Anda di halaman 1dari 5

PENGERTIAN, KARAKTERISTIK, DAN SEJARAH FILSAFAT, SERTA

PERKEMBANGAN FILSAFAT BERDASARKAN LATAR BELAKANG


WILAYAH
Ida Putu Ariambawa/1713011023

A. Pengertian dan Karakteristik Filsafat


Filsafat adalah telaah kefilsafatan yang mengandalkan penalaran atau logika
dengan mengedepankan berpikir secara radic dan spekulatif (Latif, 2014, hlm. 43).
Filsafat tidak melakukan suatu pengujian secara empiris, namun kebenarannya persis
seperti ilmu pengetahuan karena memiliki kriteria dan karakter berpikir tertentu. Menurut
Preus (2007, dalam Latif, 2014, hlm. 43) filsafat merupakan kata serapan dari bahasa
Arab yaitu “falsafah”. Dalam bahasa Yunani, filsafat berasal dari kata “philosophia”.
Philos berarti cinta dan sophia berarti bijaksana. Hamdani dan Fuad (2007, dalam Latif,
2014, hlm. 43) mengatakan philore atau philo berarti cinta yang luas yaitu “ingin” dan
karena itu seseorang berusaha mendapatkan sesuatu yang diinginkannya.
Philosophia atau filsafat pertama kali dimunculkan oleh Pythagoras, namun orang
Yunani pertama yang diberi gelar filsuf yaitu Thales (640-546 SM). Thales merupakan
filsuf yang mendirikan aliran filsafat semesta atau kosmos. Menurut aliran ini, filsafat
adalah suatu penelaahan terhadap alam semesta guna mengetahui asal mulanya, unsurnya,
dan kaidahnya.
Banyak pandangan dari pakar mengenai pemahaman tentang filsafat, baik pemikir
Barat maupun pemikir dari Tanah Air. Dari beragam pandangan itu, Latif (2014, hlm. 45)
mengemukakan bahwa esensi filsafat yaitu telaah kefilsafatan tentang suatu objek tertentu
yang mengandalkan pemikiran yang mendalam/radic dengan menggunakan hukum
skeptis dan dialektika untuk melahirkan sesuatu ilmu yang melandaskan objeknya pada
Tuhan, alam, dan manusia.

B. Sejarah Filsafat
Filsafat, terutama filsafat Barat muncul di Yunani semenjak kira-kira abad ke-7
SM. Filsafat muncul ketika orang-orang mulai memikirkan tentang alam, dunia, dan
lingkungan di sekitar mereka, dan tidak bergantung pada agama untuk mencari jawaban
atas pertanyaan. Filsafat merupakan studi tentang seluruh fenomena alam dan pemikiran
manusia. Filsafat tidak didalami dengan eksperimen, tetapi dengan mengutarakan
masalah, mencari solusi, lalu memberikan argumentasi dan alasan yang tepat untuk solusi
tertentu.
Akhir dari proses ini dimasukkan dalam suatu dialektika. Diperlukan logika
berpikir dan logika bahasa, hal inilah yang membuat filsafat menjadi suatu ilmu berciri
eksak di samping nuansa khas filsafat, yaitu spekulasi, keraguan, rasa penasaran, dan
ketertarikan.
Filsafat muncul di Yunani dikarenakan Yunani tidak terdapat kasta pendeta
sehingga orang lebih bebas secara intelektual. Para filsuf Yunani terbesar antara lain:
Socrates, Plato, dan Aristoteles.

C. Perkembangan Filsafat Berdasarkan Latar Belakang Wilayah


1. Filsafat Barat
a. Filsafat Yunani Kuno
Bangsa Yunani merupakan bangsa yang pertama kali berusaha
menggunakan akal pikir. Karena tidak adanya agama yang didasarkan pada

