Makalah Ini Di Ajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Pada Mata Kuliah
Filsafat Ilmu Program Studi Ilmu Al-Qur’an Dan Tafsir
Program Magister UIN Alauddin Makassar
OLEH:
Hasanuddin
(Nim: 80600222003)
Dosen Pengampu:
Dr. Nuryamin, M.Ag.
Dr. Andi Nurbaethy, M.A.
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
ALAUDDIN MAKASSAR
2022
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Filsafat abad pertengahan adalah suatu arah pemikiran yang berbeda sekali
dengan arah pemikiran dunia. Filsafat abad pertengahan menggambarkan suatu
zaman yang baru sekali di tengah-tengah suatu rumpun bangsa yang baru, yaitu
bangsa Eropa barat. Filsafat yang baru ini disebut Skolistik. Sebutan Skolistik
mengungkapkan, bahwa ilmu pengetahuan abad pertengahan diusahakan oleh
sekolah-sekolah, bahwa ilmu itu terkait pada tuntutan pengajaran di sekolah-sekolah
itu. Semula Skolistik timbul di biara-biara tertua di Gallia Selatan, tempat
pengungsian ketika ada perpindahan bangsa-bangsa. Sebab di situlah tersimpan hasil-
hasil karya para tokoh kuno dan para penulis Kristiani.1
Periode abad pertengahan mempunyai perbedaan yang mencolok dengan
abad sebelumnya. Perbedaan itu terutama terletak pada dominasi agama. Timbulnya
agama Kristen yang diajarkan oleh Nabi Isa as. Pada permulaan Abad Masehi
membawa perubahan besar terhadap kepercayaan keagamaan. Agama Kristen
menjadi problema kefilsafatan karena mengajarkan bahwa wahyu Tuhanlah yang
merupakan kebenaran yang sejati. Hal ini berbeda dengan pandangan Yunani Kuno
yang mengatakan bahwa kebenaran dapat dicapai oleh kemampuan akal. Sebelum
mereka mengenal adanya wahyu. Filsafat barat abad pertengahan (476-1492 M) bisa
dikatakan abad kegelapan, karena pihak gereja membatasi para filosof dalam berfikir,
sehingga ilmu pengetahuan terhambat dan tidak bisa berkembang, karena semuanya
diatur oleh doktirn-doktrin gereja yang berdasarkan keyakinan. Apabila terdapat
pemikiran-pemikiran yang bertentangan dari keyakinan para gerejawan, maka filosof
tersebut dianggap murtad dan akan dihukum berat sampai pada hukuman mati.2
1
Achmdi, Asmoro Filsafat Umum (Jakarta: PT Raja Grafindo Penada, 2007).
2
Hardiwijoyo Harun, Sari Sejarah Filsafat Barat 1 (Yogyakarta: Penerbit Kanisius;1993).
Zaman Abad Pertengahan, ciri pemikiran filsafat pada zaman ini di sebut
teosentris. Para filosof pada masa ini memakai pemikiran filsafat untuk memperkuat
dogma-dogma agama Kristiani, akibatnya perkembangan alam pemikiran Eropa pada
abad pertengahan sangat terkendala oleh keharusan untuk disesuaikan dengan ajaran
agama, sehingga pemikiran filsafat terlalu seragam bahkan dipandang seakan-akan
tidak penting bagi sejarah pemikiran filsafat sebenarnya.3
3
K. Bertens, Ringkasan Sejarah Filsafat (Cet. 15; Yogyakarta: Kanisius, 1998), h. 9.
4
Ahmad Tafsir, Filsafat Umum (Cet. VI; Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1998), h. 109.
Sedangkan zaman Abad Modern, para filosof zaman ini menjadikan manusia
sebagai pusat analisis filsafat, maka corak filsafat zaman ini lazim disebut
antroposentris.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
5
Afid Burhanuddin, Sejarah Perkembangan Ilmu Filsafat Pada Masa Abad Pertengahan
(Jakarta: PT Bumi Aksara, 2013).
