Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH FALSAFAH KESATUAN ILMU

Sains Islam dan Revolusi Copernicus


Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Falsafah Kesatuan Ilmu

Dosen Pengampu : Edi Daenuri Anwar, M.Si

Disusun Oleh :

1. Wahfi’udddin Luthfi Ni’am (1708026003)


2. Fina Mushoffa (1708026009)
3. Melany Puspa Damayanti (1708026022)
4. Tria Nurmar’atin (1708026029)

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2018
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ilmu pengetahuan dimasa modern ini adalah hasil dari berbagai macam
pemikiran-pemikiran filosofi dari pemikir atau biasa disebut dengan filsuf. Hasil
buah karya pikir mereka ini pun ada dihampir semua lini atau bidang-bidang
pengetahuan masa kini. Bila kita coba runut, rentetan sejarah yang membentuk
suatu ilmu pengetahuan manusia dari basis rasionalisme,empirisme hingga
mencapai kebenaran yang mendekati validitas atau biasa disebut metode ilmiah, tak
lepas dari peranan filsuf-filsuf tersebut.
Secara historis, hubungan antara filsafat dan sains saling berkaitan. Sains
bermula dari perenungan manusia akan pengetahuan yang diamati. Manusia
mempunyai metodologi sendiri untuk mengawali sudut pandang filsafat. Filsafat
adalah ilmu pengetahuan pokok,dasar,pangkal segala ilmu pengetahuam masa kini.
Menurut filsafat Copernicus, pemikiran tidak akan berjalan mulus atau tanpa
regresi dari autoritas gereja katolik (Vatikan), hingga puncaknya pada tahun 1616,
pihak gereja melarang semua buku yang ditulis Copernicus. Hal ini mempengaruhi
pemikir-pemikir dan ilmuan-ilmuan lainnya,seperti Galilieo, Kepler, Newton dan
lain-lainnya untuk melakukan revolusi atau yang lebih dikenal dengan revolusi
reinnance.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian & pertumbuhan sains Islam?
2. Bagaimana Awal mula munculnya teori Revolusi Copernicus?
3. Apa saja bukti-bukti kebenaran revolusi copernicus menurut sains islam?

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian & Pertumbuhan Sains Islam

1. Pengertian Sains Islam

Ungkapan Sains Islami (Islamic Science) diciptakan oleh Hossein Nasr,


meskipun ia sendiri memiliki pendekatan dan makna khusus terhadap istilah tersebut.
Hossein Nasr adalah mahasiswa muslim pertama di jurusan fisika MIT, mahasiswa
pertama yang mendirikan asosiasi mahasiswa Muslim di Havard (pada 1954), dan
pemikir muslim pertama yang menegaskan sains dalam pandangan islam, baik pada
masa keemasan peradaban Arab-Islam maupun dewasa ini. (Guessoum, 2011: 197)

Sains islam bisa dipahami sebagai disiplin ilmu yang mengkaji perumusan ulang
gagasan ‘Pengislaman Ilmu’ ( Islamization of Knowledge ) sebagai suatu proyek
penelitian ( research program ) jangka panjang yang bersifat tajribi ( eksperimental ),
amali ( practical ), dan inderawi (empirical) yang bertujuan melaksanakan tata nilai
ilmu dan tata nilai adab islami dalam semua kegiatan sains dan teknologi masa kini.
(Hamid dkk, 2016 : 43)

Secara umum, istilah sains islam boleh dikatakan mempunyai tiga pengertian
sebagai berikut : [1] pertama, sebagai disiplin ilmu yang mengkaji sejarah
perkembangan sains dan teknologi di dunia Barat. [2] Pengertian kedua adalah Sains
Islam sebagai disiplin ilmu dalam bidang filsafat sains dan filsafat islam yang
merumuskan konsep, filsafat, dan metodologi sains yang telah, sedang atau semestinya
memandu kegiatan sains dalam peradaban islam. [3] Pengertian ketiga adalah Sains
islam sebagai disiplin ilmu yang mengkaji perumusan kembali sains islam sebagai
proyek penelitian (research program) jangka panjang yang bersifat tajribi
(experimental), amali (practical), dan inderawi (empirical) yang bertujuan
melaksanakan tata nilai ilmu dan tata nilai adab islami dalam semua kegiatan sains dan
teknologi masa kini. (Hamid dkk, 2016 : 44-48)

Nasr membagi para pemikir muslim menjadi dua kelompok utama, yaitu :

1) Kaum modernis, yang pada dasarnya sangat apologis (setidak-tidaknya dalam kasus
ini). Pendukung aliran ini menganggap sains adalah hal yang niscaya karena
memberi kekuatan dan memperkuat otoritas sebuah negara dan tidak menemukan
adanya kesalahan serius dalam sains barat. Pendukung kelompok ini bahkan
menganggap sains barat sebagai warisan peradaban islam. Beberapa tokoh utama
dalam kelompok ini antara lain : Jamaluddin Al-Afghani, Muhammad Abduh, dan
Muhammad Abdus Salam serta para pengikut tokoh-tokoh tersebut.

