Anda di halaman 1dari 14

RASIONALISME, EMPIRISME, KRITISISME.

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Kelompok Mata


Kuliah Pengantar Filsafat.
Hairul Huda, S.pd, M.pd

Disusun oleh:

1. Ferry Aldiansyah: 2210911031


2. Hubbul Waton: 2210911045
3. Haikal Imam Hanafi A: 2210911047
4. Husnul tsawab kurdianto: 2210911008

Progam Studi Pendidikan Agama Islam


Universitas Muhammadiyah Jember
2022/2023
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan syukur Alhamdulillah ke khadirat Allah SWT, karena
atas perkenannya tugas ini dapat diselesaikan sesuai dengan waktu yang telah
direncanakan. Tidak lupa kepada Nabi besar Muhammad SAW, Keluargnya serta
para sahabatnya dan umatnya yang setia sampai akhir zaman.

Tugas ini guna melengkapi nilai dan materi yang telah di tentukan pada
semester ini. Tugas ini, merupakan Mata kuliah pengantar ilmu filsafat dengan tema
rasionalisme, empirisme, dan kritisisme.

Dalam penyusunan tugas ini, penulis banyak mendapatkan petunjuk serta


pelajaran yang bermanfaat bagi penulis. Tugas yang sederhan ini jauh dari sempurna,
penulis mengharapkan kritik atau saran dari pembaca guna untuk memperbaiki
kekurangan kekurangan tugas ini.

Demikian Makalah ini disusun dengan harapan Mudah-mudahan guna dan


manfaat bagi kita semua khususnya insan pencipta dunia pendidikan dan penulis
sangat selalu berharap mudah-mudahan Allah selalu meridhai kita semua.

Amiin...

i
Daftar Isi
Kata Pengantar ...............................................................................i
Daftar Isi .......................................................................................ii
Bab I : Pendahuluan ......................................................................1
a. Latar Belakang .....................................................................1
b. Rumusan Masalah ................................................................1
c. Tujuan Penulisan Makalah ..................................................2
d. Metode Pengumpulan Data ..................................................2
Bab Ii: Pembahasan. ......................................................................3
a. Rasionalisme ........................................................................3
b. Empirisme ............................................................................4
c. Kritisisme .............................................................................5
Bab Iii: Penutup ..........................................................................10
a. Kesimpulan ........................................................................10
Daftar Pustaka. ............................................................................11

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.

Secara historis, zaman modern dimulai sejak adanya krisis zaman petengahan
selama dua abad (abad he-14 dan abad ke-15), yang ditandai dengan gerakan renaissance.
Tujuan utamanya adalah merealisasikan kesempurnaan pandangan hidup kristiani dengan
mengkaitkan filsafat yunani dengan ajaran agama Kristen.
Renaissance akan banyak memberikan segala aspek realitas. Perhatian yang
sungguh-sungguh atas segala hal yang konkret dalam lingkup alam semesta, manusia,
kehidupan masyarakat, dan sejarah. Pada masa itu pula terdapat upaya manusia untuk
memberi tempat kepada akal yang mandiri. Akal diberi kepercayaan yang besar karena
adanya suaru keyakinan pada akal pasti dapat menerangkan segala macam persoalan
yang diperlukan juga pemecahannya. Hal ini dibuktikan adanya perang terbuka terhadap
kepercayaan yang dogmastis dan terhadapoarang-orang yang enggan menggunakan
akalnya.
Ajaran yang menjadi pendahuluan ajaran filsafat modern ini didasarkan pada
suatu kesadaran atas yang individual dan yang kongkret.
Bermula dari William Ockham (1295-1349), yang mengetengahkan via moderna
(jalan modern) dan via antiqua (jalan kuno). Akibatnya, manusia didewa-dewakan,
manusia tidak lagi memusatkan pekirannya kepada tuhan dan surga. Akibatnya, terjadi
perkembangan ilmu pengetahuan secara pesat dan membuahkan sesuatu yang
mengagumkan. Di sisi lain, nilai filsafat merosot karena dianggap ketinggalan zaman.
Dalam era filsafat modern, yang dilanjutkan dengan era filsafat abad ke-20,
muncullah berbagai aliran pemikiran: Rasionalisme, Empirisme, Kritisisme, Idealisme,
Positivism, Evolusionesme, dan berbagai macam-macam pemikiran lainnya.
Ada beberapa hal yang perlu dikemukakan, khususnya berbagai persoalan yang
akan dibahas dalam bab ini. Hal-hal yang dimaksud adalah Raionalisme, Empirisme,
Kritisisme.

