Disusun Oleh :
Anissa Maulidiya 2221609009
FAKULTAS SYARIAH
SAMARINDA
2022
KATA PENGANTAR
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pemikiran filsafat mulai berkembang sekitar awal abad 6 sebelum masehi. Yang
dimaksud dengan pemikiran filsafat, bukan hanya filsafat dalam arti sempit, tetapi pemikiran
filsafat pada umumnya. sampai pada masa modern. Ditinjau dari sudut sejarah, filsafat Barat
memiliki empat periodisasi. Periodisasi ini didasarkan atas corak pemikiran yang dominan
pada waktu itu. Pertama, adalah zaman Yunani Kuno, ciri yang menonjol dari filsafat Yunani
kuno adalah ditujukannya perhatian terutama pada pengamatan gejala kosmik dan fisik
sebagai ikhtiar guna menemukan asal mula (arche) yang merupakan unsur awal terjadinya
gejala-gejala. Para filosof pada masa ini mempertanyakan asal usul alam semesta dan jagad
raya, sehingga ciri pemikiran filsafat pada zaman ini disebut kosmosentris. Kedua, adalah
zaman Abad Pertengahan, ciri pemikiran filsafat pada zaman ini di sebut teosentris. Para
filosof pada masa ini memakai pemikiran filsafat untuk memperkuat dogma-dogma agama
Kristiani, akibatnya perkembangan alam pemikiran Eropa pada abad pertengahan sangat
terkendala oleh keharusan untuk disesuaikan dengan ajaran agama, sehingga pemikiran
filsafat terlalu seragam bahkan dipandang seakan-akan tidak penting bagi sejarah pemikiran
filsafat sebenarnya. Ketiga, adalah zaman Abad Modern, para filosof zaman ini menjadikan
manusia sebagai pusat analisis filsafat, maka corak filsafat zaman ini lazim disebut
antroposentris.
Filsafat Barat modern memiliki corak yang berbeda dengan filsafat Abad
Pertengahan. Letak perbedaan itu terutama pada otoritas kekuasaan politik dan ilmu
pengetahuan. Jika pada Abad Pertengahan otoritas kekuasaan mutlak dipegang oleh Gereja
dengan dogma-dogmanya, maka pada zaman Modern otoritas kekuasaan itu terletak pada
kemampuan akal manusia itu sendiri. Manusia pada zaman modern tidak mau diikat oleh
kekuasaan manapun, kecuali oleh kekuasaan yang ada pada dirinya sendiri yaitu akal.
Kekuasaan yang mengikat itu adalah agama dengan gerejanya serta Raja dengan kekuasaan
politiknya yang bersifat absolut. Keempat, adalah Abad Kontemporer dengan ciri pokok
pemikiran logosentris, artinya teks menjadi tema sentral diskursus filsafat.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana perkembangan filsafat barat modern?
2. Siapa saja tokoh filsafat modern?
3. Apa saja macam-macam aliran filsafat barat modern?
C. TUJUAN
1.untuk mengetahui perkembangan filsafat modern
2.untuk mengetahui tokoh filsafat modern
3.untuk menjelaskan aliran filsafat barat modern
BAB II
PEMBAHASAN
Akhir abad ke 16 Eropa memasuki abad sangat menentukan dalam dunia perkembangan
filsafat, sejak Descartes, Spinoza dan Leibniz mencoba untuk menyusun suatu sistem filsafat
dengan dunia yang berpikir dalam pusatnya, yaitu suatu sistem berpikir rasional.
Rasionalisme adalah paham filsafat yang mengatakan bahwa akal (reason) adalah alat
terpenting dalam memperoleh pengetahuan dan mengetes pengetahuan. Rasionalisme pada
dasarnya ada dua macam, yaitu dalam bidang agama dan filsafat, dalam agama rasionalisme
adalah lawan autoritas2. Sementara dalam bidang filsafat rasionalisme adalah lawan
empirisme. Rasionalisme dalam bidang agama biasanya digunakan untuk mengkritik ajaran
agama, rasionalisme dalam filsafat berguna sebagai teori pengetahuan.
Sejarah rasionalisme pada esensialnya sudah ada sejak Thales ketika merumuskan
filsafatnya, kemudian pada kaum sofis dalam melawan filsafat Socrates, Plato dan
Aristoteles, dan beberapa filsuf sesudahnya. Dalam abad modern tokoh utama rasionalisme
adalah Rene Descartes3, sebab Descarteslah orang yang membangun fondasi filsafat jauh
berbeda bahkan berlawanan dengan fondasi filsafat abad pertengahan. 4 Dasar filosofis utama
Descartes adalah bahwa perkembangan filsafat sangat ambat bila dibandingkan dengan laju
perkembangan filsafat pada zaman sebelumnya. la melihat tokoh-tokoh gereja yang
mengatasnamakan agama telah menyebabkan lambatnya perkembangan filsafat. Descartes
ingin melepaskan dari dominasi gereja dan mengembalikan pada semangat filsafat Yunani,
yaitu filsafat yang berbasis pada akal. Dengan demikian corak utama filsafat modern yang
dimaksud di sini adalah dianutnya kembali rasionalisme seperti pada masa Yunani kuno.