1
kitab suci, maka kebebasan berpikir bangsa Yunani sangat luas. Pada masa ini
filsafat sangat dominan digunakan walaupun peran agama masih terlihat. Hal
ini terjadi pada tahap permulaan, yaitu pada masa Thales (640-545 SM), dan
juga Pythagoras (572-500 SM), belum murni rasional. Para filsuf pada Yunani
Kuno ini mempertanyakan hakikat kehidupan. Seperti halnya Thales yang
mendapatkan kesimpulan bahwa kehidupan ini karena ada air.
b. Filsafat Yunani
Filsafat zaman Yunani diwakili oleh Plato dan Aristoteles. Pada zaman
ini, pertanyaan tentang kehidupan dan tentang manusia mulai berkembang.
Guru Plato, Socrates, menyumbangkan teknik kebidanan (maieutika tekne)
dalam berfilsafat. Bertolak dari pengalaman konkret, melalui dialog seseorang
diajak Socrates untuk “melahirkan” pengetahuan akan kebenaran yang
dikandung dalam batin orang itu.
Pada zaman ini, Plato menyumbangkan ajaran tentang “idea”. Menurut
Plato, idea-lah relatias sejati. Semua fenomela alam hanya bayang-bayang dari
bentuknya (idea) yang kekal. Plato berpendapat bahwa pengalaman hanya
merupakan ingatan seseorang terhadap apa yang sebenarnya telah diketahuinya
dari dunia idea, sebelum manusia itu masuk dalam dunia indriawi. Menurut
Plato, tanpa melalui pengalaman (pengamatan), apabila manusia sudah terlatih
dalam hal intuisi, maka ia pasti sanggup menatap ke dunia idea.
Kemudian Aristoteles menegaskan bahwa ada dua cara untuk
mendapatkan kesimpulan demi memperoleh pengetahuan dan kebenaran baru,
yaitu metode rasional-deduktif dan metode empiris-induktif. Dalam metode
rasional-deduktif, dari dua premis pernyataan benar, dibuat konklusi yang
berupa pernyataan ketiga yang mengandung dua unsur dari premis itu.
Sedangkan metode empiris-induktif, pengamatan indriawi yang sifatnya
partikular dipakai sebagai basis untuk berabstraksi menyusun pernyataan yang
berlaku universal.
Aristoteles menempatkan filsafat dalam suatu skema yang utuh untuk
mempelajari realitas. Studi tentang logika atau pengetahuan tentang penalaran,
berperan sebagai organon “alat” untuk sampai kepada pengetahuan yang lebih
mendalam, untuk selanjutnya diolah dalam “theoria” yang membawa kepada
“praxis”. Secara tidak langsung, Aristoteles mengawali dan mendorong
kelahiran banyak ilmu empiris seperti botani, zoologi, ilmu kedokteran, dan
tentu saja fisika.
c. Filsafat Abad Pertengahan
Zaman ini ditandai oleh tiga aliran filsafat, yaitu Stoisisme, Epikurisme,
dan neo-Platonisme. Stoisisme (Zeno, 333-262 SM) terkenal karena filsafat
etikanya, manusia berbahagia jika bertindak rasional. Epikurisme (Epikuros,
341-270 SM) juga terkenal dengan filsafat etikanya, “kita harus memiliki
kesenangan, tetapi kesenangan tidak boleh memiliki kita.” Neo-Platonisme
(Plotinos, 205-270 M), Idea kebaikan (idea tertinggi dalam Plato) disebut
Plotinos to en = to hen, Yang Esa, the one.
Pada periode filsafat abad pertengahan ini agama lahir sebagai kekuatan
baru. Banyak filsuf yang lahir dari latar belakang rohaniwan. Pada masa ini
pendidikan diserahkan pada tokoh-tokoh gereja yang dikenal dengan “The
Scholastics”, sehingga disebut masa skolastik. Para filsuf menerima doktrin
gereja sebagai dasar pandangan filosofisnya.

