Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

ALIRAN DALAM FILSAFAT


(RASIONALISME DAN EMPIRISME)
MATA KULIAH
PENGANTAR STUDI AL-QUR’AN
DOSEN PENGAMPU
Ridhatullah Assya’bani, M. Ag

Disusun oleh:

Abdi Muhaimin (200103040125)

Ayu Ningsih (200103040070)

Dellya (200103040015)

Nur Jay Dimas Mokodompit (200103040122)

Reishi Rahmadaniah (200103040129)

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ANTASARI

FAKULTAS USHULUDDIN DAN HUMANIORA

PSIKOLOGI ISLAM

BANJARMASIN

2020
BAB I
PENDAHULUAN

Pembahasan aliran-aliran filsafat merupakan penelaahan salah satu aspek


sekaligus menyangkut dengan faham dan pandangan para ahli pikir atau
filsuf. Dari kajian ini para ahli melihat sesuatu secara menyeluruh, mendalam
dan sistematis. Para filsuf menggunakan sudut pandang yang berbeda
sehingga menghasilkan filsafat yang berbeda pula. Antara aliran atau paham
satu dengan yang lainnya, ada yang saling bertentangan dan ada pula yang
memiliki konsep dasar yang sama. Meskipun ada pertentangan, tetapi hal
tersebut bukan untuk dipertentangkan. Dengan banyak aliran atau paham
yang telah diperkenalkan oleh tokoh-tokoh filsafat, kita dapat memilih cara
yang pas dengan persoalan yang kita hadapi.
Memahami sistem filsafat sesungguhnya menelusuri dan mengkaji suatu
pemikiran mendasar dan tertua yang mengawali kebudayaan manusia. Filsafat
berkembang berdasarkan ajaran seseorang atau beberapa tokoh pemikir
filsafat. Pada zaman modern ada periode yang disebut Renaissance (kelahiran
kembali). Kebudayaan klasik warisan Yunani-Romawi dicermati dan
dihidupkan kembali.
Para filsuf zaman modern menegaskan bahwa pengetahuan tidak berasal
dari kitab suci atau ajaran agama saja, tidak juga dari penguasa, tetapi dari
diri manusia sendiri. Namun tentang aspek yang berperan terdapat perbedaan
pendapat. Aliran rasionlisme beranggapan bahwa sumber pengetahuan adalah
rasio, kebenaran pasti berasal dari rasio (akal). Sebaliknya, aliran empirisme
meyakini pengalamanlah sember pengetahuan itu, baik yang baik maupun
yang inderawi.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Rasionalisme dan Ciri-Ciri Rasionalisme


Rasionalisme adalah suatu kaidah penyelidikan dan uji kaji yang
menyatakan bahwa akal adalah sumber utama pengetahuan. 1 Konsep
utama yang menjadi pegangan ini ialah kepercayaan terhadap kemampuan
akal pikiran (alasan) untuk menyingkap ilmu dan kebenaran.
Rasionalisme merupakan paham filsafat yang mengatakan bahwa
akal (reason) adalah alat terpenting dalam memperoleh pengetahuan.
Rasionalisme mengajarkan bahwa pengetahuan diperoleh dengan cara
berpikir, alat dalam berpikir adalah kaidah-kaidah logis atau kaidah-kaidah
logika.
Secara etimologis, Rasionalisme berasal dari kata bahasa Inggris
rationalism. Kata ini beraar dari kata bahasa Latin ratio yang berarti
“akal,” A.R. Lacey menambahkan bahwa berdasarkan akar katanya
Rassionalisme adalah sebuah pandangan yang berpegangan bahwa akal
merupakan sumber bagi pengetahuan dan pembenaran. 2
Perkembangan pemikiran filsafat aliran Rasionalisme, yaitu sekitar
abad ke-17 tercapainya kedewasaan pemikiran, sehingga pada abad ini
munculah pandangan tentang pengetahuan alamiah manusia, akal (rasio)
dan pengalaman (empiris).
Rasionalisme ada dua macam; 1) Dalam bidang agama
rasionalisme adalah lawan dari autoritas. Rasionalisme dalam bidang
agama biasanya digunakan untuk mengkritik ajaran agama, 2) Dalam
bidang filsafat rasionalisme adalah lawan dari empirisme. Dalam bidang
filsafat, ini berguna sebagai teori pengetahuan.

1
H. Muhammad Bahar Akkase Teng, “Rasionalisme dan Rasionalisme dalam Perspektif
Sejarah,” dalam Jurnal Ilmu Budaya, Vol. 4, No. 2, Hal. 14, 2016.
2
Ibid.,hal 16.