1
http://myrealblo.blogspot.com/2015/11/filsafat-filsafat-modern.html
2
A. Hanafi. (1981). Ihktisar sejarah filsafat barat. Jakarta: Pustaka Alhusna. Hlm. 55
3
Anton Bakker. (1986). Metode-metode filsafat. Jakarta: Ghalia Indonesia. Hlm. 68
4
Lihat, Ahmad Tafsir. Hlm. 129
Rasionalisme yang dikembangkan oleh Descartes, kemudian dikembangkan lagi oleh
Spinoza, Leibniz dan Pascal.
Paham yang berlawanan dengan rasionalisme adalah empirisme. aliran ini lebih
menekankan peranan pengalaman dan mengecilkan peran akal dalam memperoleh
pengetahuan. Sebagai suatu doktrin, empirisme adalah lawan dari rasionalisme. Dalam
menguatkkan doktrinya, empisme mengembangkan dua teori, yaitu teori tentang makna yang
begitu tampak pada pemikiran J. Locke dalam buku An Essay concerning human
understanding ketika ia menentang innate idea (ide bawaan) rasionalisme Descartes. Teori
tentang makna kemudian dipertegas oleh D. Hume dalam bukunya Treatise of human nature
dengan cara membedakan antara idea dan kesan (impression). Pada abad 20 kaum empirisis
cendrung menggunakan teori makna mereka pada penentuan apakah suatu konsep diterapkan
dengan benar atau tidak. Filsafat empirisme tentang teori makna berdekatan dengan
positivisme logis. Oleh karena itu, bagi penganut empirisis jiwa dapat dipahami sebagai
gelombang pengalaman kesadaran, materi sebagai pola jumlah yang dapat diindera, dan
hubungan kausalitas sebagai urutan peristiwa yang sama. Teori kedua yaitu teori
pengetahuan, menurut pengikut rasionalisme ada bbeberapa kebenaran umum seperti setiap
kejadian mempunyai sebab, seperti dasar-dasar matematika, dan beberapa prinsip dasar etika
yang dikenal dengan istilah kebenaran apriori yang diperoleh lewat institusi rasional.
Empirisme menolak pendapat seperti itu, mereka menganggap bahwa kebenaran hanya
aposteriori yaitu pengetahuan melalui observasi. Tokoh empirisme yang eksis
mengembangkan teori ini J. Locke, D. Hume dan H. Spencer.
Rasionalisme dan empirisme dalam pandangan kritisisme sudah terjebak pada paham
eklusivisme, ke dua aliran ini sama-sama mempertahankan kebenaran, seperti rasionalisme
mengatakan bahwa sumber pengetahuan adalah rasio, sementara empirisme mengatakan
sumber pengetahuan adalah pengalaman, padahal masing-masing aliran ini memiliki
kelemahan-kelemahan. Dalam kondisi seperti itu Immanual Kant tampil untuk mendamaikan
kedua aliran tersebut, menurut Kant bahwa pengetahuan merupakan hasil kerja sama dua
unsur yaitu 'pengalaman inderawi' dan 'keaktifan akal budi'. Pengalaman inderawi merupakan
unsur aposteriori (yang datang kemudian), akal budi merupakan unsur apriori (yang datang
lebih dulu). Empirisme dan rasionalisme hanya mementingkan satu dari dua unsur ini. Kant
telah memperlihatkan bahwa pengetahuan selalu merupakan sebuah sintesis5.
Revolusi kopernikan yang telah diadakan Kant dalam bidang filsafat dengan
kritisismenya, diteruskan dengan lebih radikal lagi oleh pengikutnya 6. Para murid Kant tidak
puas terhadap batas kemampuan akal, alasannya karena akal murni tidak akan dapat
mengenal hal yang berada di luar pengalaman. Untuk itu dicari suatu sistem metafisika yang
ditemukan lewat dasar tindakan. Para idealis dalam hal ini tidak sepakat dengan Kant dan
mereka menyangkal adanya 'das ding an sich' (realitas pada dirinya). Menurut mereka, Kant
jatuh dalam kontradiksi dengan mempertahankan 'das ding an sich'. Menurut Kant sendiri
penyebab merupakan salah satu katagori akal budi dan akibatnya tidak boleh disifatkan pada
das ding an sich. Karena alasan-alasan serupa itu para idealis mengesampingkan 'das ding an
sich'. Menurut pendapat mereka tidak ada suatu realitas pada dirinya atau suatu realitas yang
objektif. Realitas seluruhnya merupakan hasil aktivitas suatu subjek, yang dimaksud subjek
di sini bukan subjek perorangan melainkan subjek absolut. Pemikiran idealisme
5
Lihat. Harry Hamersme. hlm. 27
6
Asmoro Achmadi. (2008). Filsafat Umum. Jakarta: Raja Grafindo Persada. hlm. 119-120
dikembangkan oleh Fichte dengan idealisme subjektif, Schelling dengan idealisme objektif
dan Hegel dengan idealisme mutlak.