B. Rumusan masalah.
1. Apa yang dimahsud dengan Filsafat Rasionalisme?
2. Apa yang dimahsud dengan Filsafat Empirisme?
3. Apa yang dimahsud dengan Filsafat Kritisisme?

1
C. Tujuan Penulisan Makalah.
1. Mahasiswa Mampu Memahami Dan Menjelaskan Rasionalisme
2. Mahasiswa Mampu Memahami Dan Menjelaskan Empirisme.
3. Mahasiswa Mampu Memahami Dan Menjelaskan Kritisime.

D. Metode Pengumpulan Data


Untuk Memecahkan Masalah Yang Telah Dirumuskan Di Atas, Ada Beberapa Hal Yang
Dilakukan Oleh Penulis Dalam Mengupulkan Data. Diantaranya:
1. Kajian Literatur Yang Dilakukan Kelompok Dan Individu.
2. Buku Dan Internet

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Rasionalisme
Usaha manusia untuk memberi kemandirian kepada akal sebagaimana yang telah
dirintis oleh para pemikir renaisans, masih berlanjut terus sampai abad ke-17. Abad ke-17
adalah era dimulainya pemikiran-pemikiran kefilsafatan dalam artian yang sebenarnya.
Semakin lama manusia semakin menaruh kepercayaan yang besar terhadap kemampuan
akal, bahkan diyakini bahwa dengan kemampuan akal segala macam persoalan dapat
dijelaskan, semua permasalahan dapat dipahami dan dipecahkan termasuk seluruh
masalah kemanusiaan. Keyakinan yang berlebihan terhadap kemampuan akal telah
berimplikasi kepada perang terhadap mereka yang malas mempergunakan akalnya,
terhadap kepercayaan yang bersifat dogmatis seperti yang terjadi pada abad pertengahan,
terhadap norma-norma yang bersifat tradisi dan terhadap apa saja yang tidak masuk akal
termasuk keyakinan-keyakinan dan serta semua anggapan yang tidak rasional. Dengan
kekuasaan akal tersebut, orang berharap akan lahir suatu dunia baru yang lebih sempurna,
dipimpin dan dikendalikan oleh akal sehat manusia. Kepercayaan terhadap akal ini sangat
jelas terlihat dalam bidang filsafat, yaitu dalam bentuk suatu keinginan untuk menyusun
secara apriori suatu sistem keputusan akal yang luas dan tingkat tinggi. Corak berpikir
yang sangat mendewakan kemampuan akal dalam filsafat dikenal dengan nama aliran
rasionalisme

Rasionalisme adalah faham filsafat yang menyatakan bahwa akal (reason) adalah
alat terpenting untuk memperoleh pengetahuan dan menetes pengetahuan. Jika empirisme
mengatakan bahwa pengetahuan diperoleh dengan alam mengalami objek empiris, maka
rasionalisme mengajarkan bahwa pengetahuan diperoleh dengan dengan cara berpikir.
Alat dalam berpikir itu adalah kaidah-kaidah logis atau aturan-aturan logika.
Rasionalisme tidak mengingkari kegunaan indera dalam memperoleh pengetahuan.
Pengalaman indera diperlukan untuk merangsang akal dan memberikan bahan-bahan
yang menyebabkan akal dapat bekerja. Akan tetapi, untuk sampainya manusia kepada
kebenaran, adalah semata-mata dengan akal. Laporan indera menurut rasionalisme
merupakan bahan yang belum jelas dan kacau. Bahan ini kemudian dipertimbangkan oleh
akal dalam pengalaman berpikir. Akal mengatur bahan itu sehingga dapatlah terbentuk
pengetahuan yang benar. Akal dapat bekerja dengan bantuan indera, tetapi akal juga
dapat menghasilkan pengetahuan yang tidak berdasarkan bahan inderawi sama sekali,
jadi, akal dapat menghasilkan pengetahuan tentang objek yang betul-betul abstrak.

