Segala puji bagi ALLAH SWT, karena atas nikmat dan hidayahnya kami
(penyusun) dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya, makalah
Filsafat Umum tentang Rasionalisme dan Empirisme.
Harapan kami dalam pembuatan makalah ini dapat membantu mahasiswa dalam
pembelajaran serta mampu memberi kontribusi yang lebih baik bagi mahasiswa
dan dosen. Kami menyadari bahwa baik dari isi maupun cara penyusunan
makalah ini belum sempurna, maka dari itu kami mengharapkan kritik dan saran
yang membangun untuk langkah penulisan berikutnya.
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang
Rumusan masalah
Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Ketika itu dunia barat telah biasa membagi tahapan sejarah pemikiran menjadi
3 periode yaitu : Ancient, Medieval, dan zaman modern. Zaman modern sangat
dinanti-nantikan oleh banyak pemikiran manakala mereka mengingat zaman kuno
ketika peradaban begitu bebas, pemikiran tidak dikekang oleh tekanan-tekan
diluar dirinya. Kondisi semacam itulah yang hendak dihidupkan kembali pada
zaman modern.
Pada abad ke 13 di Eropa sudah timbul system filsafat yang boleh disebut
merupakan keseluruhan. Sistem ini diajarkan disekolah-sekolah dan perguruan
tinggi. Dalam abad ke-14 timbulah aliran yang dapat dinamai pendahuluan filsafat
modern. Yang menjadi dasar aliran baru ini ialah kesadaran atas yang individual
yang kongkrit.
Tak dapat dipungkiri, zaman filsafat modern telah dimulai, dalam era filsafat
modern, dan kemudian dilanjutkan dengan filsafat abad ke-20, munculnya
berbagai aliran pemikiran,yaitu : Rasionalisme, Empirisme, Kritisisme, Idealisme,
Positivisme, Evolusionisme, Materialisme, Neo-Kantianisme, Pragmatisme,
Filsafat hidup, Fenomenologi, Eksistensialisme, dan Neo-Thomisme,
Namun didalam pembahasan kali ini yang akan dibahas aliran Rasionalisme
(Descartes, Spinoza, Leibniz) dan Empirisme (Francis Bacon, Thomas Hobbes,
John Locke, Geogre Barkeley, David Hume, Herbert Spencer)
Rasionalisme ada dua macam, yaitu : dalam bidang agama dan dalam
bidang filsafat. Dalam bidang agama rasionalisme adalah lawan autoritas, dalam
bidang filsafat rasionalisme adalah lawan dari empirisme.
Benda – benda dalam halusinasi dan ilusi juga membawa kita kepada
pertanyaan: yang manakah sesungguhnya yang benar - benar ada , yang sungguh
– sungguh asli? Benda – benda dalam mimpi halusinasi, ilusi dan kejadian
dengan roh halus itu, bila dilihat dari sisi kita sedang jaga, itu tidak ada. Akan
tetapi, benda – benda itu sungguh – sungguh ada bila dilihat dari posisi kita dalam
mimpi, halusinasi, ilusi, dan roh halus. Dalam mimpi kita melihat dan mengalami
benda – benda itu; dalam mimpi itu sungguh – sungguh ada. Sekali lagi: adakah
beda yang tegas antara mimpi dan jaga? Begitulah jalan pikiran dalam metode
cogito.
Betulkah yang tiga ini (gerak, jumlah, besaran) benar – benar ada? Lalu
Descartes mengujinya. Kemudian ia pun meragukannya, yang ketiga macam itu
adalah matematika. Kata Descartes, matematika dapat salah. Saya sering salah
menjumlah (angka), salah mengukur (besaran), juga demikian pada gerak. Jadi,
ilmu pasti pun masih dapat saya ragukan. Ilmu pasti lebih pasti dari pada benda,
tetapi saya masih dapat meragukannya. Jadi benda dan ilmu pasti diragukan.
Kalau begitu, apa sekarang yang pasti itu, yang distinct. Sampailah ia pada tahap
ketiga dalam metode cogito.