2
2) Kaum etnis (ethicist), yang menolak berbagai kecacatan etika dalam sains barat dan
menyerukan Islamisasi sains. Sebagian diantara para pendukung utama kelompok
ini adalah Isma’il Raji Al-Faruqi dan Ziauddin Sardar. (Guessoum, 2011 : 198)

Nasr menekankan perlunya pendekatan sains islami secara umum dengan


menyerukan dunia islam agar “menguasai sains modern sembari mengkritiknya
berdasarkan khasanah keilmuan islami, menciptakan paradigma dari sumber-sumber
islam, dan mengembangkan babak baru dalam sejarah sains islami”. (Guessoum, 2011 :
201)

2. Pertumbuhan Sains Islam

Sejauh ini kita telah meninjau betapa sains islam beserta aktivitas intelektual
lainnya berakar pada peradaban Hellenistik yang pusat utamanya berada di Iskandariah,
dan bahwa peradaban itu pada gilirannya dihidupkan pula oleh kebudayaan terdahulu
dari Timur Jauh dan Laut Tengah. Kita juga telah melihat betapa aktivitas ilmiah
didukung oleh santunan dan semangat dari pihak penguasa yang peduli dan orang-orang
kaya, dan juga mengenai didirikannya berbagai institusi seperti akademi, sekolah,
perpustakaan, dan observatorium yang menyediakan sarana lengkap bagi para ilmuan
untuk melakukan penelitian dan mengajarkan ilmunya. Tak luput pula kita perhatikan
bahwa sains islam baru benar-benar dimulai setelah abad ke-3, hampir 200 tahun setelah
kelahiran islam sendiri.

Penyebab adanya selang waktu yang demikian panjang tidaklah terlalu sulit
untuk diketahui. Selama dua abad pertama, pikiran dan energi orang islam tercurah pada
usaha pendirian negara-negara islam. Baru sekitar tahun 100 H/728 M batas wilayah
islam meluas hingga mencapai tanjung iberia dan Asia tengah. Seiring dengan
penaklukan daerah-daerah lain dimulailah periode konsolidasi dan pada masa itu pula
keimanan islam makin meluas dan sedikit demi sedikit bahasa arab mulai menggantikan
bahasa daerah setempat. Kemudian muncul kebutuhan akan sistem hukum baru dan
merupakan tugas utama pada masa itu untuk mengatur kebijakan fiskal yang ada agar
sesuai dengan aturan islam. Mendekati akhir abad ke-2 H dan awal abad ke-3 H
beberapa ilmuan brilian seperti Abu Zaid, Abu Ubaydah dan Al-Asma’i bekerja di
Basrah untuk menyelesaikan kodifikasi bahasa. Mereka juga menyusun sejumlah rumus
dan aturan tata bahasa untuk mengekspresikan gagasan-gagasan ilmiah dan
kesusastraan. Selama 7 abad kemudian, sains islam berkembang di segala tempat dan
waktu setelah kondisinya memungkinkan.

Jelas bahwa institusi-institusi seperti akademi, perpustakaan, observatorium, dan


sebagainya, memainkan peran penting dalam menjaga kesinambungan semangat hidup
sains. Keberadaan lembaga-lembaga tersebut ditambah dengan kesediaan para siswa
menempuh jarak ribuan mil untuk belajar pada ilmuan ternama, menjamin kelestarian
kitab-kitab ilmu pengetahuan dan penyebarannya dari satu tempat ketempat lain.

3
Banyak bukti yang menunjukkan hal ini, paling tidak melalui karya tulis para ilmuan itu
sendiri. Tentu saja seorang ilmuan besar dapat memprakarsai alur penelitian tertentu
yang kemudian diikuti oleh penerusnya, namun cara seperi ini sudah merupakan ciri
umum semua karya keilmuan yang baik dan tidak dibatasi oleh waktu atau tempat.
Misalnya metode penelitian astronomi yang dipakai oleh Nasir Al-Din Al-Thusi di
Maragha pada abad ke 7 H ( ke 13 M ) disempurnakan oleh Ibn Al-Syatir di Damaskus
seratus tahun kemudian. Pekerjaan yang dilakukan oleh Al-Biruni mengenai berat jenis
pada abad ke-5 H (ke 11 M) di Ghazna diteruskan oleh Al-Khazini di Marwah satu abad
kemudian. Masih banyak lagi contoh lain yang memperlihatkan kesinambungan seperti
itu. (Al-Hassan & D.R.Hill, 1193 : 47-49)

B. Awal Mula Munculnya Teori Revolusi Copernicus

1. Biografi Nicolas Copernicus

Nicolas Copernicus adalah seorang astronom, matematikawan, dan ekonom


berkebangsaaan Polandia yang mengembangkan teori Heliosentris. Ia juga seorang
kanon gereja, hakim, dokter, ilmuwan, rahib Katholik, gubernur, pejabat negara,
komandan militer, astrolog dan diplomat. Nama sebenarnya adalah Niklas
Koppernigk, dalam bahasa latinnya Nicolaus Copernicus dan bahasa Polandianya
adalah Mikolaj Kopernik, lahir di kota Torun, tepi sungai Vistula Polandia, pada hari
Jum'at (Jawa: Paing), 19 Pebruari 1473 M. dan wafat pada hari Kamis (Jawa: Pon), 24
Mei 1543 M. Dia berasal dari keluarga berada. Setelah lulus Sekolah Menengah dia
melanjutkan kuliah di Universitas Cracow dan mempunyai perhatian yang besar
terhadap ilmu perbintangan (astronomi). Pada usia dua puluhan dia berkunjung ke
Italia, belajar kedokteran dan hukum di Universitas Bologna dan Padua yang
kemudian mendapat gelar Doktor dalam hukum gerejani dari Universitas Ferrara.
Nicolaus Copernicus bekerja sebagai staf pegawai Katedral di Frauenburg, selaku ahli
hukum gerejani yang profesional, Nicolaus Copernicus tak pernah menjadi astronom
profesional, kerja besarnya yang membikin namanya melangit hanyalah berkat kerja
sambilan. (Hambali, 2013)