2
B. Tokoh-Tokoh Rasionalisme
Adapun tokoh-tokoh terpenting dalam aliran rasionalisme,
diantaranya;
1. Rene Descartes (1596-1650)
2. Nicholas Malerbranche (1638-1775)
3. Baruch de Spinoza (1632-1677)
4. G. W. Leibniz (1646-1716)
5. Christian Wolf (1679-1754)
6. Blaise Pascal (1623-1662)
Perintis awal aliran rasionalisme ialah Heraclitus, yang meyakini
akal melebihi panca indera sebagai sumber ilmu. Menurut beliau, akal
manusia boleh berhubungan dengan akal Ketuhanan yang memancarkan
sinaran cahaya Tuhan dalam diri manusia.
Tokoh lain yang mengembangkan rasionalisme adalah ialah
Descartes (1596-1716). Edward de Bono dalam bukunya yang berjudul
“Thinking Course” menyatakan bahwa logika ialah satu cara menjana
maklumat daripada sesuatu keadaan. Maklumat yang hendak dijana ialah
sesuatu yang benar dan diterima oleh akal. Tokoh-tokoh yang
mengembangkan rasionalisme diberi gelar sebagai seorang “Idealis.”

C. Pemikiran Tokoh-Tokoh Tentang Rasionalisme


1. Rene Descartes (1596-1650)
Rene Descartes lahir di La Haye, Prancis. 31 Maret 1596 dan
meninggal di Strockholm, Swedia. 11 Februari 1650. Descartes biasa dikenal
sebagai Cartecius. Ia adalah seorang filsuf dan matematikawan Prancis, dan
orang pertama yang memiliki kapasitas filosofis yang sangat dipengaruhi oleh

3
fisika baru dan astronomi. Ia banyak menguasai filsafat skolastik, dan minat
elit ini pada masalah metafisika skolastik.3
Rasio menurutnya adalah kesadaran (Cogito). Tokoh rasionalisme
ini beranggapan bahwa dasar semua pengetahuan ada dalam pikiran. Dalam
buku Discours de la Methode, ia menegaskan perlunya metode yang jitu
sebagai dasar kokoh bagi semua pengetahuan.
2. Icholas Malerbranche (1638-1775)
Orang Perancis yang bernama Nicholas Malerbranche berusaha
untuk mendamaikan filsafat yang dirintis Descrates dengan pemikiran
Kristiani. Tentang hubungan jiwa dan tubuh yang langsung bergantungan
dengan pendirinya(Tuhan). Ini dinamakan Okasionalisme (Occasion=
kesempatan). Pada “kesempatan” terjadinya perubahan tubuh, Tuhan
menyebabkan perubahan yang sesuai dengan jiwa, maupun sebaliknya.
3. Baruch de Spinoza (1632-1677)
Ia lahir di Amsterdam pada 24 November 1632. Berasal dari
keluarga yang menganut agama Yahudi. Ia merupakan seorang filsuf Belanda
yang feenomenal setelah dia menggugat salah satu pemikiran Descrates
mengenai apa sesungguhnya dunia ini. Menurut Spinoza pikiran mustahil
tanpa konsep substansi. Dan mendefiniskan sebagai sesuatu yang ada pada
dirinya dan dipahami melalui dirinya sendiri. Spinoza berpendapat bahwa ada
satu dan hanya satu substansi, substansi itu adalah Tuhan.
4. G.W. Leibniz (1646-1716)
Gottfried W. Leibniz lahir pada tanggal 1 Juli 1646 di Leipzig,
Jerman. Salah saatu pemikiran Leibniz ialah tentang substansi. Menurutnya
ada banyak substansi yang disebut dengan monad(monos=satu; monad=satu
unit), dalam metafisika suatu yang terkecil disebut monad, yang dimaksud
monad di sini bukan suatu benda. Tuhan merupakan supermonad dan satu-
satunya monad yang tidak dicipta. Monad tidak mempunyai kualitas, karena
Tuhanlah yang benar-benar mengetahui setiap monad itu.
3
F. Budiman Hardiman. “Filsafat Modern dari Machiavelli sampai Nietzsche Suatu
Pengantar Dengan Teks dan Gambar.” Penerbit Pustaka PT Gramedia Pustaka Utama , hal.
34.