“Masih ada satu yang tidak dapat kuragukan” demikian katanya, bahkan
tidak ada satu setan yang licik pun dapat mengganggu aku, tak seorang skeptis
pun mampu meragukannya, yaitu saya sedang ragu. Jelas sekali, saya sedang
ragu. Tidak dapat diragukan bahwa saya sedang ragu. Begitu distinct saya sedang
ragu. Boleh saja badan saya ini saya ragukan adanya, hanya bayangan misalnya,
atau hanya seperti dalam mimpi, tapi mengenai “saya sedang ragu“ benar – benar
tidak dapat diragukan adanya.
Aku yang sedang ragu itu disebabkan oleh aku berfikir. Kalo begitu, aku
berfikir pasti ada dan benar. Jika aku berfikir ada, berarti aku ada sebab yang
berfikir itu aku. Cogito ergo sum, aku berfikir, jadi aku ada. Tahapan metode
Descartes itu dapat diringkaskan sebagai berikut :
Gerak, jumlah,
Benda inderawi Saya sedang
besaran (ilmu
tidak ada ragu, ada
pasti) tidak ada
Saya ragu
Jadi, saya
karena saya
berfikir ada
berfikir
Sekarang descartes telah menemukan dasar (basis) bagi filsafatnya.
Basisnya itu ialah aku yang berfikir. Pemikiranku itu lah yang pantas di jadikan
dasar filsafat karna aku yang berfikir itulah yang benar-benar ada, tidak
diragukan, bukan kamu atau pikiranmu. Disini kelihatan lah sifat subjektif,
individualistis, humanis dalam filsafat descartes. Sifat-sifat inilah, nantinya yang
mendorong perkembangan filsafat pada abad modern. Descartes memulai filsafat
dari metode keraguan itu bukan lah tujuannya. Tujuan metode ini bukanlah untuk
mempertahankan meragukan. Sebaliknya, metode ini bergerak dari keraguan
menuju kepastian. Keraguan descartes hanya ditujukan untuk menjelaskan
perbedaan sesuatu yang dapat diragukan dari sesuatu yang tidak dapat diragukan.
Ia sendiri tidak pernah meragukan bahwa ia mampu menemukan keyakinan yang
berada dibalik keraguan itu, dan menggunakannya untuk membuktikan suatu
kepastian dibalik sesuatu. Keyakinan itu begitu jelas dan pasti, clear and distinct,
dan menghasilkan keyakinan yang sempurna.
Dalam metode ini berjalan suatu deduksi yang tegas. Bila descartes telah
menemukan idea yang distinct, maka ia dapat menggunakannya sebagai premise
yang dari sana ia mendeduksi keyakinan lain yang juga distinct. Seluruh
penyimpulan itu terlepas dari data empiris ; keseluruhannya merupakan proses
rasional. Setelah pondasi itu ditemukan, mulailah ia mendirikan bangunan filsafat
diatasnya. Akal menjadi basis yang paling terpercaya dalam berfilsafat.
Beberapa Definisi :
Aksioma-Aksioma :
1. Segala sesuatu yang ada, ada dalam dirinya atau ada dalam sesuatu yang lain.
2. Sesuatu yang tidak dapat dipahami melalui sesuatu yang lain harus dipahami
melalui dirinya sendiri.
3. Dari suatu sebab, tentu diikuti akibat ; bila tidak ada sebab, tidak mungkin
akan ada akibat yang mengikutinya.
4. Pengetahuan kita tentang akibat ditentukan oleh pengetahuan kita tentang
sebab.
5. Sesuatu yang tidak bisa dikenal umum tidak akan dapat dipahami, konsep
tentang sesuatu tidak melibatkan konsep tentang yang lain.
6. Idea yang benar harus sesuai dengan objeknya.
7. Bila sesuatu dapat dipahami sebagai tidak ada, maka esensinya tidak ada.
Proposisi :
Prop II Dua substansi yang atributnya berbeda tidak akan memiliki persamaan.
Bukti Juga jelas dari definisi 3 karena sesuatu harus ada dalam dirinya sendiri
dan dipahami melalui dirinya sendiri. Dengan kata lain, konsep tentang
sesuatu tidak sama dengan konsep tentang sesuatu yang lain.
3. Leibniz (1646-1716)
Gotifried Wilhelm von Leibniz lahir pada tahun 1642 dan meninggal pada
1716. Dia lahir di Leipzig, Jerman. Pada usia 15 tahun ia sudah menjadi
mahasiswa Leipzig dan pada tahun 1666 ia sudah menerima ijazah doctor di
Universitas Altdorf dengan disertasi berjudul De casibus perplexis (On Complex
Cases at Law). Dan Universitas ia menolak mengakui gelar doctor nya karena
umurnya terlalu muda. Pada Januari-Maret 1973 Leibniz pergi ke London menjadi
atase politik. Tahun 1675 ia menetap di Hannover, dan ia bertemu dengan
Spinoza.
