Anda di halaman 1dari 15

Nama : Adit Romansyah

NIM : 2022010101045

Kelas : PAI A

Tugas : Final Filsafat Umum

SOAL

1. Deskripsikan sejarah perkembangan pemikiran dalam dunia filsafat (mulai dari masa
permulaan, masa kejayaan, masa kemandulan sampai pada masa Kebangkitan).
2. Kemukakan cabang-cabang pemikiran filsafat yang anda ketahui dan bagaimana
menjadikan masing-masing cabang tersebut sebagai kerangka berfikir.
3. Jelaskan cara berfikir dialektika, Analitik, Rasionalistik, empirik dan intuitif dan Apa
saja yang menjadi pembeda dalam pemikiran tersebut.
4. Buatlah Analisis yang dapat mengKomparasikan anatar model pemikiran filsafat
barat, filsafat Islam dan Filsafat Indonesia
5. Kemanfaatan apa saja yang diperoleh bagi guru/calon guru melalui belajar filsafat dan
metode berfikir, sebagai upaya pengembangan profesi dalam mengemban amanah
pendidikan di sekolah.

JAWABAN

1. Dalam istilah bahasa Inggris, philosophy, yang berarti filsafat, juga berasal dari kata
Yunani yaitu “philosophia” yang lazim diterjemahkan ke dalam bahasa tersebut
sebagai cinta kearifan. Menurut pengertiannya yang semula dari zaman Yunani Kuno
itu, filsafat berarti cinta kearifan. Filsafat adalah usaha untuk memahami atau
mengerti semesta dalam hal makna (hakikat) dan nilai-nilainya (esensi) yang tidak
cukup dijangkau hanya dengan panca indera manusia sekalipun. Bidang filsafat
sangatlah luas dan mencakup secara keseluruhan sejauh dapat dijangkau oleh pikiran.
Filsafat berusaha untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang asal mula dan sifat
dasar alam semesta tempat manusia hidup serta apa yang merupakan tujuan hidupnya.
Metode filsafat adalah metode bertanya. Objek formal filsafat adalah ratio yang
bertanya. Obyek materinya adalah semua yang ada.
Karena filsafat merupakan suatu disiplin ilmu maka sesuai dengan definisinya, sejarah
dan perkembangan filsafat tidak akan pernah habis untuk dibahas. Dalam
perkembangannya filsafat berkembang melalui beberapa zaman yaitu diawali dari
Zaman Yunani Kuno (zaman permulaan), Yunani klasik (zaman kejayaan), Abad
pertengahan (Zaman kegelapan/kemandulan Abad 12-13 M), Zaman
Pencerahan/kebangkitan (14-15 M), Zaman awal Modern dan Modern (Abad 16-18
M), dan Zaman Pos Modern (Abad 18-19) hingga saat ini.

A. Masa permulaan
Orang yunani yang hidup pada abad ke-6 SM mempunyai sistem kepercayaan
bahwa segala sesuatunya harus diterima sebagai sesuatu yang bersumber pada
mitos atau dongeng-dongeng. Artinya suatu kebenaran lewat akal pikir (logis)
tidak berlaku, yang berlaku hanya suatu kebenaran yang bersumber dari mitos
(dongeng-dongeng).

Setelah abad ke-6 SM muncul sejumlah ahli pikir yang menentang adanya
mitos. Mereka menginginkan adanya pertanyaan tentang misteri alam semesta ini,
jawabannya dapat diterima akal (rasional). Keadaan yang demikian ini sebagai
suatu demitiologi, artinya suatu kebangkitan pemikiran untuk menggunakan akal
pikir dan meninggalkan hal-hal yang sifatnya mitologi.upaya para ahli pikir untuk
mengarahkan kepada suatu kebebasan berfikir , ini kemudian banyak orang
mencoba membuat suatu konsep yang dilandasi kekuatan akal pikir secara murni,
maka timbullah peristiwa ajaib The Greek Miracle yang artinya dapat dijadikan
sebagai landasan peradaban dunia.

Pelaku filsafat adalah akal dan musuhnya adalah hati. Pertentangan antara akal
dan hati itulah pada dasarnya isi sejarah filsafat. Di dalam sejarah filsafat
kelihatan akal pernah menang, pernah kalah, hati pernah berjaya, juga pernah
kalah, pernah juga kedua-duanya sama sama-sama menang. Diantara keduanya ,
dalam sejarah, telah terjadi pergugumulan berebut dominasi dalam mengendalikan
kehidupan manusia.

Yang dimaksud dengan akal disini ialah akal logis yang bertempat di kepala,
sedangkan hati adalah rasa yang kira-kira bertempat di dalam dada.akal itulah
yang menghasilkan pengetahuan logis yang disebut filsafat, sedangkan hati pada
dasarnya menghasilkan pengetahuan supralogis yang disebut pengetahuan mistik,
iman termasuk disini. Ciri umum filsafat yunani adalah rasionalisme yang dimana
mencapai puncaknya pada orang-orang sofis.

Dalam sejarah filsafat biasanay filsafat yunani dimajukan sebagai pangkal


sejarah filsafat barat, karena dunia barat (Erofa Barat) dalam alam pikirannya
berpangkal kepada pemikiran yunani. Pada masa itu ada keterangan-keterangan
tentang terjadinya alam semesta serta dengan penghuninya, akan tetapi keterangan
ini berdasarkan kepercayaan. Ahli-ahli pikir tidak puas akan keterangan itu lalu
mencoba mencari keterangan melalui budinya. Mereka menanyakan dan mencari
jawabannya apakah sebetulnya alam itu. Apakah intisarinya? Mungkin yang
beraneka warna ynag ada dalam alam ini dapat dipulangkan kepada yang satu.
Mereka mencari inti alam, dengan istilah mereka: mereka mencari arche alam
(arche dalam bahasa yunani yang berarti mula, asal).

