Anda di halaman 1dari 10

PERKEMBANGAN PEMIKIRAN FILSAFAT PASCA ARIESTOTELES

Abstrak

Menurut Aristoteles, kegiatan manusia yang paling luhur itu ialah kegiatan berfilsafat,
karena berfilsafat itu adalah kegiatan akal budi manusia yang disebut logos atau nous yang
bersifat ilahi. Dengan demikian, manusia tidak hanya sebagai zoon politikon, tetapi juga
makhluk yang berakal budi (zoon logon echon). Dengan akal budinya manusia memandang.
dan merenungkan hal-hal yang abadi dan inilah yang oleh Aristoteles ·disebut "theoria"
yakni memandang kebenaran, sebagai aktivitas manusia yang tertinggi. Jadi, hidup yang
bahagia adalah hidup sebagai filsuf. Kalau kebahagiaan itu harus dicapai secara aktif, maka
dari ketiga bentuk hidup tersebut·bentuk hidup kedua dan ketigalah yang harus direalisasi,
yakni hidup berpolitik dan berfilsafat.

Kata Kunci: Filsafat, Theoria.

A. Perkembangan Ilmu Filsafat

Sejarah perkembanagan filsafat berkembanag atas dasar pemikiran kefilsafatan yang


telah dibangun sejak abad ke-6 SM. Ada dua orang filsuf yang corak pemikirannya boleh
dikatakan mewarnai diskusi-diskusi filsafat sepanjang sejarah perkembangannya.

Zaman yunani kuno (6 SM-6M) yang disebut priode filsafat alam. Dikatakan
demikian karena pada periode ini ditandai dengan munculnya para ahli pikir alam, di
mana arah dan perhatian pemikirannya kepada apa yang diamati di sekitarnya. Mereka
membuat pertanyaan-pertanyaan tentang gejala alam yang bersifat filsafati (berdasarkan
akal pikir) dan tidak berdasarkan mitos belaka.  Mereka mencari asas yang pertama dari
alam semesta yang sifatnya mutlak, yang berada di belakang segala sesuatu yang serba
berubah.

Zaman abad pertengahan (6-16 M) Secara garis besar dapat dibagi menjadi dua
periode yaitu periode Scholastik Islam dan periode Scholastik Kristen. Pada periode
Scholastik Islam, para filosof Islamlah yang pertama mengenalkan filsafatnya
Aristoteles. Pada masa ini Scholastik Kristen, kekuasaan agama masih begitu
berpengaruh terhadap perkembangan kehidupan filasafat, khususnya di kawasan Eropa.
Adanya tren perbudakan membuat para pemikir ahli terbatas hanya dari kaum agamis
yang berada di gereja saja, karena mereka yang diluar gereja terlalu disibukkan dengan
urusan melayani orang lain, daripada memikirkan hal- hal yang tidak mengenyangkan
seperti filsafat.

Zama Renaisans (14-16 M) adalah suatu zaman yang sangat menaruh perhatian dalam
bidang seni lukis, patung, arsitektur, musik, sastra, filsafat, ilmu pengetahuan dan
teknologi. Zaman renaisans terkenal dengan era kelahiran kembali kebebasan manusia
dalam berpikir.

Zaman Modern (17-20 M) Setelah zaman renaisans yaitu zaman pencerahan atau
zaman modern. Zaman Pencerahan (Inggris: Enlightenment) berlangsung dari abad ke-
17 hingga ke-20 M. Di zaman ini terdapat peristiwa penting, yaitu revolusi di Inggris dan
Perancis. Orang-orang yang hidup di zaman ini memiliki keyakinan bahwa mereka
mempunyai masa depan yang cerah dan bercahaya berkat rasio mereka
sendiri. Sebelumnya, orang lebih suka berpaut pada otoritas lain di luar dirinya, seperti
otoritas gereja, kitab suci, para ahli, dan negara. Oleh karena itu, semboyan zaman
pencerahan adalah Sapere aude (beranilah berpikir sendiri). Dengan semboyan itu,
manusia di zaman pencerahan semakin bersemangat untuk menemukan hal-hal baru.
Mereka memanfaatkan akal mereka semaksimal mungkin untuk menggapai perubahan,
kemajuan, pertumbuhan, pembangunan, peradaban, reformasi, bahkan revolusi.

