnya, tamaddun atau
peradaban.
Menurut Yves Brunsvick dalam “Lahirnya Sebuah Peradaban” (2005),
arus globalisasi telah membawa dampak perubahan peradaban. Baik dari budaya,
bahasa, agama dan sistem. Semuanya telah berubah. Tergantung oleh siapa yang
mampu mengiringi globalisasi tersebut. Ini menunjukkan bahwa saat ini,
peradaban yang menguasai dunia datang dari peradaban Barat. Pernyataan ini
diamini oleh Budi Winam dalam bukunya “Globalisasi & Krisis Demokrasi”
(2007). Ia menyatakan bahwa salah satu bukti suksesnya arus globalisasi ialah
terjadinya perubahan sistem pemerintahan yang demokratis.
Peradaban Barat yang dibawa oleh globalisasi tidak sejalan dengan konsep
peradaban Islam. Jika Barat maju karena meninggalkan agama, Islam tidak
demikian. Justru ketika umat Islam memisahkan diri dari agama, maka
kehancuran atau kebiadaban akan semakin berkuasa. Untuk itu, diperlukan suatu
perubahan peradaban dunia yang sarat akan nilai-nilai Islam.
Menurut Ibn Khaldun dalam “The Muqaddimah: an Introduction to
History” (1978 : 54-57), suatu peradaban akan mampu terwujud apabila tiga hal
pokok telah terpenuhi, yaitu, Kemampuan manusia untuk berpikir yang
menghasilkan sains dan teknologi, Kemampuan berorganisasi dalam bentuk
kekuatan politik dan militer dan kesanggupan berjuang untuk hidup.
Lebih lanjut, Ibn Khaldun mengatakan bahwa tanda terwujudnya
peradaban ialah di mana ilmu pengetahuan seperti fisika, kimia, geometri,
aritmatika, astronomi, optik, kedokteran, dsb. berkembang secara pesat. Bahkan
maju mundurnya suatu peradaban tergantung atau berkaitan dengan maju
mundurnya ilmu pengetahuan. Jadi substansi peradaban yang terpenting dalam
teori Ibn Khaldun adalah ilmu pengetahuan. Namun, bukan berarti itu adalah satu-
satunya substansi peradaban.
Sayid Husein Nasr –Seorang tokoh pertama dalam pembicaraan wacana
baru tentang “Ilmu Pengetahuan dan Islam”, di Teheran, Iran– menyebut ilmu
pengetahuan dengan Scientia Sacra (Sacred Science, Ilmu Sacral) untuk
menunjukkan bahwa aspek kearifan ternyata jauh lebih penting dari pada aspek
teknologi yang sampai saat ini masih menjadi ciri utama ilmu pengetahuan
modern.

24
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari penjelasan diatas itulah yang menjadi landasan sehingga filsafat
menjadi dasar dari segala bidang ilmu terlepas dari segi ilmu filsafatlah yang
mempunyai peran penting dalam kemajuan ilmu yang ada dan para filsuf islam
yang mengembangkan gagasan mereka disertai dengan interkoneksi dalam
pengetahuan Sains dan Al-Quran.

A. Saran

Semoga dengan adanya tulisan berupa makalah ini diharapkan bisa

bermanfaat dan bisa menambah wawasan bagi para pembaca, dan  terutama bagi

penulis sendiri. Kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan agar

penulis bisa meningatkan pengetahuanya untuk  kesempurnaan penulisan makalah

kedepannya.

25
DAFTAR PUSTAKA
1. Analisis & Paradigma Penulis
2. Buku Filsafat Islam karangan Amroeni Drajat
3. Buku Filsafat Islam karangan Haidar Bagir
4. Buku Filsafat Ilmu Dr. Sumanto, M.Pd.I
5. Ebooks Kamus Filsafat Ilmu Karangan Lorens Bagus
6. Catatan Penulis dari MK FILSAFAT ILMU yang di mentori oleh Ibu
Husna Amin, Dr, M.Hum
7. Situs Online Hidayatullah.com

26

Anda mungkin juga menyukai