2
Ciri khas filsafat abat pertengahan ini terletak pada rumusan Santo
Anselmus (1033-1109), yaitu credo utintelligam (saya percaya agar saya
paham). Filsafat ini jelas berbeda dengan sifat filsafat rasional yang lebih
mendahulukan pengertian secara logis daripada iman.
d. Filsafat Modern
Filsafat modern diawali dengan munculnya Renaisans sekitar abad XV
dan XVI M, yang bermaksud lepas dari dogma, yang akhirnya muncul
semangat perubahan dalam kerangka berpikir. Era ini ditandai dengan
tercurahnya perhatian pada berbagai bidang kemanusiaan, baik individu
maupun sosial. Salah satu filsuf pada masa ini yaitu Francis Bacon (1561-1626)
berpendapat bahwa filsafat harus dipisahkan dari teologi.
Puncak masa Renaisans muncul pada era René Descartes (1596-1650),
yang dianggap sebagai Bapak Filsafat Modern dan pelopor aliran rasionalisme.
Salah satu semboyannya yang terkenal yaitu “cogito ergo sum”, saya berpikir
maka saya ada. Pernyataan ini terkenal karena dianggap mengangkat kembali
derajat rasio dan pemikiran sebagai indikasi eksistensi manusia. Pada masa ini
filsafat kembali mendapatkan kejayaannya dan mengalahkan peran agama.
Pada masa ini muncul aliran empirisme dengan pelopor utama Thomas
Hobbes (1588-1679) dan John Locke (1632-1704). Di mana aliran ini
berpendapat bahwa pengetahuan dan pengenalan berasal dari pengalaman, baik
batiniah maupun lahiriah. Kemudian terdapat masa Aufklärung atau
enlightenment atau masa pencerahan sekitar abad XVIII M. Di masa ini muncul
keinginan manusia modern menyingkapi misteri dunia dengan kekuatan akal
dan kebebasan berpikir.
Pada abad ini dirumuskan adanya keterpisahan rasio dari agama, akal
terlepas dari kungkungan gereja, sehingga oleh Voltaire (1694-1778) disebut
sebagai “the age of reason”. Dapat dikatakan bahwa abad modern merupakan
era pembalasan terhadap zaman skolastik yang didominasi oleh agama.
e. Filsafat Postmodernisme Kontemporer
Filsafat postmodern atau kontemporer ditandai dengan keinginan untuk
mendobrak sifat-sifat filsafat modern yang mengagungkan keuniversalitasan,
kebenaran tunggal, dan kebebasnilaian. Filsafat postmodern cenderung lebih
beragam dalam hal pemikiran.
Pada masa ini muncul aliran Pragmatisme pada awal abad XX yang
dipelopori oleh William James (1842-1910). Menurutnya, kepercayaan
menghasilkan kebiasaan, dan berbagai kepercayaan dapat dibedakan dengan
membandingkan kebiasaan yang dihasilkan. Oleh karena itu, kepercayaan
merupakan aturan bertindak.
Pada saat yang bersamaan juga berkembang aliran fenomenologi di
Jerman yang dipelopori oleh Edmund Husserl (1859-1938). Baginya,
fenomenologi merupakan teori tentang fenomena, ia mempelajari apa yang
tampak atau yang menampakkan diri. Pada abad ini juga lahir aliran
eksistensialisme yang dirintis oleh Søren Kierkegaard (1813-1855).
2. Filsafat Timur
a. Sejarah Filsafat China
Filsafat China dapat dikatakan hidup dalam kebudayaan China karena
pemikiran filsafat selalu diberikan dalam setiap jenjang pendidikan. Menurut
rakyat China, fungsi filsafat dalam kehidupan manusia adalah untuk

3
mempertinggi tingkat rohani. Jika dibandingkan dengan filsafat Barat dan
India, filsafat China lebih antroposentris dan pragmatis. Antroposentris karena
memang dalam sejarah China fokusnya masalah manusia, pragmatis dalam arti
bagaimana manusia itu ada keseimbangan antara dunia dan surga dapat
tercapai. Filsafat China terbagi ke dalam empat periode, yaitu: zaman kuno
(600-200 SM), zaman pembaruan (200 SM-1000 M), zaman neo-
Konfusianisme (1000-1900 M), dan zaman modern (1900-sekarang).
1. Zaman Kuno
Zaman ini ditandai dengan munculnya aliran-aliran filsafat klasik,
antara lain Konfusianisme-Ju Chia, suatu aliran yang terdiri atas orang-
orang terpelajar yang mempunyai keahlingan di bidang kitab-kitab klasik,
dan kedua yaitu Taoisme-Tao te Chia, suatu mazhab yang terdiri dari
orang-orang terpelajar dan mengalami kekecewaan karena keadaan negara
pada waktu itu mengalami kemunduran. Tokoh terbesar dari aliran ini yaitu
Lao Tzu dan Chuang Tzu.
Pada zaman ini juga lahir beberapa mazhab yang terkenal, yaitu:
mazhab Yin Yang, mazhab Mohisme atau Mo Chia, mazhab dialektisme-
Ming Chia, dan mazhab legalisme-Fa Chia.
2. Zaman Pembaruan
Zaman ini ditandai dengan masuknya Budhisme dari India.
Budhisme sendiri banyak berbaur dengan alam pemikiran filsafat China,
sehingga melahirkan aliran baru dalam Budhisme China yang diberi nama
Ch’an Budhisme atau Ch’anisme. Selain Budhisme, muncul juga aliran
neo-Taoisme yang memberikan arti baru “Tao” sebagai “Nirwana”.
3. Zaman Neo-Konfusianisme
Zaman ini ditandai dengan adanya gerakan untuk kembali kepada
ajaran-ajaran Konfusius yang asli.
4. Zaman Modern
Pada zaman modern, pemikiran kefilsafatan banyak dipengaruhi
oleh pemikiran dari barat karena banyaknya para padri yang masuk ke
daratan China. Aliran yang paling berpengaruh yaitu pragmatisme yang
berasal dari Amerika Serikat.
b. Sejarah Filsafat India
1. Ciri Khas Filsafat India
Menurut Rabindranath Tagore (1861-1941) filsafat India berpangkal
pada keyakinan bahwa ada kesatuan fundamental antara manusia dan alam,
harmoni antara individu dan kosmos. Semua filsafat muncul dari pemikiran
yang semula bersifat keagamaan. Namun tidak seperti filsafat barat yang
semula tumbuh dari perkembangan agama, lambat laun memisahkan diri
dari agama, fisafat India tidak pernah berkembang sendiri lepas dari agama.
Di India filsafat senantiasa bersifat religius. Pertumbuhan filsafat India
keluar dari agama pada umumnya meliputi suatu proses yang sangat pelan.
Filsafat di India bagaikan bayi yang sudah ada dalam kandungan ibu
“Agama Hindu” selama lebih dari sepuluh abad
2. Periodisasi Filsafat India
a) Periode Weda
Periode ini ditandai dengan datangnya bangsa Arya dan
penyebarannya di India. Bangsa Arya menanamkan kekuasannya di