Perkembangan filsafat idealisme yang menyetarafkan realitas seluruhnya dengan roh
atau rasio menuai pesimisme dengan lahirnya positivisme. Aliran ini mulanya dikembangkan
oleh A. Comte, menurut positivisme pengetahuan tidak pernah boleh melebihi fakta-fakta.
untuk itu pengetahuan empiris menjadi contoh istimewa bagi aliran ini, sehingga mereka
menolak metafisika dan mengutamakan pengalaman, meskipun positivisme mengandalkan
pengalaman dalam mendapatkan pengetahuan, namun mereka membatasi diri pada
pengalaman objektif saja7
Pada pertengahan abad ke 20 ilmu pengetahuan positif berkembang pesat di Eropa dan
Amerika. Salah satu metode kritis yang berkembang pada waktu itu yaitu munculnya filsafat
fenomenologi sebagai sumber berpikir kritis. Fenomenologi adalah metode yang
diperkembangkan oleh Edmund Husserl berdasarkan ide-ide gurunya Franz Brentano.
Menurut Husserl bahwa objek harus diberi kesempatan untuk berbicara, yaitu dengan cara
deskripsi fenomenologi yang didukung oleh metode deduktif, tujuannya adalah untuk melihat
hakikat gejala-gejala secara intuitif. Sedangkan metode deduktif mengkhayalkan fenomena
berbeda, sehingga akan terlihat batas invariable dalam situasi yang berbeda.
Sementara di Amerika salah satu aliran filsafat berkembang adalah aliran pragmatisme.
Aliran ini mengajarkan bahwa yang benar adalah apa saja yang membuktikan dirinya sebagai
yang benar dan bermanfaat secara praktis. Ide aliran pragmatisme berasal dari William
James, pemikiran James pada awalnya sederhana karena James melihat bahwa telah terjadi
pertentangan antara ilmu pengetahuan dengan agama sehingga tujuan kebenaran orang
Amerikan terlalu teoritis, ia menginginkan hasil yang kongkret, untuk menemukan esensi
tersebut maka harus diselidiki konsekwensi praktisnya8. Pragmatisme kemudian
dikembangkan oleh John Dewey, menurut Dewey filsafat tidak boleh berada dalam
pemikiran metafisika yang tidak ada manfaatnya. Dengan demikian filsafat harus berdasarkan
pada pengalaman, kemudian mengadakan penyelidikan dan mengolahnya secara kritis
sehingga filsafat dapat memberikan sistem norma dan nilai-nilai.
Filsafat kadang kala lahir tidak selamanya dalam keadaan normal, salah satunya adalah
eksistensialisme. Lahirnya eksistensialisme berangkat dari suatu krisis kemanusiaan akibat
perang dunia terutama di Eropa barat, dalam bidang filsafat eksistensialisme mengkritik
paham materialisme yang menganggap manusia hanyalah sesuatu yang ada, tanpa menjadi
subjek. Manusia berpikir, berkesadaran inilah yang tidak disadari oleh materialisme. Dengan
demikian manusia dalam pandangan materialisme melulu menjadi objek. Sementara
idealisme sebaliknya, berpikir dan berkesadaran dilebih-lebihkan sehingga menjadi seluruh
manusia, bahkan dilebih-lebihkan lagi sampai menjadi tidak ada barang lain selain pikiran.
Idealisme dalam hal ini hanya memandang manusia sebagai subjek. Aliran ini dikembangkan
oleh Soren Kierkegaard kemudian diteruskan oleh Jean Paul Sartre.9
Filsafat untuk abad sekarang bukan lagi barang baru dan momok yang harus ditakutkan
oleh banyak orang, tetapi yang menjadi kendala dalam menyampaikan maksud maksud
filsafat kepada masyarakat secara luas yaitu bahasa. Filsuf dalam kondisi seperti itu harus
7
Lihat K. Bertens. Hlm. 72
8
3 Lihat. Asmoro Achmadi, hlm. 124-125
9
Lihat. Ahmad Tafsir, hlm. 217-223
menaruh perhatian besar guna menjelaskan kaidah-kaidah bahasa dalam filsafat agar mudah
dipahami oleh masyarakat. Perhatian terhadap bahasa tersebut awalnya dilakukan oleh G.E.
More, kemudian diteruskan oleh B. Russel dan Wittgenstein. Melalui Wittgenstein inilah
muncul metode analisis bahasa. Metode analisis bahasa yang ditampilkan oleh Wittgenstein
berhasil membentuk pola pemikiran baru dalam dunia filsafat. Tugas filsafat bukan saja
membentuk pernyataan tentang sesuatu yang khusus, melainkan memecahkan persoalan yang
timbul akibat ketidakpahaman terhadap logika bahasa10.
Filsafat dengan demikian sejak kemunculanya sampai sekarang telah memberikan warna
menarik, terutama dalam merumuskan pertanyaan-pertanyaan sambil memberikan jawaban-
jawaban kepada kita sebagai manusia yang hidup pada abad modern ini.
John Locke dilahirkan pada tanggal 28 Agustus 1632 di Wrington, Somerset. Adalah
seorang filsuf dari Inggris yang menjadi salah satu tokoh utama dari pendekatan Empirisme.
10
Rizal Mustansyir. (2001). Filsafat Analitik, sejarah, perkembangan, dan peranan para tokohnya, Yogyakarta :
Pustaka Pelajar, hlm. 7-8.