Selama berada di Italia, Nicolas Copernicus sudah berkenalan dengan ide-ide


Filosof Yunani Aristarchus dari Samos abad ke 13 Sebelum Masehi, kemudian dia
melakukan pengamatan terhadap bintang-bintang yang dilakukannya dengan cermat
selama bertahun-tahun, baru Nicolas Copernicus menulis sebuah buku besar yang
amat kontroversial dengan judul: "De Revolutionibus Orbium Coelestium" melakukan
pengamatan bertahun-tahun (tentang revolusi bulatan benda-benda langit). (Hambali,
2013)

4
1. Teori Heliosentris

Tidak ada kepastian sejak kapan disiplin sains fisika berdiri. Apa yang dapat
ditelusuri dalam sejarah tentang awal mula ilmu pengetahuan fisika yang tampak
nyata, khususnya tentang astrofisika/kosmologi ini adalah di masa Yunani kuno yang
saat itu masih berupa ilmu filsafat yang spekulatif dan hampir tanpa ada pembuktian
eksperimental yang mendukungnya. Para filosof saat itu telah banyak memikirkan
berbagai hakikat dalam kehidupan dunia ini yang diantaranya tentang alam semesta
dan gerak bintang-bintang di dalamnya sebagaimana yang tampak di langit luas oleh
mata telanjang saat itu. Dari berbagai macam pemikiran dan pendapat tentang gerak
bumi dan matahari, muncullah dua pendapat yang paling terkenal meskipun dalam
masa yang berbeda, yaitu Teori Heliosentris dan Teori Geosentris.

Teori Heliosentris beranggapan bahwa matahari adalah merupakan pusat


peredaran planet-planet, termasuk di dalamnya adalah bumi, sedangkan bulan adalah
mengelilingi bumi yang kemudian bersama-sama bumi berputar mengelilingi
matahari. Sedangkan matahari hanyalah berputar mengelilingi sumbunya saja. Saat ini
diketahui bahwa planet-planet dalam tata surya matahari kita jumlahnya ada sembilan,
yakni: Merkurius, Venus, Bumi, Mars, Jupiter, Saternus, Uranus, Neptunus dan Pluto,
yang kesemuanya berputar mengelilingi matahari. Untuk yang terakhir yakni Pluto,
diperselisihkan apakah termasuk planet dalam tata surya matahari kita atau bukan.

Istilah Heliosentris berasal dari bahasa Yunani yaitu Helios yang artinya
matahari dan Kentron yang artinya pusat. Pada abad 9-8 SM ditemukan teks tertulis
dalam Vedic Sanskrit (bahasa sansekerta) di India Kuno oleh Yajnavalkya yang
menyatakan bahwa teori Heliosentris adalah bumi bergerak dan matahari adalah pusat
tata surya sebagaimana yang dijelaskan dalam Vedas pada saat itu. Shatapatha
Brahmana dalam teksnya menyatakan, “Matahari berada dalam keadaan diam
sepanjang waktu dan di tengah hari. Matahari berada di satu tempat yang sama tidak
berubah dan tidak berpindah.”

Pengertian di atas menjelaskan bahwa matahari berada dalam keadaan yang


dianggap diam sedangkan bumi bergerak di sekelilingnya. Kemudian Yajnavalkya
menyatakan bahwa matahari jauh lebih besar dari bumi yang akhirnya pendapat ini
berpengaruh terhadap pemahaman teori Heliosentris. (Abdullah, 2011)

2. Revolusi Copernicus

Nicolas Copernicus sebenarnya bukanlah orang pertama yang memunculkan


teori Heliosentris. Adapun di masa Yunani Kuno, teori Heliosentris dilontarkan
pertama kali oleh seorang filsuf bernama Phytagoras (585-420 SM) yang menyatakan
bahwa bumi itu berbentuk Sperichal Body (bulat seperti bola) dan bergerak

5
mengelilingi matahari pada orbitnya. Dengan kata lain bahwa matahari berada di pusat
tata surya (solar sistem). Menurut sejarah, munculnya teori Heliosentris ini sebagai
lawan dari teori Geosentris yang menyatakan bahwa bumi berada di pusat. Pendapat
ini kemudian dikuatkan oleh muridnya Philolaus (450 SM) yang juga pegangan Plato
(427-347 SM). (Abdullah, 2011)

Selanjutnya teori Heliosentris kemudian dikukuhkan oleh Filosof Yunani yang


bernama Aristarchus yang mengutarakan bahwa bumi dan planet-planet berputar
mengelilingi matahari, namun ketika itu Aristarchus baru sebatas hipotesa, belum
dituangkan dalam bentuk karya tulis, apalagi pada saat itu pendapat Aristarchus tidak
sejalan dengan pendapat Aristoteles (384 SM-322 SM) dan tidak ada bantahan selama
15 abad sehingga teori Heliosentris Aristarchus tersisihkan oleh teori Geosentris yang
menganggap bumi menjadi pusat perputaran bintang-bintang, planet-planet termasuk
di dalamnya adalah matahari dan bulan, lebih-lebih dengan munculnya Ptolomeus
yang hidup pada tahun 151-127 SM dan tidak dibantah selama 12 abad yang dikenal
sebagai pelopor teori Geosentris dengan karya tulis buku besarnya berjudul
"Almagest" yang dijadikan rujukan para Astronom selama berabad-abad. Kemudian
Nicolas Copernicus yang hidup pada tahun 1473-1543 M membaca buku-buku
Aristarchus, akhirnya memunculkan kembali teori bahwa bumi dan planet-planet
lainnya berputar mengelilingi matahari. Copernicus menganggap bahwa tata surya
yang berpusat pada Matahari lebih logis dan indah, namun tidak memiliki bukti yang
pasti. Nicolas Copernicus mengemukakan bahwa kerak benda langit akan menjadi
lebih sederhana apabila matahari dipandang sebagai pusat jagad raya. Selanjutnya
secara tegas ia mengatakan bahwa bukan matahari yang bergerak mengelilingi bumi
seperti pandangan Ptolemeus yang dianut selama itu tetapi justru sebaliknya.
(Hambali, 2013)