2. Masa Skolastik
Istilah Skolastik adalah kata sifat yang berasal dari kata school, yang berarti
sekolah. Jadi, skolastik berarti aliran atau yang berkaitan dengan sekolah. Perkataan
skolastik merupakan corak khas dari sejarah filsafat abad pertengahan. Terdapat
beberapa pengertian dari corak khas Skolastik, sebagai berikut;
a. Filsafat Skolatik adalah filsafat yang mempunyai corak semata-mata agama.
Skolatik ini sebagai bagian dari kebudayaan abad pertengahan yang religius.
b. Filsafat Skolatik adalah filsafat yang mengabdi pada teologi atau filsafat
yang rasional memecahkan persoalan-persoalan mengenai berfikir, sifat ada,
kejasmanian, kehormatan, baik buruk. Dari rumusan tersebut kemudian
muncul istilah skolastik Yahudi, skolastik Arab dan lain-lainnya.
c. Filsafat Skolastik adalah suatu sistem filsafat yang termasuk jajaran
enegetahuan alam kodrat, akan dimasukkan ke dalam bentuk sintesis yang
lebih tinggi anatar kepercayaan dan akal.
d. Filsafat Skolastik adalah filsafat Nasrani karena banyak diperngaruhi leh
ajaran gereja.
3. Masa Skolastik Awal
Sejak abad ke-5 hingga ke-8 Masehi, pemikiran filsafat Patristik mulai
merosot, terlebih lagi pada abad ke-6 dan 7 dikatakan abad kacau. Hal ini disebabkan
pada saat itu terjadi serangan terhadap Romawi sehingga kerajaan Romawi beserta
peradabannya ikut runtuh yang telah dibangun selama berabad-abad. Kemudian pada
abad ke-8 Masehi, kekuasaan berada di bawah Karel Agung (742 – 814) dapat
memberikan suasana ketenangan dalam bidang politik, kebudayaan, dan ilmu
pegetahuan, termaksud kehidupan manusia serta pemikiran filsafat yang semuanya
menampakkan mulai adanya kebangkitan. Kebangkitan inilah yang merupakan
kecermelangan abad pertengahan, di mana arah pemikiran berbeda sekali dengan
sebelumnya.6
3. Masa Skolastik Puncak
Masa ini merupakan kejayaan skolastik yang berlangsung dari tahum 1200-
1300 dan masa ini juga disebut masaberbunga. Masa itu ditandai dengan munculnya
universitas-universitas dan ordo-ordo, yang secara bersama-sama ikut
menyelenggarakan atau memajukan ilmu pengetahuan, di samping juga peranan
universitas sebagai sumber atau pusat ilmu pengetahuan dan kebudayaan. Berikut ini
beberapa faktor mengapa masa skolistik mencapai pada puncaknya.
- Adanya pengaruh dari Aristoteles, Ibnu Rusyd, Ibnu Sina sejak abad ke-12
sehingga sampai abad ke-13 telah tumbuh menjadi ilmu pengetahuan yang luas.
- Tahun 1200 didirikan Universitas Almamater di Perancis, Universitas inu
merupakan gabungan dari beberpa sekolah. Almamater inilah sebagai awal (embrio)
berdirinya Universitas di Paris, di Oxford, di Mont Pellier, di Cambridge dan lain-
lainnya.
- Berdirinya ordo-ordo. Ordo-ordo inilah yang muncul karena banyaknya
perhatian orang terhadap ilmu pengetahuan sehingga menimbulkan dorongan yang
kuat untuk memberikan suasana yang semarak pada abad ke-13. Hal ini akan
berpengaruh terhadap kehidupan-kehidupan kerohanian di mana kebanyakan tokoh-
tokohnya memegang peran di bidang filsafat dan teologi, seperti Albertus de Grote,
Thomas Aquinas, Binaventura, J.D.Scotus, William Ocham.7
6
Afid Burhanuddin, Sejarah Perkembangan Ilmu Filsafat Pada Masa Abad Pertengahan
(Jakarta: PT Bumi Aksara, 2013).