Terdapat tiga faktor yang menjadikan filsafat yunani ini lahir, yaitu:
1. Bangsa yunani yang kaya akan mitos (dongeng), dimana mitos dianggap
sebagai awal dari uapaya orang untuk mengetahui atau mengerti. Mitos-mitos
tersebut kemudian disusun secara sistematis yang untuk sementara kelihatan
rasional sehingga muncul mitos selektif dan rasional, seperti syair karya Homerus,
Orpheus dan lain-lain.
2. Karya sastra yunani yang dapt dianggap sebagai pendorong kelahiran filsafat
yunani, karya Homerous mempunyai kedudukan yang sangat penting untuk
pedoman hidup orang-orang yunani yang didalamnya mengandung nilai-nilai
edukatif.
3. Pengaruh ilmu-ilmu pengetahuan yang berasal dari Babylonia (Mesir) di
lembah sungai Nil, kemudian berkat kemampuan dan kecakapannya ilmu-ilmu
tersebut dikembangkan sehingga mereka mempelajarinya tidak didasrkan pada
aspek praktis saja, tetapi juga aspek teoritis kreatif.

Dengan adanya ketiga faktor tersebut, kedudukan mitos digeser oleh logos
(akal), sehingga setelah pergeseran tersebut filsafat lahir.

Periode yunani kuno ini lazim disebut periode filsafat alam. Dikatakan
demikian, karena pada periode ini ditandai dengan munculnya para ahli pikir
alam, dimana arah dan perhatian pemikirannya kepada apa yang diamati
sekitarnya.mereka membuat pertanyaan-pertanyaan tentang gejala alam yang
bersifat filsafati (berdasarkan akal pikir) dan tidak berdasarkan pada mitos.
Mereka mencari asas yang pertama dari alam semesta (arche) yang sifatnya
mutlak, yang berada di belakang segala sesuatu yang serba berubah.

Filsafat Yunani kuno pada akhirnya memunculkan sebuah peradaban


mesopotamia. Filsafat ini lahir di Irak. Kemudian lambat laun filsafat ini
menyebar lebih luas lagi didaerah Alexandria. Orang pada zaman Yunani kuno
sangat menyukai mitos dan dongeng-dongeng, sehingga masyarakat dunia
menganggap filsafat lahir dari Yunani. Namun lambat laun perkembangan dunia
filsafat mengalami pergeseran. Tak ada lagi percaya pada mitos sehingga mereka
memaksimalkan akal murni untuk menguak misteri kehidupan. Filsafat Yunani
kuno lahir dengan ide yang diusungnya tentang alam. Bahwa alam berasal dari air
dan akan kembali menjadi air (Mustansyir, 2009).

Tokoh-tokoh yang terkenal diantaranya Demokrates, Pythagoras, dan Thales.


Kosmosentris menjadi minat mereka untuk diteliti menggunakan akal Thales
bahkan dijuluki sebagai bapaknya filsafat. Sedangkan Pythagoras beranggapan
lain tentang kosmosentris. Dia menilai bahwa alam ada karena factor misteri
bilangan. Ada kekuatan dan ada makna yang mendalam disetiap bilangan
(Mustansyir, 2009)

B. Masa kejayaan
Zaman keemasan atau puncak dari filsafat Yunani Kuno atau Klasik, dicapai
pada masa Sokrates (± 470 – 400 SM), Plato (428-348 SM) dan Aristoteles (384-
322 SM). Sokrates merupakan anak dari seorang pemahat Sophroniscos, ibunya
bernama Phairmarete yang bekerja sebagai seorang bidan
Socrates adalah seorang guru. Setiap kali socrates mengajarkan
pengetahuannya, Socrates tidak pernah memungut bayaran kepada murid-
muridnya. Oleh karena itulah, kaum sofis menuduh dirinya memberikan ajaran
baru yang merusak moral dan menentang kepercayaan negara kepada para
pemuda. Kemudian ia ditangkap dan dihukum mati dengan minum racun pada
umur 70 tahun yakni pada tahun 399 SM. Pemikiran filsafatnya untuk menyelidiki
manusia secara keseluruhan yaitu dengan menghargai nilai-nilai jasmaniah dan
rohaniah yang keduanya tidak dapat dipisahkan karena dengan keterkaitan kedua
hal tersebut banyak nilai yang dihasilkan.

Pemikiran para filsuf sebelum era Socrates lebih diarahkan pada masalah
kosmologi atau ilmu tentang alam semesta (perbintangan), sedangkan Socrates
lebih memfokuskan diri pada masalah kemanusiaan. Hal ini berdasarkan sikapnya
yang berlawanan dari sofis pada saat itu yang memungut biaya ketika
mengajarkan pengetahuan kepada manusia. Dari pergaulannya dengan masyarakat
setempat, ia pun menaruh perhatian khusus pada manusia.

Socrates memahami kebenaran ada yang bersifat obyektif dan ada yang bersifat
relatif. Kebenaran obyektif adalah kebenaran yang memang sudah ada yang tidak
bergantung pada siapa yang berpendapatIa berusaha untuk mengungkapkan sifat
semu yang terdapat dalam pengetahuan agar diketahui sumber pengetahuan yang
sebenarnya.

Dengan menggunakan metode dialektika, Socrates berusaha mengajarkan orang


lain untuk mencari kebenaran. Setiap hari ia berjalan berkeliling kota untuk
mempelajari kebiasaan manusia, ia berbicara dengan berbagai macam orang,
bertanya tentang pekerjaan dan keseharian mereka sesuai dengan pengetahuan
yang mereka miliki. Dari tanya-jawab ini, Socrates membuka pikiran masyarakat
tentang pengetahuan yang mereka miliki serta menambah pengetahuan yang ia
miliki.