Teori Heliosentris Nicolas Copernicus ini juga mendapat perhatian besar dari
para filosof sesudahnya. Setelah melakukan pengamatan dan penelitian yang panjang
dan mendalam, mereka membenarkan, mendukung dan menyempurnakan teori
Heliosentris milik Nicolas Copernicus tersebut. Mereka di antaranya adalah Isaac
Newton (1642-1727 M), Galileo Galilei (1564-1642 M) dan Johannes Kepler (1571-
1630 M). Nicolas Copernicus disanjung oleh banyak orang dan diberi julukan sebagai
Bapak Astronomi Modern, bahkan seorang astrofisikawan Owen Gingerich
menyatakan bahwa, "Copernicus-lah yang dengan karyanya memperlihatkan kepada
kita bagaimana rapuhnya konsep ilmiah yang sudah diterima untuk waktu yang lama".
Melalui pengamatan, penelitian, dan matematika, Copernicus menjungkirbalikkan
konsep ilmiah dan agama yang berurat berakar tetapi keliru. Dalam pemikiran
manusia, ia juga "menghentikan matahari dan menggerakkan bumi. (Hambali, 2013)

Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, teori Heliosentris yang pertama


dilontarkan oleh Phytagoras dan variannya memberikan pengertian sebagai berikut:

6
a) Matahari berada dalam keadaan diam
b) Planet-planet termasuk bumi bergerak mengelilingi matahari
c) Matahari dinyatakan sebagai pusat tata surya (solar system)
d) Matahari dinyatakan sebagai pusat alam semesta (universe)

Pandangan teori di atas seperti yang sudah dijelaskan pada saat itu masih dalam
bingkai pemikiran dan hipotesa yang bersifat spekulatif karena masa itu belum ada
pembuktian empiris melalui eksperimen meskipun hanya pengamatan dengan alat
teropong bintang atau teleskop. Kemudian sekitar 12 abad berikutnya, karya besar
Nicolas Copernicus yang berjudul "De Revolutionibus Orbium Coelestium" (Tentang
Revolusi Bulatan Benda-Benda Langit) menghidupkan kembali gagasan teori
Heliosentris di atas. Dia mengemukakan beberapa hal berikut:
a) Matahari adalah pusat tata surya, yang mana bumi sebagai salah satu
planetnya beredar mengelilingi matahari bersama planet-planet lainnya.
b) Bulan beredar mengelilingi bumi dan bersama bumi mengelilingi
matahari.
c) Bumi berputar pada porosnya dari barat ke timur yang mengakibatkan
adanya siang dan malam dan pandangan gerakan bintang-bintang serta
matahari selalu bergerak ke arah barat.
Pada saat itu Nicolas Copernicus mendapat tantangan keras dari banyak
kalangan, di antaranya kaum Lutheran yang merupakan pihak pertama yang menyebut
buku De Revolutionibus Orbium Coelestium itu "tidak masuk akal". Bahkan Martin
Luther mengatakan, “Copernicus sudah gila dan teorinya dianggap melawan Injil serta
tidak dapat diterima”. Gereja Katholik meski pada mulanya tidak menyatakan
kecaman, mereka telah memutuskan bahwa buku De Revolutionibus Orbium
Coelestium itu bertentangan dengan doktrin-doktrin resminya dan pada tahun 1616 M
kemudian mereka mencantumkan karya Nicolas Copernicus ke dalam buku-buku
terlarang, kemudian dicabut dari daftar terlarang baru pada tahun 1828 M. Selain itu,
ketika al-Qur’an diwahyukan kepada Rasulullah SAW pada abad ke-7 M, paham
Geosentris masih tertanam kuat dalam wawasan pengetahuan manusia pada masa itu.
Bahkan pada era Khulafā’ al-Rāshidīn, Bani ‘Umayyah, dan Bani ‘Abbāsiyyah
kepercayaan itu tetap dianut kebanyakan orang. (Hambali, 2013)
Aktivitas penerjemahan kitab-kitab bahasa Arab karya para ilmuwan muslim
yang berhaluan teori Heliosentris semakin digalakkan untuk mempengaruhi
masyarakat Barat agar ikut menentang sikap diktator kekuasaan Gereja Katolik
Ortodoks. Hingga pada tahun 1540-an, Nicolas Copernicus dijatuhi hukum vonis mati
karena mempertahankan teori Heliosentrisnya. Menyusul kemudian setelah kematian
Copernicus adalah Giordano Bruno ikut memasyarakatkan teori ini hingga akhirnya
dijatuhi hukum mati dengan dibakar di hadapan publik oleh kekuasaan Gereja Katolik.
(Hambali, 2013)
Pemikiran Copernicus di dukung lagi oleh Galileo Galilei (1564 - 1642 M),
yang termasuk salah satu ilmuwan pertama yang mendukung secara terbuka gagasan

7
Nicolas Copernicus bahwa bumi berputar mengelilingi matahari. Akibatnya pada usia
69 tahun dalam keadaan jompo, ia diadili atas tuduhan mengada-ada lalu dipaksa
mengakui bahwa pendapatnya salah disertai ancaman siksa dan dikenai tahanan rumah
selama sisa hidupnya. (Hambali, 2013)

Teori ini diperkuat lagi oleh seorang astronom Jerman Johannes Kepler yang
telah menapaki uji eksperimen empiris melalui pengamatan teleskop reflaktor dan
perhitungan matematisnya. Pada tahun 1609, ia juga menerbitkan buku “Astronomia
Nova” dengan menyatakan hukum gerak planet:
a) Setiap planet bergerak dalam orbit berbentuk elips mengelilingi matahari,
dengan matahari berada di salah satu titik fokus elips.
b) Kelajuan gerak planet-planet pada orbitnya bertambah besar ketika
mendekati matahari dan bertambah kecil ketika menjauhi matahari.
c) Planet-planet bukan hanya beredar dalam elliptical (orbit bujur)
mengelilingi matahari, akan tetapi mereka juga bergerak rotasi pada
porosnya dengan kelajuan yang tidak menentu.
Garis lurus antara matahari dengan planet menyapu luasan yang sama untuk
waktu yang sama.