4
India, sehingga kebudayaan Arya berkembang dan berpengaruh. Pada
periode ini tercatat berdirinya perguruan di hutan di mana idealisme
yang tinggi dari India mulai berkembang.
Pada periode ini masih belum bisa disebut zaman filsafat dalam
arti yang sebenarnya karena pada periode ini orang masih meraba dan
mencari di mana pikiran dan takhayul terus berkembang. Konsep religi
boleh dikatakan mitologis dan kitab suci sekaligus menjadi literatur
disebut Weda. Pembukuan dari Weda ini dilakukan bertahap. Pertama,
terkumpul bagian Weda yang disebut Weda Samhita (suatu kumpulan
mantra yang berbentuk syair untuk menyamput dewa), kemudian
bagian Brahmana (prosa yang pewahyuannya terjadi setelah zaman
mantra-mantra diwahyukan, dan akhirnya bagian Upanishad
(berbentuk prosa dan diwahyukan setelah zaman Brahmana).
Adapun bagian yang menonjol dari filsafat India dalam
Upanishad yaitu ajaran tentang hubungan Atman (diri manusia) dan
Brahman (alam semesta). Upanishad mengajarkan bahwa Atman dan
Brahman memang sama dan manusia mencari keselamatan (moksa,
mukti) kalau ia menyadari identitas Atman dan Brahman.
b) Periode Wiracarita
Periode ini meliputi berkembangnya upanishad yang tertua dan
sistem-sistem filsafat (Darsyana). Sistem dari Budhisme, Jainisme,
Syiwaisme, dan Wishnuisme termasuk pada periode ini.
c) Periode Sutra-Sutra
Pada periode ini bahan yang berupa konsep pemikiran menjadi
banyak, sehingga sukar sekali untuk disederhanakan serta perlu untuk
membuat semacam rangkuman, skema kefilsafatan yang pendek, dan
ringkas. Ikhtisar ini dibuat dalam bentuk sutra-sutra.
d) Periode Skolastik
Periode ini sukar dipisahkan dengan periode sutra-sutra, tetapi di
sini muncul tokoh-tokoh besar seperti Kumarila, Sankara, Syridhara,
Ramanuja, Madhwa, Wacapati, Udayana, Bhaskara, dan Jayanta. Para
guru filsafat ini dijumpai berselisih paham karena masing-masing
memiliki teori sendiri yang cukup mantap.
3. Filsafat Timur Tengah
Dilihat dari sejarahnya, filsafat timur tengah dapat dikatakan sebagai ahli
waris tradisi filsafat barat. Hal ini dikarenakan para filsuf timur tengah yang
pertama-tama adalah orang-orang Arab atau orang-orang Islam dan juga beberapa
orang Yahudi menaklukkan daerah di sekitar laut tengah dan menjumpai
kebudayaan Yunani. Mereka kemudian menerjemahkan dan memberikan komentar
terkait karya-karya Yunani. Para filsuf timur tengah ini mempelajari karya yang
sama dan bahkan terjemahan mereka dipelajari lagi oleh orang Eropa. Beberapa
tokoh filsuf timur tengah antara lain: Avicenna (Ibnu Sina), Ibnu Tufail, Kahlil
Gibran (aliran romantisme), dan Averroes.

DAFTAR PUSTAKA
Latif, M. (2014). Orientasi ke Arah Pemahaman Filsafat Ilmu. Jakarta: Kencana.

Anda mungkin juga menyukai