1. Monad, yang kita bicarakan disini, adalah subtansi yang sederhana, yang
selanjutnya menyusun substansi yang lebih besar.
2. Harus ada substansi yang sederhana karena adanya susunan itu, karena
susunan tidak lain dari suatu koleksi substansi sederhana.
3. Sekarang, apapun yang tidak mempunyai bagian-bagian tentulah tidak
mempunyai ukuran, tidak berbentuk, tidak dapat dibagi. Monad itu adalah
atom yang sebenarnya pada sifatnya dan kenyataannya adalah unsur segala
sesuatu.
4. Kerusakan, karena itu, tidak akan terjadi pada ssubstansi itu, ya karena tidak
dapat dibagi itu, karena imaterial.
5. Dengan cara yang sama tidak ada jalan untuk memahami simpel subtance itu
dicipta (came into existence)karena monad tidak dapat di bentuk dengan
menyusun.
6. Kita hanya dapat menyatakan sekarang bahwa monad itu mulai dan berakhir
hanya satu kali. Monad muncul karena dicipta dan berakhir melalui peniadaan.
Yang tersusun mempunyai permulaan dan berakhir secara berangsur.
7. Tidak ada jalan untuk menjelaskan bagaimana monad – monad itu dapat
berubah dalam dirinya sendiri oleh sesuatu di luarnya karena tidak ada
kemungkinan sesuatu yang masuk ke dalamnya. Kitak tidak dapat pula
membayangkan di dalam dirinya ada gerakan yang dapat dihasilkannya
sebagaimana di dalam suatu composite ( gabungan monad).
8. Monad tidak mempunyai kualitas, karenanya mestinya mereka tidak akan
pernah ada. Dan jika substansi sederhana tidak dapat dibedakan satu dengan
yang lainnya, tidak berarti kita tidak dapat membayangkan perubahan
padanya. Apa pun yang tergabung dalam suatu susunan (composite) dapat
dikenai rusak hanya melalui unsur sederhana dan monad itu. Sekalipun
mereka tanpa kualitas sekalipun kuantitasnya tidak dapat dibedakan, tetap saja
dapat dibedakan satu dari lainnya. Misalnya, jika kita membayangkan sesutu
yang penuh oleh ruang di san setiap sesuatu hanya menerima ruang sebesar
dirinya,
9. Setiap monad harus dibedakan satu dengan yang lainnya karen tidak pernah
ada isi alam yang sama sekalipun kita tidak dapat mengetahui perbedaan itu.
David Hume yang mempertegas teori ini dalam bab pembukaan bukunya
Treatisme of Human Nature (1793), dengan cara membedakan antara idea dan
kesan (impression). Semua idea yang kita miliki, demikian Hume, datang dan
kesan-kesan, dan kesan itu mencakup penginderaan, passion, dan emosi.
Tokoh ini dilahirkan sebelum waktunya ketika ibunya tercekam rasa takut
oleh ancaman penyerbuan armada Spanyol ke Inggris. Ia belajar di Universitas
Oxfrod, kemudian menjadi pengajar pada suatu keluarga yang terpandang.
Hubungan dengan keluarga tersebut memberi kesempatan kepadanya untuk
membaca buku-buku, bepergian ke negeri asing dan berjumpa dengan tokoh-
tokoh penting. Simpatinya pada system kerajaan terjadi saat Inggris dilanda
perang saudara yang mendorongnya untuk lari ke Perancis. Di sanalah, ia
mengenal filsafat Descartes dan pemikir-pemikir Perancis lainnya. Karena sangat
terkesan dengan ketepatan sains, ia berusaha menciptakan filsafat atas dasar
matematika.
Namun, setelah negara itu timbul, perjanjian itu tidak lagi bisa dicabut,
sehingga dengan demikian negara mempunyai kekuasaan yang absolut terhadap
warga negara.
a. Filsafat Materialisme
Materialisme yang dianut Hobbes dapat dijelaskan sebagai berikut.