Kemudian pada tahun 1615, Kepler menemukan hukum gerak terkait periode
dan jarak matahari dengan planet. Dalam bukunya yang berjudul “Keseimbangan
Dunia” dia menuliskan “kuadrat periode revolusi planet sebanding dengan pangkat
tiga jarak rata-rata antara matahari dengan planet” (Abdullah, 2011)

Tepat awal kematian Galileo Galilei, muncul ilmuwan asal Inggris yang
bernama Sir Issac Newton yang meletakkan dasar-dasar fisika dengan tiga hukum
gerak dan hukum gravitasinya. Dalam perseturuan antara teori Heliosentris dan
Geosentris, Newton mendukung teori Heliosentris dengan berpandangan bahwa bumi
mengelilingi matahari akibat gaya tarik gravitasi antara kedua massanya. Karena
massa matahari lebih besar dari pada bumi, maka bumi mengelilingi matahari. Hal ini
sebagaimana bulan yang massanya lebih kecil dari pada bumi tertarik oleh gaya
gravitasi bumi, akibatnya bulan mengelilingi bumi. Hukum interaksi gravitasi ini
sebanding dengan massa kedua benda dan berbanding terbalik kuadrat dengan jarak
keduanya. (Hambali, 2013)

Di antara bukti-bukti lain yang memperkuat Revolusi Copernicus adalah


ditemukannya planet-planet lain dalam sistem tata surya kita dimana semua planet
tersebut juga bergerak mengelilingi matahari. Dalam kurun waktu berabad-abad
lamanya, para astronom masa lalu telah menemukan 5 planet, yaitu Merkurius, Venus,
Mars, Yupiter, dan Saturnus yang dapat dilihat dengan mata telanjang pada saat
tertentu tanpa menggunakan teleskop. Sedangkan 3 planet lainnya yang dapat diamati
menyusul ditemukannya teleskop atau teropong bintang. (Abdullah, 2011)

8
C. Pandangan Sains Islam terhadap Revolusi Copernicus

Fenomena di jagad raya akibat adanya gravitasi pada gerakan bumi dan bulan
terhadap matahari sebagai pusat tata surya (model heliosentris), dapat dijelaskan
sebagai berikut :

1. Gerakan Bumi
Bumi mempunyai dua macam gerakan, yaitu rotasi dan revolusi. Akibat rotasi
dan revolusi bumi tersebut mengakibatkan beberapa peristiwa.
a) Gerak Rotasi Bumi
1) Pergantian siang dan malam serta perbedaan waktu;
2) Pembelokan arah arus laut;
3) Perubahan angin

b) Revolusi Bumi
1) Gerak semu matahari;
2) Perbedaan lama waktu siang dan malam;
3) Pergantian musim;
4) Tarikh matahari (kalender matahari)
2. Gerakan Bulan
Bulan memiliki dua macam gerakan, yaitu rotasi dan revolusi. Akibat yang
ditimbulkan oleh rotasi dan revolusi bulan antara lain sebagai berikut.
a) Rotasi Bulan
Perputaran bulan pada porosnya disebut rotasi bulan. Untuk satu kali rotasi,
bulan membutuhkan waktu sebulan ( 29 hari). Rotasi bulan tidak memberikan
pengaruh apapun terhadap kehidupan di bumi.
b) Revolusi Bulan
1) Pasang surut air laut
2) Tarikh bulan (kalender bulan)
3. Gerakan Bumi dan Bulan
Pengaruh gerakan bumi dan bulan, di antaranya adalah :
a) Gerhana bulan
b) Gerhana matahari

Adapun konsep mengenal Tuhan menjelaskan bahwa matahari, bumi dan bulan
masing-masing bergerak dalam orbit atau garis edar tertentu. Al-Qur’an sebagai
wahyu Allah yang bersumber langsung dari Allah telah memberikan informasi-

9
informasi tentang alam semesta, khususnya yang berhubungan dengan matahari, bulan
dan bumi. Allah berfirman :

(٣٣) َ‫ﺶ َو ا ْﻟﻘَ َﻤ ۖ َﺮ ﻛُ ﱞﻞ ﻓِﻰ ﻓَﻠَﻚٍ َﯾ ْﺴﺒَ ُﺤ ْﻮن‬ َ ‫َوھ َُﻮ اﻟﱠﺬِى َﺧﻠَﻖَ اﻟﱠ ْﯿ َﻞ َو اﻟﻨﱠ َﮭ‬
‫ﺎر َو اﻟ ﱠ‬
َ ‫ﺸ ْﻤ‬
“ Dan Dialah yang telah ,menciptakan malam dan siang, matahari dan bulan
masing-masing dari keduanya itu beredar di dalam garis edarnya” (QS. Al-Anbiya’(2)
: 33)