Seni melahirkan pengetahuan ini disebut dengan maieuteke tekhne atau seni
kebidanan. Menurut Socrates, setiap orang memiliki pemahaman sejati yang
terdapat dalam jiwanya, akan tetapi pemahaman tersebut telah tertutupi oleh
pengetahuan semu yang berasal dari doktrin yang berkembang pada saat itu.
Sehingga dengan menggunakan metode dialektika tersebut, ia berusaha
melahirkan kembali pemahaman sejati serta membongkar pengetahuan semu yang
terdapat dalam pikiran seseorang.
Keadaan masyarakat Yunani pada saat itu sangat dipengaruhi paham Sofis yang
mengatakan bahwa tidak ada kebenaran yang abadi, kebenaran bersifat relatif dan
bisa dikaji ulang. Hal ini yang kemudian dikritik oleh Socrates, ia berpendapat
bahwa ada kebenaran obyektif yang memang sudah ada dan bersifat universal.
Untuk itu, ia mengajak orang lain untuk berdiskusi dengan menggunakan metode
dialektikanya. Dalam pencarian kebenaran ini, ia tidak memikirkannya sendiri,
melainkan selalu mencari orang lain yang dianggapnya memiliki pengetahuan
yang tidak ia miliki.

Metode dialektika ini dilakukan dengan tanya jawab. Diawali dengan pertanyaan
yang diajukan oleh Socrates terhadap lawan bicaranya yang kemudian menjawab
dengan pengetahuan yang dimiliki. Hipotesa dari jawaban tersebut dipertanyakan
lagi oleh Socrates hingga lawan bicaranya terjebak dengan jawabannya sendiri
dan mulai memikirkan kembali tentang kebenaran yang terdapat dalam
pengetahuan yang ia miliki. Diskusi ini terus berlanjut dengan menguji setiap
hipotesa yang terdapat dalam jawaban yang kemudian ditarik satu kesimpulan
umum tentang kebenaran pengetahuan tersebut. Metode ini kemudian dikenal
dengan sebutan metode Induksi.

Konsep dialektika dengan menguji kebenaran pengetahuan yang dimiliki


seseorang milik Socrates ini kemudian dipakai oleh filsuf abad pertengahan.
Seperti Rene Descartes yang mengenalkan metode “keraguan” dalam
pengetahuan. Dalam bukunya Meditations on First Philosophy Descartes
mempertanyakan kembali semua pengetahuan yang ia miliki. Ia bertanya kepada
dirinya sendiri dan mengumpulkan beberapa hipotesa yang kemudian
memunculkan sebuah kebenaran yang universal. Pemikiran Descartes ini
kemudian dikembangkan oleh generasi selanjutnya dan disebut dengan aliran
Rasionalisme.

Konsep dialektika ini kemudian dikembangkan lagi oleh filsuf pasca Descartes
seperti Francois Bacon dan Immanuel Kant. Mereka berusaha menguji kembali
paham-paham serta kebenaran-kebenaran dari teori pendahulunya hingga
memunculkan beberapa aliran filsafat dan metode menguji kebenaran ilmiah. Hal
ini kemudian menjadi langkah awal berkembangnya peradaban Barat yang terus
dikembangkan hingga saat ini.

Lalu menuju ke plato, Plato lahir di Athena, dengan nama asli Aristocles. Ia
belajar filsafat dari Socrates, Pythagoras, Heracleitos, dan elia. Sebagai titik tolak
pemikiran filsafatnya, ia mencoba menyelesaikan permasalahan lama yakni mana
yang benar yang berubah-ubah (Heracleitos) atau yang tetap (Parmenidas).
Pengetahuan yang diperoleh lewat indera disebutnya sebagai pengetahuan indera
dan pengetahuan yang diperoleh lewat akal disebutnya sebagai pengetahuan akal.
Plato menerangkan bahwa manusia itu sesungguhnya berada dalam dua dunia
yaitu dunia pengalaman yang bersifat tidak tetap dan dunia ide yang bersifat tetap.
Dunia yang sesungguhnya atau dunia realitas adalah dunia ide.

Menurut Plato ada beberapa masalah bagi manusia yang tidak pantas jika manusia
tidak mengetahuinya, masalah tersebut adalah:
a. Manusia itu mempunyai Tuhan sebagai penciptanya.
b. Tuhan itu mengetahui segala sesuatu yang diperbuat manusia.
c. Tuhan hanya dapat diketahui dengan cara negatif, tidak ada ayat, tidak ada
anak dan lain-laian.
d. Tuhanlah yang menjadikan alam ini dari tidak mempunyai peraturan menjadi
mempunyai peraturan.
Sebagai puncak pemikiran filsafatnya adalah pemikiran tentang negara, yang
tertera dalam polites dan Nomoi. Konsepnya mengenai etika sama seperti Socrates
yakni tujuan hidup manusia adalah hidup yang baik (eudaimonia atau well being).
Menurut Plato di dalam negara yang ideal terdapat tiga golongan, antara lain:

a. Golongan yang tertinggi (para penjaga dan para filsuf).


b. Golongan pembantu (prajurit yang bertugas untuk menjaga keamanan
negara).
c. Golongan rakyat biasa (petani, pedagang, dan tukang).

Plato mengemukakan bahwa tugas seorang negarawan adalah mencipta


keselarasan semua keahlian dalam negara (polis) sehingga mewujudkan
keseluruhan yang harmonis. Apabila suatu negara telah mempunyai undang-
undang dasar maka bentuk pemerintahan yang tepat adalah monarki. Sementara
itu, apabila suatu negara belum mempunyai undang-undang dasar, bentuk
pemerintahan yang paling tepat adalah demokrasi.