7
Hendriyanto Agoes, Filsafat Ilmu (Surakarta: Cakrawala Media, 2012).
yang sifatnya tidak sempurna. Dengan akal kita akan mendapatkan bentuk-bentuk
pengertian yang abstrak berdasar pada sajian atau tangkapan indra. Dengan intuisi,
kita akan mendapatkan pengetahuan yang lebih tinggi. hanya dengan intuisi inilah
kita akn dapat mempersatukan apa yang oleh akal tidak dapat dipersatukan. Manusia
seharusnya menyadari akan keterbatasan akal, sehingga banyak hal yang seharusnya
menyadari akan keterbatasan akal, sehingga banyak hal yang seharusnya dapat
diketahui. Karena keterbatasan akal tersebut, hanya sedikit saja yang dapat diketahui
oleh akal. Dengan intuisi inilah diharapkan akan sampai pada knyataan, yaitu suatu
tempat di mana segala sesuatu bentuknya menjadi larut, yaitu Tuhan.8
Dua pemikir Islam yang sangat berpengaruh adalah Ibnu Sina dan Ibnu
Rusyd. Keduanya lahir dalam periode filsafat abad pertengahan yang berbeda. Ibnu
Sina lahir dan berperan dalam periode kedua, sementara Ibnu Rushd berada pada
puncak filsafat abad pertengahan. Tentang peran keduanya, patut dikutip pernyataan
Roger Bacon, seorang filosof kenamaan dari Eropa Barat pada Abad Pertengahan,
yang dinyatakan dalam Regacy of Islam-nya Alfred Gullaume:
8
Achmdi Asmoro, Filsafat Umum (Jakarta: PT Raja Grafindo Penada, 2007).
a. Ibnu Sina dan Ajarannya
Lahir tahun 980 M, dengan nama lengkap Abu Ali Husain Ibn Abdillah Ibn
Sina. Ibnu Sina sesungguhnya seorang dokter dengan talenta luar biasa. Ia belajar
ilmu kedokteran sejak usia remaja dari Isa bin Yahya, seorang Kristen. Namun,
karena kecerdasannya, ia segera menjadi populer. Tidak hanya itu. Ia terutama
menjadi ahli agama (Islam) pada usianya yang masih belia, disamping menjadi
pemikir filsafat yang berpengaruh bahkan hingga Eropa. Ibnu Sina diketahui sebagai
orang pertama yang menemukan peredaran darah manusia, dimana enam ratus tahun
kemudian disempurnakan oleh William Harvey. Juga, dia yang pertama kali
mengatakan bahwa bayi selama masih dalam kandungan mengambil makanannya
lewat tali pusar. Praktek membedah penyakit-penyakit bengkak ganas dan
menjahitnya juga dirintis oleh Ibnu Sina. Itu hanya beberapa dari temuannya di
bidang kedokteran. Ajarannya tentang jiwa nampak dipegaruhi Plotinus, yaitu
emanasi (pancaran). Menurutnya Tuhan memancar akal pertama, dan dari akal
pertama memancar akal kedua dan langit pertama, demikian seterusnya sehingga
tercapai akal ke sepuluh dan bumi. Dari akal ke sepuluh memancar segala apa yang
terdapat di bumi yang berada dibawah bulan. Akal pertama adalah malaekat tertinggi
dan akal kesepuluh adalah Jibril.9
9
"Filsafat Abad Pertengahan Bagian 2: Pemikiran Filsafat Islam",
https://www.kompasiana.com/semuellusi/5de254d4097f363f584445b2/filsafat-abad-pertengahan-
bagian-2-pemikiran-filsafat-islam.
kata lain, tak ada pertentangan antara wahyu dan akal, filsafat dan agama, para nabi
dan Aristoteles, karena mereka semua datang dari asal yang sama. Ini didasarkan
pada ayat-ayat al-Qur'an dan karakter filsafat sebagai ilmu yang dapat mengantarkan
manusia kepada "pengetahuan yang lebih sempurna. Kemudian Kontribusi Ibnu
Rusyd dalam peradaban islam adalah salah satu pandangannya tentang teori harmoni
(perpaduan) agama dan filsafat.