Tafsiran QS. Al-Anbiya’(2) : 33

Dan Dialah yang telah menciptakan malam dan siang, matahari dan bulan.
Masing-masing dari semua itu) lafal Kullun ini tanwinnya merupakan pergantian
daripada Mudhaf ilaih, maksudnya masing-masing daripada matahari, bulan dan
bintang-bintang lainnya (di dalam garis edarnya) pada garis edarnya yang bulat di
angkasa bagaikan bundaran batu penggilingan gandum (beredar) maksudnya semua
berjalan dengan cepat sebagaimana berenang di atas air. Disebabkan ungkapan ini
memakai Tasybih, maka didatangkanlah Dhamir bagi orang-orang yang berakal; yakni
keadaan semua yang beredar pada garis edarnya itu bagaikan orang-orang yang
berenang di dalam air. (Departemen Agama Republik Indonesia, 2004)

Fenomena lain, dari gerakan bumi, bulan terhadap matahari (gerakan pada garis
edar) adalah terjadinya siang dan malam serta pergantian musim. Allah berfirman :

ِ ‫ﺖ ِّﻷ ُ ْو ِﻟﻰ ْاﻷ َ ْﻟ َﺒﺎ‬


(١٩٠) ‫ب‬ ٍ ‫ﺎر َﻷ َ ٰﯾ‬ ِ ‫اﺧﺘِ ٰﻠ‬
ِ ‫ﻒ اﻟﱠﻠ ْﯿ ِﻞ َواﻟﻨﱠ َﮭ‬ ِ ‫ت َو ْاﻷ َ ْر‬
ْ ‫ض َو‬ ِ ‫ﺴﻤٰ ٰﻮ‬ ِ ‫ِإ ﱠن ﻓِﻰ ﺧ َْﻠ‬
‫ﻖ اﻟ ﱠ‬
“ Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya
malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal” (QS. Ali-Imran
(3): 190)

Tafsiran QS. Ali-Imran : 190

Sesungguhnya pada penciptaan langit dan bumi) dan keajaiban-keajaiban yang


terdapat pada keduanya (serta pergantian malam dan siang) dengan datang dan pergi
serta bertambah dan berkurang (menjadi tanda-tanda) atau bukti-bukti atas kekuasaan
Allah Subhanahu wa ta'ala. (bagi orang-orang yang berakal) artinya yang
mempergunakan pikiran mereka. (Departemen Agama Republik Indonesia, 2004)

Fenomena lain dari gerakan benda-benda yang ada di alam semesta adalah
pembelokan arus laut dan perubahan arah angin, serta pasang surut air laut. Allah
berfirman :

ِ ‫ِﺼﯿْﻦَ ﻟَﮫُ اﻟ ِﺪّ ﯾْﻦَ ﻓَﻠَ ﱠﻤﺎ ﻧَ ﱣﺠ ُﮭ ْﻢ ِإﻟَﻰ ْاﻟﺒَ ِ ّﺮ ﻓَﻤِ ْﻨ ُﮭ ْﻢ ُﻣ ْﻘﺘ‬
‫َﺼﺪٌ ۚ َو َﻣﺎ‬ ‫ج َﻛﺎ ﱡ‬
ِ ‫ﻟﻈﻠَ ِﻞ دَ َﻋ ُﻮاْ ﱣ َ ُﻣ ْﺨﻠ‬ ٌ ‫َو ِإذَا َﻏ ِﺸﯿَ ُﮭ ْﻢ ﱠﻣ ْﻮ‬
(٣٢) ‫ﺎر َﻛﻔُ ْﻮ ٍر‬ ٍ ‫َﯾﺠْ َﺤﺪُ ِﺑﺌ َﺎ ٰﯾَ ِﺘﻨَﺂ ِإﻻﱠ ﻛُ ﱡﻞ َﺧﺘ ﱠ‬

10
“Dan apabila mereka digulung ombak yang besar seperti gunung, mereka
menyeru Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya. Maka tatkala Allah
menyelamatkan mereka sampai di daratan, lalu sebagian mereka tetap menempuh
jalan yang lurus dan tidak ada yang mengingkari ayat-ayat Kami selain orang-orang
yang tidak setia lagi ingkar” (QS. Al-Luqman (31) : 32) (Bisri, t.t)

Tafsiran QS. Al-Luqman : 32

Isi kandungan surat Al-luqman : 32 yaitu mereka orang kafir dihadapkan pada
ombak yang sebesar gunung berdoa hanya kepada-Nya semoga dia selamat dari amukan
gelombang hingga sampai ketepi atau daratan. Kemudian setelah tiba didaratan mereka
dihadapkan pada pertengahan antara ingkar dan iman, kemudian diantara mereka masih
tetap pada kekafirannya dan tidak mempercayai ayat atau tanda-tanda-Nya yang sudag
diperlihatkan. Maka orang bagian itulah yang dianggap sebagai penghianat.

Tidak ada tanda yang jelas yang berkaitan dengan penjelasan secara ilmu
pengetahuan, hanya digaris bawahi pada air yang bergelombang itu bisa berupa ombak
yang menandakan pasang air laut atau bisa dimungkinkan ombak tersebut menandakan
cuaca buruk sehingga ombak itu menyerupai bukit-bukit yang besar. Ini bisa dipahami
bahwa Al-qur’an bukan sebagai buku atau kitab yang merupakan penjelasan ilmiah tapi
sebagai petunjuk agar kita bisa mempelajari atau meneliti ayat yang bisa dijelaskan
secara ilmiah. (Bisri,t.t)