Filsafat Plato dikenal sebagai idealisme dalam hal ajarannya bahwa kenyataan itu
tidak lain adalah proyeksi atau bayang-bayang/ bayangan dari suatu dunia “ide”
yang abadi belaka dan oleh karena itu yang ada nyata adalah “ide” itu sendiri.
Karya-Karya lainnya dari Plato sangat dalam dan luas meliputi logika,
epistemologi, antropologi (metafisika), teologi, etika, estetika, politik, ontologi
dan filsafat alam.

Sedangkan Aristoteles sebagai murid Plato, dalam banyak hal sering tidak
setuju/berlawanan dengan apa yang diperoleh dari gurunya (Plato). Aristoteles
lahir di Stageira, Yunani Utara pada tahun 384 SM. Bagi Aristoteles “ide”
bukanlah terletak dalam dunia “abadi” sebagaimana yang dikemukakan oleh
Plato, tetapi justru terletak pada kenyataan atau benda-benda itu sendiri. Setiap
benda mempunyai dua unsur yang tidak dapat dipisahkan, yaitu materi (“hylé”)
dan bentuk (“morfé”). Lebih jauh bahkan dikatakan bahwa “ide” tidak dapat
dilepaskan atau dikatakan tanpa materi, sedangkan presentasi materi mestilah
dengan bentuk. Dengan demikian maka bentuk-bentuk “bertindak” di dalam
materi, artinya bentuk memberikan kenyataan kepada materi dan sekaligus adalah
tujuan (finalis) dari materi. Karya-karya Aristoteles meliputi logika, etika, politik,
metafisika, psikologi, ilmu alam, Retorica dan poetika, politik dan ekonomi.
Pemikiran-pemikirannya yang sistematis tersebut banyak menyumbang kepada
perkembangan ilmu pengetahuan. Berikut ini beberapa pemikiran Aristoteles yang
terdiri dari:

a. Ajarannya tentang logika


Suatu pengertian memuat dua golongan, yaitu substansi dan aksidensia. Dan
dari dua golongan tersebut terurai menjadi sepuluh macam kategori, yaitu :
1) Substansi (manusia, binatang).
2) Kuantitas (dua, tiga).
3) Kualitas (merah, baik).
4) Relasi (rangkap, separuh).
5) Tempat (di rumah, di pasar).
6) Waktu (sekarang, besok).
7) Keadaan (duduk, berjalan).
8) Mempunyai (berpakaian, bersuami).
9) Berbuat (memmbaca, menulis).
10) Menderita (terpotong, tergilas). Sampai sekarang, Aristoteles dianggap
sebagai Bapak logika tradisional.

b. Ajaranya tentang sillogisme.


c. Ajarannya tentang pengelompokkan ilmu pengetahuan. Aritoteles
mengelompokkan ilmu pengetahuan menjadi tiga golongan.
d. Ajarannya tentang potensia dan dinamika. Hule adalah suatu unsur yang
menjadi permacaman. Sementara itu, morfe adalah unsur yang menjadi dasar
kesatuan.
e. Ajarannya tentang pengenalan.
f. Ajarannya tentang etika.
g. Ajarannya tentang negara.

C. Masa Kemandulan
Filsafat abad pertengahan adalah suatu arah pemikiran yang berbeda sekali
dengan arah pemikiran dunia kuna. Filsafat abad pertengahan menggambarkan
suatu zaman yang baru sekali di tengah-tengah suatu rumpun bangsa yang baru,
yaitu bangsa Eropa barat. Filsafat yang baru ini disebut Skolistik. Sebutan
Skolistik mengungkapkan, bahwa ilmu pengetahuan abad pertengahan diusahakan
oleh sekolah-sekolah, dan bahwa ilmu itu terkait pada tuntutan pengajaran di
sekola-sekolah itu. Semula Skolistik timbul di biara-biara tertua di Gallia Selatan,
tempat pengungsian ketika ada perpindahan bangsa-bangsa. Sbb di situlah
tersimpan
hasil-hasil karya para tokoh kuna dan para penulis Kristiani.
Pada awal abad ke-6 filsafat berhenti untuk waktu yang lama. Segala
perkembangan ilmu pada waktu itu terhambat. Hal ini disebabkan karena abad ke-
6 dan ke-7 adalah abad abad yang kacau. Pada waktu itu ada perpidahan bangsa-
bangsa, yang mengakibatkan adanya serangan-serangan bangsa-bangsa yang
masih belum beradab terhadap kerajaan Romawi, sehingga kerajaan itu runtuh.
Bersamaan dengan keruntuhan kerajaan Romawi itu runtuhlah juga segala
peradabat Romawi, baik peradaban yang bukan Kristiani maupun peradaban
Kristiani yang sedang dibangun selama 5 abad terakhir. Filsafat barat abad
pertengahan ( 476-1492 M ) juga dapat dikatakan sebagai abad gelap. Berdasarkan
pada pendekatan sejarah gereja, saat itu tindakan gereja sangat membelenggu
kehidupan manusia. Manusia tidak lagi memiliki kebebasan untuk
mengembangkan potensi yang terdapat dalam dirinya. Para ahli pikir saat itu juga
tidak mempunyai kebebasan berpikir. Apalagi terdapat pemikiranpemikiran yang
bertentangan dengan agama ajaran gereja. Siapa pun orang yang
mengemukakannya akan mendapatkan hukuman berat. Akan tetapi di sepanjang
perjalanan abad-abad keadaan berubah. Buku-buku pegangan dialektika lama-
kelamaan diganti dengan karangan-karangan Aristoteles mengenai logika, sedang
dalam perkembangannya yang lebih lanjut lagipelajaran artes liberales makin
diubah menjadi studi filsafat, terutama filsafat Aristoteles.