Sejarah rasionalisme sudah tua sekali, pada zaman Thales (624-546 SM) telah
menerapkan rasionalisme pada filsafatnya. Rasionalisme lahir adalah sebagai reaksi

3
terhadap dominasi Gereja pada Abad Pertengahan Kristen di Barat. Munculnya
rasionalisme ini menandai perubahan dalam sejarah filsafat, karena aliran yang dibawa
Descartes ini adalah cikal bakal Zaman Modern dalam sejarah perkembangan filsafat.
Kata modern disini hanya digunakan untuk menunjukkan suatu filsafat yang mempunyai
corak yang amat berbeda, bahkan berlawanan dengan corak filsafat pada Abad
Pertengahan Kristen. Corak berbeda yang dimaksud disini adalah dianutnya kembali
rasionalisme seperti pada masa Yunani Kuno. Gagasan itu disertai argumen yang kuat
oleh Descartes. Oleh karena itu, pemikiran Descartes sering juga disebut bercorak
renaissance, yaitu kebangkitan rasionalisme seperti pada masa Yunani terulang kembali.
Pengaruh keimanan Kristen yang begitu kuat pada Abad Pertengahan, telah membuat
para pemikir takut mengemukakan pemikiran yang berbeda dengan tokoh Gereja.
Descartes telah lama merasa tidak puas dengan perkembangan filsafat yang sangat
lamban dan memakan banyak korban. Ia melihat tokoh-tokoh Gereja yang
mengatasnamakan agama telah menyebabkan lambannya perkembangan itu. Ia ingin
filsafat dilepaskan dari dominasi agama Kristen. Ia ingin filsafat dikembalikan pada
semangat filsafat Yunani, yaitu filsafat yang berbasis pada akal.

Agar filsafat dan ilmu pengetahuan dapat diperbaharui, kita memerlukan metode
yang baik, demikian pendapat Descartes (tokoh utama rasionalisme). Descarters sudah
menemukan metode yang dicarinya, yaitu dengan menyangsikan segala-galanya, atau
keragu-raguan. Kemudian, ia menjelaskan, untuk mendapatkan hasil yang sahih dari
metode yang hendak dicanangkannya, ia menjelaskan perlunya dalam empat hal yaitu
sebagai berikut :
1. Tidak menerima sesuatu pun sebagai kebenaran, kecuali bila saya melihat
bahwa hal itu sungguh-sungguh jelas dan tegas, sehingga tidak ada suatu
keraguan apapun yang mampu merobohkannya.
2. Pecahkanlah setiap kesulitan atau masalah itu atau sebanyak mungkin bagian,
sehingga tidak ada keraguan apapun yang mampu merobohkannya.
3. Bimbangkanlah pikiran dengan teratur, dangan mulai dari hal yang sederhana
dan mudah diketahui, kemudian secara bertahap sampaipada yang paling sulit
dan kompleks.
4. Dalam proses pencarian dan pemeriksaan hal-hal sulit, selamanya harus dibuat
perhitungan-perhitungan yang sempurna serta pertimbanganpertimbangan
yang menyeluruh, sehingga kita yakin tidak ada satu pun yang diabaikan
dalam penjelajahan itu.

Tokoh-tokoh rasionalisme dan pemikirannya.

1. Rene Descartes ( 1596-1650 )


Descartes lahir pada tahun 1596 dan meninggal pada tahun 1650. Dalam bukunya
yang berjudul di caurs deia methode ( 1537) dan meditations ( 1642)  ia

4
menuangkan metodenya yang terkenal itu, metode ini juga sering disebut cogito
Descartes, atau metode catigo saja.

Ia mengetahui bahwa tidak mudah meyakinkan tokooh-tokoh gereja. Bahwa


dasar filsafat vharuslah rasio (akal) untuk meyakinkan orang bahwa dasar filsafat
haruslah akal, ia menyusun argumentasi yang sangat terkenal.

2. Spinoza (1632-1677)
Spinoza dilahirkan pada tahun 1632 dan meninggal pada taun 1677M. nama aslinya
adalah banich Spinoza. Setelah ia mekucilkan dari agama yahudi. Ia mengubah
namanya menjadi bene dictus de Spinoza dan hidup di pinggiran kota.