B. Zaman Yunanai Pasca Ariestoteles

Zaman yunanai pasca Ariestoteles ditandai oleh tiga aliran pemikiran filsafat, yaitu
Stoisisme, Epikurisme, dan Neo-platonisme. . Zaman ini masih berhubungan dengan
zaman sebelumnya. Karena awal mula zaman ini pada abad 6 M sampai sekitar abad 14
M. Zaman ini disebut dengan zaman kegelapan. Zaman ini ditandai dengan tampilnya
para Theolog di lapangan ilmu pengetahuan. Sehingga para ilmuwan yang ada pada
zaman ini hampir semua adalah para Theolog. Begitu pula dengan aktifitas keilmuan
yang mereka lakukan harus berdasar atau mendukung kepada agama. Ataupun dengan
kata lain aktivitas ilmiah terkait erat dengan aktivitas keagamaan. Pada zaman ini filsafat
sering dikenal dengan sebagai Theologiae (Pengabdi Agama). Selain itu, yang menjadi
ciri khas pada masa ini adalah dipakainya karya-karya Aristoteles dan Kitab Suci sebagai
pegangan.
a) Stoisisme

Stoisisme adalah ilmu filsafat yang dicetus oleh seorang filsuf bernama Zeno
di awal abad ke-3 SM. Stoisisme sendiri berasal dari bahasa yunani
yaitu Stoikos yang berarti beranda, hal ini karena ajaran Zeno sering dilakukan di
beranda berlukis. Ajaran Zeno sendiri banyak dipengaruhi oleh Socrates dan
filsafat Sinisme hingga dia memulai ajaran filsafatnya sendiri.Tokoh terkenal yang
menganut filsafat stoisisme adalah Kaisar Marcus Aurelius, Epictetus, dan Seneca.
Mereka adalah sosok-sosok yang terkenal karena mempraktikkan dan
menyebarkan ilmu filsafat ini. Inti dari filsafat ini adalah sebuah cara hidup untuk
menerima keadaannya di dunia yang mencerminkan kemampuan nalar manusia.

Filsafat stoisisme yang telah berumur lebih dari 2000 tahun ini masih relevan
hingga sekarang, terutama di zaman ketika depresi dan putus asa menjadi
perhatian besar saat ini. Stoisisme membantu kita untuk hidup selaras dengan
alam dan menerima kondisi yang kita miliki saat ini sehingga kita bisa bersyukur
dan menemukan kebahagiaan.

b) Neo-platoisme (Plationos 205-270)

Neoplatonisme adalah istilah yang digunakan untuk menentukan untaian


filsafat Platonik yang dimulai dengan Plotinus pada abad ketiga M dengan latar
belakang filsafat Helenistik dan agama. Istilah ini tidak merangkum satu set ide
sebanyak merangkum rantai pemikir yang dimulai dengan Ammonious Saccas
dan muridnya Plotinus (sekitar 204/5 - 270 AD) dan yang membentang sampai
abad keenam. Meskipun Neoplatonisme terutama membatasi para pemikir yang
sekarang diberi label Neoplatonis dan bukan ide mereka, ada beberapa ide yang
umum untuk sistem Neoplatonik, misalnya, ide monistik bahwa semua realitas
dapat diturunkan dari satu prinsip, "Satu" . Istilah ini adalah istilah historiografi
modern, dan para pemikir yang sekarang diterapkan tidak menggunakannya untuk
menggambarkan diri mereka sendiri. Setelah Plotinus ada tiga periode yang
berbeda dalam sejarah Neoplatonisme: karya muridnya, Porphyry; bahwa dari
Iamblichus dan sekolahnya di Suriah; dan periode di abad kelima dan keenam,
ketika Akademi di Alexandria dan Athena berkembang. Karya Proclus (412-485)
memiliki pengaruh yang langgeng dalam penyebaran Neoplatonisme setelah
penutupan Akademi Platonik di Athena oleh Justinian I pada 529 Masehi.
Neoplatonisme memiliki pengaruh abadi pada sejarah filsafat selanjutnya.
Pada Abad Pertengahan, gagasan-gagasan Neoplatonik dipelajari dan didiskusikan
oleh para pemikir Islam, Kristen, dan Yahudi. Dalam lingkup budaya Islam, teks-
teks Neoplatonik tersedia dalam terjemahan bahasa Arab, dan para pemikir
terkemuka seperti al-Farabi, Solomon ibn Gabirol (Avicebron), Avicenna, dan
Moses Maimonides memasukkan unsur-unsur neoplatonik ke dalam pemikiran
mereka sendiri. Terjemahan Latin dari teks kuno neoplatonik kuno pertama kali
tersedia di Kristen Barat pada abad kesembilan, dan menjadi berpengaruh sejak
abad ke-12 dan seterusnya. Thomas Aquinas memiliki akses langsung ke karya-
karya Proclus, Simplicius, dan Pseudo-Dionysius, Areopagite, dan ia tahu tentang
Neoplatonis lain, seperti Plotinus dan Porphyry, melalui sumber-sumber bekas.
Meister Eckhart yang mistik (c. 1260 - c. 1328) juga dipengaruhi oleh
Neoplatonisme, menyebarkan cara hidup kontemplatif yang menunjuk pada
Ketuhanan di luar Tuhan yang dapat disebut namanya. Neoplatonisme juga
memiliki pengaruh kuat pada filsafat Perennial dari pemikir Renaissance Italia
Marsilio Ficino dan Pico della Mirandola, dan berlanjut melalui Universalisme
abad ke-19 dan spiritualitas modern dan nondualisme.