Filsafat Yunani mengalami kemegahan dan kejayaan dengan hasil yang sangat
gemilang, yaitu melahirkan peradaban Yunani. Menurut pandangan sejarah
filsafat, dikemukakan bahwa peradaban Yunani merupakan titik tolak peradaban
manusia di dunia. Maka pandangan sejarah filsafat dikemukakan manusia di
dunia. Giliran selanjutnya adalah warisan peradaban Yunani jatuh ke tangan
kekuasaan Romawi. Kekuasaan Romawimemperlihatkan kebesaran dan
kekuasaan hingga daratan Eropa (Britania), tidak ketinggalan pula pemikiran
filsafat Yunani juga ikut terbawa. Hal ini berkat peran Caesar Augustus yang
menciptakan masa kemasan kesusastraan Latin, kesian, dan arsitektur Romawi.
Setelah filsafat Yunani sampai ke daratan Eropa, di sana mendapatkan lahan baru
dalam petumbuhan. Karena bersamaan dengan agama kristen, filsafat Yunani
berintegrasi dengan agama Kristen, sehingga membentuk suatu formasi baru.
Maka, muncullah filsafat Eropa yang sesungguhnya sebagai pejelmaan filsafat
Yunani setelah berintegrasi dengan agama Kristen. Di dalam masa pertumbuhan
dan perkembangan filsafat Eropa (kira-kira selama 5 abad) belum memunculkan
ahli pikir (filosof), akan tetapi setelah abad ke-6 Masehi, muncullah para ahli pikir
yang mengadakan penyelidikan filsafat. Jadi, filsafat Eropa yang mengawali
kelahiran filsafat barat abad pertengahan. Filsafat Barat Abad Pertengahan (467 –
1492) juga dapat dikatakan sebagai “abad gelap”. Pendapat ini disarankan pada
pendekatan sejarah gereja. Memang pada saat itu tindakan gereja sangat
membelenggu kehidupan manusia sehingga manusia tidak lagi memiliki
kebebasan untuk mengembangkan potensi yang terdapat dalam dirinya. Para ahli
pikir pada saat itu pun tidak memiliki kebebasan berfikir.
Apabila terdapat pemikiran-pemikiran yang bertentangan dengan ajaran
gereja, orang yang mengemukakan akan mendaptkan hukuman berat. Pihak gereja
melarang diadakannya penyelidikan-penyelidikan berdasarkan rasio terhadap
agama. Karena itu, kajian tentang agama/teologi yang tidak berdasarkan ketentuan
gereja akan mendapatkan larangan yang ketat. Yang berhak mengadakan
penyelidikan terhadap agama hanyalah gereja. Walaupun demikian, ada juga yang
melanggar larangan tersebut dan mereka dianggap orang murtad dan kemudian
diadakan pengejaran (inkusisi).

D. Masa Kebangkitan
Kata Renaissance berarti: kelahiran kembali. Secara historis Renaissance
adalah suatu gerakan yang meliputi suatu zaman di mana orang merasa dirinya
sebagai telah dilahirkan kembali dalam keadaban. Di dalam kelahiran kembali itu
orang kembali kepada sumber-sumber yang murni bagi pengetahuan dan
keindahan. Dengan demikian orang memiliki norma-¬norma yang senantiasa
berlaku bagi hikmat dan kesenian manusia. Bila¬mana perpindahan dari keadaban
abad pertengahan ke keadaban Renaissance itu terjadi, tidak dapat dipastikan.
Istilah Renaissance (bahasa Prancis) berasal dari kata rinascita (bahasa Italia) yang
artinya kelahiran kembali, merupakan istilah yang pertama kali diperkenalkan
oleh Giorgio Vasari pada abad ke-16 untuk menggambarkan semangat kesenian
Italia mulai abad ke-14 hingga ke-16 yang bernapaskan semangat kesenian
Yunani dan Romawi kuno. Vasari yang percaya bahwa kebudayaan itu terikat
hukum alam yaitu lahir, berkembang, merosot, dan mati; melihat bahwa kelahiran
kembali budaya Romawi dan Yunani kuno telah terjadi di Italia sejak abad ke¬-
14. Abad ke-14 dimulailah krisis zaman pertengahan, yang berlangsung hingga
abad ke-15, dan bahwa abad ke-15 dan ke-16 dikuasai oleh suatu gerakan yang
disebut Renaissance.

Ciri utama Renaissance ialah Humanisme, individualisme, lepas d¬agama


(tidak man diatur oleh agama), empirisme, dan rasionalisme. Hal yang diperoleh
dari watak ialah berkembangnya pengetahuan rasion Filsafat berkembang bukan
pada zaman Renaissance, melainkan kelak pa zaman sesudahnya (zaman modern).
Sains berkembang karena seman dan hasil empirisme itu. Agama (Kristen)
semakin ditinggalkan, kare semangat Humanisme itu. Ini kelihatan dengan jelas
kelak pada zam. modern. Rupanya, setiap gerakan pemikiran mempunyai
kecenderungan untuk menghasilkan yang positif, tetapi sekaligus yang negatif.
Pada zaman modern, filsafat didahului oleh zaman Renaissance. Sebenarnya,
secara esensial, zaman Renaissance itu, dalam filsafat, berbeda dari zaman
modern. Ciri-ciri filsafat Renaissance ada pada filsafat modern. Tokoh pertama
filsafat modem adalah Descartes. Dalam filsafat, oarang-orang menemukan ciri-
ciri Renaissance tersebut, yaitu menghidupkan kembali rasionalisme Yunani
(Renaissance), individualisme, Humanisme, serta lepas dari pengaruh agama.
Sekalipun demikian, para ahli lebih senang menve Descartes sebagai tokoh
rasionalisme.
Ciri utama filsafat pada masa Renaissance adalah rasionalisme, menetapkan
bahwa kebenaran berpusat dari akal, tetapi setiap bergantung pada subjek yang
menggunakannya. Oleh karena itu, seorang filosof rasionalis menekankan bahwa
berpikir sebagai wujud kebera diri, jika seseorang berpikir berarti itu ada. Ajaran
ini diperkenalkan Rene Descartes dengan paradigma cogito ergo sum atau cogito
desc.