3. Lleibniz (1664-1716)
Gotifried weillheim von Leibniz lahir pada tahun 1646 dan meninggal pada tahun
1718. Ia merupakan seorang filosofi jerman yag membantu pejabat tinggi Negara.
Pusat metafisikanya adalah ide tentang substansi yang dikembangkan dalam konsep
monad.

B. Empirisme
Secara bahasa, kata ini berakar dari kata bahasa Yunani έμπειρία (empeiria) dan
dari kata experietia, yang berarti “berpengalaman dalam”,“berkenalan dengan”, “terampil
untuk”. Empirisme adalah suatu aliran dalam filsafat yang menyatakan bahwa semua
pengetahuan berasal dari pengalaman manusia. Empirisme menolak anggapan bahwa
manusia telah membawa fitrah pengetahuan dalam dirinya ketika dilahirkan. Empirisme
lahir di Inggris dengan tiga tokoh adalah David Hume, George Berkeley dan John Locke.
Para pemikir di Inggris bergerak ke arah yang berbeda dengan tema yang telah
dirintis oleh Descartes. Mereka lebih mengikuti Jejak Francis Bacon, yaitu aliran
empirisme. Empirisme adalah suatu doktrin filsafat yang menekankan peranan
pengalaman dalam memperoleh pengetahuan dan pengetahuan itu sendiri dan
mengecilkan peran akal. Istilah empirisme diambil dari bahasa yunani empeiria yang
berarti pengalaman. Sebagai suatu doktrin, empirisme adalah lawan rasionalisme. Akan
tetapi tidak berarti bahwa rasionalisme ditolak sama sekali. Dapat dikatakan bahwa
rasionalisme dipergunakan dalam kerangka empirisme, atau rasionalisme dilihat dalam
bingkai empirisme.

5
Orang pertama pada abad ke-17 yang mengikuti aliran empirisme di Inggris adalah
Thomas Hobbes (1588-1679). Jika Bacon lebih berarti dalam bidang metode penelitian,
maka Hobbes dalam bidang doktrin atau ajaran. Hobbes telah menyusun suatu sistem
yang lengkap berdasar kepada empirisme secara konsekuen. Meskipun ia bertolak pada
dasar-dasar empiris, namun ia menerima juga metode yang dipakai dalam ilmu alam yang
bersifat matematis. Ia telah mempersatukan empirisme dengan rasionalisme matematis. Ia
mempersatukan empirisme dengan rasionalisme dalam bentuk suatu filsafat materialistis
yang konsekuen pada zaman modern.
Jadi, selebihnya penjelasan empirisme adalah sebual aliran filsafat modern yang
sangat berlawanan dengan rasionalisme, karena aliran ini banyak menekankan pada
pengalaman yang terjadi pada diri dari ahli yang mengalami itu karena sebagian dari teori
yang ada pada aliran ini adalah benar-benar dialami oleh para ahli yang kemudian
membuat aliran filsafat ini.

Tokoh tokoh pemikiran empirisme


1. Thomas Hobbes (1588-1679)
Hobbes mengatakan bahwa pengalaman merupakan permulaan segala
pengenalan, pengalaman intelektual tidak lain adalah semacam perhitungan yaitu
penggabungan data-data inderawi.
Hobbes membantah descrates yang mengatakan bahwa jiwa adalah subtansi
rohani menurutnya seluruh dunia termasuk manusia merupakan suatu proses yang
berlangsung dengan tiada henti-hentinya bedasarkan hukum mekanis.
Filsafat hobbes mewujudkan suatu sistem yang lengkap mengenai keterangan
“yang ada” secara mekanis. Dengan demikian ia merupakan orang pertama dalam
filsafat modern.
Pokok-pokok pandangan hobbes:
a. Materialism; segalaa sesuatu yang ada itu bersifat materi, segala kejadia
berlangsung secara keharusan mekanis.
b. Manusia;adalah tidak lain dari pada sesuatu bagian alam bendawi. Oleh
karena itu segala sesuatu yang terjadi pada diri manusia adlah perjalanan
secara mekaanis. Manusia itu hidup selama darahnya beredar dan jantungnya