10
Achmdi Asmoro, Filsafat Umum (Jakarta: PT Raja Grafindo Penada, 2007).
Filsafat zaman modern berfokus pada manusia, bukan kosmos (seperti pada
zaman yunani kuno), atau Tuhan (pada abad pertengahan). Era ini berawal sekitar
abad ke-15.
Pada zaman ini filsafat dari berbagai aliran muncul. Secara garis besar ada
tiga paham mencolok yang muncul yaitu rasionalisme, idealisme, dan empirisme.
Tapi yang paling mendominasi pada zaman ini adalah paham rasionalisme.
a. Paham Rasionalisme
Aliran rasionalisme dipelopori oleh Rene Descartes (1596-1650 M). Dalam
buku Discourse de la Methode tahun 1637 ia menegaskan perlunya ada metode yang
jitu sebagai dasar kokoh bagi semua pengetahuan, yaitu dengan menyangsikan
segalanya, secara metodis. Descartes menerapkan pembagian tegas antara realitas
pikiran dan realitas yang meluas. Kemudian Descartes menerima 3 realitas atau
substansi bawaan, yang sudah ada sejak kita lahir, yaitu :
1. Realitas pikiran (res cogitan) Pikiran sesungguhnya adalah kesadaran,
tidak mengambil ruang dan tak dapat dibagi-bagi menjadi bagian yang lebih kecil.
2. Realitas perluasan (res extensa, extention) atau materi. Materi adalah
keluasan, mengambil tempat dan dapat dibagi-bagi, dan tak memiliki kesadaran.
3. Tuhan (sebagai Wujud yang seluruhnya sempurna, penyebab sempurna
dari kedua realitas itu) Kedua substansi berasal dari Tuhan, sebab hanya Tuhan
sajalah yang ada tanpa tergantung pada apapun juga.11
b. Paham Empirisme
Pada paham empirisme dinyatakan bahwa tidak ada sesuatu dalam pikiran
kita selain didahului oleh pengalaman. Paham ini bertolak belakang dengan paham
rasionalisme. Pengalaman itu dapat yang bersifat lahirilah (yang menyangkut dunia),
maupun yang batiniah (yang menyangkut pribadi manusia). Menurut paham ini,
pengenalan inderawi merupakan bentuk pengenalan yang paling jelas dan sempurna,
alasannya karena ada batasan-batasan yang tegas tentang bagaimana kesimpulan
11
Hardiwijoyo Harun, Sari Sejarah Filsafat Barat 1 (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1993).
dapat diambil melalui persepsi indera kita. Pelopor aliran ini yaitu Francis Bacon dan
dikembangkan oleh David Hume, Thomas Hubbes, John Lock, dan David Hume.
c. Paham Idealisme
Paham ini mengajarkan bahwa hakikat fisik adalah jiwa. Aliran ini mencoba
memadukan pendapat paham Rasionalisme dan paham Empirisme. Dengan kritisisme
Immanuel Kant berpendapat, pengetahuan kita tentang dunia berasal dari indera kita,
namun dalam akal kita ada faktor-faktor yang menentukan bagaimana kita
memandang dunia sekitar kita. Menurut Kant, ada dua unsur yang memberi
sumbangan kepada pengetahuan manusia tentang dunia.