Ahli Renaissance, Jacob Burckhardt memberi dua ciri pada Renaissance, yaitu:
1. "Penemuan dunia", di mana dunia ditangkap sebagai realitas yang berbeda
dari manusia. Dunia dimengerti sebagai realitas yang harus dipelajari oleh
manusia. Sikap ini mendorong muncuinya berbagai penemuan baru terutama
dalam bidang ilmu¬-ilmu alam. Tokohnya antara lain Copernicus, Kepler, Galileo
Galilei.
2. "Penemuan manusia", yaitu munculnya kesadaran bahwa manusia adalah
"subjek" yang berhadapan dengan "objek". sebagai subjek manusia memiliki
kebebasan untuk menentukan dirinya sendiri.

Tokohnya adalah Giovanni Pico delta Mirandola (1463-1494) yang


menerbitkan buku berjudul On the Dignity of man. Buku ini dikenal sebagai
"manifesto Humanisme Renaissance" sebab sangat menekankan segi
antroposentrisme, yaitu manusia sebagai individu, sebagai pusat dari segalanya.
Kendati manusia Renaissance telah mengalami pembenahan secara mental, namun
masih mempunyai persamaan-persamaan di samping perbedaan dengan manusia
Abad Tengah. Baik Abad Tengah maupun Renaissance, keduanya bertumpu pada
budaya klasik Yunani dan Romawi. Hanya saja pada zaman Abad Tengah, budaya
klasik tersebut sepenuhnya dibingkai dan bernapaskan religiositas gereja serta
dimanfaatkan bagi kepentingan gereja. Sebaliknya pada zaman Renaissance,
budaya klasik tersebut berada di bawah kekuasaan manusia dan bernapaskan
keduniawian serta dimanfaatkan demi manusia itu sendiri. Di pihak lain memang
harus diakui juga bahwa kedua zaman tersebut sebagian besar masih memperoleh
inspirasi atau terkiat dengan tema-tema dari Kitab Suci (Bibel). Hanya saja pada
umumnya karya-karya Renaissance agak mengabaikan nilai-nilai spiritual, serta
kurang memanfaatkan lambang¬-lambang, dan sebaliknya lebih menekankan segi
badaniah, segi luarnya.
Dorongan yang paling kuat manusia zaman Renaissance adalah keinginannya
untuk menonjolkan diri. Keinginannya itu dituangkan dalam berbagai hasil karya
seni sastra, seni lukis, seni pahat, seni musik, arsitektur bahkan politik, dan lain-
lain. Ekspresi daya kemampuan manusia itu terus berkembang sampai saat ini
sehingga di zaman modern ini pun tidak ada lagi segi kehidupan manusia yang
tidak ditonjolkan, kadangkala tidak hanya segi-segi yang positif dan baik tetapi
tanpa sadar kadang segi negatif pun terkuak ke luar yang secara tidak langsung
mengancam dirinya sendiri. Manusia modern telah lahir dan mulai di zaman
Renaissance.
2. Cabang cabang pemikiran filsafat yang saya pahami dan ketahui
1. Logika
Logika adalah salah satu cabang filsafat yang berbicara mengenai aturan
berpikir supaya dengan adanya aturan tersebut bisa diambil kesimpulan yang
benar. Dengan kata lain, logika merupakan pengkajian yang sistematis mengenai
aturan untuk menguatkan premis atau sebab tentang konklusi aturan tersebut.
Sehingga bisa kita gunakan untuk membedakan argumen yang baik dan argumen
yang tidak baik.
2. Epistomologi
Epistemologi merupakan bagian filsafat yang menerangkan tentang terjadinya
pengetahuan, sumber pengetahuan, asal mula pengetahuan, batas-batas, sifat,
metode dan kesahihan pengetahuan. Contohnya dalam filsafat ilmu yaitu
mempelajari tentang ciri-ciri pengetahuan ilmiah dan bagaimana cara
mendapatkannya. Dengan belajar epistemologi dan filsafat ilmu diharapkan dapat
membedakan antara pengetahuan dan ilmu serta mengetahui kebenaran suatu ilmu
itu ditinjau dari isinya. 
3. Estetika
Dalam kehidupan perilaku manusia, estetika yang dimaksud membicarakan
soal kepantasan dan ketidakpantasan. Misalnya, seorang wanita akan lebih indah
jika memiliki sikap sopan, rendah hati dan santu. Sedangkan sikap yang kasar dan
celelekan dinilai tidak estetika. Jadi, meskipun bentuk dalam sebuah sikap, tetapi
membicarakan keindahan atau sisi baiknya.
Berlaku pula sebaliknya. Misalnya di dunia kesenian, maka estetika yang
dimaksud adalah keindahan dan seni yang ditawarkan. Dengan kata lain, estetika
ini dapat dilakukan dimana saja, tergantung dari kontek dan penerapannya
digunakan dimana.