11
Lihat Hasan Bakti Nasution, hlm 169
12
Lihat Hasan Bakti Nasution, hlm.170
13
Lihat Harry Hamersma, hlm.11
Locke menekankan pentingnya pendekatan empiris dan juga pentingnya eksperimen-
eksperimen di dalam mengembangkan ilmu pengetahuan. Selain itu, di dalam bidang filsafat
politik, Locke juga dikenal sebagai filsuf negara liberal. Locke menandai lahirnya era
Modern dan juga era pasca-Descartes (post-Cartesian), karena pendekatan Descartes tidak
lagi menjadi satu-satunya pendekatan yang dominan di dalam pendekatan filsafat waktu itu.
Akhir hidup Locke, Pada tahun 1700, Locke pensiun dari pekerjaannya. Ia menjalani
sisa kehidupannya selama 4 tahun. Kesehatan Locke makin menurun dan ia menderita
penyakit asma. Bulan-bulan akhir tahun 1704 merupakan saat-saat terakhir kehidupannya, Ia
meninggal tanggal 28 Oktober 1704, beliau dikuburkan di High Laver.14
Locke meneruskan pembelajarannya dalam bidang filsafat. Salah satu pemikiran
Locke yang paling berpengaruh di dalam sejarah filsafat adalah proses manusia mendapatkan
pengetahuan. Menurut Locke, seluruh pengetahuan bersumber dari pengalaman manusia,
sebelum seorang manusia mengalami sesuatu, pikiran manusia belum berfungsi atau masih
kosong ibarat sebuah kertas putih, yang kemudian mendapatkan isinya dari pengalaman
yang dijalani oleh manusia itu. Ada dua macam pengalaman manusia, yakni pengalaman
lahiriah dan batiniah.15 Pengalaman lahiriah adalah pengalaman yang menangkap aktivitas
indrawi yaitu segala aktivitas material yang berhubungan dengan panca indra manusia.
Kemudian pengalaman batiniah terjadi ketika manusia memiliki kesadaran terhadap
aktivitasnya sendiri dengan cara mengingat, menghendaki meyakini, dan sebagainya. Kedua
bentuk pengalaman manusia inilah yang akan membentuk pengetahuan melalui proses
selanjutnya.
4. David Hume (1711-1776)
David Hume lahir di Edinburgh, Skotlandia, 1711. Ayahnya adalah seorang
pengacara dan tuan tanah, sedangkan ibunya adalah Kalvinis keras. 16 Ia mempelajari hukum,
sastra, dan filsafat di Universitas Edinburgh. Peribadinya lebih tertarik dengan dunia filsafat
disbanding dengan dunia lainnya.
Zaman David Hume, dikatakan “zaman akal budi”. Menurutnya, budi merupakan ide
penting yang mungkin menjadi alasan bagi Hume untuk menunjukkan batas-batas akal budi.
Ia senang menghancurkan ide-ide besar saat itu.17
5. Immanuel Kant (1724-1804)
Dia lahir di Königsberg, 22 April 1724 – meninggal di Königsberg, 12 Februari 1804
pada umur 79 tahun, dia adalah seorang filsuf Jerman. Karya yang terpenting adalah Kritik
der Reinen Vernunft, 1781. Dalam bukunya ini ia “membatasi pengetahuan manusia”. Atau
dengan kata lain “apa yang bisa diketahui manusia.” 18Ia menyatakan ini dengan memberikan
tiga pertanyaan:
a. Apakah yang bisa kuketahui?
b. Apakah yang harus kulakukan?
c. Apakah yang bisa kuharapkan?
Yang dari pertanyaan diatas dijawab sebagai berikut:
14
Lihat Hasan Bakti Nasution, hlm 171
15
Lihat Hasan Bakti Nasution, hlm. 176
16
Linda Smith dan William Roeper, Ide-Ide Filsafat dan Agama Dulu dan Sekarang, (Yogyakarta: Kanisius, 2003),
hlm.71
17
Terjadi pada 1500-1700, Eropa dilanda dengan peperangan agama, situasi ini pula yang menyebabkan Hume
lebih menghargai agama. Lihat Linda Smith dan William Roeper,hlm. 72
18
Lihat Harry Hamersma, hlm. 64-65
a. Apa-apa yang bisa diketahui manusia hanyalah yang dipersepsi dengan panca indra.
Lain daripada itu merupakan “ilusi” saja, hanyalah ide.
b. Semua yang harus dilakukan manusia harus bisa diangkat menjadi sebuah peraturan
umum. Hal ini disebut dengan istilah “imperatif kategoris”. Contoh: orang sebaiknya
jangan mencuri, sebab apabila hal ini diangkat menjadi peraturan umum, maka
apabila semua orang mencuri, masyarakat tidak akan jalan.
c. Yang bisa diharapkan manusia ditentukan oleh akal budinya. Inilah yang
memutuskan pengharapan manusia.
19
Lihat Hasan Bakti Nasution, hlm 177
20
Lihat Hasan Bakti Nasution, hlm 178
21
Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat, (Yogjakarta: Kanisius, 1980), hlm.121.
22
Lihat Hasan bakti Nasution, hlm. 183
Dasar pemikiran Comte diperoleh secara inspiratif dari Saint Simon, Charles Lyell,
dan Charles Darwin. Selain dari itu, pemikiran Herbert Spencer mengenai “hukum
perkembangan” juga mempengaruhi pemikirannya. Kata “rasional” bagi Comte terkait
dengan masalah yang bersifat empirik dan positif yakni pengetahuan riil yang diperoleh
melalui observasi (pengalaman indrawi), eksperimentasi, komparasi, dan generalisasi-
induktif diperoleh hukum yang sifatnya umum sampai kepada suatu teori.