1. Kondisi-kondisi lahirilah ruang dan waktu yang tidak dapat kita ketahui
sebelum kita menangkapnya dengan indera kita. Ruang dan waktu adalah cara
pandang dan bukan atribut dari dunia fisik. Itu materi pengetahuan.
2. Kondisi-kondisi batiniah dalam manusia mengenai proses-proses yang
tunduk kepada hukum kausalitas yang tak terpatahkan. Ini bentuk pengetahuan.12
Sehingga pada abad modern ini pula lahirlah beberapa filsuf islam diantara
tokoh-tokoh filsuf islam yang paling berpengaruh pada abad modern ini sebagai
berikut:
a. Al-Farabi (872-951 M).
Abu Nasr Muhammad Al-Farabi, juga dikenal dalam bahasa Arab sebagai al-Muallim
al-Thani. Ia adalah salah satu filsuf Muslim terbesar di dunia. Al-Farabi sangat
berkontribusi besar hingga tidak dapat diukur, dalam pemikiran Aristotelianisme dan
Platonik, sehingga disebut bahwa zaman modern berhutang banyak kepada polymath
dari Asia Tengah ini. Ia tidak hanya melestarikan, tetapi juga mengembangkan
filsafat Yunani. Dia berkontribusi dalam filsafat, matematika, musik, metafisika, serta
politik. Salah satu buku terpentingnya tentang filsafat politik mengenai "Pandangan
Orang-orang di Kota yang Mulia". Dalam Virtuous City karyanya, Al-Farabi berusaha
membangun kota berdasarkan keadilan, seperti Republik Plato, yang mencari
12
Hardiwijoyo Harun, Sari Sejarah Filsafat Barat 1 (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1993).
kebahagiaan tertinggi bagi warganya dan dipandu oleh pandangan tercerahkan dari
para filsufnya. Al-Farabi disebut Muqtedar Khan sebagai Muslim pertama yang
secara eksplisit mempertimbangkan manfaat demokrasi. Bagi seseorang yang
berpendapat bahwa Islam dan Demokrasi itu cocok, sangat menyenangkan membaca
pandangannya tentang demokrasi, yang sangat positif. Pandangan Al-Farabi
mengemukakan bahwa masyarakat demokrasi berpotensi menjadi masyarakat yang
berbudi luhur, karena orang-orang baik memiliki kebebasan untuk mengejar
kebajikan. Pemikiran al-Farabi mencerahkan tentang pemerintahan yang adil dalam
demokrasi.13
Abu Hamid al-Ghazzali adalah salah satu ulama terpenting dalam pemikiran
Islam. Dia adalah seorang filsuf, seorang sarjana hukum, dan seorang teolog, lalu
menjelang akhir hidupnya, ia menjadi seorang pemikir mistik. Bagi banyak Muslim,
al-Gazali adalah teladan, seorang pembaru Islam. Dia telah mencoba menengahi
perpecahan saat ada banyak perselisihan pada zamannya, yaitu antara filsuf dan
teolog, antara rasionalis dan tradisionalis, serta Mistik dan ortodoks. al-Ghazzali
menjembatani dengan gagasan yang tertuang dalam Ihya Ulum al-Din atau
Kebangkitan Ilmu Agama, yang berisi catatan upaya besar-besaran untuk menemukan
cara emas di antara semua tren yang berbeda ini. Kedewasaan pemikiran al-Ghazzali
sangat menarik. Setelah krisis intelektual dan kebangkitan spiritualnya, ia menjadi
lebih seperti Syekh Rabbani dari India, yang menyeimbangkan Syariah dan Tarekat
(hukumdanmistisisme).14
13
Hasyimsyah Nasution, Filsafat Islam (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1999), h. 77.
14
Hasyimsyah Nasution, Filsafat Islam, h. 112.
c. Ibnu ‘Arabi (1165-1240 M).