Dan bagaimana cara saya menjadikan ke 3 cabang filsafat tsb menjadi


kerangka berfikir?
Logika,epistomologi,estetika menjadikan seseorang paham akan makna
kehidupan, mengapa saya mengambil ke 3 hal tersebut karena menurut saya itulah
yang saya rasakan dalam kehidupan sehari hari. Saya selalu berpikir bahwa saat
mengambil keputusan dengan cermat. Dalam hal ini jalan pikiran saya yang
objektif, tegas, serta jauh dari emosi karena memang saya mempunyai alasan
tersendiri dalam hal tersebut. Jadi intinya membutuhkan penalaran dalam halnya
ingin melakukan sesuatu agar dampak ke depannya bisa sesuai dengan yang kita
pikirkan walaupun segala sesuatunya itu di atur oleh Allah. Logika selalu
berhubungan dengan segala kejalasan yang nyata, saya mengambil epistomologi
karena sebagai manusia bagaimana caranya kita itu percaya jika segala sesuatu ini
pasti ada sumbernya dan asal usulnya seperti kehidupan manusia,tumbuhan, dan
segala aspek kehidupan ada sumbernya dan bisa kita analisis melalui penelitian
lebih lanjut ataupun bisa kita lihat pada Al-Qur’an,Hadist, maupun cerita oarang
dahulu mengenai asal usul yang ada di bumi. Dengan kita memiliki kecermatan
berpikir pasti adanya rasa bahwa panca indra kita itu menangkap dan merasakan
keindahan yang tiada tara mengapa? Karena adanya pikiran yang logis dan
mengetahui asal usul maupun prosesnya sehingga kita berpikir hal tersebut yang
pada akhirnya membuat kita bersyukur kepada Allah karena diberikan nikmat
yang besar dalam kehidupan yang tak dapat di hitung, jadi ujung ujungnya
sebenarnya cabang filsafat nlogika,epistomologis dan estetika kembali lagi pada
kerangka berpikir kita pada begitu kuasa nya Allah membuat dunia yang indah
nan kompelks ini sehingga kita manusia dapat merasakannya.

3. Cara berfikir dialektika, Analitik, Rasionalistik, empirik dan intuitif


A. Dialektika
Dialektika adalah metode penalaran yang bertujuan untuk memahami hal-hal
secara konkret dalam semua gerakan, perubahan, dan interkoneksi mereka, dengan
sisi-sisi yang berlawanan dan saling bertentangan dalam kesatuan. Sederhananya,
Dialektika, secara umum, adalah bentuk argumentasi yang mencapai kesimpulan
dengan mengungkap ketidak konsistenan dalam premis awal, biasanya melalui
dialog. Niatnya, paling tidak, untuk menunjukkan tidak memadainya asumsi-
asumsi tertentu terutama soal gagasan yang kita terima begitu saja.

Sehubungan dengan itu Sokrates menegaskan bahwa dialektika berfungsi


memeriksa dan menunjukkan keterbatasan argumen lawan debat. Hal ini
dilakukan dengan memberikan sanggahan (elegkhos), supaya setiap orang tidak
percaya begitu saja pada opini yang dikemukakan. Oleh karena itu, setiap opini
harus disanggah. Memerlihatkan bahwa opini yang disampaikan belum mencapai
pengetahuan sejati. Dengan demikian, dialektika merupakan seni dialog yang
melampaui opini dan mengarahkan setiap orang sampai pada pengetahuan sejati.

Plato pun menegaskan bahwa dialektika merupakan proses berpikir yang


mencakup dua tahap.
(1) Sunagoge, mengumpulkan dan mengelompokkan segala sesuatu ke
dalam forma inteligibel, menemukan prinsip tertinggi (idea).
(2) Diaresis, memilah forma inteligibel ke dalam berbagai macam kelompok
terkecil, sampai tidak bisa dikelompokkan lagi.

Aristoteles (doksografi). Aristoteles menegaskan bahwa dialektika merupakan


prosedur untuk memeriksa dan menyaring opini. Terkait dengan hal ini,
Aristoteles menunjukkan tiga kegunaan dialektika:
(1) gimnastik intelektual yang bagus,
(2) membuat orang mampu memeriksa opini orang lain, dan
(3) berguna bagi pengetahuan atau sains.

B. Analitik
Analitik digunakan dalam menyelesaikan soal non rutin (masalah). Menurut
Robbins (2011: 41), berpikir analitik adalah serentetan perilaku yang seragam,
tetapi melibatkan unsur penyelidikan dan situasi lebih lanjut dengan hasil dan
parameter yang kurang terdefinisi dengan baik. Berpikir analitik adalah berpikir
tahap demi tahap untuk menyelesaikan masalah dalam rangka mengaitkan
hubungan dan menjelaskan pengaruh antar variabel yang disertai dengan
mempertimbangkan bukti-bukti yang ada, dengan tantangan situasi yang ambigu
dan masalah yang kurang terstruktur lengkap atau informasi yang disampaikan
kurang, sehingga manusia bisa memilih informasi yang penting dan relevan
berdasarkan masalah yang diajukan.
Montaku (2011) berpandangan bahwa berpikir analitik berarti berpikir dari
peristiwa yang berurutan menjadi bagian-bagian masalah yang disajikan dengan
alasan, prinsip, fungsi, kemampuan untuk menghubungkan isu-isu, kemampuan
untuk menjawab masing-masing masalah dan melihat kembali masalah
sebelumnya.

C. Rasionalistik
Rasionalisme adalah aliran filsafat ilmu yang berpandangan bahwa otoritas
rasio (akal) adalah sumber dari segala pengetahuan. Dengan demikian, kriteria
kebenaran berbasis pada intelektualitas. Jadi strategi pengembangan ilmu
menurutpaham rasionalisme adalah mengekplorasi gagasan-gagasan dengan
menggunakan kemampuan intelektual manusia.Perintis awal aliran rasionalisme
ialah Heraclitus, yang meyakini akal melebihi pancaindera sebagai sumber ilmu.
Menurut beliau akal manusia boleh berhubung dengan akal ketuhanan yang
memancarkan sinaran cahaya tuhan dalam diri manusia. Thales menerapkan
rasionalisme dalam filsafatnya . Ini dilanjutkan dengan jelas sekali pada orang-
orang sofis dan tokoh tokoh penentangnya (Socrates, Plato dan Aristoteles). Pada
zaman pertengahan rasionalisme Yunani berkembang di tangan tokoh-tokoh
Socrates, Plato dan Aristoteles.