Segala sesuatu yang ada itu bersifat bendawi. Yang dimaksud dengan
bendawi adalah segala sesuatu tidak bergantung kepada gagasan kita.
Doktrin atau ajarannya menyatakan bahwa segala kejadian adalah gerak,
yang berlangsung karena keharusan. Realitas segala yang bersifat
bendawi, yaitu yang tidak bergantung kepada gagasan kita, terhisab
didalam gerak itu. Dengan demikian, pengertian substansi diubah menjadi
suatu teori akualitas. Segera objektivitas didalam dunia luar bersandar
kepada suatu proses tanpa pendukung yang berdiri sendiri. Ruang atau
keluasan tidak memiliki “ada” sendiri. Ruang adalah gagasan tentang hal
yang berada itu sendiri. Waktu adalah gagasan tentang gerak. Berdasarkan
pandangannya itulah, ia melahirkan filsafatnya tentang manusia.
b. Manusia
Manusia tidak lebih dari suatu bagian dalam bendawi yang
mengelilinginya. Oleh karena itu, segala sesuatu yang terjadi pada diri
manusia pun dapat diterangkan seperti cara-cara yang terjadi pada kejadian
alamiah, yaitu secara mekanis. Manusia itu hidup selama beredar darahnya
dan jantungnya bekerja, yang disebabkan oleh pengaruh mekanis dari
hawa atmosfir. Dengan demikian, manusia yang hidup tiada lain adalah
gerak anggota-anggota tubuhnya. (Tentu saja, pendapat seperti ini jika
dibandingkan dengan Islam amat bertentangan, karena manusia itu-
walaupun secara fisik (mekanis) telah mati-jiwanya tetap hidup. Bahkan,
bagi seorang mukmin, kematian adalah lanjutan hidup yang kekal dan
abadi).
c. Jiwa
Ajaran Hobbes tentang jiwa itu pun sejalan dengan ajaran filsafat
dasarnya, sehingga jiwa baginya merupakan kompleks dari proses-proses
mekanis di dalam tubuh. Akal bukanlah pembawaan, melainkan hasil
perkembangan karena kerajinan. Ikhtiar adalah suatu awal gerak yang
kecil. Awal gerak yang kecil ini kalau diarahkan untuk menuju pada suatu
disebut dengan keinginan yang sama dengan kasih; jika diarahkan untuk
meninggalkan sesuatu disebut keenganan atau keseganan yang sama
dengan keinginan dan keengganan, tetapi hal yang sama dengan itu.
Namun, demikian, yang terkuat adalah jika terjadi bentrokan-bentrokan.
Oleh sebab itu, Hobbes merupakan orang yang tidak mengakui kehendak
bebas.
d. Teori Pengenalan
Sebagai penganut emperisisme, pengenalan atau pengetahuan
menurut Hobbes diperoleh karena pengalaman. Pengalaman adalah awal
dari segala pengetahuan, juga awal pengetahuan tentang asas-asas yang
diperoleh dan diteguhkan oleh pengalaman. Segala ilmu pengetahuan
diturunkan dari pengalaman. Dengan demikian, hanya pengalamanlah
yang memberi jaminan kepastian.
Berbeda dengan kaum rasionalise, Hobbes memandang bahwa
pengenalan dengan akal hanyalah mempunyai fungsi mekanis semata-mata
karena pengalaman dengan akal mewujudkan suatu proses penjumlahan
dan pengurangan. Pengenalan dengan akal mulai dengan kata-kata
(pengertian-pengertian) yang hanya mewujudkan tanda-tanda yang
menurut adat saja, dan menjadikan roh manusia dapat memiliki gambaran
dari hal-hal yang diucapkan dengan kata-kata. Pengertian umum hanyalah
nama belaka, yaitu nama bagi gambaran-gambaran ingatan tersebut, bukan
nama bendanya. Nama-nama itu tidaklah mempunyai nilai objektif.
Pendapat atau pertimbangan adalah penggabungan antara dua nama,
sedangkan silogisme adalah suatu soal hitung, yakni orang bekerja dengan
tiga nama.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hakim, Atang Abdul dan Saebani, Beni Ahmad. 2016. Filsafat Umum dari
Metologi Sampai Teofilosofi. Bandung: Pustaka Setia
Tafsir, Ahmad. 2000. Filsafat Umum Akal dan Hati Sejak Thales Sampai Capra.
Bandung: Remaja Rosdakarya