ُ ‫ﺴﻔًﺎ ﻓَﺘ ََﺮى ْاﻟ َﻮدْقَ ﯾَ ْﺨ ُﺮ‬


‫ج‬ َ ‫ ِﻛ‬٬ُ‫ﺸﺎ ُء َوﯾَﺠْ ﻌَﻠُﮫ‬
َٓ َ‫ْﻒ ﯾ‬
َ ‫ﺎء َﻛﯿ‬ ‫ ﻓِﻰ اﻟ ﱠ‬٬ُ‫ﺴﻄُﮫ‬
ِ ‫ﺴ َٓﻤ‬ ُ ‫ﺳ َﺤﺎﺑًﺎ ﻓَﯿَ ْﺒ‬ ّ ِ ‫ّ اﻟﱠﺬِى ﯾ ُْﺮ ِﺳ ُﻞ‬
َ ‫اﻟﺮ ٰﯾ َﺢ ﻓَﺘُﺜِﯿ ُْﺮ‬
( ٤٨ ) َ‫ﺸﺎ ُء ِﻣ ْﻦ ِﻋﺒَﺎ ِد ِه ِإذَا ُھ ْﻢ ﯾَ ْﺸﺘَ ْﺒﺸ ُِﺮ ْون‬ َٓ َ‫ﺎب ِﺑ ِﮫ َﻣ ْﻦ ﯾ‬
َ ‫ﺻ‬ َ َ‫ِﻣ ْﻦ ِﺧ ٰﻠ ِﻠ ۖ ِﮫ ﻓَﺈِ ٓذا أ‬
“Dialah Allah yang mengirim angin, lalu angin itu menggerakkan awan dan
Allah membentangkannya di langit menurut yang dikehendaki-Nya, dan menjadikannya
bergumpal-gumpal lalu kamu lihat hujan keluar dari celah-celahnya. Maka apabila
hujan itu turun mengenai hamba-hamba-Nya, tiba-tiba mereka menjadi gembira” (QS.
Ar-Rum (30) : 48)

Tafsiran QS. Ar-Rum : 48

Penjelasan ayat 48 surat Ar-Rum ini dapat dipahami bahwa kandungan ayat
tersebut menjelaskan tentang siklus atau proses terjadinya hujan. Pada kalimat ‫ّ اﻟﱠ ِﺬ ى‬
‫اﻟﺮﯾَﺎ َح ﻓَﺘ ُ ِﺴﯿ ُْﺮ َﺳﻌَﺎﺑًﺎ‬
ّ ِ ‫ ﯾ ُْﺮ ِﺳ ُﻞ‬mempunya arti “Dialah (Allah) yang mengirim angin, lalu angin
itu menggerakkan awan”. Awan yang dimaksudkan di sini ialah awan yang terbentuk
dari air (laut) yang menguap karena panas matahari lalu uap air itu menjadi padat
kemudian awan itu dihembus-hembuskan oleh angina. Selanjutnya kalimat ‫ﻄﮫُ ﻓِﻰ‬ ُ ‫ﺴ‬
ُ ‫ﻓَﯿَ ْﺒ‬
‫ﺴﺎء‬ َ ‫ﺴ َﻤﺎءِ َﻛﯿ‬
َ َ‫ْﻒ ﯾ‬ ‫ اﻟ ﱠ‬yang diartikan “dan Allah membentangkannya dilangit menurut yang
dikehendaki-Nya”. Mempunyai penjelasan awan yang terbentuk kecil, dibentangkan
supaya menjadi luas. Secara sains, hal ini ada pada proses kondensasi yakni pemadatan
uap air menjadi embun, dan embun akan menjadi padat karena suhu diudara tinggi, ini

11
yang memungkinkan pandangan kita menerima tanda atau informasi jika saat udara
memanas dapat diprediksi hujan akan datang, kemudian ditandai dengan awan yang
menggumpal-gumpal yang bergerak ketempat tertentu hingga suhu menjadi turun
dengan tanda warna awan menjadi kelabu. Awan yang menggumpal itu sesuai dengan
kalimat ‫ﺴﻔًﺎ‬ َ ‫ َوﯾَﺠْ ﻌَ َﻠﮫُ ِﻛ‬yang artinya “menjadikannya (awan)menggumpal”. Lalu pada
kalimat ‫ ﻓَﺘ ََﺮى ْاﻟ َﻮ ْدقَ ﯾَ ْﺨ ُﺮ ُج ﻣِ ْﻦ ﺧِ َﻼ ِﻟ ِﮫ‬yang memiliki arti “Lalu kamu lihat hujan keluar dari
celah-celahnya”. Pada kalimat ini, berakhirlah proses terjadinya hujan, yaitu turunnya
hujan dengan air-air yang turun dari langit membasahi daerah yang Allah kehendaki.
Ayat ini yang menjadikan dasar mengapa air hujan dapat turun sebelum para ilmuan
meneliti proses terjadinya hujan walaupun hanya merupakan penjelasan secara umum.
(Bisri, t.t)

Berkaitan dengan bayangan benda, Al-Qur’an secara tegas menyebutkan :

‫ﺳﺎ ِﻛﻨًﺎ ﺛ ُ ﱠﻢ َﺟ َﻌ ْﻠﻨَﺎ اﻟ ﱠ‬ ّ ِ ّ‫ْﻒ َﻣﺪ‬ ٰ


(٤٥) ‫ﻋﻠَ ْﯿ ِﮫ دَ ِﻟﯿ ًْﻼ‬
َ ‫ﺲ‬
َ ‫ﺸ ْﻤ‬ َ ٗ‫ﺷﺎ َء ﻟَ َﺠ َﻌﻠَﮫ‬
َٓ ‫اﻟﻈ ﱠﻞ َوﻟَ ْﻮ‬ َ ‫أَﻟَ ْﻢ ﺗ ََﺮ ِإﻟَ ٰﻰ َر ِﺑّ َﻚ َﻛﯿ‬
( ٤٦ )‫ﻀﺎ َﯾﺴﯿ ًْﺮ‬ ً ‫ﻀ ٰﻨﮫُ ِإﻟَ ْﯿﻨَﺎ ﻗَ ْﺒ‬ْ ‫ﺛ ُ ﱠﻢ ﻗَ َﺒ‬
“Apakah kamu tidak memperhatikan (penciptaan) Tuhanmu, bagaimana dia
memanjangkan (dan memendekkan) bayang-bayang dan kalau dia menghendaki niscaya
dia menjadikan tetap bayang-bayang itu. Kemudian, Kami jadikan matahari sebagai
petunjuk atas bayang-bayang itu. Kemudian, Kami menarik bayang-bayang itu kepada
Kami dengan tarikan yang perlahan-lahan” (QS. Al-Furqan (25) : 45-46)