4
5. Christian Wolf (1679-1754)
Christian Wolf adalah seorang filsuf Jerman yang berpengaruh besar
dalam gerakan rasionalisme sekular di Jerman pada awal abad ke-18.
Pemikiran yang digunakan Wolf pada dasarnya mengikuti sekaligus
menyusun kembali pemiiran Leibniz agar menjadi satu sistem, sehingga bisa
diterapkan pada segala bidang ilmu pengetahuan. Meskipun demikian masih
ada perbedaan dari bagian-bagian kecil filsafat Leibniz.4

6. Blaise Pascal (1623-1662)


Blaise Pascal berasal dari Prancis, lahir tahun 1623. Pascal
menegaskan iman melebihi rasio. Minat utamanya adalah agama dan filsafat.
Pascal dikenal sebagai orang jenius yang religius dan filosufis yang tak
tertandingi pada zamannya. Pendapat Pascal yang termahsyur adalah “Le
Couer a ses Raisons qui la raison ne connait point” (Hati memiliki alasan-
alasan yang tidak dimengerti rasio). Menurutnya, kita tidak hanya mengetahui
kebenaran dengan rasio, tetapi juga dengan hati. Yang dapat mengetahui
Tuhan secara langsung adalah hati, bukan rasio. “Iman” adalah penasehat
yang lebih baik dari pada akal.5

4
Ibid., hal 21.
5
Ibid.,

5
D. Pengertian Empirisme, Tokoh serta Pemikiran

Kata empirisme berasal dari bahasa Yunani emoeiria, empeiros (


berarti berpengalaman dalam, berkenalan dengan, terampil untuk). Empirisme
adalah suatu aliran dalam filsafat yang menyatakan bahwa semua
pengetahuan berasal dari pengalaman manusia. Berbeda dengan rasionalis
yang mengatakan bahwa sumber pengetahuan adalah rasio. Paham ini
berpendapat bahwa indera atau pengalaman adalah sumber satu-satunya atau
paling tidak sumber primer dari pengetahuan manusia, sehingga pengenalan
yang paling jelas dan sempurna. Sumber imu pengetahuan dalam teori
empirise adalah pengalaman dan penginderaan inderawi.
Dalam sejarah filsafat, klaim empiris ialah tidak ada sesuatu dalam pikiran
yang mulanya tidak ada dalam indera. Hal tersebut mengandung makna
bahwa:
1. Sumber seluruh pengetahuan harus dicari dalam pemgalaman
2. Semua ide (gagasan) merupakan abstraksi yang dibentuk dari
penggabungan apa yang dialami
3. Pengalaman inderawi adalah satu-satunya sumber pengetauan
4. Akal tidak dapat memberikan realitas tanpa acuan dari pengalaman
inderawi

Empirisme berpendirian bahwa pengetahuan dapat diperoleh melalui


indera. Indera memperoleh kesan-kesan dari alam nyata. Untuk kemudian
kesan-kesan tersebut berkumpul dalam diri manusia sehingga menjadi
pengalaman.
Sumber pengetahuan dalam diri manusia itu banya sekali. Sakah satu
paham yang memaparkan sumber pengetahuan adalah paham empirisme.
Empirisme merupakan paham yang mencoba memaparkan dan menjelaskan
bahwa sumber pengetahuan manusia adalah pengalaman. Ilmu-ilmu empiris
ini memperoleh bahan-bahan untuk sesuatu yang dapat diamati dengan
berbagai cara. Bahan-bahan ini terlebih dahulu harus disaring, diselidiki,

6
dikumpulkan, diawasi, diverifikasi, diidentifikasi, didaftar, dan
diklasifikasikan secara ilmiah.

E. Tokoh-tokoh Aliran Empiris me


1. Francis Bacon (1561-1626 M)

Menurut Francis Bacon bahwa pengetahuan sebenarnya adalah


pengetahuan yang diterima orang melalui persentuhan inderawi dengan dunia
fakta. Pegalaman merupakan sumber pengetahuan sejati. Dengan demikian
bagi Bacon cara mencapai pengetahuan itu pun segera nampak dan jelas.
2. Thomas Habbes (1588-1679 M)

Thomas Hobbes adalah seorang ahli pikir yang lahir di Malmesbury.