Karena itulah maka bagi positivisme, tuntutan utama adalah pengetahuan faktual yang
dialami oleh subjek, sehingga kata rasional bagi Comte menunjuk peran utama dan penting
rasio untuk mengolah fakta menjadi pengalaman. Berdasarkan atas pemikiran yang demikian
itu, maka sebagai konsekuensinya metode yang dipakai adalah “Induktif-verifikatif”.23
Menurut Comte, perkembangan manusia berlangsung dalam tiga tahap. Pertama,
tahap teologis, kedua, tahap metafisik, ketiga, tahap positif.24
1) Tahap Teologis
Pada tahap teologis ini, manusia percaya bahwa dibelakang gejala-gejala alam
terdapat kuasa-kuasa adikodrati yang mengatur fungsi dan gerak gejala-gejala
tersebut. Kuasa-kuasa ini dianggap sebagai makhluk yang memiliki rasio dan
kehendak seperti manusia. Tetapi orang percaya bahwa mereka berada pada
tingkatan lebih tinggi dari pada makhluk-makhluk selain insani.
2) Tahap Metafisik
Tahap ini bisa juga disebut sebagai tahap transisi dari pemikiran Comte.
Tahapan ini sebenarnya hanya merupakan varian dari cara berpikir teologis,
karena di dalam tahap ini dewa-dewa hanya diganti dengan kekuatan-kekuatan
abstrak, dengan pengertian atau dengan benda-benda lahiriah, yang kemudian
dipersatukan dalam sesuatu yang bersifat umum, yang disebut dengan alam
yang menjadi asal mula agama.
3) Tahap Positif
Pada tahap ini pengertian “menerangkan” berarti fakta-fakta yang khusus
dihubungkan dengan suatu fakta umum. Dengan demikian, tujuan tertinggi
dari tahap positif ini adalah menyusun dan dan mengatur segala gejala di
bawah satu fakta yang umum
10. Charles Robert Darwin (1809-1882
Charles Robert Darwin lahir di Shrewsbury, Shropshire, Inggris, 12 Desember 1809
dan wafat di Dowen, Kent, Inggris, 19 April 1822 pada umur 72 tahun adalah seorang naturis
Inggris yang teori revolusionernya meletakkan landasan bagi teori evolusi modern dan
prinsip garis keturunan yang sama (common descent) dengan mengajukan seleksi alam
sebagai mekanismenya. Teori ini kini dianggap sebagai komponen integral dari biologi (ilmu
hayat).
Sebelum Darwin, filsafat yang ditinggalkan oleh Plato dan sedikit dimodifikasi oleh
Aristoteles menjelaskan bahwa segala sesuatu di alam ini memiliki dua macam unsur, unsur
esensi dan unsur aksidental. Unsur esensi adalah unsur yang membuat kualitas sesuatu yang
23
Ichwan Supandi Azis, Karl Raimund Popper dan Auguste Comte; Suatu Tinjauan Tematik Problem
Epistemologi dan Metodologi, Yogyakarta: Jurnal Filsafat, Desember 2003, Jilid 35, Nomor 3, hlm. 254
24
Lihat Asmoro Achmadi, hlm. 117
bergitu adanya, sedangkan unsur aksidental adalah unsur yang datang dan pergi tanpa
mengakibatkan perubahan identitas pada sesuatu. 25
11. Edmund Husserl (1859-1938)
Beliau adalah seorang filsuf Jerman lahir di Prostejov, Cekoslowakia tahun 1859, dan
wafat di Freiburgh tahun 1938. Pemikiran terpentingnya adalah Teori kebenaran, yang
menurutnya kebenaran haruslah digabung di antara subyek dengan obyek dan Tiga jenis
reduksi, Supaya dengan intuisi kita dapat menangkap hakekat obyek-obyek, maka dibutuhkan
tiga reduksi.
Reduksi-reduksi ini yang menyingkirkan semua hal yang mengganggu kalau kita
ingin mencapai wesenschau. Reduksi pertama: menyingkirkan segala sesuatu yang
subyektif. Sikap kita harus obyektif, terbuka untuk gejala-gejala yang harus “diajak
bicara”. Dua: menyingkirkan seluruh pengesssstahuan tentang obyek yang diselidiki dan
diperoleh dari sumber lain. Tiga: menyingkirkan seluruh reduksi pengetahuan. Segala sesuatu
yang sudah dikatakan oleh orang lain harus, untuk sementara dilupakan. Kalau reduksi-
reduksi ini berhasil, gejala sendiri dapat memperlihatkan diri,
menjadi fenomin (memperlihatkan diri).26
Rasionalisme terdir rasio dan isme, yang berarti paham yang meletakkan kebenaran
tertinggi pada akal manusia atau paham filsafat yang mengatakan bahwa akal (reason) adalah
alat terpenting untuk memperoleh pengetahuan. Menurut aliran rasionalisme suatu
pengetahuan diperoleh haruslah dengan cara berpikir.27
Pengertian lain rasionalisme atau gerakan rasionalis adalah doktrin filsafat yang
menyatakan bahwa kebenaran ditentukan melalui pembuktian, logika, dan analisis yang
berdasarkan fakta, daripada melalui iman, dogma, atau ajaran agama. Hal ini dilatarbelakangi
oleh keinginan untuk membebaskan diri dari segala pemikiran yang tradisional. Yang dalam
hal ini Rene Descartes adalah pendiri pada aliran ini.28
2. Empirisme
Istilah Empirisme berasal dari kata empiri yang berarti indra atau lata indra, yang
ditambah dengan isme sebagai suatu aliran. Dengan kata lain, kebenaran adalah sesuatu yang
sesuai dengan pengalaman manusia. Yang dilatarbelakangi karena adanya kemajuan ilmu
pengetahuan dapat dirasakan manfaatnya, pandangan orang terhadap filsafat mulai merosot.