6
berdenyut yang disebabkan karena pengaruh mekanis dari hawa atmofer.
Dengan demikian manusia hidup tiada lain adalah gerak anggota tubuh.
c. Jiwa; menurut hobbes jiwa adalah proses mekanis di dalam tubuh akal
bukanlah pembawaan melainkan hasil perkembangan dari pengalaman yang di
perolehnya.
2. John locke (1632-1704)
Lock adalah termasuk seorang filosof yang mengagumi descrates tetapi ia tidak
menyetujui ajarannya. Bagi lock mula-mula rasio menusia harus dianggap sebagai
gambaran kertas putih( as a white paper) seluruh isinya berasal dari pengalaman, ia
membagi pengalaman menjadi dua bagian yaitu pengalaman lahiriyah (sensation) dan
pengalaman batiniah (reflection).
Kedua sumber pengalaman ini menghasilkan ide-ide tunggal (simple ideas). Roh
manusia bersifat pasif sama sekali, Selama menerima ide-ide. Namun demikian, roh
juga memiliki aktivitas. Oleh karna itu lahirlah filsafat teori “tabula rasa” yakni
manusia itu dilahirkan bagailan kertas putih bersih. Pengalaman yang dapat
membentuk seseorang.
3. David hume (1711-1776)
Puncak kejayaan empirisme adalah pada masa david hume, yang menggunakan
prinsip-prinsip empirisme yang radikal, terutama pengertian substansi yang kausalitas
yang menjadi objek kritiknya. Ia tidak menerima substansi sebab yang dialami adalah
pesan-pesan saja tentang beberapa ciri yang selalu mendapat bersama-sama
(misalnya: putih, licin, berat, dan sebaginya) tetapi atas dasar pengalaman tidak dapat
disimpulkan bahwa dibelakan ciri-ciri itu masih ada substansi tetap (misalnya: sehelai
kertas yang memiliki ciri-ciri tadi)
Dengan sistem yang ditempuh ini, menunjukan pemikiran yang skeptic dan
radikan. Tidak puas dengan masalah yang ditemukan sehingga keraguannya ini
berbeda dengan keraguan drecates bagi decorates keraguan ini digunakan untuk
mendapatkan sedangkan david hume ragu semakin ragu akhirnya menjadi pesimis.
Kepercayaan terhadap agama dianggap sebagai hayalan belaka tidak dapat
berlaku secara umum. Proses terjadonya agama bukanlah dari tuhan, bukan pula atas

7
kekaguman manusia, melainkan karna ada rasa mengharapkan dan rasa takut terhadap
kehidupan.
David hume membedakan dua bentuk agama yaitu natural religion yang berasal
dari akal budi dan public religion yang penuh fantisme dan diantara kedua agama ini
yang paling baik adalah natural religion.

C. Kritisisme.
Aliran ini muncul pada abad ke-18. Suatu zaman baru di mana seorang ahli pikir
yang cerdas mencoba menyelesaikan pertentangan antara rasionalisme dan empirisme.
Zaman ini disebut zaman pencerasah (aufklarung). Zaman pencerahan ini muncul di
mana manusia lahir dalam keadaan belum dewasa(dalam pemikiran filsafat). Akan tetapi,
setelah kent mengadakan penyelidikan(kritik) terhadap peran pengetahuan akal. Setelah
itu, manusia manusia terbebas dari otoritas tang datangnya dari luar manusia, demi
kemajuan/peradaban manusia.
Sebagai latar belakang, manusia melihat adanya kemajuan ilmu pengetahuan
(ilmu pasti, biologi, filsafat, dan sejarah) telah mencapai hasil yang menggembirakan. Di
sisi lain, jalannya filsafat tersedat-sedat. Untuk itu diperlukan upaya agar filsafat dapat
berkembang sejajar dengan ilmu pengetahuan alam. Isaac newton (1642-1727)
memberikan dasar-dasar berfikir dengan induksi, yaitu pemikiran yang bertitik tolak pada
gejala-gejala dan mengembalikan kepada dasar-dasar yang sifatnya umum. Untuk itu
dibutuhkan analisis.
Gerakan ini dimulai di inggris, kemudian ke prancis, dan selamjutmya menyebar
ke seluruh eropa, terutama ke jerman. Di jerman pertentangan antara rasionalisme dengan
empirisme semakin berlanjut. Masing-masing berebut otonomi. Kemudian muncul
masalah, siapa yang sebenarnya dikatakan sebagai sumber ilmu pengetahuan? Apakah
pengetahuan yang benar lewat rasio atau emperi?
Seorang ahli pikir jerman Immanuel kant (1724-1804) mencoba menyelesaikan
persoalan di atas. Pada awalnya, kant mengikuti rasionalisme, tetapi kemudian
terpengaruh oleh empirisme (hume ). Walaupun demikian, kant tidak begitu mudah
menerimanya karena ia mengetahui bahwa empirisme terkandung skep-tisisme. Untuk