c) Epikurisme

Epikuros (341-271) berasal dari pulau samos mendirikan sekolah pertama di


Athena, dia menghidupkan kembali atomisme demokritos, menurut pendapat
epikurisme, segala-gala terdiri atom yang senantiasa bergerak secara kebetulan
tubrukan yang satu dengan yang lainnya. Manusia hidup bahagia jika ia mengakui
susunan dunia ini dan tidak ditakutkan oleh dewa-dewa apapun juga.

Epikurisme adalah suatu ajaran yang dirintis oleh seorang filosof yang
bernama Epikuros  (341 – 270 SM). Seperti halnya Stoisisme, ajaran Epikurisme
ditandai dengan banyak konsep dan pemikiran tentang etika, pandangan tentang
etika inilah yang membuat ajaran epikurisme lebih menonjol pada zamannya.

Filsafat epikurisme bertujuan mencapai kenikmatan hidup manusia melalui


hidup yang beretika. Kenikmatan hidup itu baru tercapai ketika ada ketenangan
batin. Pada masa itu, ketenangan batin sering kali sulit diperoleh manusia karena
kehidupan manusia waktu itu diancam oleh rasa takut kepada para dew, yang
secara empiric memang sangat tidak masuk akal. Untuk ialah lahirnya ajaran
epikurisme, yang memberi solusi bagi manusia dalam mengatasi rasa takut itu.
Manusia harus memiliki kenikmatan hidup, bukan sebaliknya, kenikmatan yang
memiliki manusia. Oleh sebab itu untuk dapat mencapai maksud tersebut, manusia
perlu membatasi keinginan hidupnya. Semakin sedikit keinginan semakin besar
capaian ketenangan batin dan berujung pada tercapainya kenikmatan hidup secara
lahiriah.

Neo-platonisme (Plotinos, 205-270 M). Idea kebaikan (idea tertinggi dalam


Plato) disebut oleh Plotinos to en = “to hen”, yang esa, “the one”. Yang esa adalah
awal, yang pertama, yang paling baik, paling tinggi, dan yang kekal. Yang esa
tidak dapat dikenal oleh manusia karena tidak dapat dibandingkan atau disamakan
dengan apa pun juga. Yang esa adalah pusat daya, — seluruh realitas berasal dari
pusat itu lewat proses pancaran (emanasi), bagai matahari yang memancarkan
sinarnya. Kendati proses emanasi, yang esa tak berkurang atau terpengaruh sama
sekali.

Dari to en mengalir nouz = “nous”, budi, akal, bahkan roh (?). “Nous”
merupakan “bayang-bayang” dari “to hen”. Dari “nous” mengalir ynch =
“psykhe”, jiwa, yang merupakan perbatasan “nous” dengan mh ou = “me on”,
materi, yang merupakan kemungkinan atau potensi bagi keberadaan suatu bentuk,
yang pada manusia adalah tubuh. “Psykhe” merupakan penghubung antara “nous”
yang terang, yang berlawanan dengan materi yang gelap, yang rohani berlawanan
dengan yang jasmani. — Menurut neo-platonisme, perlawanan itu merupakan
penyimpangan dari kebenaran. Untuk mencapai kebenaran, manusia harus
kembali kepada “to hen”, dan itulah tujuan hidup manusia. “To hen” kiranya
identik dengan konsep “Sang Sangkan Paraning Dumadi” dalam tradisi Jawa.