Ibnu Arabi barangkali adalah pemikir filosofis Muslim yang paling unik,
paling membingungkan, dan sekaligus paling mendalam. Dia bukanlah seorang filsuf
Muslim rasional, seperti al-Farabi atau Ibnu Rusyd. Ibnu Arabi mungkin adalah
pemikir postmodern dan feminis pertama dalam warisan intelektual manusia. Karya-
karyanya "Fusus al-Hikam" (Bezels of Wisdom) dan "Futuhat al-Makiyyah" (The
Meccan Openings) bisa jadi merupakan puncak pemikiran mistik dan filosofis Islam.
Ibnu Arabi memberikan penjelasan yang paling meyakinkan tentang tujuan dan
makna penciptaan sebagai penyingkapan diri (Tajalli) Tuhan yang berkelanjutan.15
d. Ibnu Thufail (1110-1185 M)
Nama lengkapnya adalah Abu Bakar Muhammad ibn Abd al-Malik ibn
Muhammad ibn Muhammad ibn Thufail al-Qaisyi. Di Barat dikenal dengan
Abubacer. Di dalam filsafatnya Ibn Thufail dengan gigih menserasikan sains Yunani
dengan hikmah Timur, atau antara filsafat dengan agama. wujud konkrit perpaduan
ini tergambar dalam karyanya Hayy Ibn Yaqzhan. Dalam muqadimahnya Ibn Thufail
menjelaskan tujuan penulisan buku itu untuk menyaksikan kebenaran (al-Haqq).
Menurut cara yang ditempuh oleh para Ahl al-Zauq dan Musyahadah (para ahli
tasawuf).16
15
Hasyimsyah Nasution, Filsafat Islam, h. 32.
16
Hasyimsyah Nasution, Filsafat Islam, h. 102-103.
BAB III
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
1. Filsafat Ilmu Abad Pertengahan
Masa Abad Pertengahan ini terbagi menjadi dua masa yaitu masa Paratistik
dan masa Skolatistik. Sedangkan masa Skolatistik terbagi menjadi Skolastik Awal.
Skolastik Puncak, dan Skolastik Akhir. Tokoh pada masa Paratistik adalah Justinus
Martin, Klemens, Tertullianus, dan Augustinus. Sedangkan tokoh pada masa
Skolastik adalah Albertus mangunus, Petrus Abaelardus, Anselmus dari canterbury,
Johanes Scotus Eriugena, Peter Abaelardus, Thomas Aquinas , William Ockham, dan
Nicolas Cusasus. Kemudian filsuf islam paling berpengaruh dalam abad pertengahan
diantaranya: Ibnu Rusyd dan Ibnu Sina.
2. Filsafat Ilmu Abad Modern
Filsafat zaman modern berfokus pada manusia, bukan kosmos (seperti pada
zaman yunani kuno), atau Tuhan (pada abad pertengahan). Era ini berawal sekitar
abad ke-15. Pada zaman ini filsafat dari berbagai aliran muncul. Secara garis besar
ada tiga paham mencolok yang muncul yaitu rasionalisme, idealisme, dan
empirisme. Tapi yang paling mendominasi pada zaman ini adalah paham
rasionalisme. Sedangkan Tokoh di abad modern ini adalah Rene descartes, David
Hume, Thomas Hubbes, John Lock, dan David Hume. Kemudian Tokoh filsuf Islam
yang berpengaruh dalam Abad modern ini adalah al-Farabi, al-Gazali, Ibn ‘Arabi dan
Ibn Thufail.
B. Implikasi
Makalah ini telah memaparkan bagaimana perkembangan filsafat ilmu di
abad pertengngahan maupun pada abad modern. Kemudian juga telah dipaparkan
sesiapa saja tokoh-tokoh yang berperan penting dalam ke dua abad tersebut, sehingga
dapat diketahui dan dipahami dengan sederhana. Hal yang paling penting adalah
dapat menjadi pertimbangan dalam penelusuran-penelusuran ditengah proses
perjalanan bacaan para pembaca masa kini.
DAFTAR PUSTAKA