Hal ini terjadi karena filsafat dianggap tidak berguna lagi bagi kehidupan. Pada sisi lain, ilmu
pengetahuan besar sekali manfaatnya bagi kehidupan.29
25
Kumara Ari Yuana, The Greatest Philosophers - 100 Tokoh Filsuf Barat dari Abad 6 SM - Abad 21, (Yogyakarta:
Andi, 2010), hlm. 231
26
Lihat Harry Hamersma, hlm. 117
27
Lihat Hasan Bakti Nasution, hlm. 169
28
Lihat Asmoro Achmadi, hlm. 110
29
Lihat Hasan Bakti Nasution, hlm. 171
3. Kritisisme
Aliran ini muncul pada abad ke-18, yang dilatarbelakangi manusia melihat adanya
kemajuna ilmu pengetahuan telah mencapai hasil yang menggembirakan. Di sisi lain jalannya
filsafat tersendat-sendat. Untuk itu diperlukan upaya agar filsafat dapat berkembang sejajar
dengan ilmu pengetahuan.
Tokoh didalamnya adalah Immanuel Kant, yang mencoba menyelesaikan persoalan
diatas, awalnya ia mengikuti rasionalisme tetapi kemudian terpengaruh dengan empirisme.
Walaupun demikian, Kant tidak mudah untuk menerimanya. Maka akhirnya, ia mencoba
mengadakan sintesis dan mencapai suatu kesimpulan walaupun ia mendasarkan diri pada
nilai yang tinggi dari akal, tetapi ia tidak mengingkari adanya persoalan-persoalan yang
melampaui akal. Sehinggal akal mengenal batas-batasnya.
4. Idealisme
Peristiwa di dunia ini hanya dapat dimengerti apabila suatu syarat dipenuhi, yaitu jika
peristiwa-peristiwa itu sudah secara otomatis mengandung penjelasan-penjelasannya. Ide
yang berpikir itu sebenarnya adalah gerak yang menimbulkan gerak lain. Artinya gerakan
yang menimbulkan tesis, kemudian menimbulkan anti-tesis (gerak yang bertentangan),
kemudian muncul sintesis yang merupakan tesis baru, yang nantinya menimbulkan anti-tesis
dan seterusnya. Inilah yang disebut dengan dialektika30. Proses dialektika inilah yang
menjelaskan segala peristiwa. Yang dipelopori oleh F.W.J. Schelling, Hegel, dan Fichte.
5. Positivisme
Filsafat positivisme lahir pada abad ke-19. Titik tolak pemikirannya, apa yang telah
diketahui adalah yang factual dan yang positif, sehingga metafisika ditolaknya. Maksud
positif adalah segala gejala dan segala yang tampak seperti apa adanya, sebatas pengalaman-
pengalaman objektif. Jadi setelah fakta diperolehnya, fakta-fakta tersebut diatur agar dapat
memberikan semacam asumsi (proyeksi) ke masa depan.
6. Evolusionisme
Airan ini dipelopori oleh ahli Zoologi, Charles Robert Darwin. Dalam pemikirannya,
ia mengajukan konsep tentang perkembangan tentang segala sesuatu termasuk manusia yang
diatur oleh hukum-hukum mekanik, yaitu survival of the fittest dan struggle for life.
7. Materialisme
Filsafat materialisme berpandangan bahwa hakikat materialisme adalah materi, bukan
rohani, spiritual atau supernatural. Pandangan materialisme banyak persamaannya dengan
naturalisme. Bahkan ada filsuf yang menyamaka keduanya, khususnya yang disebut dengan
naturalisme materialistis. Hal ini didasarkan pada beberapa alas an. Pertama karena
pandangan materialism banyak kaitan dan persamaannya dengan rumpun ilmu-ilmu alam.
Kedua karena sama-sama menentang filsafat moral dan agama.
Tidak ada kejadian yang tidak dapat diteliti secara alamiah. Apa yang disebut alamiah
atau riil pastilah mempunyai sifat atau wujud material atau fisik, sekalipun mungkin
tampaknya tidak demikian kepada kita. Dengan demikian, sintesis kedua paham ini
beranggapan bahwa apapun yang ada, pada akhirnya dapat dikembalikan kepada materi.
8. Neo-Kantianisme
30
Lihat Asmoro Achmadi, hlm. 114
Setelah materialisme pengaruhnya merajalela,, para murid Kant mengadakan gerakan
lagi. Mereka ingin kembali bersifat kritis, yang bebas dari spekulasi idealisme dan dogmatis.