Kesatuan mistis dengan “to hen” merupakan kebenaran sejati. Manusia harus
berkontemplasi untuk mengatasi hal-hal yang inderawi, yang merupakan
penghambat besar bagi pembebasannya dari hidup dalam dimensi materi yang
bersifat gelap (dan berakhir kepada kematian) menuju kepada hidup dalam
dimensi roh yang membawa kepada terang (serta awal dari kekekalan).

Jejak pemikiran neoplatonisme dapat diamati dalam pengalaman mistik, yaitu


pengalaman menyatu dengan Tuhan atau “jiwa kosmik”. Banyak agama
menekankan keterpisahan antara Tuhan dan Ciptaan, tetapi para ahli mistik tidak
menemui pemisahan seperti itu. Mereka jutru mengalami rasa “penyatuan dengan
Tuhan”. Ketika penyatuan itu terjadi, ahli mistik merasa dia “kehilangan dirinya”,
dia lenyap ke dalam diri Tuhan atau hilang dalam diri Tuhan, sebagaimana setitik
atau sepercik air kehilangan dirinya ketika telah menyatu dalam samudera raya.

Tetapi pengalaman mistik itu tidak selalu datang sendiri. Ahli mistik harus


mencari jalan “pencucian dan pencerahan” untuk bisa bertemu dengan Tuhan,
melalui hidup sederhana dan berbagai teknik meditasi. Kecenderungan mistik tu
diketemukan dalam semua agama besar di dunia. Dalam “agama” Jawa dikenallah
konsep “manunggaling kawula lan Gusti”, yang jejaknya dalam sastra suluk Jawa
digali dan diungkapkan bagi generasi masa kini dalam konteks filsafat dan
pandangan keagamaan oleh Zoetmulder. (Zoetmulder SJ almarhum adalah Guru
Besar di Fakultas Sastra UGM).

C. Abad Pertengahan

Dalam sejarah filsafat ada saat-saat yang di anggap penting sebagai patokan suatu era,
karena selain punya cirri yang khas pada zamannya, suatu aliran filsafat bisa
meninggalkan pengaruh yang penting dalam sejarah pradaban manusia. Abad
pertengahan selalu di bahas sebagai zaman yang khas karena dalam abad-abad itu
perkembangan alam pikiran di Eropa sangat terkendala oleh keharusan untuk
disesuaikan dengan ajaran agama. Setiap ajaran filsafat harus di uji sejauh mana tidak
bertentangan dengan ajaran agam dan inter prestasi yang dikembangka dalam
lingkungan gereja dan biara. Dalam lingkungan ini ditegaskan pendirian, bahwa tindaka
keimanan harus dibedakan secara tegas dari tindakan penalaran, dan apabila terjadi
perbedaan atau pertentangan antara keduanya, maka keimanan harus di unggulkan diatas
penalaran.

Pengembangan penalaran tidak di larang, namun usaha tersebut harus disesuaikan dan
diabdikan pada keyakinan beragama. Meskipun dalam kurun waktu itu mulai dilakukan
penerjemahan karya-karya Yunani, Arab, dan Yahudi ke dalam bahasa latin, sehingga
terjangkau hal layak pembaca yang semakin meluas, namun kegiatan filsafat terutama
dilakukan oleh tokoh-tokoh terkemuka dari lingkungan gereja serta terpusat pada biara-
biara, dan baru kemudian beralih ke kalangan perguruan tinggi yang masih amat terbatas
jumlahnya. Sejak akademi Plato dan berbagai perguruan filsafat yang berkembang di
Yunani di bubarkan atas perintah kaisar Justinianus pada tahun 529, banyak sekali
sumber belajar filsafat yang hilang, apalagi karena perintah penutupan pusat-pusat
belajar itu juga di sertai larangan atas beredarnya naskah-naskah peninggalannya.

Runtuhnya kejayaan nunani sejak wafatnya Alexander agung disusul oleh


kebangkitan romawi yang kekuasaannya meliputi kawasan lebih luas dibandingkan
dengan wilayah kekuasaan yunani. Tidak terbayangkan betapa wilayah yunani yang
semula terbentang dari laut tengah hingga Persia akhirnya tidak mampu bertahan
menghadapi kebangkitan Romawi. Mengingat begitu luasnya kekuasaan romawi, maka
pantaslah sebutan Inperium romanum. Wilayah yang dikuasai romawi meliputi bukan
saja benua eropa, melainkan juga beberapa wilayah timur tengah dan afrika utara.
Bersamaan dengan meluasnya wilayah romawi itu meningkat pula peran gereja sebagai
pusat spiritual yang mengembangkan filsafat sesuai dengan ajaran agama. Filsafat
dijadikan pendukung theologi ajaran agama harus dijadikan tolak ukur kebenaran.
Kegiatan penalaran filsafat tidak boleh menghasilkan kesimpulan yang menggoyahkan
keimanan, apalagi bertentangan dengan tafsiran resmi yang diajarkan berdasarkan
wibawa gereja.