8
itu, ia tetap mengakui kebenaran ilmu, dan dengan akal manusia akan dapat akan dapat
mencapai kebenaran.
Akhirnya, kant mengakui peranan akal dan keharusan empiri, dan kemudia
dicobanya mengadakan sintesis . walaupun semua pengetahuan sumbernya di
akal(rasionalisme), tetapi adanya pengertian timbul dari benda (empirisme). Ibarat
burung terbang harus memiliki sayap (rasio) dan (udara).
Jadi, metode berpikirnya disebut metode kritis, walaupun ia mendasarkan diri
pada nilai yang tinggi dari akal, tetapi ia tidak mengingkari adanya persoalan-persoalan
yang melampui akal, sehingga akal mengenal batasan-batasannya. Karena itu aspek
irrasionalitas hidup dapat dapat diterima kenyataannya.

9
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan.

Rasionalisme adalah paham filsafat yang mengatakan bahwa akal (reason) adalah alat
terpenting dalam dalam memperoleh pengetahuan.
Empirisme adalah suatu doktrin filsafat yang yang menekankan peranan pengalaman
dalam memperoleh pengetahuan serta pengetahuan itu sendiri, dan menegcilkan peranan
akal.
filsafat yang pelajarannya dimulai dengan membahas adanya batas-batas kemampuan
rasio yang sebagai sumber pengetahuan manusia.

10
DAFTAR PUSTAKA.

Prof, Dr. Ahmad Tafsir, 2016, FILSAFAT UMUM Akal dan Hati sejak Thales sampai
Capra, Bandung: PT. REMAJA ROSDAKARYA
Asmoro Achmadi, 2011, FILSAFAT UMUM, Jakarta: PT. RAJAGRAFINDO PERSADA

Budiwan, J. (2016). KRITIK IMMANUEL KANT TERHADAP FAHAM RASIONALISME


DAN EMPIRISME. QALAMUNA: Jurnal Pendidikan, Sosial, dan Agama, 8(02).
https://doi.org/10.37680/qalamuna.v8i02.357

Izzah, I. Y. U. (2013). Immanuel Kant: Filsafat Kritis Sintesis antara Rasionalisme dan
Empirisme. Filsafat Sosial.

Fallis, A. . (2013). Rasionalisme dan Empirisme. Journal of Chemical Information and


Modeling, 53(9).

Siddiq, M., & Salama, H. (2018). Paradigma dan Metode Pendidikan Anak dalam Perspektif
Aliran Filsafat Rasionalisme, Empirisme, dan Islam. Jurnal Pendidikan Agama Islam Al-
Thariqah, 3(2). https://doi.org/10.25299/althariqah.2018.vol3(2).2308

Nurohman, M. A. (2020). Rasionalisme dan Empirisme Dalam Filsafat Ontologi. Dewantara, IX.

Vera, S., & Hambali, R. Y. A. (2021). Aliran Rasionalisme dan Empirisme dalam Kerangka Ilmu
Pengetahuan. Jurnal Penelitian Ilmu Ushuluddin, 1(2). https://doi.org/10.15575/jpiu.12207

Hudin, N. A. (2019). Kritisisme Kant dan Studi Agama. Kaca (Karunia Cahaya Allah): Jurnal
Dialogis Ilmu Ushuluddin, 9(2). https://doi.org/10.36781/kaca.v9i2.3035

Rahman, Panji Syahid, D. (2018). Kumpulan Makalah Filsafat Ilmu. In Repositori.Uin-


Alauddin.Ac.Id.

11

Anda mungkin juga menyukai