Beliau adalah anak dari seorang pendeta. Menurutnya, bahwa pengalaman
inderawi sebagai permulaan segala pengetahuan. Hanya sesuatu yang dapat
disentuh dengan inderalah yang merupakan kebenaran. Pendapatnya bahwa
ilmu filsafat adalah suatu ilmu pengetahuan yang sifatnya umum. Filsafat
merupakan suatu ilmu pengetahuan tentang akibat atau tentang gejala-gejala
yang diperoleh. Sasaran filsafat adalah fakta, yaitu untuk mencari sebab-
sebabnya.
3. Jhon Locke

Jhon Locke dilahirkan di Wrington, Iggris. Beliau adalah filosof yang


banyak mempelajari agama kristen. Menurutnya segala pengetahuan datang
dari pengalaman, sedangkan akal tidak melahirkan pengetahuan dari dirinya
sendiri. Seluruh pengetahuan kita peroleh dengan jalan menggunakan dan
membandingkan gagasan-gagasan yang diperoleh dari pengindraan dan
refleksi. Akal manusia hanay merupakan tempat penampungan yang secara
pasif menerima hasil pengindraan kita. Fokus filsafat Locke adalah antitesis
pemikiran Descrate. Ia menyarankan bahwa akal budi dan spekulasi abstrak
agar ita harus menaruh perhatian dan kepercayaan pada pengalaman dalam
menangkap fenomena alam melalui pancaindera.

7
4. George Berkeley

George Berkeley dilahirkan di Dysert Castle Irlandia. Sebagai penganut


empirisme mencanangkan teori yang dinakamakan immaterialisme atas dasar
prinsip-prinsip empirisme. Ia bertolak belakang dengan pendapat Jhon Locke
yang masih menerima substansi dari luar. Berkeley berpendapat sama sekali
tidak ada substansi-substansi material da yang ada hanya pegalaman ruh saja
karena dalam dunia material sama dengan ide-ide. Pandangan Berkeley ini
sekilas seperti rasionalisme karena memutlakkan subjek. Jika diperhatikan
lebih lanjut pandangan ini termasuk empirisme, sebab pengetahuan subjek itu
diperoleh lewat pengalaman, bukan prinsip-prinsip dari rasio, meskipun
pengalaman itu adalah pengalaman batin.

5. David Hume

David Hume lahir pada tanggal 7 Mei 1711 di Edinburgh, Inggris.


Empirisme mendasarkan pengetahuan bersumber pada pengalaman, bukan
rasio. Hume memilih pengalaman sebagai sumber pengetahuan. Pengalaman
itu bersifat lahiriyah dan batiniyah. Hume menajdi terkenal oleh bukunya,
Hume,Treatise of Human Nature (1739 M) yang ditulisnya ketika masih
muda. Dari buku iniia terkenal sebagai sejarawan. Kemudian pada tahun 1748
M ia menuis buku terkenal, An Enqury Cincering Human Understand. Ia
menganalisa pengertian substansi. Seluruh pengetahuan itu tak lain dari
jumlah pengalaman kita.

8
BAB III
KESIMPULAN

Rasionalisme dapat dikatakan suatu dasar kebenaran karena rasionalisme


diambil dari kata rasio yang berarti benar. Kebenaran ini menekankan pada akal
budi atau rasio. Manusia menggunakan akal pikirannya untuk berfikir dan
menangkap segala pengetahuan yang ada. Aliran ini meyakini akan adanya
kebenaran didasarkan adanya suatu kebohongan, karena yang menjalankannya
adalah akal. Dan akal merupakan suatu ciptaan Allah SWT, yang diberikan
kepada manusia untuk digunakan dengan baik dan terarah.
Dalam bidang filsafat, rasionalisme adalah lawan dari empirisme dan
sering digunakan dalam hal ilmu pengetahuan, hanya saja empirisme memaparkan
bahwa suatu pengetahuan diperoleh dengan jalan mengetahui objek empirisme,
dan pengetahuan dalam empirisme dianggap sering menyesatkan. Seperti kita
ketahui, logika adalah kaidah kaidah berfikir, subjeknya adalah akal-akal rasional,
dan objeknya adalah bahasa. Proposisi bahasa yang mencerminkan reealitas,
apakah realitas itu berada di alam nyata ataupun di alam fikiran.

9
DAFTAR PUSTAKA

Bahar, Muhammad. “Rasionalisme dan Rasionalisme dalam Perspektif Sejarah.”


Dalam Jurnal Ilmu Budaya, Vol. 4, No. 2, 2016.
“Makalah Filsafat Raasionalisme Empirisme dan Kritisme” diakses dalam
https://www.academia.edu/ pada 14 Oktober 2020.
“Makalah Rasionalisme,” diakses dalam https://www.slideshare.net/ pada 14
Oktober 2020.

Anda mungkin juga menyukai