Tokoh gereja yang menonjol pada abad pertengahan ialah Aurelius Agustinus (354-
430), yang kemudian juga dikenal sebagai santa Agustinus. Dialah yang meletakkan
dasar untuk perpduan filsafat dengan theologi. Agustinus menghasilkan sebagian karya
yang selama berabad-abad membekaskan pengaruhnya terhadap filsuf dikalangan gereja,
tanpa adanya tantangan dari lingkungan lain. Baru ketika pada awal abad ke-12
bermunculan dunia belajar yang bersifat pendidikan tinggi (cikal-bakal universitas),
berbagai interprestasi dan tesis yang diwariskan oleh Agustinus menghadapi ujian.

Diberbagai kota mulai bermunculan perguruan tinggi, baik berbentuk universitas


maupun collegium. Diantara bentuk universitas yang didirikan sejak abad ke-12 dan
bertahan hingga kini ialan universitas Paris, oxfrord, dan Al-azhar. Pada umumnya
universitas itu semula memusatkan perhatian pada bidang studi filsafat, theology,
hukum, dilanjutkan dengan bidang lainnya. Dari bahan perkuliahan dan pembahasan bisa
saja muncul hal-hal yang harus dirumuskan sebagai quaestiones, yaitu berbagai
persoalan yang masih perlu dicairkan permasalahannya. Dalam suasana otonomi yang
berlaku dilingkungan perguruan tinggi itu pembahasan berbagai persoalan berlangsung
jauh lebih bebas dibandingkan dengan masa sebelumnya.
Dalam suasana baru ini muncul tokoh gereja yang namanya terkait erat dengan
perkembangan filsafat dalam masa ekolastik (scoloticism), yaitu Thomas Aquinas (1225-
1274) yang dijuluki pangeran masa skolastik. Filsafat Thomas lebih dipengaruh oleh
filsafat Ariestoteles. Pada waktu itu karya Ariestoteles yang berabad-abad menghilang
dan tidak terjamah lagi karena ditulis dengan bahasa Yunani, kembali dapat dipelajari
oleh para filsuf dan cendikiawan. Hal ini dimungkinkan setelah tersediaya karya-karya
Ariestoteles kedalam bahasa Latin yang didasarkan pada penerjemahan oleh Ibn Sina
(Aviccena 980-10531) dan Ibn Rushd (Averoes 1126-1198). Sejak itu karya Ariestoteles
kembali menjadi pembahasan yang meluas dikalangan perguruan tinggi.

Geosentrisme yang pertama kali diperkenalkan oleh ptolomeus dimasa Yunani


bertahan cukup lama, hingga seorang astronom Polandia, Nikolaus Copernicus (1473-
1543), berdasarkan obserfasi empirik dan perhitungan matematik sampai pada
kesimpulan, bahwa mataharilah yang merupakan pusat yang kitari oleh benda-benda
angkasa lainnya. Heleosentrisme Copernicus itu jelas berlawanan dengan Geosentrisme
yang dipertahankan kalangan gereja sebagai ajaran resmi. Maka teori Copernicus
dinyatakan sebagai ajaran terlarang, dan hukum exkomunikasi bisa dikenakan pada
mereka yang menganutnya. Karena ketakutan terhadap ancaman hukuman itu, maka
Copernicus tidak menerbitkan karyanya. Namun demikian naskahnya beredar secara
sembunyi dan berhasil menghalang sejumlah penganut Heleosentrisme yang
diajarkannya. Kenyataan ini dianggap dapat menggoyahkan kemantapan ajaran yang
resmi berlaku, sehingga dianggap perlu untuk bertindak tegas terhadap para penganut
Copernicus. Maka seorang pendeta dominikan yang menganut ajaran Copernicus
Giordano Bruno (1548-1600), pada tahun 1960 dijatuhi hukuman bakar pada tiang
panjang di Roma, nasib yang sama menimpa fisuf Italia yang dituduh aethis,
Luciliovanini (1585-1619).