Herman Cohen memberikan titik tolak pemikirannya mengemukakan bahwa keyakinannya
kepada otoritas akal manusia untuk mencipta. Mengapa demikian, karena segala sesuatu itu
“ada” apabila terlebih dahulu dipikirkan. Tuhan, menurut pendapatnya, bukan sebagai person
tetapi sebagai cita-cita dari seluruh perilaku manusia.
9. Pragmatisme
Pragmatisme berasal dari kata pragma (bahasa Yunani) yang berarti tindakan,
perbuatan. Pragmatisme adalah suatu aliran yang mengajarkan bahwa yang benar apa yang
membuktikan dirinya sebagai benar dengan perantaraan akibat-akibatnya yang bermanfaat
secara praktis. Pragmatisme adalah aliran dalam filsafat yang berpandangan bahwa kriteria
kebenaran sesuatu ialah, apakah sesuatu itu memiliki kegunaan bagi kehidupan nyata.
Oleh sebab itu kebenaran sifatnya menjadi relatif tidak mutlak. Mungkin sesuatu
konsep atau peraturan sama sekali tidak memberikan kegunaan bagi masyarakat tertentu,
tetapi terbukti berguna bagi masyarakat yang lain. Maka konsep itu dinyatakan benar oleh
masyarakat yang kedua.
Pragmatisme dalam perkembangannya mengalami perbedaan kesimpulan walaupun
berangkat dari gagasan asal yang sama. Kendati demikian, ada tiga patokan yang disetujui
aliran pragmatisme yaitu, menolak segala intelektualisme, dan absolutisme, serta
meremehkan logika formal.31
10. Filsafat Hidup
Aliran filsafat ini lahir akibat dari reaksi dengan adanya kemajuan ilmu pengetahuan
dan teknologi yang menyebabkan industrialisasi semakin pesat. Hal ini mempengaruhi pola
pikir manusia. Peranan akal pikiran hanya digunakan untuk menganalisis sampai menyusun
suatu sintesis baru. Bahkan alam semesta atau manusia dianggap sebagai mesin yang tersusun
dari beberapa komponen dan bekerja sesuai dengan hukum-hukumnya. Tokohnya adalah
Henry Bergson.
11. Fenomenologi
Fenomenologi berasal dari kata fenomen yang srtinya gejala, yaitu suatu hal yang
tidak nyata semua. Juga dapat diartikan sebagai ungkapan kejadian yang dapat diamati oleh
indra. Edmun Husserl (1859-1938) adalah pendiri aliran fenomenologi, ia telah empengaruhi
pemikiran filsafat abad ke 20 ini secara amat mendalam. Fenomenologi adalah ilmu (logos)
pengetahuan tentang apa yang tampak (phainomenon). Dengan demikian fenomenologi
adalah ilmu yang mempelajari yang tampak atau apa yang menampakkan diri atau
fenomenon. Bagi Husserl fenomena ialah realitas sendiri yang tampak, tidak ada selubung
atau tirai yang memisahkan subjek dengan realitas, realitas itu sendiri yang tampak bagi
subjek.
12. Eksistensialisme
Kata Eksistensialisme berasal dari kata eks = ke luar, dan sistensi = berdiri,
menempatkan. Secara umum berarti, manusia dalam keberadaannya ditentukan oleh akunya.
Karena manusia selalu terlihat disekelilingnya, sekaligus sebagai miliknya. Eksistensialisme
merupakan aliran filsafat yang memandang berbagai gejala dengan berdasar pada
Eksistensinya. Artinya, bagaimana manusia berada (bereksistensi) dalam dunia. Pelopornya
31
Lihat Asmoro Achmadi, hlm. 118
adalah Soren Kierkegaard, yang mengemukakan bahwa kebenaran itu berada pada suatu
system yang umum tetapi berada dalam eksistensi yang individu, yang kongkret. Oleh karena
itu, eksistensi manusia penuh dengan dosa, sehingga hanya iman kepada kristus sajalah yang
dapat mengatasi perasaan bersalah karena dosa.
13. Neo-Thomisme
Pada pertengahan abad ke-19, ditengah-tengah gereja Katolik banyak penganut paham
Thomisme, yaitu aliran yang mengikuti paham Thomas Aquinas. Pada mulanya dikalangan
gereja terdapat semacam keharusan untuk mempelajari ajaran tersebut. Kemudian akhirnya
menjadi sebuah paham Thomisme, yaitu pertama, paham yang menganggap bahwa ajaran
Thomas sudah sempurna. Kedua, paham yang menganggap ajaran Thomas telah sempurna
tetapi masih terdapat hal-hal yang pada suatu saat belum dibahas. Ketiga, paham yang
menganggap bahwa ajaran Thomas harus diikuti, akan tetapi tidak boleh beranggapan bahwa
ajarannya betul-betul sempurna.