Tafsiran QS. Al-Furqan : 45-46

Ayat tersebut menjelaskan bahwa Allah menghendaki bayang-bayang itu tetap


(tidak memanjang atau memendek) maka bayang-bayang itu tidak mengalami
perubahan. Bayang-bayang tersebut terjadi ketika datangnya sinar matahari, jika Allah
menghendaki matahari bersinar, maka bayang-bayang itu akan memanjang ataupun
memendek. Berkenaan dengan tanda-tanda bayangan tersebut menandakan kita menjadi
patokan untuk melaksanakan ibadah sholat pada waktu tertentu atau disebut dengan jam
matahari. Bisa dapat disimpulkan, ayat ini menghubungkan kita dengan waktu dan
menentukan arah kiblat sesuai sesuai dengan pergerakan sinar matahari dan bayang-
bayang sehingga para ilmuan muslim oleh Ibnu Al-Shatir membuat jam matahari seiring
perkembangan zaman terciptalah jam analog maupun digital, kompas, navigasi, dan
aplikasi penentuan arah kiblat yang kita ketahui sekarang ini. (Bisri, t.t)

Imam Ibnu Katsir menjelaskan, “Matahari sebagai petunjuk atas bayang-


bayang” adalah isyarat tentang keberadaan matahari, karena sesuatu tidak dapat
dibedakan/ diketahui kecuali dengan lawannya. Kemudian, segala sesuatu termasuk
matahari tunduk dan berendah diri sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah kepada
makhluk.” Dalam kajian sains, gerakan matahari tersebut dikenal sebagai gerak semu
harian matahari. (Bisri, t.t)

12
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Penggunaan istilah sains Islam dimunculkan oleh Hossein Nasr melalui pendekatan
yang digunakan melalui pengkelompokan para pemikir Islam dan menjadikannya
menjadi dua kelompok yang berbeda pendapat tentang sains Islam yakni kaum
modernis seperti Jamaluddin al-Afghani dan Muhammad Abduh dan kaum etnis
seperti Isma’il Raji Al-Faruqi. Dari beberapa pemikir Islam serta banyaknya
ilmuwan-ilmuwan Islam menandakan bahwa sains Islam tumbuh berkembang. Para
ilmuwan yang menyumbangkan ilmunya ke berbagai akademik maupun badan
pendidikan yang menjadi contoh bukti sains Islam itu tumbuh.

2. Nicolas Copernicus yang lahir di negara Polandia pada tanggal 19 Februari 1473
adalah seorang astronom pengembang teori Heliosentris juga menjadi anggota atau
pegawai rahib gereja Katholik. Atas kesuksesannya dalam ke agamaanya
menjadikan dia mendapat gelar doktor hukum gereja di Universitas Bologna, Italia.
Selama di Italia, dia melakukan pengamatan astronomi hingga menciptakan buku
yang berjudul “De Revolutionibus Orbium Colestium”. Buku yang menjadikan
dasar dimulainya pertentangan antara teori Heliosentris dengan teori Geosentris.
3. Pertentangan antara teori Heliosentris yang diangkat oleh Copernicus dengan teori
Geosentris yang sudah menjadi ketetapan oleh pemerintahan (gereja katholik)
menimbulkan gejolak perlawanan dengan dihukumnya Copernicus. Beberapa
ilmuwan seperti Galileo Galilei yang sependapat dengan teori Heliosentris
menyatakan dukungan dengan menyatakan revolusi atau yang dikenal dengan
revolusi Copernicus.

4. Mengenai teori Heliosentris dan teori Geosentris sebenarnya Ilmuwan Muslim


seperti Imam Ibnu Katsir juga meneliti kebenarannya. Akan tetapi, kebenarannya
yang dimaksud yaitu penelitian itu untuk membuktikan ayat-ayat Kauniyah
mengenai alam semesta yang membicarakan astronomi dan benda langit.

13
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah,R. 2011. Teori Absolutivitas Matahari Mengelilingi Bumi. Solo : Pustaka


Arafah

Al-Hassan,A.,D.R.Hill. 1993. Teknologi Dalam Sejarah Islam. Bandung : Penerbit


Mizan

Departemen Agama Republik Indonesia. 2004. Al-Qur’an dan Tarjemahannya.


Bandung : CV diponegoro

Guessoum,N. 2014. Islam dan Sains Modern. Bandung : PT. Mizan Media Pustaka

Hambali,S. 2013. Astronomi Islam Dan Teori Heliocentris Nicolaus Copernicus.


http://www.journal.walisongo.ac.id/index.php/ahkam/article/download/24/93.Di
akses pada 12-11-18 pukul 09.13

Musthofa, Bisri. Al-Ibriz li Ma’rifatat Tafsir al-Qur’an al-Aziz, Juz 1. (Kudus :


Menara, t.t)

14

Anda mungkin juga menyukai