Teori Covernicus ini dinilai sangat revolusioner, dan hingga kini pengembalian total
sesuatu pandangan sering diibaratkan sebagai revolusi covernican nama ilmuan tenar
lainnya yang dijatuhi hukuman penjara seumur hidup ialah Galileo Galilei (1564-1642)
yang untuk pertama kalinya berhasil menciptakan teleskop dengan kesanggupan luar
biasa guna melakukan obserfasi terhadap bulan dan sistem perbintangan. Berdasarkan
pengamatannya itulah secara gigih dipertahankannya teori Copernicus heleosentris itu.
Dia pun akhirnya dihukum, karyanya dinyatakan terkutuk dan dirinya dikenakan
hukuman kurungan seumur hidup.
D. Penutup

Filsafat menurut Immanuel Kant adalah sebuah ilmu pengetahuan yang menjadi
pokok pangkal dan puncak segala pengetahuan yang tercakup didalamnya empat
persoalan, yaitu apa yang dapat diketahui (metafisika), apa yang seharusnya dilakukan
(etika), sampai dimana harapan kita (agama), dan apa hakikat manusia (antropologi).
Pandangaan yang sejak Imanuel Kant disebut eudemonisme untuk pertama kali
dikemukakan oleh Aristoteles di dalam bukunya "Etlka Nikomachea". Menurut
Aristoteles, setiap tindakan atau perbuatan mempunyai tujuannya. Menurutnya ada dua
macam tinjauan pertama, tujuan yang diesri demi suatu tujuan selanjutnya. kedua, tujuan
yang dicari demi dirinyasendiri. Tujuan jenis pertama misalnya tujuan kepandaian dalam
ilmu kedokteran itu hanya demi tujuan selanjutnya. Yaitu agar orang sakit dapat
disembuhkan. Menurut Aristotetes, tidak mungkin semua tujuan kita cari demi tujuan
lain lagi dan pasti ada tujuan yang dicari demi dirinya sendiri tujuan itulahyang kita
sebut baik pada dirinya sendiri.

Ariestoteles biasanya digolongkan kedalam teori-teori teologis, yang mengatakan


bahwa betul tidaknya tindakan tergantung dari akibatnya. Berbeda dengan filsafat pada
abad pertengahan yang arah pemikirannya berbeda sekali dengan pemikiran dunia kuno.
Filsafat abad pertengahan menggambarkan suatu zaman yang baru ditengah-tengah suatu
perkumpulan bangsa yang baru yaitu bangsa barat. Filsafat barat bisa dikatakan abad
kegelapan, karena pihak gereja membatasi para filosof dalam berfikir, sehingga ilmu
pengetahuan terhambat dan tidak bisa berkembang, karena semuanya diatur oleh
doktirn-doktirn gereja yang berdasarkan keyakinan.

Pada zaman pasca Ariestoteles ilmu dikembangkan dan diarahkan atas dasar
kepentingan agama (Kristen) dan baru memperoleh kemandirianya semenjak adanya
gerakan renaissance dan aufklarung abad ke15-18. Sejak itu pula manusia merasa bebas
tidak terikat oleh agama, tradisi, sistem, otoritas politik dan sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA

Hung, Deni. 2020. “5 Pelajaran Penting Stoisisme, Filsafat Romawi Kuno Berumur 2000
Tahun”. https://www.idntimes.com/science/discovery/amp/deny-hung/5-pelajaran-penting-
stoisisme. Diakses pada 6 Oktober 2021.

Surajiyo. “Filsafat Ilmu dan Perkembangannya Di Indonesia: Suatu Pengantar (Jakarta: Bumi
Aksara, 2007), hlm. 85. Lihat Juga: Jerome R. Ravertz, Filsafat Ilmu: Sejarah dan Ruang
Lingkup Bahasan, hlm. 16. Diakses pada 9 Oktober 2021.

Mimir Ensiklopedia bahasa Indonesia. “Neoplatisme”. Encyclopedia Mypedia.


https://mimirbook.com/id/e52e7a48733. Diakses pada 8 Oktober 2021.

Bunga Zena, 2014. “Makalah Filsafat Ilmu”. https://.dinalizen.blogspot.com/2014/10/makalah-


filsafat-ilmu.html. Diakses pada tanggal 8 Oktober 2021.

Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas. 2013. “Filsafat Timur”.


https://id.wikipedia.org/wiki/Filsafat_Timur. Diakses pada 8 Oktober 2021.

Burhanuddin, Afid. 2013. “Filsafat Masa Abad Pertengahan”.


https://afidburhanuddin.wordpress.com/2013/09/23/filsafat-masa-abad-pertengahan-2/.

Anda mungkin juga menyukai