BAB III
PENUTUP
A. SIMPULAN
Filsafat zaman modern yang kelahirannya didahului oleh suatu periode yang disebut dengan
“Renaissance” dan dimatangkan oleh “gerakan” Aufklaerung di abad ke-18 itu, didalamnya
mengandung dua hal yang sangat penting. Pertama, semakin berkurangnya kekuasaan
Gereja, kedua, semakin bertambahnya kekuasaan ilmu pengetahuan. Pengaruh dari gerakan
Renaissance dan Aufklaerung itu telah menyebabkan peradaban dan kebudayaan zaman
modern berkembang dengan pesat dan semakin bebas dari pengaruh otoritas dogma-dogma
Gereja. Terbebasnya manusia barat dari otoritas Gereja dampak semakin dipercepatnya
perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan. Paham yang berlawanan dengan rasionalisme
adalah empirisme. aliran ini lebih menekankan peranan pengalaman dan mengecilkan peran
akal dalam memperoleh pengetahuan. Sebagai suatu doktrin, empirisme adalah lawan dari
rasionalisme. Pada zaman modern filsafat, tokoh pertama rasionalisme adalah Rene Descartes
(1595-1650). Tokoh rasionalisme lainnya adalah Baruch Spinoza (1632-1677) dan Gottfried
Wilhelm Leibniz (1646-1716). Descartes dianggap sebagai bapak filsafat modern. menurut
betrand russel, Kata “Bapak” pantas diberikan kepada Descartes karena dialah orang pertama
pada zaman modern itu yang membangun filsafat berdasarkan atas keyakinan diri sendiri
yang dihasilkan oleh pengetahuan akliah.salah satu contoh favorit kaum rasionalis. Mereka
berdalih bahwa aksioma dasar geometri seperti, “sebuah garis lurus merupakan jarak yang
terdekat antara dua titik”, adalah idea yang jelas dan tegas yang baru kemudian dapat
diketahui oleh manusia. Dari aksioma dasar itu dapat dideduksikan sebuah sistem yang terdiri
dari subaksioma-subaksioma. Hasilnya adalah sebuah jaringan pernyataan yang formal dan
konsisten yang secara logis tersusun dalam batas-batas yang telah digariskan oleh suatu
aksioma dasar yang sudah pasti.Para pemikir di Inggris bergerak ke arah yang berbeda
dengan tema yang telah dirintis oleh Descartes. Mereka lebih mengikuti Jejak Francis Bacon,
yaitu aliran empirisme. Empirisme adalah suatu doktrin filsafat yang menekankan peranan
pengalaman dalam memperoleh pengetahuan dan pengetahuan itu sendiri dan mengecilkan
peran akal. Istilah empirisme diambil dari bahasa yunani empeiria yang berarti pengalaman.
Sebagai suatu doktrin, empirisme adalah lawan rasionalisme Dengan demikian semua
pengetahuan kita betapapun rumitnya, dapat dilacak kembali sampai kepada pengalaman-
pengalaman inderawi yang pertama- tama yang dapat diibaratkan seperti atom-atom yang
menyusun objek-objek material. Apa yang tidak dapat atau tidak perlu dilacak kembali
seperti demikian itu bukanlah pengetahuan atau setidak-tidaknya bukanlah pengetahuan
mengenai hal-hal yang faktual. Di tangan empirisme Locke, filsafat mengalami perubahan
arah. Jika rasionalisme Descartes mengajarkan bahwa pengetahuan yang paling berharga
tidak berasal dari pengalaman, maka menurut Locke, pengalamanlah yang menjadi dasar dari
segala pengetahuan. Namun demikian, empirisme dihadapkan pada sebuah persoalan yang
sampai begitu jauh belum bisa dipecahkan secara memuaskan oleh filsafat. Persoalannya
adalah menunjukkan bagaimana kita mempunyai pengetahuan tentang sesuatu selain diri kita
dan cara kerja pikiran itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
http://myrealblo.blogspot.com/2015/11/filsafat-filsafat-modern.html
https://www.academia.edu/5466203/Aliran_dalam_Filsafat_Barat_Modern
Achmadi, Asmoro. 2008. Filsafat Umum.Jakarta: Raja Grafindo Persada
Ari Yuana, Kumara.2010.The Greatest Philosophers - 100 Tokoh Filsuf Barat dari
Abad 6 SM - Abad 21.Yogyakarta: Andi
Azis, Ichwan Supandi.2003 Karl Raimund Popper dan Auguste Comte; Suatu
Tinjauan Tematik Problem Epistemologi dan Metodologi, Yogyakarta: Jurnal Filsafat,
Desember 2003, Jilid 35, Nomor 3
Bakker, Anton. 1986. Metode-Metode Filsafat.Jakarta: Ghalia Indonesia
Bertens, K. 1998. Ringkasan Sejarah Filsafat. Yogyakarta: Kanisius
Hanafi, A. 1981. Ihktisar Sejarah Filsafat Barat.Jakarta: Pustaka Alhusna
Hamersma, Harry. 1992. Tokoh-Tokoh Filsafat Barat Modern. Jakarta: Gramedia
Hadiwijono, Harun.1980. Sari Sejarah Filsafat Barat.Yogjakarta: Kanisius
Mustansyir, Rizal. 2001.Filsafat Analitik, Sejarah, Perkembangan, Dan Peranan
Para Tokohnya, Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Nasution, Hasan Bakti .2001.Filsafat Umum.Jakarta: Gaya Media Pratama
Poedjawijatna, 1986. Pembimbing ke Alam Filsafat. Jakarta: Bina Aksara
Smith, Linda dan William Roeper.2003.Ide-Ide Filsafat dan Agama Dulu dan
Sekarang, Yogyakarta: Kanisius