D. Empirik
Empirisme ini merupakan suatu bentuk aliran di dalam ilmu filsafat yang
menyatakan bahwa seluruh pengetahuan itu berasal dari pengalaman yang pernah
atau telah dilakukan oleh manusia. Empirisme ini juga sebagai aliran yang menolak
mengenai anggapan bahwa manusia itu sudah membawa fitrah pengetahuan di
dalam dirinya pada saat ia dilahirkan. Empirisme ini adalah suatu doktrin yang
melawan paham rasionalisme.

Empirisme ini merupakan paham filsafat yang mengajarkan bahwa yang benar itu
adalah yang logis serta terdapat bukti empiris. Dengan empirisme aturan (ialah
untuk mengatur manusia serta alam) itu dibuat. Empirisme tersebut juga
mempunyai kekurangan yakni ia belum terukur. Empirisme tersebut hanya sampai
pada konsep yang umum. Seorang empirisme tersebut biasanya berpendirian,
Dapat memperoleh pengetahuan itu dengan melalui pengalaman. Pengetahuan
tersebut diperoleh dengan perantaraan indera.

Indra merupakan sumber utama dari suatu bukti empiris. Walaupun sumber
lainnya itu dari bukti, seperti ingatan, serta juga kesaksian dari yang lain pasti
kemudian ditelusuri kembali lagi ke beberapa pengalaman dari indrawi, semuanya
itu dianggap hanya sebagai tambahan, atau tidak langsung.

E. Intuitif
Berpikir intuitif berarti bekerja dengan feeling dan memiliki keyakinan yang
kuat untuk membuat suatu keputusan. Dalam membuat keputusan seseorang
membutuhkan suatu strategi yang tepat, agar keputusan yang diambil benar-benar
dapat menyelesaikan permasalahan yang dihadapi. Berpikir intuitif muncul ketika
seseorang mengalami kesulitan untuk menemukan jawaban benar dalam
memecahkan masalah. Menurut Kustos (2010) berpikir intuitif adalah proses
kognitif melalui feeling dan persepsi. Feeling adalah munculnya ide dalam pikiran
sebagai solusi pemecahan masalah dapat dikaitkan dengan masalah yang dihadapi
sehingga membuat keputusan untuk menghasilkan jawaban spontan.

Jadi yang menjadi pembeda dalam ke 5 pikiran tersebut yakni terdapat pada
dasar pemikirannya
Dialegtika di gunakan sebagai metode berpikir dalam memahami dan ke arah
lebih lanjut mengenai gaya bicara seseorang serta argumen yang diberikan oleh
seseorang yang dimana dalam gaya berpikirnya itu memahami dan mencermati
argumen seseorang dan membantahnhya jika tidak sesuai dengan apa yang kita
anut dan pikirkan. Pada Analitik didasarkan pada pemikiran mencari suatu
jawaban dengan menggunakan seluruh pandangan dan variabel yang disajikan
secara berurutan dengan mempertiumbangkan bukti yang ada. Pada pemikiran
Rasionalitas akal pada manusia dijadikan alat untuk memperoleh pengetahuan
yang benar melalui cara kerja pikiran yang menganalisis segala sesuatunya dan
terarah. Sedangkan pada pemikiran Empirik lebih ke bukti nyata yang indra
manusia rasakan. Dan Intuitif lebih pada perasaan kita sebagai manusia dalam
munculnya ide dalam pikiran sebagai solusi pemecahan masalah dapat dikaitkan
dengan masalah yang dihadapi sehingga membuat keputusan untuk menghasilkan
jawaban spontan tanpa adanya analisis.

4. Analisis Model pemikiran filsafat barat, filsafat Islam dan Filsafat Indonesia
Filsafat barat didefinisikan sebagai “tempat yang berisi orang-orang yang
menggunakan rasio, yakni menggunakan sepenuhnya akal mereka untuk
memahami keutuhan dari alam. Pemikiran Filsafat Barat dikenal dengan ajaran
akal budi dan sistem akademiknya yang kokoh. Contohnya adalah cabang-cabang
ilmu seperti metafisika, epistemologi, etika, logika, atau filsafat ilmu. Filsafat
islam merupakan pemikiran tentang ketuhanan, kenabian, kemanusiaan. Serta
berkembang juga dalam bentuk ilmu kalam, ushul fiqh, dan tawsawuf yang
berdasarkan ajaran islam. Filsfat islam menjelaskan bahwa wahyu tidak
bertentangan akal manusia. Adapun pemikiran filsafat Indonesia masih
menggunakan silsilah ilmu pengetahuan secara turun temurun dari nenek moyang,
mengenai kepercayaan terhadap batu,pohon dan budaya budaya yang luhur yang
masih sangat melekat di hati pemikiran Indonesia seperti adat istiadat dan gotong
royong.

5. Tentunya ya belajar filsafat pada guru ataupun calon guru dapat memperluas
wawasannya mengenai pendidikan serta membantunya dalam memahami siswa
dan mengembangkannya gaya belajar yang tepat, tetapi juga dapat
menyadarkannya mengenai makna dari berbagai aspek kehidupan manusia. Dan
yang lebih penting lagi bahwa sikap dan tindakan kita sebagai guru yang
mencerminkan pemikiran filsafat akan berpengaruh kepada siswanya, seperti jika
guru mengajar dan mendidik siswanya dengan cara yang salah maka akan
berdampak buruk bagi perkembangan siswanya. Sebaliknya, jika kita seorang
guru mendidik dan mengajar siiswanya dengan cara yang benar maka akan
berdampak baik bagi siswanya. Dan profesi sebagai guru adalah tanggung jawab
dan amanah yang besar yang dimana sebagai agen perubahan yang mencerdaskan
kehidupan bangsa, adapun efek balik yang kita dapatkan dari mengbagikan ilmu
adalah gaji dari suatu instansi saja dan itu adalah bonusnya tapi yang sebenarnya
dicari ialah pahala dari Allah karena telah mengajarkan orang orang yang kurang
pemahaman tentang sesuatu ilmu menjadi paham.

Anda mungkin juga menyukai